Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas

mata kuliah Sosiologi pendidikan

DISUSUN OLEH

ADRAYU : 2201010012

MAYLANI : 2201010209

HUSNIYAH : 2201010019

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVA MEDAN

T.A. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT sehingga
atas ridha-Nya makalah tentang Sejarah perkembangan sosiologi pendidikan dapat
terselesaikan. Tidal lupa sholawat dan salam kami hanturkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Yang kelak kita nantikan syafa’at nya di yaumil akhhir
kelak.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak dosen


pengampuh Khairul Anwar, M.Pd mata kuliah Sosiologi pendidikan yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Dan kami juga mengucapkan
terimakasih kepada rekan –rekan yang telah membantuh dalam mengerjakan makalah
ini.

Kami mohon izin jika terdapat kesalahan dan kekurangan pada


makalah kami, kiranya saudara/i dapat menambahkan kritik dan saran agar
kedepannya kami lebih menyempurnakan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 28 Maret 2024

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosiologi merupakan bidang kajian yang memiliki implikasi penting terhadap


tumbuh berkembangnya manusia dalam masyarakat, termasuk tumbuh berkembang
mereka dalam dunia pendidikan. Sosiologi memberi sumbangan yang berarti bagi
mereka yang tertarik dalam dalam upaya melakukan kajian kritis terhadap apa yang
terjadi di masyarakat. Sosiologi juga membantu upaya melakukan perubahan dan
reformasi sosial melalui berbagai cara. Sosiologi pendidikan dalam hal ini, bisa
membantu member bahan yang berharga dalam rangka melihat proses pendidikan
dengan berbagai masalah dan implikasi yang ditimbulkan.

Jika kita bisa memahami apa yang terjadi dilingkungan sekitar, maka besar
kita peluang untuk dapat mengendalikan perubahan masyarakat. Dalam hal ini,
sosiologi membantu kita meningkatkan kepekaan dalam hal melihat nilai-nilai,
institusi, budaya dan kecendrungan yang ada di masyarakat. Atas dasar pemikiran
seperti itu maka sosiologi pendidikan memberi jalan meningkatkan kepekaan kita
melihat nilai-nilai, institusi, budaya dan kecendrungan yang terjadi di masyarakat dan
dalam dunia pendidikan, termasuk didalamnya membantu melihat pendidikan dan
relasinya dengan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah sosiologi pendidikan?
2. Apa saja tokoh-tokoh sosiologi pendidikan ?
3. Bagaiamana teori-teori sosiologi pendidikan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan sejarah sosiologi pendidikan.
2. Untuk memberitauhkan took-tokoh sosiologi pendidikan.
3. Untuk menjelaskan teori-teori sosiologi pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Sosiologi Pendidikan

Istilah sosiologi berasal dari kata “socious” dan “logos”. Socious berasal dari
bahasa Latin yang artinya “teman”, sedangkan logos berasal dari bahasa Yunani yang
artinya “kata” atau “berbicara”. Jadi sosiologi adalah ilmu yang berbicara tentang
masyarakat. Bagi Comte, sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan
antarmanusia yang menguasai kehidupan.

Istilah sosiologi menjadi lebih populer setengah abad kemudian berkat jasa
Herbert Spencer (1820-1830)—ilmuwan Inggris yang menulis buku berjudul
Principles of Sociology (1876). Ia mengemukakan bahwa kunci memahami gejala
sosial atau gejala alamiah itu adalah hukum evolusi universal. Gejala fisik, biologis,
dan sosial itu semuanya tunduk pada hukum dasar tersebut. Kemudian prinsip-prinsip
evoulusi tersebut juga diperluas dari tingkat biologis ke sosial sehingga semboyan
survival of the fittest dalam Darwinisme Sosial itu-pun sebenarnya dari Spencer.
Spencer menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia dan
mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa
puluh tahun kemudian.

Proses kelahiran sosiologi dilatarbelakangi oleh serangkaian perubahan dan


krisis yang terjadi di Eropa Barat. Pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16 di
Eropa Barat telah terjadi renaissance (kebangkitan kembali) yang ditandai dengan
mulai tumbuhnya kapitalisme, perubahan-perubahan di bidang sosial-politik,
perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme,
lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri,
dan revolusi industri pada abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis.
Revolusi industri dan Revolusi Perancis mendorong perubahan sosial yang
sangat cepat. Perubahan sosial yang cepat menimbulkan cultural lag (kesenjangan
kultural). Cultural lag menjadi penyebab munculnya masalah-masalah sosial yang
dialami dunia pendidikan. Para ahli sosiologi menyumbangkan pemikirannya untuk
memecahkan masalah itu, hinggal lahirlah sosiologi pendidikan. Perubahan sosial
yang cepat meliputi berbagai bidang kehidupan dan merupakan masalah institute
social seperti: industri, agama, perekonomian, pemerintahan, keluarga, perkumpulan,
dan pendidikan.

Perkembangan sosiologi semakin mantap berkat Emile Durkheim melalui


bukunya Rules of Sociological Method, yang terbit pada tahun 1895. Dalam buku
yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya
metodologi ilmiah di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Durkheim saat ini
diakui banyak pihak sebagai “Bapak Metodologi Sosiologi”.

Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut


sebagai fakta-fakta sosial, yakni sebuah kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal,
tetapi mampu mempengaruhi perilaku individu. Dengan kata lain, fakta sosial
merupakan cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar
individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Yang
dimaksud fakta sosial di sini tidak hanya bersifat material, tetapi juga non-material,
seperti kultur, agama, dan insitusi sosial.

Memasuki abad 20, perkembangan sosiologi makin variatif. Dipelopori oleh


tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer, terutama Anthony Giddens, fokus minat
sosiologi dewasa ini bergeser dari structures ke agency, dari masyarakat yang
dipahami terutama sebagai seperangkat batasan eksternal yang membatasi bidang
pilihan yang bersedia untuk anggota-anggota masyarakat tersebut, dan dalam
beberapa hal menentukan perilaku mereka, menuju ke era baru; memahami latar
belakang sosial sebagai kumpulan sumber daya yang diambil oleh faktor-faktor untuk
mengejar kepentingan mereka sendiri.

Di era tahun 2000-an ini, perkembangan sosiologi semakin mantap dan


kehadirannya diakui banyak pihak memberikan sumbangan yang sangat penting bagi
usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Bidang-bidang kajian
sosiologi juga terus berkembang makin variatif dan menembus batas-batas disiplin
ilmu lain. Beberapa di antaranya adalah sosiologi terapan, perilaku kelompok,
sosiologi budaya, sosiologi industri, sosiologi hukum, sosiologi agama, sosiologi
politik, dan sosiologi pendidikan.1

B. Tokoh-tokoh sosiologi pendidikan2


1. Emile Durkheim
2. Karl Marx
3. Herbert Blumer dan George Herbert Mead

1
Maksum, Ali. "Sosiologi pendidikan." Malang: Madani (2016).
2
Prinada, Yuda. “Mengenal sosiologi Pendidikan”. Tirto.id Pendidikan (2021)
C. Teori-teori sosiologi pendidikan

1. Teori struktural fungsional

Teori struktural fungsional berbicara perilaku manusia dalam kerangka


masyarakat dan bagaimana perilaku tersebut dapat mempertahankan keadaan
keserasian dalam masyarakat(organisasi). Persoalan utama yang dirasakan setiap
makhluk sosial yaitu bagaimana agar tetap bisa bertahan dan tipe korelasi antar-
subsistem yang berlaku di dalamnya bisa dipertahankan kesempurnaan sistem
tersebut (Haryanto, 2016; 20). 3

Menurut Zeitlin (1995; 3), pendapat yang dikembangkan pendekatan ini yaitu
disetiap susunan hubungan membantu atas suatu integrasi dan adaptasi struktur yang
ditetapkan. Eksistensi atau kelangsungan cara atau pola yang sudah ada digambarkan
melalui konsekuensi konsekuensi atau akibat-akibat yang keduanya dirasa penting
dan berguna atas permasalahan masyarakat.4

Pada teori struktural fungsional, ada dua macam sudut pandang utama tentang
sistem sosial. Pertama, sudut pandangan institusional atau kultural. Dalam sudut
pandang ini, komponen dasarnya meliputi aturan-aturan, keyakinan-keyakinan dan
nilai-nilai yang merubah tindakan sosial. Dalam sudut pandang ini, sistem sosial
adalah susunan institusional, yang terdapat dari seperangkat model kultural dan
normatif yang mengartikan keinginan seseorang dari perilakunya (Haryanto, 2016;
27).

2. Teori simbolik

3
Haryanto, S. (2016). Spektrum teori sosial dari klasik hingga postmodern. Jogjakarta.
ArRuzz Media

4
Zeitlin, I.M. (1995). Memahami kembali sosiologi: kritik terhadap sosiologi kontemporer.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Pada awal abad 20 di Universitas Chicago Amerika Serikat teori, simbolik ini
pertama kali berkembang. Tokoh utamanya berasal dari berbagai universitas di luar
Chicago (Haryanto, 2016; 67). Salah satu teori yang memiliki akar pemikiran yang
beragam adalah teori simbolik. Lahirnya teori ini banyak karya filsuf dan pemikir
ternama yang mengilhaminya. Respon terhadap dominasi teori struktural fungsional
yang telah mendominasi sosiologi selama lebih dari satu abad yang menyebabkan
lahirnya teori simbolik ini. Untuk memecahkan persoalan klasik teori struktural
fungsional, teori simbolik tidak mampu, tetapi tetap menjadi masalah, yaitu seperti
apa untuk memahami pikiran orang lain. Masalah-masalah tersebutlah yang
mendasari subject matter sosiologi menurut teori ini. George Herbert Mead adalah
salah satu tokoh dalam teori ini yang berkeinginan melakukan penelitian tentang
kepribadian seseorang dan pengalaman-pengalaman sosial. Mead memiliki maksud
memahami bagaimana kekuatan komunikasi dengan simbol-simbol terhadap
seseorang dan bagaimana hal itu bisa membuat matang dari pribadi seseorang
(Haryanto, 2016; 69).
Dalam tradisi sosiologi teori simbolik merupakan teori yang muncul sebagai reaksi
terhadap teori-teori struktural fungsionalisme yang menafikan otoritas dan otonomi
seseorang dalam posisinya di masyarakat dan juga teori yang bersifat mikro. Dalam
pandangan teori simbolik, apa yang disebut sebagai “budaya manusia,” “realitas”
maupun “kebenaran,” adalah hasil atau ciptaan dari hubungan seseorang dengan
orang lain. Jalinan yang kompleks mendefenisikan situasi ketika dia berinteraksi pada
waktu itu dan juga tempat masing-masing individu mendefinisikan dirinya. Hal
terpenting teori simbolik adalah menilai antar sesama masyarakat menciptakan ilmu
yang ia dapatkan melalui hubungan-hubungan yang ia peroleh dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Dari kaca mata teori simbolik, seseorang berbuat kepada orang
lain bersumber dari manfaat yang diperoleh dari seseorang tersebut. Hikmah tersebut
berasal dan mendapatkan perubahan saat cara berhubungan sosial berlangsung
dengan penggunaan simbol-simbol pada saat berkomunikasi dengan yang lain. Teori
ini mendasarkan pada pendapat bahwa kesanggupan seseorang dalam menilai dirinya
yang ia jadikan sebagai dasar memungkinkan mereka berkomunikasi dengan
pengguaan simbol-simbol. Pada saat berhubungan sosial, hal terpentingnya adalah
simbol,melalui penggunaan simbol, orang bisa komunikasi baik dengan dirinya
sendiri maupun dengan orang lain. Hal yang paling bermakna dalam komunikasi
adalah penggunaan simbol (significant symbol)dalam interaksi sosial bahasa. Bahasa
dalam pembahasan ini adalah bahasa isyarat (gesture) maupun verbal. Seseorang
dituntut mengembangkan simbol dalam interaksi dan tidak hanya dituntut sekedar
menggunakan simbol. Teori interaksi simbolik mengklaim bahwa tidak mungkin
terbentuk budaya manusia dan pengalaman tanpa sistem simbol. Bahasa adalah alat
yang paling utama wadah untuk manusia saling mempertukarkan makna simboliknya
(Haryanto, 2016; 74-76 ).

3. Teori konflik

Pada tahun 1950-an hingga 1960-an teori konflik berkembang pertama kali.
Teori konflik berkembang berkat peran sejumlah teoretikus dan tempat awal mulanya
adalah di daratan Eropa dan kemudian meyeberang ke Amerika (Haryanto, 2016; 39).

Dalam teori ini masyarakat dinilai seolah-olah tidak menetap atau


permanen,terutama penyebab dari dinamika yang berkuasa, selalu bekerja,
memelihara dan mengejar kedudukannya. Teori struktural konflik menganggap
kelompok-kelompok tersebut tidak pernah terintegrasi dan memiliki maksud sendiri
yang beraneka ragam. Untuk menuju maksudnya, sebuah kelompok malah harus
mengorbankan kelompok lain dibandingkan kelompoknya pribadi. Dari kejadian
tersebut sering muncul masalah dan yang memelihara posisinya serta meningkatkan
kedudukannya adalah kelompok yang tergolong kuat. Secara berkesinambungan terus
terjadi mempertahankan kekuasaan, mengembangkan dan perjuangan merebut
kedudukan. Ketika dominasi suatu kelompok mampu memelihara keseimbangan
kekuasaan dengan kelompok lain secara baik barulah stabilitas terjadi dan itupun
hanya bersifat sesaat. Setelah itu masalah sosial terjadi dalama kehidupan lagi. Ciri-
ciri yang lain dari teori konflik adalah sebagai rasionalisasi untuk keberadaan
kelompok yang berkuasa lebih memandang moral, ide dan nilai. Landasan untuk
perubahan terdapat pada struktur masyarakat dan tidak terdapat pada nilai-nilai
seseorang. Dengan demikian, kekuasaan menempel pada posisi orang dalam
masyarakat dan tidak menempel dalam diri seseorang. Teori konflik memiliki
fungsionalisme struktural adalah berpatokan pada belajar susunan hubungan dan
lembaga-lembaga sosial, hanya bedanya fungsionalisme struktural menilai
masyarakat adalah menetap, tertata bagus dan masing-masing bagiannya
menyumbangkan stabilitas dan menyebarkan nilai untuk memelihara kohesi.
Sedangkan teori konflik memandang masyarakat terus-menerus menciptakan
perubahan sosial, tidak menetap dan masingmasing bagian dalam masyarakat
potensial memacu. Teori ini lebih menekankan pada peranan kekuasaan dalam
konteks pemeliharaan tatanan sosial (Usman, 2012; 55-56).5

4. Teori pertukaran

Munculnya teori pertukaran pada mula dekade 1960-an. George C. Homans,


seorang sosiolog Amerika sebagai pelopor teori ini (Haryanto, 2016; 161). Kita awali
dengan menyimak Molm dan Cook, ia melihat cerita perkembangan teori pertukaran,
diawali dengan pusatnya di dalam behaviorisme.

Dalam psikologi behaviorisme yang sangat terkenal, terutama terhadap teori


pertukaran berpengaruh tak langsung dan langsung terhadap sosiologi perilaku.
Hubungan antara pengaruh dampak lingkungan terhadap perilaku aktor, perilaku
seorang aktor terhadap lingkungan adalah perilaku memusatkan pada sosiologi.
Keterkaitan ini adalah landasan untuk proses belajar yang melaluinya atau
pengondisian operan (operant conditioning) “konsekuensinya dapat diubah oleh
perilaku”. Kebanyakan manusia menafsirkan sebagai perilaku acak ini berawal di
5
Usman S, (2012). Sosiologi sejarah, teori dan metodologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
masa anak-anak. Munculnya perilaku adalah di tempat lingkungan, entah itu berupa
fisik atau sosial, difaktori oleh perangai dan selanjutnya berbuat kembali dalam
berbagai cara. Reaksi ini, apakah negatif, netral atau negatif, aktor berikutnya juga
dapat dipengaruhi. Perilaku yang sama mungkin akan di ulang di masa depan dalam
situasi serupa bila reaksi telah menguntungkan aktor. Kecil kemungkinannya terjadi
di masa depan, bila reaksi menyiksa atau meyakitkan aktor. Sosiologi perilaku
memfokuskan perhatian pada kaitan antara histori reaksi, akiba, sifat atau lingkungan
perilaku kini. Sosiologi perilaku mengatakan bahwa efek perilaku masa kini adalah
cerminan dari masa lalu. Kita dapat meramalkan apakah aktor akan menghasilkan
perilaku yang sama dalam situasi kini dengan mengetahui apa yang menyebabkan
perilaku tertentu di masa lalu.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Sosiologi merupakan bidang kajian yang memiliki implikasi penting terhadap


tumbuh berkembangnya manusia dalam masyarakat, termasuk tumbuh berkembang
mereka dalam dunia pendidikan. Tokoh-tokoh sosiologi pendidikan yaitu emile
Durkheim, Karl Marx, Herbert Blumer dan George Herbert Mead.

Beberapa teori sosiologi pendidikan teori struktural fungsional, teori simbolik,


teori konflik dan teori pertukaran.

B. Saran

Dalam penulisan dan presentasi tugas ini, tidak menutup kemungkinan jauh
sekali dari kesempurnaan, baik dari metodologi, bahasan, dan penguasaan materi.
Maka dari itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik, baik secara teguran
langsung maupun tertulis kepada kami, agar dapat dijadikan sebagai introspeksi dan
perbaikan dalam mengerjakan tugas dan kelompok selanjutnnya.

DAFTAR PUSTAKA

Maksum, Ali. "Sosiologi pendidikan." Malang: Madani (2016).


Prinada, Yuda. “Mengenal sosiologi Pendidikan”. Tirto.id Pendidikan (2021)

Haryanto, S. (2016). Spektrum teori sosial dari klasik hingga postmodern. Jogjakarta.
ArRuzz Media

Zeitlin, I.M. (1995). Memahami kembali sosiologi: kritik terhadap sosiologi


kontemporer. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Usman S, (2012). Sosiologi sejarah, teori dan metodologi. Yogyakarta. Pustaka


Pelajar

Anda mungkin juga menyukai