Bab 4 ALK
Bab 4 ALK
1.
2.
3. Jernih Gulo (2111.1001.3408.015)
1. Pilih Laporan Keuangan: Pilih laporan keuangan yang ingin Anda ubah menjadi
laporan Common Size. Biasanya, Laporan Laba Rugi dan Neraca adalah laporan
yang paling umum digunakan untuk pembentukan laporan Common Size.
2. Hitung Persentase: Untuk setiap pos dalam laporan keuangan, hitung persentase
terhadap total. Dalam Laporan Laba Rugi, persentase dihitung dengan membagi
setiap pos dengan pendapatan total. Dalam Neraca, persentase dihitung dengan
membagi setiap pos dengan total aset.
3. Ubah Format: Ubah format laporan keuangan menjadi format persentase.
Misalnya, dalam Laporan Laba Rugi, setiap pos biaya atau pendapatan akan
diubah menjadi persentase dari pendapatan total. Dalam Neraca, setiap pos aset
atau kewajiban akan diubah menjadi persentase dari total aset.
4. Analisis dan Interpretasi: Setelah laporan Common Size dibentuk, analisis dan
interpretasi dapat dilakukan. Perhatikan tren dan perbandingan antara pos-pos
dalam laporan. Misalnya, perhatikan apakah ada perubahan signifikan dalam
persentase biaya tertentu dari tahun ke tahun. Hal ini dapat memberikan wawasan
tentang efisiensi operasional perusahaan atau perubahan dalam struktur biaya.
Analisis rasio melibatkan perbandingan antara dua atau lebih angka dalam laporan
keuangan, seperti neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas. Rasio keuangan
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, termasuk likuiditas, profitabilitas,
solvabilitas, dan efisiensi.
Quick ratio dihitung dengan membandingkan jumlah aset lancar yang dikecualikan
persediaan (seperti kas, investasi jangka pendek, dan piutang) dengan jumlah
kewajiban jangka pendek. Dalam beberapa kasus, quick ratio dapat memberikan
gambaran yang lebih akurat tentang likuiditas perusahaan daripada rasio lancar.
Dengan menggunakan quick ratio, perusahaan dapat mengevaluasi kemampuan
mereka untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aset yang
paling likuid. Hal ini membantu perusahaan dalam mengidentifikasi risiko likuiditas
dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki situasi
keuangan jika diperlukan.
1. Rasio Utang terhadap Ekuitas: Rasio ini mengukur proporsi utang perusahaan
terhadap ekuitasnya. Rasio utang terhadap ekuitas dihitung dengan membagi total
utang dengan total ekuitas. Semakin rendah rasio ini, semakin kuat solvabilitas
perusahaan.
2. Rasio Utang terhadap Aset: Rasio ini mengukur proporsi utang perusahaan
terhadap total asetnya. Rasio utang terhadap aset dihitung dengan membagi total
utang dengan total aset. Semakin rendah rasio ini, semakin kuat solvabilitas
perusahaan.
3. Rasio Cakup Bunga: Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar bunga atas utangnya. Rasio cakup bunga dihitung dengan membagi
laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga. Semakin tinggi rasio ini,
semakin baik kemampuan perusahaan untuk membayar bunga.
4. Rasio Arus Kas Terhadap Utang: Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar utangnya. Rasio arus
kas terhadap utang dihitung dengan membagi arus kas dari operasi dengan total
utang. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan perusahaan untuk
membayar utangnya.
5. Rasio Lancar terhadap Utang Jangka Panjang: Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya dengan menggunakan
aset lancar. Rasio lancar terhadap utang jangka panjang dihitung dengan membagi
aset lancar dengan utang jangka panjang. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik
solvabilitas perusahaan.
1. Dapatkan angka laba bersih dari laporan laba rugi perusahaan. Laba bersih adalah
pendapatan setelah dikurangi semua biaya dan beban, termasuk pajak.
2. Dapatkan angka pendapatan atau penjualan dari laporan laba rugi perusahaan. Ini
mencerminkan total pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan dari penjualan
produk atau jasa.
3. Hitung profit margin dengan membagi laba bersih dengan pendapatan, kemudian
hasilnya dikalikan dengan 100 untuk mendapatkan persentase.
ROA menunjukkan persentase laba bersih yang dihasilkan oleh setiap dolar aset yang
digunakan. Semakin tinggi ROA, semakin efisien perusahaan dalam menghasilkan
laba dari asetnya.
2. Return on Equity (ROE): ROE mengukur seberapa besar laba bersih yang
dihasilkan oleh perusahaan dari setiap dolar ekuitas pemegang saham. ROE
menggambarkan tingkat pengembalian investasi bagi pemegang saham.
Rumus ROE adalah sebagai berikut:
ROE menunjukkan persentase laba bersih yang dihasilkan oleh setiap dolar ekuitas
yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin baik
perusahaan dalam menghasilkan laba untuk pemegang sahamnya.
Perbedaan utama antara ROA dan ROE terletak pada pengukuran aset dan ekuitas
yang digunakan dalam rumus. ROA menggunakan total aset perusahaan, sementara
ROE menggunakan ekuitas pemegang saham. ROA memberikan gambaran tentang
efisiensi penggunaan aset secara keseluruhan, sedangkan ROE memberikan gambaran
tentang tingkat pengembalian investasi bagi pemegang saham.
Dalam rumus tersebut, “Harga Saham” adalah harga pasar saham perusahaan saat ini,
dan “Laba Bersih per Saham” adalah laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan
dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
PER memberikan gambaran tentang seberapa mahal atau murahnya saham suatu
perusahaan dibandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan. Semakin tinggi PER,
semakin mahal valuasi sahamnya, yang menunjukkan bahwa investor harus
membayar lebih tinggi untuk setiap dolar laba yang dihasilkan oleh perusahaan.
Sebaliknya, semakin rendah PER, semakin murah valuasi sahamnya, yang
menunjukkan bahwa investor dapat memperoleh laba yang lebih tinggi relatif
terhadap harga saham yang dibayarkan.
PER juga dapat digunakan untuk membandingkan valuasi saham dengan perusahaan
lain dalam industri yang sama atau dengan indeks pasar secara keseluruhan. Hal ini
membantu investor dalam mengevaluasi apakah suatu saham dihargai dengan baik
atau tidak.
15. Dengan memasukkan leverage, apa yang akan dilihat oleh analisis DuPont?
Jawab : Dengan memasukkan leverage keuangan dalam analisis DuPont, analisis akan
melihat bagaimana penggunaan utang mempengaruhi ROE (Return on Equity)
perusahaan. Leverage keuangan adalah salah satu komponen utama dalam analisis
DuPont.
Dalam analisis DuPont, leverage keuangan mengacu pada penggunaan modal pinjaman
atau utang oleh perusahaan. Leverage keuangan dapat mempengaruhi ROE dengan dua
cara:
1. Memperkuat Pengembalian: Jika perusahaan dapat menggunakan utang dengan biaya
yang lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang diharapkan, leverage keuangan
dapat memperkuat ROE. Dengan menggunakan utang untuk membiayai operasional,
perusahaan dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada yang akan dicapai
dengan modal sendiri.
2. Meningkatkan Risiko: Namun, penggunaan utang juga membawa risiko. Jika tingkat
pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan lebih rendah dari biaya utang,
leverage keuangan dapat menurunkan ROE. Dalam situasi ini, perusahaan harus
membayar bunga utang yang lebih tinggi daripada pengembalian yang dihasilkan,
yang dapat mengurangi laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham.
Dengan memasukkan leverage keuangan dalam analisis DuPont, analisis akan melihat
sejauh mana penggunaan utang mempengaruhi ROE perusahaan. Jika leverage keuangan
memberikan kontribusi positif terhadap ROE, perusahaan mungkin memiliki keuntungan
dalam penggunaan utang yang efisien. Namun, jika leverage keuangan memberikan
kontribusi negatif terhadap ROE, perusahaan mungkin perlu mengevaluasi struktur
modalnya dan mempertimbangkan pengurangan utang atau perubahan dalam kebijakan
pembiayaan.
Analisis DuPont membantu dalam memahami peran leverage keuangan dalam
pengaruhnya terhadap ROE dan membantu perusahaan dalam mengoptimalkan struktur
modalnya untuk mencapai tingkat ROE yang diinginkan. Namun, penting untuk
mempertimbangkan risiko dan konservasi keuangan dalam penggunaan utang agar tidak
menghadapi masalah likuiditas atau ketidakstabilan keuangan.
17. Bagaimana metode akuntansi yang dipakai bisa mempengaruhi laba bersih
suatu perusahaan?
Jawab : Metode akuntansi yang digunakan dapat mempengaruhi laba bersih suatu
perusahaan melalui beberapa cara berikut:
1. Pengakuan Pendapatan: Metode akuntansi yang berbeda dapat memiliki kebijakan
yang berbeda dalam mengakui pendapatan. Misalnya, metode akuntansi persediaan
FIFO (First-In, First-Out) dan LIFO (Last-In, First-Out) dapat menghasilkan laba
bersih yang berbeda karena perbedaan dalam menghitung biaya persediaan. Metode
pengakuan pendapatan juga dapat mempengaruhi laba bersih, seperti metode
pengakuan pendapatan tunai atau metode pengakuan pendapatan akrual.
2. Amortisasi dan Penyusutan: Metode akuntansi yang berbeda dapat memiliki
kebijakan yang berbeda dalam mengamortisasi aset tak berwujud, seperti hak paten
atau merek dagang, serta dalam menghitung penyusutan aset tetap. Perbedaan dalam
metode ini dapat mempengaruhi jumlah beban yang diakui dalam laporan laba rugi
dan akhirnya mempengaruhi laba bersih.
3. Penilaian Persediaan: Metode akuntansi yang berbeda untuk persediaan, seperti FIFO
atau LIFO, dapat mempengaruhi biaya persediaan yang diakui dalam laporan laba
rugi. Hal ini dapat berdampak pada laba bersih, terutama dalam situasi di mana harga
persediaan berfluktuasi.
4. Penilaian Aset dan Kewajiban: Metode penilaian yang berbeda untuk aset dan
kewajiban, seperti metode historical cost atau metode nilai wajar, dapat
mempengaruhi nilai yang diakui dalam laporan keuangan. Perbedaan ini dapat
berdampak pada laba bersih, terutama jika terdapat perubahan nilai aset atau
kewajiban dari waktu ke waktu.
5. Pajak Penghasilan: Metode akuntansi yang digunakan juga dapat mempengaruhi
jumlah pajak penghasilan yang diakui, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
laba bersih setelah pajak.