Anda di halaman 1dari 6

Jawaban:

1. Tahapan Proses Audit:


5 Tahapan proses audit menurut Sawyer & J.H. Scheiner (2006) adalah:

1) Perencanaan Jadwal Audit


Tujuan utama perencanaan jadwal audit adalah untuk memastikan bahwa semua pihak yang
terlibat memiliki pemahaman yang jelas tentang kapan audit internal akan dilaksanakan.
Selain itu, juga membantu dalam menentukan kapan setiap proses akan diaudit dalam siklus
berikutnya, yang biasanya berdasarkan jadwal tahunan. Tanpa adanya perencanaan audit
yang baik, jika audit dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya, manajemen mungkin akan
menganggapnya sebagai tindakan yang tidak terduga atau bahkan mencurigakan.
Penyusunan jadwal audit memberikan kesan bahwa peran auditor adalah untuk membantu
memperbaiki proses yang ada. Hal ini memberikan kesempatan kepada pemilik proses untuk
melakukan perbaikan sebelum audit dilakukan, yang pada gilirannya dapat memberikan
wawasan berharga tentang hasil perbaikan yang telah mereka lakukan. Selain itu, jadwal
audit juga memungkinkan auditor untuk merencanakan audit dengan lebih baik dan
menargetkan area yang memerlukan perbaikan dalam upaya pengumpulan informasi yang
lebih baik.

2) Perencanaan Proses Audit


Langkah awal dalam merencanakan audit adalah untuk mengonfirmasi dengan pemilik
proses kapan audit akan dijalankan. Rencana tersebut lebih sebagai panduan mengenai
seberapa sering proses akan diaudit dan kapan perkiraan waktu pelaksanaannya. Namun,
dengan mengonfirmasi ini, auditor dan pemilik proses dapat bersinergi dalam menentukan
waktu yang paling tepat dan bersama-sama mengevaluasi proses yang ada. Auditor dapat
mengkaji hasil audit sebelumnya untuk memeriksa apakah ada tindak lanjut yang diperlukan
terhadap komentar atau permasalahan yang sebelumnya teridentifikasi. Ketika pemilik
proses mampu mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan, auditor dapat membantu
mereka mengidentifikasi informasi yang diperlukan. Dengan merencanakan audit secara
cermat, dapat memastikan bahwa pemilik proses akan mendapatkan nilai tambah dari
pelaksanaan audit.

3) Melakukan Audit
Audit dimulai dengan pertemuan antara auditor dan pemilik proses untuk memastikan
kelengkapan dan kesiapan rencana audit. Selanjutnya, ada beragam metode yang dapat
digunakan oleh auditor untuk mengumpulkan informasi selama audit, termasuk
pemeriksaan catatan, wawancara dengan staf, analisis data dari proses utama, dan bahkan
pengamatan langsung terhadap proses tersebut. Fokus utama dari kegiatan ini adalah
mengumpulkan bukti yang dapat menegaskan bahwa proses tersebut berjalan sesuai dengan
rencana yang terdokumentasikan dalam Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan mampu
menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan. Auditor berperan penting dalam
mengidentifikasi tidak hanya area yang mungkin mengalami masalah, tetapi juga dalam
menunjukkan proses-proses yang memiliki potensi untuk meningkat jika dilakukan
perubahan.
4) Pelaporan Audit
Pertemuan penutup dengan pemilik proses adalah suatu keharusan untuk memastikan
bahwa aliran informasi tidak tertunda. Pemilik proses tentunya tidak hanya ingin tahu
apakah ada bidang kelemahan yang perlu ditangani, serta adakah area ada memerlukan
perbaikan. Ini harus diikuti dengan catatan tertulis sesegera mungkin untuk memberikan
informasi dalam format yang lebih permanen untuk mengaktifkan tindak lanjut dari
informasi tersebut. Dengan mengidentifikasi tidak hanya area yang tidak sesuai dari proses,
tetapi juga area yang berpotensi untuk ditingkatkan, pemilik proses akan mendapatkan nilai
yang lebih baik dari Internal Audit, yang akan memungkinkan untuk perbaikan proses.

5) Tindak lanjut atas masalah atau perbaikan yang ditemukan.


Seperti banyak standar manajemen mutu, tindak lanjut merupakan salah satu langkah
penting. Jika masalah telah ditemukan dan tindakan lanjut perbaikan telah dilakukan, lalu
memastikan bahwa temuan tersebut telah diperbaiki dan itu merupakan kunci dari
perbaikan. Jika improvement telah selesai dilakukan, kemudian proses berikutnya adalah
melihat berapa banyak proses telah meningkat dari sebelumnya.

2. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun temuan audit


Temuan audit merujuk pada isu-isu signifikan yang teridentifikasi selama proses audit, dan
isu-isu ini dianggap penting untuk diberitahukan dan dibahas dengan entitas yang sedang diaudit
karena dampaknya terhadap perbaikan serta peningkatan kinerja, efisiensi, dan efektivitas
entitas yang sedang diaudit. Menyertakan temuan audit, baik yang bersifat negatif maupun
positif, dalam laporan adalah tindakan yang akan memberikan keseimbangan dan objektivitas
pada laporan. Temuan audit yang seimbang ini cenderung meningkatkan profesionalisme auditor
dan memperkuat hubungan kerja yang sehat antara auditor dan entitas yang diaudit.

Temuan audit mewakili fakta-fakta yang dikompilasi berdasarkan data dari perspektif auditor.
Temuan ini berperan sebagai jembatan komunikasi antara auditor dan entitas yang diaudit untuk
memperbarui informasi dan menjelaskan hasil yang diperoleh selama proses audit. Temuan
tersebut kemudian diajukan untuk komunikasi dan diskusi, memungkinkan pembaruan serta
perbaikan data dan informasi yang akan dimasukkan ke dalam laporan audit. Selain itu, temuan
audit dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan antara apa yang ditemukan selama audit
dengan tujuan audit yang telah ditetapkan selama perencanaan audit. Tanggapan tertulis dari
entitas yang diaudit diperlukan dan harus mencakup setidaknya persetujuan atau
ketidaksetujuan entitas terhadap temuan yang disampaikan oleh auditor.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun temuan audit adalah sebagai berikut:
1) Kenali fakta atau kondisi secepat mungkin.
2) Tetapkan kriteria yang sesuai bagi entitas
3) Tentukan apakah ada perbedaan yang signifikan antara kondisi dan kriteria yang
menghasilkan temuan audit
4) Identifikasi dampak yang ditimbulkan oleh temuan audit tersebut
5) Adakan suatu analisis hubungan antara penyebab, kondisi dan akibat.

3. Fungsi kertas kerja audit dan cara agar mudah di review oleh pihak lain yang berkepentingan
Fungsi dari dibuatnya kertas kerja menurut Sawyer & J.H. Scheiner (2005) dalam buku audit
internal sawyer, edisi 5, yaitu:
1. Untuk mendukung laporan audit. Kertas kerja yang terstruktur dengan baik memudahkan
pengalihan dari materi yang ditulis selama audit menjadi halaman-halaman laporan audit
interim dan final. Di samping itu, auditor yang berpengalaman senantiasa memikirkan
laporan akhir di sepanjang keseluruhan penugasan audit. Hal in membuat pekerjaan
lapangan menjadi relevan dan mengikuti arah yang benar. Apa pun yang tidak layak untuk
dilaporkan bisa jadi tidak relevan untuk ditelaah.
2. Untuk menyimpan informasi yang diperoleh melalui tanya jawab, penelaahan instruksi dan
arahan, analisis sistem dan proses, pengamatan kondisi, dan pemeriksaan transaksi.
3. Untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan temuan- temuan audit, mengumpulkan
bukti yang diperlukan untuk menentukan terjadi dan luasnya kondisi-kondisi yang
mengandung kelemahan
4. Untuk mendukung pembahasan dengan karyawan operasi. Operasi kadang-kadang agak
rumit dan sulit untuk diingat. Penjelasan dan bagan yang terdokumentasikan dengan baik
dalam kertas kerja, diberi indeks untuk mempermudah akses, bisa menempatkan auditor
pada posisi yang sama dengan karyawan operasional dan memahami operasi dengan
mendalam. Jadi, kertas kerja yang baik bisa menjadi alat pertahanan yang baik jika
kesimpulan dan rekomendasi audit dipertanyakan.
5. Untuk menjadi dasar bagi penyelia dalam menelaah kemajuan dan penyelesaian audit.
Penelaahan kerja yang terdokumentasi lebih produktif dibandingkan percakapan antara
penelia audit dan auditor. Penelaahan oleh penyelia, yang juga didokumentasikan di kertas
kerja, merupakan sarana kontrol audit dan merupakan bagian yang integral.
6. Untuk memberi dukungan dan bukti untuk masalah-masalah yang melibatkan kecurangan,
tuntutan hukum, dan klaim asuransi.
7. Untuk menjadi sarana bagi auditor eksternal dalam mengevaluasi pekerjaan audit internal
dan kemudian menggunakannya dalam penilaian mereka sendiri atas sistem kontrol internal
organisasi.
8. Untuk menjadi latar belakang dan data referensi untuk penelaahan selanjutnya. Penugasan
audit sering kali diulang atau ditindaklanjuti. Kertas kerja yang profesional membuat audit
rutin lebih mudah dan lebih efisien
9. Untuk membantu memfasilitasi penelaahan rekan sejawat (peer review). Makin banyak
organisasi audit internal yang terlibat dalam program kontrol mutu dan evaluasi mandiri.
Baik auditor eksternal atau konsultan perlu mengevaluasi aktivitas audit internal. Kertas
kerja menjadi dasar untuk mengevaluasi program jaminan mutu departemen audit internal,
yang menunjukkan kepatuhan dengan Standar.
10. Menjadi bagian dokumentasi yang disyaratkan oleh Undang-undang Praktik Korupsi Luar
Negeri Amerika Serikat (U.S. Foreign Corrupt Practices Act). Undang-undang tersebut
mensyaratkan perusahaan untuk, "mengembangkan dan menjaga sistem kontrol akuntansi
internal dengan memadai untuk memberikan keyakinan yang wajar" sehingga tujuan- tujuan
tertentu terkait dengan otorisasi manajemen, pencatatan transaksi, akses ke aktiva, dan
akuntabilitas aktiva tercapai. Bukti kepatuhan harus didokumentasikan. Bagian dari
dokumentasi tersebut bisa menjadi kertas kerja auditor internal, sehingga dokumen tersebut
harus mampu mendukung pemeriksaan yang mendalam.

Cara agar kertas kerja mudah di review oleh pihak lain yang berkepentingan yaitu secara umum,
auditor internal harus mengupayakan kertas kerja yang rapi, seragam, dapat dipahami, relevan,
ekonomis, lengkap secara wajar, sederhana, dan disusun secara logis. Berikut ini penjelasannya
masing-masing:

1) Menjaga Kerapian Kertas Kerja


Kertas kerja yang rapi mencerminkan pemikiran yang rapi. Kertas kerja seperti ini
memberikan kesan langsung mengenai kecermatan dan profesionalisme. Semua nama dan
jabatan harus dicetak dengan jelas dan mudah dipahami. Hanya satu sisi lembar kerja yang
harus digunakan, karena materi pada halaman belakang bisa terlewatkan. Kertas kerja yang
berantakan tidak layak menjadi bukti.
2) Menjaga Keseragaman Kertas Kerja
Semua kertas kerja harus disiapkan pada kertas dengan ukuran dan tampilan yang sama.
Kertas dengan ukuran lebih kecil harus dilekatkan ke lembar kertas berukuran standar. Kertas
berukuran lebih besar seharusnya dilipat sehingga memudahkan penelaahan yang akan
dilakukan
3) Menyiapkan Kertas Kerja agar Dapat Dipahami
Kertas kerja haruslah jelas dan dapat dipahami, tanpa membutuhkan informasi tambahan.
Setiap orang yang membaca kertas kerja tersebut harus dapat memahami apa yang
diputuskan auditor untuk dilakukan, apa yang telah mereka lakukan, apa yang mereka
temukan, apa kesimpulan yang diambil, dan apa saja yang tidak diputuskan untuk diambil.
Tentu saja perlu menjaga kertas kerja seringkas mungkin, namun kejelasan jangan sampai
dikorbankan hanya untuk menghemat waktu dan kertas
4) Menjaga Kertas Kerja yang Relevan
Kertas kerja sebaiknya dibatasi hanya pada masalah-masalah yang relevan dan material,
yang secara langsung terkait dengan tujuan-tujuan audit. Catatan yang mungkin menarik
tetap tidak secara langsung relevan harus dihilangkan.
5) Menjaga Keekonomisan Kertas Kerja
Auditor harus menghindari daftar dan skedul yang tidak perlu. Untuk itu, gunakan salinan
dokumen klien atau hasil cetak komputer. Dokumen-dokumen ini bisa menunjukkan
langkah-langkah audit yang dilakukan menggunakan tanda-tanda yang berbeda, juga
mencatat tanggapan audit pada pinggir kertas.
6) Menjaga Kecukupan Kertas Kerja
Kertas kerja sebaiknya diusahakan tidak ada hal-hal yang tertinggal. Tidak ada pertanyaan
yang dibiarkan tidak terjawab. Jika tersedia ruang untuk referensi silang, maka harus diisi.
Jika timbul pertanyaan maka harus dijawab atau alasan untuk tidak menjawabnya harus
diberikan.
7) Menjaga Kesederhanaan Penulisan
Kertas kerja haruslah dengan mudah dipahami bagi yang menelaah. Penggunaan jargon
harus dihindari. Jika digunakan, harus dijelaskan pada bagian terpisah dari kertas kerja. Pada
Daftar Istilah-bersama dengan istilah-istilah teknis dan kurang dikenal yang digunakan dalam
aktivitas dan dalam kertas kerja. Kesederhanaan dan kejelasan dalam kertas kerja tidak
berarti harus menggunakan struktur bahasa yang sempurna. Kalimat-kalimat ringkas tetap
bisa digunakan dan menghemat waktu.
8) Gunakan Susunan Kertas Kerja yang Logis
Kertas kerja harus disusun secara paralel dengan program audit. Setiap subjek yang berbeda
harus dimasukkan dalam bagian terpisah dari kertas kerja. Hubungan yang sejajar antara
program dan kertas kerja akan memudahkan pengacuan selama dan setelah audit.

4. Tantangan yang harus dihadapi auditor internal berkaitan dengan “communication,ethical,


creative thinking & problem solving”
- Communication
Pekerjaan auditor internal berhubungan erat dengan unit organisasi lain, yaitu manajemen,
komite audit, auditor eksternal (Kantor Akuntan Publik), oleh karena itu auditor internal
harus menjalin komunikasi yang baik dengan pihak-pihak lain tersebut. Dalam hal ini, auditor
internal perlu memiliki kemampuan dalam bidang komunikasi, baik lisan maupun tertulis.
- Creative Thinking & Problem Solving
Auditor internal harus selalu berpikir positif dan inovatif serta lebih berorientasi pada
pemecahan masalah. Untuk menjadi problem solver auditor Internal memerlukan
pengalaman bertahun-tahun melakukan audit berbagai fungsi / unit kerja suatu organisasi /
perusahaan.
- Ethical
Auditor internal harus selalu menjaga kode etik dan moralitas yang berlandaskan ajaran
agama dalam menjalankan tugas, sehingga terhindar dari perilaku yang tidak terpuji.

5. Alasan independensi sangat penting bagi auditor internal.


Seorang auditor internal harus memiliki sifat independen dan objektif dalam melakukan
pekerjaannya. Independen disini diartikan sebagai kondisi bebas dari situasi yang dapat
mengancam kemampuan aktivitas auditor internal untuk dapat melaksanakan tanggung
jawabnya secara tidak memihak (IA). Dalam melaksanakan tugasnya seorang auditor internal
harus didukung oleh seluruh manajemen senior dan dewan komisaris agar independensinya
dapat terjaga. Dukungan dari seluruh manajemen dan dewan komisaris dapat membantu auditor
internal dalam melakukan tugasnya dan mengungkapkan pemikirannya sesuai dengan standar
audit yang berlaku (Sawyer & Scheiner, 2006).

Sumber:
Sawyer, L.B., M.A. Dittenhofer, dan J.H. Scheiner. 2006. Audit Internal, Buku 3, Edisi 5.
Jakarta: Salemba Empat
Sawyer, Dittenhofer, S. Cheiner, 2005. Internal Auditing, Buku Satu, Edisi Kelima. Jakarta :
Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai