Anda di halaman 1dari 17

MENDORONG PARTISIPASI SOSIAL DALAM UPAYA MENGURANGI

KORUPSI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

XI MIPA 5

ANGGOTA KELOMPOK 6

ARUM CHRISTIANING PUTRI

COMA INTANI KELANA

GUSTI ALFINA RODIAH

KHAIRUNISA AZZAHRA

MUHAMMAD AKBAR NUR RAHMAN

SMAN 2 BANJARBARU

TAHUN PELAJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan rahmat-Nya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terwujud. Korupsi merupakan tantangan
serius yang mengancam keadilan, kemakmuran, dan stabilitas suatu negara,
termasuk Indonesia. Dalam menghadapi kompleksitas fenomena korupsi,
partisipasi masyarakat menjadi kunci utama dalam upaya pemberantasan.

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi sosial dalam


memerangi korupsi di Indonesia serta strategi-strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan partisipasi tersebut, dengan memperhatikan konteks sosial,
politik, dan budaya yang khas di Indonesia. Kami ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada :

1. Ibu Dra. Puji Rahyuningrum sebagai guru pembimbing bahasa indonesia kami

2. Serta kepada semua teman dan pihak yang telah memberikan dukungan

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karenanya, saran dan kritik yang bersifat
membangun akan kami terima dengan senang hati. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Banjarbaru, 25 Maret 2024

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 2
1.4 Metode dan Teknik Penelitian................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 4
2.1 Pengertian Korupsi dan Faktor Munculnya Korupsi............................... 4
2.2 Macam-Macam Kasus Korupsi............................................................... 5
2.3 Dampak Korupsi...................................................................................... 7
2.4 Partisipasi Sosial Dalam Upaya Mengurangi Korupsi di Indonesia....... 8
2.5 Strategi Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Memerangi Korupsi...... 10
BAB III PENUTUP......................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 12
3.2 Saran........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Korupsi telah menjadi salah satu masalah kronis yang menghambat


pembangunan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Meskipun pemerintah telah
mengimplementasikan berbagai kebijakan dan upaya untuk memerangi korupsi,
tantangan ini tetap menjadi ancaman serius bagi kemajuan sosial, ekonomi, dan
politik. Meski sudah ada upaya-upaya keras dalam menangani korupsi, tingkat
korupsi masih tetap tinggi di Indonesia, menciptakan ketidaksetaraan,
ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah (Laksana,
2013). Pentingnya partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi telah diakui
secara luas. Partisipasi masyarakat secara aktif dalam mengawasi, memberikan
masukan, dan mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan dapat
menjadi kekuatan besar dalam memerangi korupsi. Namun, untuk mendorong
partisipasi sosial yang efektif dalam upaya mengurangi korupsi, perlu dipahami
lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi tersebut, serta
strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
(Santoso et al., 2023).

Salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi sosial dalam upaya


mengurangi korupsi adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-
lembaga pemerintah dan keadilan. Rendahnya tingkat kepercayaan ini dapat
menjadi hambatan bagi masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam upaya
pencegahan dan penindakan korupsi. Selain itu, faktor-faktor budaya, seperti
norma-norma sosial dan praktik-praktik yang diterima secara luas dalam
masyarakat, juga dapat memengaruhi tingkat partisipasi sosial dalam memerangi
korupsi (Bunga et al., 2019). Selain faktor-faktor internal, tantangan eksternal
seperti kebijakan yang belum mendukung transparansi dan akuntabilitas, serta
kurangnya perlindungan bagi para penggiat anti-korupsi, juga dapat menghambat
partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi. Diperlukan kebijakan yang
lebih inklusif dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan

1
lingkungan yang mendukung partisipasi sosial yang lebih besar dalam memerangi
korupsi (Herawati, 2014).

Di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat,


ada peluang besar untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk
meningkatkan partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi. Berbagai
platform digital dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi
antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam memerangi
korupsi(Bunga et al., 2019). Namun, penting untuk memastikan bahwa teknologi
tersebut diakses secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka
yang berada di daerah terpencil dan rentan.

Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi sosial


dalam upaya mengurangi korupsi, serta peluang dan tantangan yang ada dalam
pemanfaatan teknologi, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif
dalam memobilisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam memerangi korupsi.
Artikel ilmiah ini akan membahas lebih lanjut tentang pentingnya partisipasi
sosial dalam upaya mengurangi korupsi di Indonesia, serta strategi-strategi yang
dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memerangi
korupsi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian korupsi dan faktor munculnya korupsi secara menyeluruh?


2. Apa saja macam-macam kasus korupsi?
3. Apa dampak korupsi?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat partisipasi sosial dalam
mengatasi korupsi?
5. Strategi apa yang dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam memerangi korupsi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi


di Indonesia saat ini, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat
partisipasi tersebut?

2
2. Untuk menjelaskan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam memerangi korupsi, dengan memperhatikan
konteks sosial, politik, dan budaya di Indonesia?

1.4 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi literatur untuk


mengeksplorasi dan menganalisis isu mengenai partisipasi sosial dalam upaya
mengurangi korupsi di Indonesia. Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat
memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena yang kompleks,
seperti partisipasi masyarakat dalam memerangi korupsi, serta memungkinkan
untuk menggali berbagai sudut pandang dan interpretasi.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur.


Analisis dilakukan terhadap literatur yang relevan seperti jurnal ilmiah, buku,
laporan riset, dan dokumen kebijakan dari sumber-sumber terpercaya. Seleksi
literatur dilakukan secara sistematis dengan menggunakan kata kunci yang relevan,
kemudian dipilih berdasarkan kriteria tertentu seperti keakuratan informasi dan
relevansi dengan topik penelitian. Data yang terkumpul dianalisis secara
mendalam untuk mengidentifikasi pola, temuan, dan gagasan utama mengenai
partisipasi sosial dalam memerangi korupsi di Indonesia, serta untuk
mengidentifikasi tren, kesenjangan pengetahuan, dan potensi solusi yang mungkin.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian sistematis untuk mengumpulkan,


mengevaluasi, dan menyintesis literatur yang relevan, meminimalkan bias dalam
seleksi literatur, dan memastikan semua aspek penting dari topik penelitian
diperhitungkan. Triangulasi digunakan untuk memverifikasi keabsahan dan
keandalan temuan dengan membandingkan dan memeriksa temuan dari berbagai
sumber literatur yang berbeda. Data dari studi literatur dianalisis secara kualitatif
melalui pengkodean data, pencarian pola, dan pengembangan tema-tema utama
yang menggambarkan fenomena partisipasi sosial dalam mengurangi korupsi di
Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi dan Faktor Munculnya Korupsi Secara Menyeluruh

Korupsi merupakan sebuah fenomena yang merusak, yang melibatkan


penyalahgunaan kekuasaan publik atau posisi yang diberikan untuk memperoleh
keuntungan pribadi. Istilah ini seringkali digunakan untuk merujuk pada perilaku
yang melibatkan tindakan ilegal, tidak etis, atau tidak sesuai dengan aturan yang
berlaku dalam pengelolaan keuangan, pelayanan publik, atau proses pengambilan
keputusan (Epakartika et al., 2019). Dalam hal sosial, ekonomi, dan politik,
korupsi telah menjadi masalah global yang merugikan, menciptakan
ketidaksetaraan, menghambat pembangunan, dan menggerogoti kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintah.

Korupsi bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari suap, nepotisme,
kolusi, pencucian uang, hingga pemalsuan dokumen. Salah satu bentuk korupsi
yang paling umum adalah suap, di mana seseorang memberikan uang atau
imbalan lainnya kepada pejabat publik atau pihak swasta yang memiliki
kewenangan untuk mempengaruhi keputusan atau layanan publik tertentu.
Korupsi juga bisa terjadi melalui pemalsuan dokumen, di mana informasi palsu
atau tidak akurat digunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
menghindari kewajiban hukum (Muchsin, 2019). Korupsi tidak hanya merugikan
secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan politik. Secara ekonomi, korupsi
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi efisiensi alokasi
sumber daya, meningkatkan biaya transaksi, dan menghalangi investasi asing.
Dampak sosial korupsi dapat menciptakan ketidaksetaraan, meningkatkan
kemiskinan, dan mengurangi akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan (Epakartika et al., 2019). Di sisi politik, korupsi dapat
merusak legitimasi pemerintah, mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
proses demokratis, dan memicu ketegangan sosial.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya korupsi. Salah


satunya adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan

4
keuangan publik. Ketidakmampuan untuk memantau dan memeriksa penggunaan
dana publik dapat menciptakan peluang bagi perilaku korup. Selain itu, kurangnya
pengawasan dan penegakan hukum yang efektif juga dapat memperkuat budaya
korup di dalam lembaga-lembaga pemerintah dan bisnis.

Korupsi juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan budaya.


Norma-norma sosial yang mendukung praktek-praktek korup, seperti kepercayaan
bahwa memberi suap adalah cara yang efektif untuk mendapatkan layanan publik
yang lebih baik, dapat memperkuat perilaku koruptif. Nepotisme, di mana posisi
dan keuntungan diberikan kepada anggota keluarga atau teman-teman dekat, juga
merupakan faktor yang sering kali memperkuat budaya korup (Kurniawan, 2009).
Dalam upaya untuk mengatasi korupsi, banyak negara telah mengadopsi berbagai
strategi dan kebijakan. Salah satunya adalah penguatan sistem hukum dan
penegakan hukum untuk menangkap, mengadili, dan menghukum para pelaku
korupsi. Selain itu, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan publik, serta promosi partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan
pengambilan keputusan, juga dianggap penting dalam memerangi korupsi.

2.2 Macam-Macam Kasus Korupsi

Kasus korupsi dapat muncul dalam berbagai bentuk dan skala, mulai dari
korupsi yang terjadi di level pemerintahan tinggi hingga korupsi yang terjadi di
tingkat lokal atau individu (Andriyansyah, 2021). Di bawah ini adalah beberapa
contoh dari macam-macam kasus korupsi yang sering terjadi:

1. Suap: Salah satu bentuk korupsi paling umum adalah suap, di mana seseorang
memberikan uang atau imbalan lainnya kepada pejabat publik atau pihak swasta
yang memiliki kewenangan untuk mempengaruhi keputusan atau layanan publik
tertentu. Contohnya adalah suap untuk mendapatkan kontrak proyek pemerintah,
izin usaha, atau keputusan yang menguntungkan secara bisnis.

2. Nepotisme: Nepotisme terjadi ketika individu atau pejabat memberikan


preferensi atau keuntungan kepada anggota keluarga atau teman-teman dekat
dalam pemberian posisi atau kesempatan, tanpa mempertimbangkan kualifikasi

5
atau merit. Kasus nepotisme sering kali terjadi dalam proses pengangkatan pejabat
pemerintah atau pengisian posisi penting dalam perusahaan.

3. Kolusi: Kolusi terjadi ketika dua pihak atau lebih yang seharusnya bersaing
bekerja sama untuk keuntungan bersama, sering kali dengan merugikan pihak
ketiga. Contohnya adalah ketika pejabat pemerintah dan kontraktor bekerja sama
untuk menetapkan harga proyek secara tidak sah, atau ketika perusahaan-
perusahaan bersaing membagi pasar secara ilegal.

4. Pencucian Uang: Pencucian uang melibatkan proses menyembunyikan asal-usul


uang yang diperoleh secara ilegal atau tidak sah, agar terlihat sah dan legal.
Contohnya adalah melalui investasi properti, pembukaan bisnis palsu, atau
transfer keuangan melalui lembaga keuangan yang rahasia.

5. Penyalahgunaan Kekuasaan: Korupsi dapat terjadi melalui penyalahgunaan


kekuasaan oleh pejabat pemerintah atau individu yang memiliki posisi atau akses
yang tinggi. Ini bisa termasuk memanipulasi kebijakan, pembuatan undang-
undang atau peraturan yang menguntungkan pihak tertentu, atau penggunaan
sumber daya publik untuk kepentingan pribadi.

6. Pemalsuan Dokumen: Korupsi juga bisa terjadi melalui pemalsuan dokumen, di


mana informasi palsu atau tidak akurat digunakan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau menghindari kewajiban hukum. Contohnya adalah pemalsuan
dokumen keuangan, faktur, atau surat izin.

7. Penggelapan Dana Publik: Penggelapan dana publik terjadi ketika dana yang
seharusnya digunakan untuk kepentingan publik atau pembangunan malah
disalahgunakan atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Kasus ini sering kali
terjadi dalam proyek-proyek pembangunan atau pengelolaan keuangan publik.

8. Korupsi Politik: Korupsi politik terjadi ketika dana atau kekuasaan digunakan
untuk mempengaruhi proses politik, seperti pemilihan umum, pembuatan
kebijakan, atau penunjukan pejabat pemerintah. Contohnya adalah pembelian
suara, kampanye politik yang tidak sah, atau penyalahgunaan dana kampanye.

Kasus-kasus korupsi ini sering kali memiliki dampak yang merugikan bagi
masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Oleh karena itu,

6
pencegahan dan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi menjadi sangat
penting dalam upaya memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih
adil dan transparan.

2.3 Dampak Korupsi

Korupsi, sebagai gejala sosial yang merajalela, tidak hanya menciptakan


dampak negatif secara langsung pada ekonomi suatu negara, tetapi juga
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Salah
satu dampak paling terlihat dari korupsi adalah terkikisnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Ketika rakyat
merasa bahwa pemerintah dan para pemimpinnya terlibat dalam perilaku koruptif,
kepercayaan terhadap institusi publik terkikis, menyebabkan penurunan moral dan
partisipasi dalam proses politik serta pemerintahan yang demokratis (Martiningsih,
2017). Dampak ini dapat memicu ketidakstabilan politik, karena ketidakpuasan
masyarakat terhadap pemerintah cenderung meningkat, membuka peluang bagi
kemunculan gerakan oposisi atau bahkan konflik politik yang lebih serius.

Selain itu, korupsi juga memiliki dampak yang signifikan pada


perekonomian suatu negara. Praktik korupsi dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi dengan berbagai cara, termasuk menyebabkan alokasi sumber daya yang
tidak efisien, menghambat investasi asing, dan mengurangi kepercayaan investor.
Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan,
kesehatan, atau program-program sosial, seringkali dipakai untuk memenuhi
kepentingan pribadi para pejabat atau elite politik yang korup (Martiningsih, 2017).
Akibatnya, pembangunan ekonomi terhambat, tingkat kemiskinan meningkat, dan
kesenjangan sosial semakin memperdalam, menciptakan ketidakadilan yang
meresahkan bagi masyarakat.

Selain dampak sosial dan ekonomi, korupsi juga merusak integritas dan
moralitas suatu masyarakat. Budaya korupsi yang mengakar dapat mempengaruhi
nilai-nilai sosial dan norma-norma perilaku yang berkembang di masyarakat.
Korupsi menjadi sesuatu yang dianggap wajar atau bahkan dianjurkan dalam
upaya mencapai tujuan tertentu. Hal ini menciptakan lingkungan di mana
integritas dan kejujuran dianggap remeh, sementara keserakahan dan kepentingan

7
pribadi menjadi dorongan utama (Umar, 2011). Dampak jangka panjang dari
budaya korupsi ini adalah hilangnya kepercayaan dan rasa solidaritas antaranggota
masyarakat, menciptakan sebuah masyarakat yang individualistik dan tidak peduli
terhadap kepentingan bersama.

Terakhir, korupsi juga memiliki dampak lingkungan yang serius. Proyek-


proyek pembangunan yang dikorupsi seringkali mengorbankan kelestarian
lingkungan demi kepentingan ekonomi atau politik tertentu. Misalnya, hutan yang
dilelang secara korup dapat dirusak secara berlebihan tanpa memperhitungkan
dampak lingkungan jangka panjang, atau peraturan lingkungan yang seharusnya
ketat dapat diabaikan demi keuntungan finansial yang lebih besar. Dengan
demikian, korupsi tidak hanya merugikan manusia secara sosial dan ekonomi,
tetapi juga merusak ekosistem alam, mengancam keberlangsungan hidup generasi
masa depan.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Sosial dalam


Mengatasi Korupsi

Partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi di Indonesia saat ini


menghadapi berbagai tantangan dan dinamika yang kompleks. Tingkat partisipasi
ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik internal maupun eksternal, yang
memainkan peran krusial dalam membentuk pola perilaku dan persepsi
masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi. Untuk memahami dinamika
partisipasi sosial dalam konteks perjuangan melawan korupsi di Indonesia,
diperlukan analisis mendalam terhadap faktor-faktor yang memengaruhi dan
strategi-strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi tersebut
(Djoeffan, 2002).

Salah satu faktor penting yang memengaruhi tingkat partisipasi sosial


dalam upaya mengurangi korupsi adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga-lembaga pemerintah dan sistem hukum. Kepercayaan yang rendah
terhadap lembaga-lembaga ini dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam
memberikan informasi atau mengadukan kasus-kasus korupsi yang terjadi.
Masyarakat yang merasa bahwa pemerintah tidak akan bertindak adil atau efektif
dalam menangani kasus korupsi cenderung menarik diri dari proses partisipasi

8
(Kurniawan, 2009). Oleh karena itu, membangun kepercayaan masyarakat melalui
penguatan transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang adil menjadi
kunci untuk meningkatkan partisipasi sosial dalam pemberantasan korupsi.

Selain itu, faktor budaya dan sosial juga turut mempengaruhi tingkat
partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi. Budaya yang membenarkan
atau bahkan mendorong praktek-praktek korupsi dapat menjadi hambatan serius
dalam memobilisasi masyarakat untuk bertindak melawan korupsi. Norma-norma
sosial yang meresahkan, seperti menganggap suap sebagai hal yang lumrah atau
menutup-nutupi tindakan korupsi demi kepentingan kelompok atau individu
tertentu, dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi (Epakartika et al., 2019).
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang berkelanjutan untuk mengubah
norma-norma sosial dan budaya yang mendukung korupsi melalui pendidikan,
kampanye sosial, dan pembangunan kesadaran masyarakat.

Tidak hanya faktor internal, tetapi juga faktor eksternal turut berperan
dalam menentukan tingkat partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi.
Kebijakan dan regulasi yang tidak mendukung transparansi dan akuntabilitas
dapat menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi partisipasi masyarakat.
Kurangnya perlindungan bagi para penggiat anti-korupsi juga dapat menghambat
partisipasi sosial, karena masyarakat menjadi takut untuk berbicara atau bertindak
melawan korupsi karena risiko yang dihadapi. Oleh karena itu, diperlukan
reformasi kebijakan yang menyeluruh untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat,


terdapat peluang besar untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk
meningkatkan partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi. Platform digital
dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi antara
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam memerangi korupsi. Dengan
adanya teknologi, masyarakat dapat lebih mudah untuk melaporkan kasus-kasus
korupsi atau memberikan masukan terkait upaya pemberantasan korupsi (Ferico et
al., 2020). Namun, penting untuk memastikan bahwa teknologi tersebut diakses
secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada di

9
daerah terpencil atau rentan, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam partisipasi
sosial.

Di Indonesia, partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi telah


menunjukkan perkembangan yang positif, namun masih banyak tantangan yang
perlu diatasi. Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
sosial, serta potensi yang dimiliki teknologi informasi dan komunikasi, kita dapat
mengembangkan strategi yang lebih efektif dalam memobilisasi masyarakat untuk
berperan aktif dalam memerangi korupsi. Diperlukan upaya yang terkoordinasi
dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil,
sektor swasta, dan individu, untuk menciptakan lingkungan yang lebih transparan,
akuntabel, dan berintegritas.

2.5 Strategi Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Memerangi Korupsi

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memerangi korupsi di


Indonesia memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, yang
memperhatikan konteks sosial, politik, dan budaya yang khas. Dalam konteks ini,
strategi-strategi yang dapat digunakan harus mampu mengatasi berbagai hambatan
dan tantangan yang ada, sambil memperkuat nilai-nilai integritas, transparansi,
dan akuntabilitas di seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu strategi yang efektif adalah penguatan peran masyarakat sipil
dalam pengawasan dan pengawalan terhadap kegiatan pemerintah. Masyarakat
sipil memiliki potensi besar sebagai agen perubahan dalam memerangi korupsi,
karena mereka dapat berperan sebagai pengawas independen yang memonitor
kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Penguatan kapasitas organisasi-
organisasi masyarakat sipil, termasuk LSM, lembaga anti-korupsi, dan kelompok
advokasi, menjadi kunci dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
memerangi korupsi (Cahyani & Al-Fatih, 2020). Diperlukan pelatihan, pendanaan,
dan dukungan teknis untuk memperkuat kemampuan masyarakat sipil dalam
melakukan pemantauan, advokasi, dan pelaporan kasus-kasus korupsi.

10
Selain itu, promosi akses informasi dan transparansi publik juga menjadi
strategi penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan
korupsi. Masyarakat perlu diberikan akses yang lebih luas terhadap informasi
tentang pengelolaan keuangan publik, kebijakan pemerintah, dan proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mudah
memantau dan mengawasi kinerja pemerintah, serta melaporkan kasus-kasus
korupsi yang terjadi. Pemerintah perlu mendorong keterbukaan dan akuntabilitas
melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung transparansi dan memberikan akses
yang lebih besar kepada masyarakat terhadap informasi publik. Selain penguatan
peran masyarakat sipil dan promosi akses informasi, pembangunan kesadaran dan
pendidikan publik juga menjadi strategi penting dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam memerangi korupsi (Putra, 2020). Pendidikan anti-korupsi dapat
diperkenalkan sejak dini di sekolah-sekolah, dengan memasukkan materi tentang
integritas, etika, dan anti-korupsi ke dalam kurikulum pendidikan. Selain itu,
kampanye-kampanye publik yang menyasar berbagai lapisan masyarakat, baik
melalui media massa maupun kegiatan-kegiatan komunitas, dapat membantu
meningkatkan kesadaran akan bahaya dan dampak negatif korupsi. Semakin
tinggi tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya memerangi korupsi,
semakin besar pula partisipasi mereka dalam upaya tersebut.

Tidak kalah pentingnya, penguatan kerjasama antara pemerintah, sektor


swasta, dan masyarakat sipil juga menjadi strategi yang efektif dalam memerangi
korupsi. Kolaborasi lintas-sektoral ini dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat
dalam melawan korupsi, dengan memanfaatkan kekuatan dan sumber daya yang
dimiliki oleh masing-masing pihak. Pemerintah perlu membuka ruang bagi
partisipasi aktif sektor swasta dan masyarakat sipil dalam proses pengambilan
keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan kebijakan anti-korupsi. Dengan
demikian, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah semata, tetapi merupakan tanggung jawab bersama bagi semua pihak
yang terlibat.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kesimpulan, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam


memerangi korupsi di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan
terintegrasi, yang memperhatikan berbagai faktor sosial, politik, dan budaya yang
memengaruhi pola perilaku dan persepsi masyarakat. Strategi-strategi seperti
penguatan peran masyarakat sipil, promosi akses informasi dan transparansi
publik, pembangunan kesadaran dan pendidikan publik, serta penguatan
kerjasama lintas-sektoral antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil
telah diidentifikasi sebagai langkah-langkah yang efektif dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan
menggabungkan berbagai strategi ini, diharapkan masyarakat Indonesia dapat
lebih aktif dan efektif dalam melawan korupsi, sehingga tercipta lingkungan yang
lebih bersih, transparan, dan berintegritas. Oleh karena itu, perlu adanya
komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, masyarakat
sipil, sektor swasta, dan individu, untuk menciptakan perubahan yang signifikan
dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berdaya.

3.2 Saran

Sebagai saran, penting bagi pemerintah untuk terus memperkuat kerangka


regulasi anti-korupsi dan meningkatkan penegakan hukum yang adil dan tegas
terhadap pelaku korupsi. Selain itu, mendorong partisipasi masyarakat melalui
pendidikan, kesadaran, dan pelibatan aktif dalam proses pengawasan pemerintah
akan menjadi langkah kunci dalam memerangi korupsi. Diperlukan juga upaya
bersama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga
internasional untuk menciptakan lingkungan yang mendukung integritas,
transparansi, dan akuntabilitas dalam semua lapisan masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Andriyansyah, M. F. (2021). Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan strategi


nasional pencegahan korupsi (Stranas PK). Yurispruden: Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Islam Malang, 4(2), 128–143.

Bunga, M., Maroa, M. D., Arief, A., & Djanggih, H. (2019). Urgensi peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi. Law Reform, 15(1), 85–97.

Cahyani, T. D., & Al-Fatih, S. (2020). Peran Muhammadiyah dalam pencegahan


dan pemberantasan tindak pidana korupsi di kota batu. Justitia Jurnal
Hukum, 4(2). https://journal.um-surabaya.ac.id/Justitia/article/view/5399

Djoeffan, S. H. (2002). Strategi Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan


Pembangunan di Indonesia. Mimbar: Jurnal Sosial Dan Pembangunan,
18(1), 54–77.

Epakartika, E., Murnawan, R. N., & Budiono, A. (2019). Peran masyarakat sipil
dalam pemberantasan korupsi: Pembelajaran dari gerakan nasional
penyelamatan sumber daya alam (GNPSDA). Integritas: Jurnal
Antikorupsi, 5(2–2), 93–106.

Ferico, S., Aryanti, E. P., & Salsabila, M. H. (2020). Peran Masyarakat dalam
Pemberantasan Korupsi. Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora Dan Politik, 1(1),
1–15.

Herawati, Y. (2014). Konsep Keadilan Sosial Dalam Bingkai Sila Kelima


Pancasila (The Concept Of Social Justice Within The Fifth Principle
Framework Of Pancasila). Paradigma: Jurnal Masalah Sosial, Politik,
Dan Kebijakan, 18(1).
http://103.236.192.98/index.php/paradigma/article/view/2405

Kurniawan, T. (2009). Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat


dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan. BISNIS & BIROKRASI:
Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi, 16(2), 8.

Laksana, N. S. (2013). Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat desa dalam program


desa siaga di Desa Bandung, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Dan Manajemen
Publik, 1(1), 56–66.

Martiningsih, D. (2017). Peran Masyarakat Madani Mewujudkan Clean


Government (Pemerintahan Yang Bebas Korupsi Kolusi Dan Nepotisme).
Pusaka, 5(2), 201–218.

Muchsin, S. (2019). Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Lex Et Societatis, 6(9).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/22761

13
Putra, A. (2020). Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi.
Jurnal Legislasi Indonesia, 17(1), 1–10.

Santoso, G., Karim, A. A., & Maftuh, B. (2023). Kajian Dinamika Demokrasi di
Indonesia untuk Menjadi Tokoh Pahlawan Daerah dan Nasional RI Abad
21. Jurnal Pendidikan Transformatif, 2(1), 224–240.

Umar, H. (2011). Peran akuntan dalam pemberantasan korupsi. Sosiohumaniora,


13(1), 108.

14

Anda mungkin juga menyukai