Anda di halaman 1dari 3

Nama : M Mustika Habibi

NPM : 2210102010072
Mata Kuliah : Komunikasi Bencana
Tema Artikel : Kerusakan Lingkungan

“Hutan Aceh Menipis, Ladang Ganja tak Pernah Habis?”

Hutan memiliki manfaat yang baik bagi kehidupan manusia, hutan sebagai
pemberi oksigen dan juga penyerap karbon dioksida sudah memberikan manfaat
bagi kelangsungan hidup manusia dan juga lingkungan. Saat ini kerusakan hutan
atau deforestasi terjadi hampir diseluruh dunia, dimana kerusakan tersebut sebagian
besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian
PBB (FAO), hampir 7,3 juta hektar hutan diseluruh dunia hilang setiap tahunnya.
Hal ini tentu akan semakin mengancam kehidupan manusia.
Dalam lima tahun terakhir kawasan hutan di Aceh terus mengalami
penurunan yang signifikan. Hal ini ditakutkan akan menimbulkan dampak buruk di
masa mendatang, sebab semakin sedikit tumbuhan yang ada di hutan, semakin
sedikit pula oksigen yang dihasilkan. Akibatnya adalah kualitas oksigen akan
menurun. Menipisnya hutan juga akan menyebabkan terjadinya bencana, seperti
banjir besar, kekeringan, tanah longsor, dan terganggunya siklus air.
Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat sekitar 9.383
hektare hutan Aceh mengalami deforestasi atau kehilangan tutupan hutan selama
tahun 2022, termasuk di dalam hutan lindung Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Tutupan hutan tersebut seluas 4.676 hektare di dalam kawasan ekosistem Leuser,
sementara di luar kawasan ekosistem Leuser seluas 4.706 hektare.
Bahkan dalam 30 tahun terakhir saja, terhitung mulai dari 1990 hingga 2020
kemarin, Provinsi Aceh telah kehilangan tutupan hutan mencapai 690 ribu hektar.
Dengan perhitungan, pada 1990, luas tutupan hutan Aceh mencapai 3,7 juta
hektar. Ini setara dengan sembilan kali luas Singapura. Tahun 2022, Aceh Selatan
menjadi penyumbang deforestasi terbesar, yakni 1.704 hektar. Meski demikian
Aceh masih menjadi daerah dengan tutupan hutan terluas di Sumatera.
Namun yang menjadi sorotan saya adalah, penipisan hutan setiap tahunnya
di Aceh berbanding terbalik dengan adanya ladang ganja “liar” yang ada di hutan
Aceh itu sendiri. Selama dua bulan terakhir sedikitnya 72 hektar ladang ganja
berhasil ditemukan oleh aparat keamanan dipegunungan Beutong Ateuh yang
merupakan hutan penghubung Kawasan Ekosistem Leuser dan Ulu Masen yang
sejatinya merupakan habitat satwa langka dan hutan tropis. Kabarnya di Indonesia,
ladang ganja terluas ada di Aceh. Bahkan setiap tahunnya selalu ada penemuan
lahan ganja puluhan hektar, tentu dan pasti yang belum ditemukan masih banyak
lagi.
Tanah Aceh itu sangat subur sama juga dengan tanah rata di daerah lain di
sumatera dan pulau lainnya di Indonesia. Berdasarkan data yang saya baca, pusat
pertumbuhan ganja di Aceh Besar itu ada di daerah Lam. Di sana pohon ganja
sangat mudah tumbuh tanpa ada proses penyiraman,pemupukan dan perawatan.
Ganja akan tumbuh sendirinya dan tumbuh dengan jumlah banyak karena faktor
biji ganja yang ringan dan sangat mudah di terbangkan oleh angin dalam jarak lebih
satu meter, jadi proses angin juga sangat membantu penyebaran pertumbuhan ganja
sehingga lama kelamaan akan menjadi sepeti hutan ganja dalah hitungan cepat.
Pemusnahan ladang ganja liar di Aceh dengan cara dibakar sendiri, banyak
sekali memberikan dampak buruk bagi keselamatan flora dan fauna di sekitaran
hutan itu sendiri. Pemerintah harus memikirkan dua hal sekaligus, yaitu cara
membasmi ladang ganja juga cara menyelamatkan lingkungan sekitar dari efek
samping yang ditimbulkan. Jika hal ini dibiarkan secara berkelanjutan, maka bukan
tidak mungkin permasalahan ini akan menjadi salah satu polemik yang akan
menjadi bom waktu di kemudian hari.
Saya harap pemerintah harus mempunyai regulasi khusus terkait
keberadaan ladang ganja di hutan, perlu adanya pengawasan dan pemberdayaan
terkait hal tersebut. Mengingat ganja merupakan salah satu tanaman yang memiliki
banyak sekali manfaat terutama dari segi medis. Pembakaran ladang ganja di tengah
hutan saya rasa bukanlah hal yang efektif, karena dapat merusak ekosistem di
kawasan sekitar ladang ganja yang terbakar tersebut.
Perlu segera dibentuk organisasi efektif, yang melibatkan seluruh pemangku
kebijakan di semua tingkatan, agar hutan Aceh dapat segera hijau kembali tanpa
harus terikat dengan adanya polemik keberadaan ladang ganja liar di hutan Aceh.
Semoga ke depannya pemerintah Aceh segera menemukan cara yang efektif agar
dapat memberantas keberadaan ganja liar dan melakukan penghijauan secepat dan
seefektif mungkin.

Oleh M Mustika Habibi,


Banda Aceh, 02 Mei 2023

Anda mungkin juga menyukai