KATA PENGANTAR
Dosen Pengampu :
Bpk. Asep Nuhdi, M. pd
Disusun oleh :
-Kiki Wahyudi (22862081130)
- Sadidatun sholihah (22862081153)
- Siti Maryam (22862081005)
- Izaazun Nadwah (22862321010)
- Nur Hanifah (22862081064
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL LAA ROIBA
Jl. Raya Pemda No. 41, Sukahati, Kec. Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Telp : 021-8757150
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Seraya mengucapkan Alhamdulillah, segala puji serta syukur kami
sampaikan keharibaan Illahi Rabbi, karena atas segala kenikmatan dan kekuatan-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul: PEMIKIRAN
FILSAFAT IBNU SINA. Sholawat serta salam kami sampaikan kepada baginda
Rasulullah Muhammad SAW. yang telah memberikan warna Ilahiah dalam hidup
dan kehidupan manusia di dunia.
Pada penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Asep Nuhdi M. pd. selaku dosen mata kuliah Filsafat Islam
yang telah memberikan bimbingan. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk punyusunan maupun
materinya. Kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 4
C. Tujuan Masalah ...................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 6
A. Biografi Ibnu Sina....................................................................................... 7
B. Pemikiran Filsafat Ibnu Sina......................................................................... 8
C. Karya-karya Ibnu Sina.................................................................................... 9
BAB III PENUTUP .................................................................................... 10
A. Kesimpulan ………................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dinasti Abbasiyah merupakan kerajaan yang besar dan terorganisir dengan baik. Sama dengan dinasti
lainnya dalam sejarah Islam, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah
didirikan. Namun dalam hal yang mendasar terdapat perbedaan antara Dinasti Umayyah dengan
Abbasiyah. Dinasti Umayyah terdiri atas orang Arab, sementara Dinasti Abbasiyah lebih bersifat
International. Dinasti Abbasiyah merupakan kerajaan orang Islam baru, tempat orang Arab hanya
menjadi salah satu unsur dari berbagai bangsa yang membentuk kerajaan itu. Disamping itu juga
terdapat pernedaan lainnya. Untuk pertama kali dalam sejarah, kekhalifahan, tidak dikaitkan dengan
Islam. Spanyol dan Afrika Utara, Oman, Sind, dan bahkan Khurasan tidak sepenuhnya mengakui
khalifah baru itu.[1]
Pada masa inilah puncak kejayaan Islam atau Masa Keemasan Islam. Pada masa ini juga terlahir
banyak tokoh-tokoh besar seperti : Al-Farabi (Seorang Filosof), Al-Kindi (Sorang Filosof), Ar-Razi
(Fiqih dan Filosof), Al-Khawarijmi (Aljabar), Jabir bin Hayan (Kimia), Ibn Haisyam (Alat Optik), Ibn
Sina (Kedokteran), Imam Hanafi (Bidang Fiqih), Imam Maliki (Bidang Fiqih), Imam Syafi’I (Bidang
Fiqih), Imam Hambali (Bidang Fiqih), yang lebih dikenal dengan Imam 4 Mazhab yang dipakai di
seluruh dunia, Ibn Jarir At-Thobari (Bidang Tafsir), Ibn Katsir (Bidang Tafsir) dan masih banyak lagi.
Dalam abad pertengahan sejarah pemikiran filsafat Islam sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik,
sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang
semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil
membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi
filsafat muslim beberapa abad. Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi
karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius
dalam menemukan. Metode-metode dan alasan-alasannya yang diperlukan untuk merumuskan
kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi
dalam sistem keagamaan Islam.[2]
B. Rumusan Masalah.
1. Siapakah Ibnu Sina?
2. Bagaimana pemikirannya tentang wujud, Tuhan, akal, jiwa dan tubuh?
3. Bagaimana pengetahuanya tentang pengetahuan Tuhan dan teori emanasi?
4. Bagaimana kontribusi ilmiah dalam ilmu pengetahuan?
C. Tujuan masalah
1. Mengetahui biografi Ibnu Sina
2. Mengetahui pemikiran Ibnu Sina tentang wujud, Tuhan, akal, Jiwa dan tubuh
3. Mengetahui pengetahuan Ibnu Sina tentang Pengetahuan Tuhan dan Teori emnasi
4. Mengetahui Karya-karya Ibnu Sina
BAB II
PEMBAHASAN
َس ُنِريِهْم آَياِتَنا ِفي اآلَفاِق َوِفي َأْنُفِس ِهْم َح َّتى َيَتَبَّيَن َلُهْم َأَّنُه اْلَح ُّق َأَو َلْم َيْك ِف ِبَرِّبَك َأَّنُه َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِهيٌد
Artinya : ”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah
benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”.
Filsafat emanasi ini bukan hasil dari renungan Ibn Sina tetapi berasal dari “ramuan Plotinus” yang
menyatakan bahwa alam ini terjadi karena pancaran dari Yang Esa. Kemudian filsafat Plotinus yang
berprinsip bahwa “dari yang satu hanya satu yang melimpah”. Ini diislamkan oleh Ibn Sina bahwa
Allah menciptakan alam secara emanasi. Hal ini memungkinkan karena dalam al-Qur’an tidak
ditemukan informasi yang rinci tentang penciptaan alam dari materi yang sudah ada atau dari
tiadanya. Dengan demikian, walaupun prinsip Ibn Sina dan Plotinus sama, namun hasil dan tujuan
berbeda. Oleh karena itu dapat dikatakan yang Esa menurut Plotinus sebagai penyebab yang pasif
bergeser menjadi Allah pencipta yang aktif. Ia menciptakan alam dari materi yang sudah ada secara
pancaran. Adapun proses terjadinya pancaran itu tersebut adalah ketika Allah Wujud (bukan dari
tiada) sebagai akal (‘aql) langsung memikirkan (ber-ta’aqqul) terhadap zat-Nya yang menjadi
pemikirannya, maka memancarlah akal pertama. Dari akal pertama ini memancarlah akal kedua, jiwa
pertama dan langit pertama. Demikianlah seterusnya sampai akal kesepuluh yang sudah lemah
dayanya dan tidak dapat menghasilkan akal sejenisnya dan hanya menghasilkan jiwa kesepuluh,
bumi, roh, materi pertama, yang menjadi dasar bagi keempat unsur pokok : air, udara, api, dan tanah.
Bagi Ibn Sina, akal pertama mempunyai dua sifat: sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah
dan sifat mungkin wujudnya jika di tinjau dari hakikat darinya. Dengan demikian, Ibn Sina membagi
objek-objek pemikiran akal-akal menjadi tiga: Allah (wajib al-wujud li dzatihi), dirinya akal-akal
(wajib al-wujud li ghairihi), sebagai pancaran dari Allah dan dirinya akal-akal (mumkin al-wujud).
Akal-akal dan planet-planet dalam emanai dipancarkan (diciptakan) Allah secara hirarki keadaan ini
bisa terjadi karena ta’aqqul Allah tentang zatnya sebagai sumber energi yang maha dahsyat. Ta’aqqul
Allah tentang zatnya adalah ilmu tentang dirinya dan ilmu adalah daya (al-qudrat) yang menciptakan
segalanya. Agar sesuatu itu diciptakan, cukup sesuatu itu diketahui oleh Allah. Dari hasil ta’aqul Allah
terhadap zatnya (energi) itulah diantaranya menjadi akal-akal, jiwa-jiwa, dan lainnya memadat
menjadi planet-planet. Emanasi Ibn Sina juga menghasilkan sepuluh akal dan sembilan planet dan
akal kesepuluh mengurusi bumi. Bagi Ibn Sina masing-masing jiwa berfungsi sebagai penggerak satu
planet, karena akal (immateri) tidak bisa langsung menggerakkan planet yang bersifat materi. Akal-
akal adalah malaikat. Akal pertama adalah malaikat dan akal kesepuluh adalah malaikat Jibril yang
bertugas mengatur bumi dan segala isinya.Sejalan dengan filsafat emanasi, alam ini qadim karena
diciptakan oleh Allah sejak qidam dan azali. Akan tetapi, tentu saja Ibn Sina membedakan antara
qadimnya Allah dan alam. Perbedaan yang mendasar terletak pada sebab membuat alam terwujud.
Keberadaan alam tidak didahului oleh zaman, maka alam qadim dari zaman Adapun dari segi esensi
sebagai hasil ciptaan Allah secara pancaran alam ini baru (huduus zaaty). Sementara Allah adalah
taqaddum zaaty. Ia sebab semua yang ada, Ia pencipta alam.
3. Filsafat Akal.
Menurut Ibnu Sina akal merupakan suatu kekuatan yang terdapat dalam jiwa. Ada dua macam
akal yaitu : akal manusia dan akal aktif. Semua pemikiran yang muncul dari manusia sendiri untuk
mencari kebenaran disebut akal manusia. Sedangkan akal aktif adalah semua pemikiran manusia yang
mendatang kedalam akal manusia dari limpahan ilham ke-Tuhanan. Ibnu Sina juga terkenal dengan
rumusannya yaitu : akal (pemikiran) membawa alam semesta ini kedalam bentuk-bentuk. Rumusan
Ibnu Sina diambil alih oleh seorang pendeta Domician Albertus Magnus (1206-1280) yang
dikemukakan di dunia barat.
Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama,
demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar
segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi
dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai
pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by
virtual of the necessary being and possible in essence . Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek
pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari
pemkiran tentang Tuhan timbul akal - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya
timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa
manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa
yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh. Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina
pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
a. Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun
sedikitpun.
b. Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal – hal abstrak.
c. Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak.
d. Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu
pada daya upaya.
4. Filsafat Jiwa.
Menurut pendapat Ibnu Sina, jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan
mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan yang
sesuai dan dapat menerima jiwa lahir di dunia ini. Sungguhpun jiwa manusia tidak mempunyai
fungsi-fungsi fisik, dengan demikian tidak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai
daya yang berpikir, yakni jiwa yang masih berhajat pada badan. Pendapatnya juga searah dengan
Aristoteles, Ibnu Sina menekankan eratnya hubungan antara jiwa dan raga, tetapi semua
kecenderungan pemikiran Aristoteles menolak suatu pandangan dua subtansi, dua subtansi ini di
yakininya sebagai bentuk dari dualisme radikal. Sejauhmana dua aspek doktrinnya itu bersesuaian
merupakan suatu pertanyaan yang berbeda, tentunya Ibnu Sina tidak menggunakan dualismenya
untuk mengembangkan suatu tinjauan yang sejajar dan kebetulan tentang hubungan jiwa raga.
Menurut Ibnu Sina, hal ini adalah cara pembuktian yang lebih langsung tentang subtansialitas
nonbadan, jiwa, yang berlaku bukan sebagai argumen, tetapi sebagai pembuka mata.[13] Jiwa
manusia , sebagai jiwa-jiwa lain segala apa yang terdapat di bawah bulan, memancar dari Akal
kesepuluh.[14] Kemudian Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :
a. Jiwa tumbuh-tumbuhan (an-Nafsul Nabatiyah), yakni meliputi beberapa daya :
1) Makan (nutrition)
2) Tumbuh (Growth)
3) Berkembang biak (reproduction)
b. Jiwa binatang (an-Nafsul Hayawaniah), yakni meliputi bebrapa daya;
1) Gerak (locomotion),
2) Menangkap (perception).
Dua daya ini dibagi lagi menjadi dua bahagian :
1) Menangkap dari luar (al-Mudrikah minal kharij) dengan pancaindera.
2) Menangkap dari dalam (al-Mudrikah minad dakhil) dengan indera-indera yang meliputi :
a) Indera bersama yang menerima segala apa yang dirangkap oleh pancaindera
b) Representasi yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama
c) Imaginasi yang menyusun apa yang disimpan dalam representasi,
d) Estimasi yang dapat manangkap hal-hal abstrak yang terlepas dari materinya, umpama keharusan
lari bagi kambing dari anjing srigala
e) Rekoleksi yang menyimpan hal-hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
c. Jiwa manusia (an-Nafsul Natiqah) meliputi dua daya ;
1) Praktis (practical) yang hubungannya adalah dengan badan
2) Teoritis (theoritical) yang hubungannya adalah dengan hal-hal abstrak.
Dengan demikian, sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiea tumbuh-
tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan
binatang yang berkuasa pada dirinya, maka orang itu dapat menyerupai binatang. Tetapi jika jiwa
manusia (an-Nafsul Natiqah) yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat
menyerupai Malaikat dan dekat pada kesempurnaan. Ibnu Sina, meski ia seorang dokter, namun ia
sadar bahwa penjelasan mengenai jiwa bukan tugas seorang dokter dan tidak masuk dalam disiplin
ilmu tersebut. Oleh karenanya dalam al-qur’an di jelaskan beberapa pertanyaan yang berkaitan
dengan jiwa beserta berbagai potensinnya, yang mana para dokter dan filosof berbeda pendapat dalam
hal ini. Oleh sebab itu, Ibnu Sina mengatakan bahwa maalah jiwa adalah urusan filosof. Pengaruh
Ibnu Sina dalam soal kejiwaan ini tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad 10
M. Sampai akhir abad 19 M, maupun pada filsafat scholastik Yahudi dan Masehi terutama tokoh-
tokohnya, seperti: Gundisalus, Guillaume, Albert Yong Agung, St. Thomas Aquinas, Roger Bacon,
dan Duns Scotf, serta berhubungan dengan pemikiran Descartes tentang hakikat dan adanya jiwa.
C. Karya-Karya Ibnu Sina
1. Qanun fi Thib (Canon of Medicine) (Terjemahan bebas : Aturan Pengobatan)
2. Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
3. An Nayyat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
4. Al-Majmu : berbagai ilmu pengetahuan yang lengkap, di tulis saat berusia 21 tahun di Kawarazm
5. Isaguji (The Isagoge) ilmu logika Isagoge : Bidang logika
6. Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang pembahagian
ilmu-ilmu rasional.
7. Ilahiyyat (Ilmu ketuhanan) : Bidang metafizika
8. Fiad-Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi "Liber de Mineralibus" yakni
tentang pemilikan (mimeral).
9. Risalah fi Asab Huduts al-Huruf : risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf – Bidang sastera
arab
10. Al-Qasidah al- Aniyyah : syair-syair tentang jiwa manusia - Bidang syair dan prosa
11. Risalah ath-Thayr : cerita seekor burung. - Cerita-cerita roman fiktif
12. Risalah as-Siyasah : (Book on Politics) – Buku tentang politik - Bidang politik
13. Al Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil.
14. Uyun Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat. Ensiklopedi Britanica menyebutkan bahwa
kemungkinan besar buku ini telah hilang.
15. Al Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur.
16. Al Insyaf tentang keadilan sejati.
17. Al Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan.
18. Sadidiya, tentang kedokteran.
19. Danesh Nameh, tentang filsafat.
20. Mujir. Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
21. Salama wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan di Barat).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibnu Sina sependapat dengan al-Farabi mengenai
filsafat jiwanya. Ibnu Sina dapat berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat, yaitu: Sifat
wajib wujudnya, sebagai pancaran dari Allah dan Sifat mungkin wujudnya, jika ditinjau dari hakikat
dirinya.
Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa yaitu tumbuh-tumbuhan, binatang
dan manusia yang berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa tumbuhan atau hewan mempengaruhi
seseorang maka orang itu dapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai
pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaekat dan dekat dengan kesempurnaan.
Menurut Ibnu Sina bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar dari Tuhan). Tuhan
adalah wujud pertama yang immateri dan proses emanasi tersebut memancar segala yang ada.
Tuhan adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan mustahil), beda dengan mumkinul wujud
(jika tidak ada atau ada menimbulkan tidak mujstahil).
DAFTAR PUSTAKA
http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/05/pemikiran-filsafat-ibnu-sina.html
http://nurulwatoni.tripod.com/FILSAFAT_IBNU_SINA.htm
http://syafieh.blogspot.co.id/2013/04/filsafat-islam-ibnu-sina-dan-pemikiran.html
http://www.tongkronganislami.net/2015/09/makalah-mengenal-biografi-ibnu-sina-dan-
pemikiranya.html