Anda di halaman 1dari 14

AKULTURASI FISIK BUDAYA MELAYU DAN ISLAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah islam dalam kebudayaan melayu
semester VI

Dosen Pengampu : Dra. Achiria, M.Hum

Disusun Oleh : Kelompok 3


Maysaroh (0602221005)
Putri Wandini (060222

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2024
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Atas kehadirat Allah Swt yang telah banyak memberikan dan
melimpahkan beragam rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga pada hari ini
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Akulturasi Fisik Budaya Melayu dan
Islam” dengan tepat waktu.

Kami banyak mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen pengampu mata kuliah
ini yaitu ibu Dra. Achiria,M.Hum yang telah banyak memberikan kami pembelajaran dan
motivasi yang membuat kami dapat menyelesaikan makalah ini dan begitu juga kepada
rekan-rekan yang telah berpartisipasi dalam makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari para pembaca tulisan ini dan tentunya kami berharap makalah ini dapat
membantu dan memberikan perkembangan dan pendidikan.

Medan,02 Maret 2024

Kelompok 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Masalah

Bab II Pembahasan

1. Definisi Akulturasi Budaya Melayu Dan Islam


2. Bentuk Akulturasi Fisik Budaya Melayu Dan Islam
3. Tujuan Akulturasi Fisik Budaya Melayu Dan Islam

Bab III Penutupan

1. Kesimpulan
2. Kritik Dan Saran

Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang sangat universal dan kebudayaan merupakan hal yang
signifikan dalam pembentukan masyarakat.keduanya saling menegaskan Selain tradisi sosial
masyarakat, agama Hindu, Budha, dan agama animistis lainnya telah berkembang di
Indonesia jauh sebelum kedatangan Islam. Berbagai kepercayaan dan kebiasaan masyarakat
jelas memengaruhi warganya.(Nata, 2001)

Masuknya Islam dalam dunia Melayu, merupakan satu tahapan baru dalam
perkembangan peradaban. Islam dan Pertemuannya dengan budaya Melayu terjadi secara
seimbang, dan sulit untuk menentukan mana yang berasal dari Melayu dan mana yang berasal
dari Islam. Tidak hanya itu, Melayu memiliki banyak nilai-nilai budaya yang mirip dengan
Islam, seperti kepercayaan kepada yang ghaib, malu, menghormati tamu, dan sebagainya.
Interaksi budaya saling mempengaruhi terjadi saat Islam datang ke Nusantara (Indonesia) dan
kemudian. Namun, selama interaksi ini, dasar kebudayaan lokal yang tradisional tetap kuat.
Akibatnya, terjadi perpaduan budaya asli (lokal) Indonesia dengan budaya Islam, yang
dikenal sebagai akulturasi kebudayaan.

Akulturasi Budaya melayu dan Islam sangat lah banyak kita ketahui dan berkembang di
nusantara dan sekitar kita. Proses sosial yang dikenal sebagai "akulturasi" terjadi ketika suatu
kelompok orang yang memiliki kebudayaan tertentu dihadapkan dengan elemen dari suatu
kebudayaan lain sedemikian rupa sehingga elemen-elemen kebudayaan asing dapat secara
bertahap diterima dan diolah ke dalam kebudayaan mereka sendiri tanpa mengakibatkan
kehilangan kebudayaan itu sendiri.Proses akulturasi kebudayaan islam dalam bentuk fisik
juga dapat kita jumpai dan dapati disekitar kita baik dari bentuk peninggalan,seperti pola
masjid,pola istana dan banyak lagi tentunya.

2. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Definisi Akulturasi Budaya Melayu dan Islam?
b. Bagaimana Akulturasi Fisik Budaya Melayu dan Islam?
c. Apa tujuan dari Akulturasi fisik Budaya Melayu dan Islam?
3. TUJUAN MASALAH
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akulturasi Budaya Melayu
dan Islam!
b. Untuk mengetahui bagaimana akulturasi fisisk Budaya melayu dan islam
!
c. Untuk mengetahui apa tujuan dari akulturasi fisik Budaya melayu dan
islam!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Akulturasi Budaya Melayu Dan Islam
Akulturasi berasal dari kata Inggris "acculturate", yang berarti "menyesuaikan diri
(kepada adat kebudayaan baru atau kebiasaan asing)" (Shadily, 1976: 7). Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, "akulturasi" berarti percampuran dua kebudayaan atau lebih
yang saling bertemu dan saling mempengaruhi, atau proses masuknya pengaruh
kebudayaan asing ke dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap sedikit.

Interaksi budaya saling mempengaruhi terjadi saat Islam datang ke Nusantara


(Indonesia) dan kemudian. Namun, selama interaksi ini, dasar kebudayaan lokal yang
tradisional tetap kuat. Akibatnya, terjadi perpaduan budaya asli (lokal) Indonesia dengan
budaya Islam, yang dikenal sebagai akulturasi kebudayaan.

Proses sosial yang dikenal sebagai "akulturasi" terjadi ketika suatu kelompok orang
yang memiliki kebudayaan tertentu dihadapkan dengan elemen dari suatu kebudayaan
lain sedemikian rupa sehingga elemen-elemen kebudayaan asing dapat secara bertahap
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan mereka sendiri tanpa mengakibatkan
kehilangan kebudayaan itu sendiri.

Pandangan dan tindakan orang Islam dan Melayu sebanding. Pada satu sisi, masuknya
Islam ke dalam masyarakat Melayu menyebabkan "mati ide" dan "mati tamaddun", yang
mendorong semangat intelektualisme dan rasionalisme. Sebagai budaya universal,
kebudayaan Melayu menghargai dan menghargai perbedaan, termasuk perbedaan
pendapat, aliran, dan perspektif yang berbeda, yang dianggap sebagai hikmah. Selain itu,
masyarakat Melayu mudah menerima berbagai tradisi dan gagasan. Dengan cara yang
sama, Islam adalah agama universal yang menghargai kepelbagaian, yaitu kepelbagaian
dalam hal aliran, pikiran, pemahaman, pandangan, dll., yang dianggap sebagai hikmah.

Karena banyaknya kesamaan yang ditemukan selama proses masuknya islam ke


dalam budaya melayu, dianggap lebih mudah untuk memasukkan ajaran islam ke dalam
budaya melayu. Akibatnya, perlu dilakukan akulturasi budaya dan ajaran islam karena
masyarakat pesisir atau juga dikenal sebagai melayu pesisir, sebelumnya memiliki
kepercayaan mistik atau tuhan.

Persentuhan antara Islam dan kebudayaan melalui akulturasi menunjukkan bahwa


agama Islam dapat berkembang dengan pesat di Melayu dan Jawa jika bersifat
akomodatif terhadap kebudayaan dan kebudayaan setempat merupakan pendukung bagi
eksistensi dan esensi Islam di sebuah wilayah tersebut seperti melayu.(Adam et al., 2023)

Ketika ajaran Islam yang berupa syariat tersebut masuk dan berkembang di wilayah
Melayu dan Jawa, maka interaksi antara Islam dengan kebudayaan masyarakat yang telah
ada sejak sebelum kedatangan Islam tidak dapat dielakkan.terjadilah proses akulturasi
sebagai konsekuensi perjumpaan antara Islam dan budaya lokal. Akulturasi Islam dan
kebudayaan di wilayah Melayu dan Jawa tersebut memiliki kekhasan dan keunikan
tersendiri baik dari segi proses maupun hasilnya yang kemudian dikenal dengan sebutan
Islam Melayu dan Islam Jawa.

Proses akulturasi Islam dan kebudayaan di Melayu terjadi dengan Proses akulturasi
integratif di Melayu dapat dipahami bahwa Islam berkembang dan menjadi salah satu
peletak dasar kekuatan politik Melayu.Lebih jauh, Ismail suardi Wekke juga menjelaskan
hal demikian, bahwa proses akulturasi Islam dan kebudayaan di Melayu dan Jawa terpola
menjadi dua, yakni dialogis dan integratif. Menurutnya, pola integratif menjadikan Islam
bagi masyarakat Melayu membentuk karakteristik dalam membangun struktur masyarakat
Melayu.(Riyantino Yudistira, 2022)

Karakteristik kebudayaan Melayu yang diidentikan dengan Islam menjadi menarik,


karena hal ini seolah-olah menjadikan Islam sebagai satu-satunya panduan, serta
pedoman hidup masyarakat Melayu. Di Melayu, terdapat naskah-naskah yang berisikan
tentang tauhid yang dikemas dalam nuansa sufisme. Misalnya adalah karya sufistik
karangan Hamzah Fansuri, Syamsudin al-Sumatrani, dan Nurrudin ar-Raniry, yang mana
dalam karyanya mengajarkan konsep wahdatul wujud. Selain itu Banyak contoh
akulturasi budaya Melayu dan Islam dalam bentuk keberagaman budaya melalui seni
yang menganut prinsip agama Islam dan akulturasi fisik yang dapat dilihat., seperti
bangunan yang menjadi ikonik peninggalan bersejarah yaitu istana,rumah adat, masjid
dan banyak lagi tentunya.

2. Bentuk Akulturasi Fisik Budaya Melayu Dan Islam


Identitas karakter yang dikaitkan dengan Islam Melayu dan Melayu Islam melekat
dalam budaya Melayu (Aprizal & Yusri, 2013, hlm. 74). Konsep-konsep Islam
membentuk norma-norma kehidupan sehari-hari orang Melayu.Bahasa yang digunakan
oleh orang Melayu membentuk identitas mereka, menurut Hamzah (2018, p. 349).
Selain hal-hal yang terkait dengan akulturasi islam dalam bentuk adat atau kebiasaan
yang dianut oleh masyarakat melayuu, terdapat juga akulturasi budaya melayu dalam
bentuk fisik, seperti masjid, istana, rumah adat, dan bangunan lainnya yang memiliki
arsitektur yang dipadukan dengan budaya melayu. Pembentukan identitas juga
menggambarkan cita-cita yang diingin dicapai oleh masyarakat Melayu dan
diakulturasikan dalam bentuk fisik. Ornaments sebagai salah satu bentuk akulturasi
masyarakat Melayu yang diterapkan ke dalam bangunan dan salah satunya itu diterapkan
dalam bentuk bangunan yang tersedia dan menjadi ciri khas.

1. Masjid
Masjid memiliki unsur akulturasi karena berbagai ornamen yang digunakan
berasal dari berbagai budaya. Akulturasi adalah ketika dua atau lebih kebudayaan
bertemu dan berdampak satu sama lain. Jenis motif yang digunakan dalam ornamen
yang memiliki banyak makna filosofis dari sebuah kelompok etnis yang berasal dari
budaya lokal dan luar daerah. Banyak di beberapa masjid ini memiliki ornament
melayu yang paling banyak digunakan. Ini terlihat pada railing, lisplang, dan ukiran
dinding mereka.
Masjid sebagai salah satu iconic atau hal yang menjadi sebuah identifikasi khusus
dalam agama islam dan akulturasi budaya melayu di masukkan ke dalam arsitektur
khas melayu seperti gaya masjid dan ornament yang terkandung di dalamnya.seperti
ornament-ornament kas melayu yang di buat kedalam sebuah bangunan masjid
menjadikan masjid tersebut lebih kaya akan akulturasi budaya melayu. Contohnya
dalam pola masjid yang diidentikkan dengan melayu ialah kawasan yang dimana di
luar masjid itu selalu di identikkan dengan makam di luar masjidnya. Ini salah satu
iconic dalam pola letak masjid yang khas dalam budaya melayu atau masjid yang
selaras yang terletak dalam lingkup melayu sumatera utara.
Selain dari pola letak yang mengindentikkan makam para sultan di samping atau
di sekitaran masjidnya, ada juga ornament’’ yang identic dengan melayu dan
diakulturasikan dengan islam yaitu ornament khas dri melayu yaitu seperti mozaik
berbentuk floral di sekitar masjid baik yang bergantungan atau atau berada di daerah
pintu yang tertera sebagai salah satu identtik dengan seni ukir atau pahatan yang
menjadi ikonik dalam ornament melayu,dan tidak terlepas dari hal tersebut banyak
lagi hal yang identic jika kita melihat bagaimana akulturasi budaya melayu dengan
islam yaitu dengan kolaborasi warna yang identic dengan melayu yaitu warna hijau
dan kuning (emas).
Terdapat beberapa ragam hias ornamen melayu yaitu flora, fauna, alam, agama
dan kepercayaan, dan motif aneka ragam lainnya (Mudra, 2004).Ciri khas lainnya
dengan penggunaan warna yang diidentikkan dengan melayu yang dapat kita telusuri
yaitu dengan menggunakan warna hijau dan kuning yang biasa kita lihat dibangunan
masjid yang terdapat di sumatera utara dan yang terkhusus di dalam kebudayaan
melayu yang terdapat di langkat, deli serdang dan sekitarnya dapat kita jumpai masjid
yang sangat iconic dan masih mengikuti ciri khas dan sebagaian merupakan bekas
peninggalan para sultan melayu pada masa itu dan masi kental dengan budaya yang
dianut yaitu melayu.contohnya hiasan di atap masjid,di pintu masjid dengan nama
lebabegantong,atau selembayung dan banyak lagi istilahnya, dan tidak lupa mimbar
ke Dua yang berada di masjid’’yan memiliki ciri khasnya tersendiri dan makna
filosofinya.
Masjid sebagai sarana tempat suci atau tempat ibadah di akulturasikan dengan
pengembangan dakwah dan budaya melalui tempat ibadah yang diidentikkan dengan
corak khas bangunan melayu yang memiliki estetika yang tinggi dengan berbagai
bentuk, ragam corak dan identifikasi fisik yang memiliki makna filisofis yang tinggi
dan nilai estetika yang luar biasa.
2. Istana
Bangunan yang menjadi ciri khas dari islam juga selain masjid banyak juga yang
berkaitan yaitu dengan istana. Karna pada masa klasik banyak terdapat dinasti atau
kerajaan yang berperan penting dalam proses pemerintahan islam dan penyebaran
islam ke seluruh dunia. Dan kerajaan merupakan hal yang sangat signifikan dalam
proses islamisasi di berbagai wilayah seperti melayu.
Seperti halnya menurut yusuf dalam tulisannya ia mengatakan bahwa proses
islamisasi atau Proses akulturasi Islam dan kebudayaan di Melayu terjadi dengan
Proses akulturasi integratif di Melayu dapat dipahami bahwa Islam berkembang dan
menjadi salah satu peletak dasar kekuatan politik Melayu. Dan banyak sekali system
politik yang dimaksud itu merupakan hadirnya kesultanan yang menjadi hal yang
sangat signifikan dalam perkembangan islam dan penyebarannya pada masa itu.
Akulturasi budaya melayu dengan islam yang banyak kita ketahui ialah dengan
memadukan banyak budaya seperti yang dikatakan salah satu penulis yaitu Akulturasi
budaya itu kentara pada arsitektur bangunan istana. Bangunan istana tidak
dimonopoli oleh satu budaya, tetapi perpaduan antara budaya Eropa, Persia dan
Melayu, yang hasilnya sebuah kemegahan dan keindahan yang mengagumkan.
Bangunan istana diberi warna kuning mendominasi untuk menunjukkan
kedigdayaan Kesultanan Melayu. Tak hanya pada warna, teras lantai dan tangga
yang dibangun dari kayu serta seluruh hiasan atap bermotif pucuk rebung,
mencirikan bangunan khas Melayu. Uniknya, seluruh bangunan dan motif hiasan
istana itu masih karya tulen atau Asli .
Gaya arsitektur tradisional Melayu dapat dilihat dari bentuk atap limas, ornamen
khas Melayu dengan corak ‘pucuk rebung’ dan ‘awan boyan’ pada lipsplank dan
pinggir atap. Konsep khas tradisional itu juga terlihat di anjungan kanan-kiri
bangunan yang terdapat dalam istana.
Dan juga didominasi dengan warna kuning dan hijau seperti Menurut Kartini
(2014), tiga warna hijau umum digunakan untuk bangunan arsitektur melayu: hijau
(lambang kesuburan dan kemakmuran), kuning (lambang kejayaan dan kekuasaan),
dan putih (lambang kesucian dan mengungkapkan tanda berduka). Dan tidak lupa di
akulturasikan dengan mozaik floral yang dengan ukiran” tertentu yang melambangkan
ke islaman dan makna filosofis agama di dalamnya.
3. Rumah Adat
Arsitektur (architecture) yang ada berkembang dengan menyesuaikan kebutuhan,
ketentuan atau aturan setempat, dengan budaya yang dipegang oleh masyarakat
Melayu, diwujudkan ke dalam bangunan menjadi (arsitektur vernakular) yang juga
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, kemudian elemen-elemen arsitektur
yang ada (aesthetic elements) berubah mengikuti perkembangan zaman, dalam pola,
bahan, penampilan, serta warna yang digunakan. Elemen-elemen arsitektur juga
terwujud pada bagian luar bangunan (facades) berupa hiasan pada atap, kusen pintu,
kusen jendela, pagar, ventilasi, bahkan ukuran pada kayu dan papan yang ada di
properti rumah
Rumah adat sebagai sesuatu yang dibangun ketika kesadaran akan pentingnya
mengikuti sebuah kebudayaan dan perlu dilestarikan dengan cara penjagaan yang
baik. Rumah adat dalam melayu bukan hanya sekedar rumah biasa namun rumah
adat memiliki hal yang sangat berkaitan dengan adat. Selain melakukan adat istiadat
yang terkait dengan kebiasaan masyarakat namun rumah adat juga biasanya dikaitkan
dengan hal untuk meningkatkan penyebaran islam atau dakwah di dalamnya.
Di sebagian rumah adat yang terdapat di kawasan melayu memiliki karakteristik
yang unik seperti bentuk rumah yang identic dengan rumah panggung dan banyak
lagi hal yang membuat rumah adat menjadi tempat yang menjadi ikonik dalam
bentuk akulturasi islam dan budaya melayu di dalamnya.
Dalam Usaha untuk mensosialisasikan identitas Melayu termasuk memilih simbol
budaya yang dianggap sebagai identitas daerah dan dapat diterima oleh semua orang.
Pada kenyataannya, identitas tersebut membutuhkan media sebagai wadah yang dapat
dipahami oleh masyarakat Melayu.
Dan dalam arsitektur serta pola dalam pembangunanya, Rumah melayu pada
umumnya memiliki dinding yang dipasang secara vertikal dan material yang
digunakan adalah papan kayu. Pemasangan dinding adalah dengan cara disusun
bertumpukan atau disusun dengan rapat. Terdapat juga variasi pemasangan lantai
yang terpasang secara bersilangan atau horizontal. Kemiringan rata-rata atap melayu
adalah 45 derajat (Mudra, 2004)
Rumah melayu memiliki berbagai ketinggian lantai. Lantai tertinggi biasanya
digunakan sebagai ruang utama karena memiliki tingkat tertinggi yang dianggap
paling suci. Material papan kayu digunakan untuk lantai (Alamsyah, Bhakti dan
Wahid, 2013).
Pintu-pintu rumah Melayu selalu menghadap ke arah matahari terbit dan terbenam
(Alamsyah, Bhakti dan Wahid, 2013). Sebuah jendela tradisional Melayu terdiri dari
tiga bagian. Bagian atas diukir terbuka untuk ventilasi, dan bagian tengah dan bawah
dapat ditutup atau dibuka secara terpisah (Mohd Sahabuddin, M. F., 2015). sementara
tangga menghadap ke jalan publik. Tiang tangga biasanya berbentuk bulat atau segi
empat. Anak tangga berbentuk pipih atau bulat dan tidak banyak.
Islam merupakan identitas ke melayuan seperti tersebut dalam ungkapan orang
Melayu beragama Islam berbudaya atau beradat Melayu dan berbahasa Melayu yang
di mana ungkapan tersebut menunjukkan bagaimana Islam dan budaya Melayu selalu
satu kesatuan wujud dan menunjukkan bagaimana syarat Islam menjadi substansi jiwa
yang menggerakkan semua organ budaya dan Melayu. Dari hal tersebut terdapat
dalam akulturasi yang disebutkan bahwa adat yang berlandaskan islam dan
pembangungan rumah adat sebagai salah satu bentuk fisik dari budaya melayu
tersebut.

3. TUJUAN AKULTURASI FISIK BUDAYA MELAYU DAN ISLAM

Anda mungkin juga menyukai