Transmigran Etnis Jawa Di Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil
Transmigran Etnis Jawa Di Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil
Sekarang.
Migrasi adalah tanda pergerakan horizontal, yaitu cara berpindah tempat tinggal
untuk mendapatkan awal yang baru. Perpindahan tersebut harus melintasi batas-batas
administratif, seperti antar desa, kabupaten, kota, atau negara bagian. Dengan kata lain,
migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya.
padat penduduk ke daerah lain di Indonesia. Transmigran adalah orang yang berpindah
Interaksi sosial adalah ketika dua orang bertemu satu sama lain dengan saling
memarahi, berjabat tangan, bercanda atau mungkin berdebat. Interaksi sosial adalah
pertemuan dua individu. Secara umum, ada tiga jenis interaksi sosial dalam masyarakat:
kerjasama, persaingan, dan konflik. Setiap jenis interaksi memiliki beberapa bentuk
akhir tahun 1940-an. Setelah kemerdekaan dari Belanda pada tahun 1950, fokus upaya
transmigrasi adalah mengurangi kepadatan di wilayah Pulau Jawa. Hal ini dilakukan
sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.
Pergerakan yang terjadi dalam dua arah yaitu secara vertikal dan horizontal. (Rahayu:
1995: 55). Kecamatan Singkohor merupakan salah satu kecamatan yang menjadi tujuan
sosial sehingga beberapa dari transmigran memilih untuk kembali ke asal karena
yang terjadi pada keluarga transmigrasi dan bagaimana perbedaan mobilitas sosial yang
terjadi antara generasi pertama dengan generasi kedua pada keluarga transmigrasi.
Transmigran di Aceh berasal dari berbagai daerah dan berbagai suku bangsa,
namun Suku Jawa menjadi suku yang paling dominan dalam transmigrasi tersebut.
Etnik Jawa telah bermigrasi ke daerah ini cukup lama dan menjalani kehidupan seperti
masyarakat lokal serta sudah beranak pinak. Ketika mereka datang ke Aceh, telah
membawa budaya mereka yang berakar sangat kuat dan diturunkan oleh nenek
moyangnya.
Di Aceh, orang Jawa dikenal sebagai suku yang santun karena menggunakan
semboyan hidup “Asih Ing Sesami” yang artinya cinta kepada sesama. Selain dikenal
karena tutur katanya yang lembut, orang Jawa juga dikenal rajin, gigih, dan rajin.
konflik antar etnis yang ada. Etnis Jawa yang sebagai pendatang terlebih dulu
dengan baik. Jika sudah jelas bahwa cara masyarakat berkomunikasi berjalan dengan
baik, inilah yang membantu mempercepat proses akulturasi antara dua kelompok, Jawa
dan Aceh. Meski kedua suku tersebut hanya berpegang pada prinsip masing-masing,
Aceh, mereka hanya saling beradaptasi sesama orang jawa saja. Hal yang membuat
orang-orang Jawa susah beradaptasi dengan penduduk asli Aceh, karena mereka
budaya nenek moyangnya, karena itu mereka sulit beradaptasi dengan masyarakat Aceh.
Akan tetapi pada tahun 1977 arus migrasi tetap berlangsung melalui program
transmigrasi yang sedang digiat-giatkan oleh presiden Soeharto pada tahun itu, untuk
memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa. Selain itu, masih terdapat
migrasi penduduk spontan yang terjadi tanpa bantuan pemerintah. Sebagian dari mereka
hanya ingin mencari keberuntungan dengan bekerja di Aceh karena sudah terbatasnya
lapangan pekerjaan di Jawa. Para transmigran ini juga sudah mulai menetap di Aceh
mereka mulai menyebar dibeberapa daerah di Aceh. Banyak dari mereka sulit untuk
beradaptasi dengan masyarakat Aceh. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan dan
budaya yang dipandang jalan keluar paling baik ternyata juga sulit dilaksanakan kerena
Pada saat itu alkuturasi dijadikan jalan dalam proses pertukaran budaya tersebut,
alkuturasi ini terwujud dari adanya interaksi dua etnis dalam proses begitu lama
sehingga salah satunya menikmati kebudayaan menjadi bagian dari budayanya. Setelah
adanya alkuturasi budaya antara etnis Jawa dan masayarakat Aceh mereka mulai bisa
menyesuaikan atau beradaptasi dengan masyarakat Aceh sendiri, bahkan ada beberapa
dari etnis Jawa telah dapat menguasai bahasa Aceh begitu juga dengan orang Aceh
sendiri mereka sedikit-sedikit memahami bahasa Jawa Hal itu dikarenakan mereka
sering duduk atau melakukan kegiatan bersama, dan hingga saat ini banyak terjadi
Seiring perkembangan waktu kehidupan etnis Jawa yang ada di Aceh berjalan
cukup baik, ada beberapa dari mereka yang tidak lagi bekerja sebagai buruh di pabrik-
pabrik, mereka mulai mencari mata pencaharian sendiri dengan berdagang, banyak dari
mereka berjualan makanan yang mereka bawa dari tempat asal mereka seperti:
berjualan jamu, berjualan bakso, berjualan es cream dorong, dan makanan khas Jawa,
dan ada beberapa dari mereka bekerja sebagai tukang bangunan karena ketulenan yang
dimiliki orang Jawa maka banyak orang Aceh sendiri lebih memilih perkeja bangunan
dari orang Jawa. Karena peluang kerja yang ada di Aceh cukup terjamin maka pada
tahun 1987 banyak orang-orang Jawa yang mulai datang ke Aceh mereka dari keluarga,
kerabat dan juga teman sekampung dari orang-orang Jawa yang telah berada di Aceh
sebelumnya.
Etnis Jawa yang berada di Aceh sempat mengalami masa suram, pada tahun
sebagai Gerakan Aceh Merdeka (GAM), konflik berkepanjangan antara Gerakan Aceh
Merdeka dan Pemerintah Pusat awalnya tidak berpengaruh kepada orang-orang Jawa
yang berada di Aceh tetapi konflik yang semakin meningkat membuat mereka sulit
beraktifitas dan bekerja, ditambah lagi dengan adanya unsur keterlibatan orang-orang
etnis Jawa yang dicurigai sebagai mata-mata Pemerintah Pusat. Hal itu tentu membuat
situasi keseharian etnis Jawa semakin rumit apalagi beberapa dari mereka yang
perlakukan kurang baik, mareka disuruh kembali ke kota asalnya oleh para kelompok
Gerakan Aceh Merdeka karena pihak GAM mengklaim para etnis Jawa menjadi mata-
mata untuk Pemerintah Pusat. Ada juga etnis Jawa kembali ke pulau Jawa bukan karena
disuruh tetapi kemauan mereka sendiri karena konflik yang berkecamuk membuat
mereka merasa takut dan tidak nyaman dalam berkehidupan dan berkerja sehari-hari.
Pasca MoU-Helsinki tahun 2005 situasi keamanan Aceh mulai membaik, Aceh
mulai membenahi kehidupan yang baru setelah diluluh lantakkan bencana maha dahsyat
yaitu Gempa dan Tsunami tahun 2004. Semua elemen dalam dan luar Negeri ikut serta
masyarakat Aceh.
Etnis Jawa yang semula meninggalkan Aceh karena situasi keamanan mulai
berdatangan kembali untuk berkerja dan ikut membantu memulihkan trauma yang
dirasakan masyarakat Aceh. Walaupun situasi Aceh sudah aman ada juga diantara etnis
Jawa tersebut tidak berani lagi kembali ke Banda Aceh dan memilih menetap di pulau
Jawa
Pada tahun 2007-2008 Aceh masih dalam tahap pemulihan sosial kehidupan dan
sosial ekonomi, oleh karenanya hampir semua instansi pemerintah ataupun swasta
membuka lowongan pekerjaan secara bersama untuk merekrut tenaga kerja sebanyak
masyarakat luar Aceh untuk ikut serta membantu, begitu juga dengan etnisJawa mereka
mulai mengambil pekerjaan di Banda Aceh. Bahkan tidak sedikit dari mareka juga
kembali ke Aceh untuk berkerja sebagai buruh bangunan, pedangang, petani, nelayan,
Menurut Pitirim A. Sorokin mobilitas sosial dapat dipahami sebagai transisi dari
objek atau individu dari satu tingkatan ke tingkatan yang lebih tinggi. Dimana tingkatan
tersebut dilakukan oleh individu dari satu posisi sosial ke posisi sosial lainnya. Mobitas
sosial dapat terjadi melalui beberapa saluran yaitu pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan.
Kehadiran para etnis ini merupakan suatu kenyataan yang terjadi saat ini dan
masih tetap bertahan mereka telah menjalani kehidupan seperti masyarakat penduduk
asli serta mereka telah mempunyai keluarga besar, harta benda dan bahkan tanah milik
Hal serupa juga yang terjadi pada keluarga transmigran di Kecamatan Singkohor
dimana salah satu cara untuk terjadinya mobilitas sosial adalah melului jalur
pendidikan. Pada saat ini, setiap individu memiliki hak untuk bersekolah atau
tersebut maka setiap individu memiliki pelung untuk dapat meningkatkan kedudukan
serta taraf hidupnya melalui pendidikan. Melalui pendidikan seorang individu akan
transmigran pada generasi kedua yang kuliah di bidan kesehatan setelah selesai kuliah ia
bekerja di rumah sakit sehingga hal tersebut maka akan berdampak pada peningkatan
pendapatannya.
1982- Sekarang”
Referensi :
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 4(2).
Syahri, E., & Yoesoef, A. (2017). INTERAKSI SOSIAL ANTARA ETNIS JAWA,
Sejarah, 3(2).