Revisi Kel Pina
Revisi Kel Pina
KORUPSI DI INDONESIA
DISUSUN OLEH
XI MIPA 5
ANGGOTA KELOMPOK 6
KHAIRUNISA AZZAHRA
SMAN 2 BANJARBARU
Puji syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan rahmat-Nya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terwujud. Korupsi merupakan tantangan
serius yang mengancam keadilan, kemakmuran, dan stabilitas suatu negara,
termasuk Indonesia. Dalam menghadapi kompleksitas fenomena korupsi,
partisipasi masyarakat menjadi kunci utama dalam upaya pemberantasan.
1. Ibu Dra. Puji Rahyuningrum sebagai guru pembimbing bahasa indonesia kami
2. Serta kepada semua teman dan pihak yang telah memberikan dukungan
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karenanya, saran dan kritik yang bersifat
membangun akan kami terima dengan senang hati. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 2
1.4 Metode dan Teknik Penelitian................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 4
2.1 Pengertian Korupsi dan Faktor Munculnya Korupsi............................... 4
2.2 Macam-Macam Kasus Korupsi............................................................... 5
2.3 Dampak Korupsi...................................................................................... 7
2.4 Partisipasi Sosial Dalam Upaya Mengurangi Korupsi di Indonesia....... 8
2.5 Strategi Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Memerangi Korupsi...... 10
BAB III PENUTUP......................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 12
3.2 Saran........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
lingkungan yang mendukung partisipasi sosial yang lebih besar dalam memerangi
korupsi (Herawati, 2014).
2
2. Untuk menjelaskan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam memerangi korupsi, dengan memperhatikan
konteks sosial, politik, dan budaya di Indonesia?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Korupsi bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari suap, nepotisme,
kolusi, pencucian uang, hingga pemalsuan dokumen. Salah satu bentuk korupsi
yang paling umum adalah suap, di mana seseorang memberikan uang atau
imbalan lainnya kepada pejabat publik atau pihak swasta yang memiliki
kewenangan untuk mempengaruhi keputusan atau layanan publik tertentu.
Korupsi juga bisa terjadi melalui pemalsuan dokumen, di mana informasi palsu
atau tidak akurat digunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
menghindari kewajiban hukum (Muchsin, 2019). Korupsi tidak hanya merugikan
secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan politik. Secara ekonomi, korupsi
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi efisiensi alokasi
sumber daya, meningkatkan biaya transaksi, dan menghalangi investasi asing.
Dampak sosial korupsi dapat menciptakan ketidaksetaraan, meningkatkan
kemiskinan, dan mengurangi akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan (Epakartika et al., 2019). Di sisi politik, korupsi dapat
merusak legitimasi pemerintah, mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
proses demokratis, dan memicu ketegangan sosial.
4
keuangan publik. Ketidakmampuan untuk memantau dan memeriksa penggunaan
dana publik dapat menciptakan peluang bagi perilaku korup. Selain itu, kurangnya
pengawasan dan penegakan hukum yang efektif juga dapat memperkuat budaya
korup di dalam lembaga-lembaga pemerintah dan bisnis.
Kasus korupsi dapat muncul dalam berbagai bentuk dan skala, mulai dari
korupsi yang terjadi di level pemerintahan tinggi hingga korupsi yang terjadi di
tingkat lokal atau individu (Andriyansyah, 2021). Di bawah ini adalah beberapa
contoh dari macam-macam kasus korupsi yang sering terjadi:
1. Suap: Salah satu bentuk korupsi paling umum adalah suap, di mana seseorang
memberikan uang atau imbalan lainnya kepada pejabat publik atau pihak swasta
yang memiliki kewenangan untuk mempengaruhi keputusan atau layanan publik
tertentu. Contohnya adalah suap untuk mendapatkan kontrak proyek pemerintah,
izin usaha, atau keputusan yang menguntungkan secara bisnis.
5
atau merit. Kasus nepotisme sering kali terjadi dalam proses pengangkatan pejabat
pemerintah atau pengisian posisi penting dalam perusahaan.
3. Kolusi: Kolusi terjadi ketika dua pihak atau lebih yang seharusnya bersaing
bekerja sama untuk keuntungan bersama, sering kali dengan merugikan pihak
ketiga. Contohnya adalah ketika pejabat pemerintah dan kontraktor bekerja sama
untuk menetapkan harga proyek secara tidak sah, atau ketika perusahaan-
perusahaan bersaing membagi pasar secara ilegal.
7. Penggelapan Dana Publik: Penggelapan dana publik terjadi ketika dana yang
seharusnya digunakan untuk kepentingan publik atau pembangunan malah
disalahgunakan atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Kasus ini sering kali
terjadi dalam proyek-proyek pembangunan atau pengelolaan keuangan publik.
8. Korupsi Politik: Korupsi politik terjadi ketika dana atau kekuasaan digunakan
untuk mempengaruhi proses politik, seperti pemilihan umum, pembuatan
kebijakan, atau penunjukan pejabat pemerintah. Contohnya adalah pembelian
suara, kampanye politik yang tidak sah, atau penyalahgunaan dana kampanye.
Kasus-kasus korupsi ini sering kali memiliki dampak yang merugikan bagi
masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Oleh karena itu,
6
pencegahan dan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi menjadi sangat
penting dalam upaya memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih
adil dan transparan.
Selain dampak sosial dan ekonomi, korupsi juga merusak integritas dan
moralitas suatu masyarakat. Budaya korupsi yang mengakar dapat mempengaruhi
nilai-nilai sosial dan norma-norma perilaku yang berkembang di masyarakat.
Korupsi menjadi sesuatu yang dianggap wajar atau bahkan dianjurkan dalam
upaya mencapai tujuan tertentu. Hal ini menciptakan lingkungan di mana
integritas dan kejujuran dianggap remeh, sementara keserakahan dan kepentingan
7
pribadi menjadi dorongan utama (Umar, 2011). Dampak jangka panjang dari
budaya korupsi ini adalah hilangnya kepercayaan dan rasa solidaritas antaranggota
masyarakat, menciptakan sebuah masyarakat yang individualistik dan tidak peduli
terhadap kepentingan bersama.
8
(Kurniawan, 2009). Oleh karena itu, membangun kepercayaan masyarakat melalui
penguatan transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang adil menjadi
kunci untuk meningkatkan partisipasi sosial dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, faktor budaya dan sosial juga turut mempengaruhi tingkat
partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi. Budaya yang membenarkan
atau bahkan mendorong praktek-praktek korupsi dapat menjadi hambatan serius
dalam memobilisasi masyarakat untuk bertindak melawan korupsi. Norma-norma
sosial yang meresahkan, seperti menganggap suap sebagai hal yang lumrah atau
menutup-nutupi tindakan korupsi demi kepentingan kelompok atau individu
tertentu, dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi (Epakartika et al., 2019).
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang berkelanjutan untuk mengubah
norma-norma sosial dan budaya yang mendukung korupsi melalui pendidikan,
kampanye sosial, dan pembangunan kesadaran masyarakat.
Tidak hanya faktor internal, tetapi juga faktor eksternal turut berperan
dalam menentukan tingkat partisipasi sosial dalam upaya mengurangi korupsi.
Kebijakan dan regulasi yang tidak mendukung transparansi dan akuntabilitas
dapat menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi partisipasi masyarakat.
Kurangnya perlindungan bagi para penggiat anti-korupsi juga dapat menghambat
partisipasi sosial, karena masyarakat menjadi takut untuk berbicara atau bertindak
melawan korupsi karena risiko yang dihadapi. Oleh karena itu, diperlukan
reformasi kebijakan yang menyeluruh untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
9
daerah terpencil atau rentan, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam partisipasi
sosial.
Salah satu strategi yang efektif adalah penguatan peran masyarakat sipil
dalam pengawasan dan pengawalan terhadap kegiatan pemerintah. Masyarakat
sipil memiliki potensi besar sebagai agen perubahan dalam memerangi korupsi,
karena mereka dapat berperan sebagai pengawas independen yang memonitor
kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Penguatan kapasitas organisasi-
organisasi masyarakat sipil, termasuk LSM, lembaga anti-korupsi, dan kelompok
advokasi, menjadi kunci dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
memerangi korupsi (Cahyani & Al-Fatih, 2020). Diperlukan pelatihan, pendanaan,
dan dukungan teknis untuk memperkuat kemampuan masyarakat sipil dalam
melakukan pemantauan, advokasi, dan pelaporan kasus-kasus korupsi.
10
Selain itu, promosi akses informasi dan transparansi publik juga menjadi
strategi penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan
korupsi. Masyarakat perlu diberikan akses yang lebih luas terhadap informasi
tentang pengelolaan keuangan publik, kebijakan pemerintah, dan proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mudah
memantau dan mengawasi kinerja pemerintah, serta melaporkan kasus-kasus
korupsi yang terjadi. Pemerintah perlu mendorong keterbukaan dan akuntabilitas
melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung transparansi dan memberikan akses
yang lebih besar kepada masyarakat terhadap informasi publik. Selain penguatan
peran masyarakat sipil dan promosi akses informasi, pembangunan kesadaran dan
pendidikan publik juga menjadi strategi penting dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam memerangi korupsi (Putra, 2020). Pendidikan anti-korupsi dapat
diperkenalkan sejak dini di sekolah-sekolah, dengan memasukkan materi tentang
integritas, etika, dan anti-korupsi ke dalam kurikulum pendidikan. Selain itu,
kampanye-kampanye publik yang menyasar berbagai lapisan masyarakat, baik
melalui media massa maupun kegiatan-kegiatan komunitas, dapat membantu
meningkatkan kesadaran akan bahaya dan dampak negatif korupsi. Semakin
tinggi tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya memerangi korupsi,
semakin besar pula partisipasi mereka dalam upaya tersebut.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Bunga, M., Maroa, M. D., Arief, A., & Djanggih, H. (2019). Urgensi peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi. Law Reform, 15(1), 85–97.
Epakartika, E., Murnawan, R. N., & Budiono, A. (2019). Peran masyarakat sipil
dalam pemberantasan korupsi: Pembelajaran dari gerakan nasional
penyelamatan sumber daya alam (GNPSDA). Integritas: Jurnal
Antikorupsi, 5(2–2), 93–106.
Ferico, S., Aryanti, E. P., & Salsabila, M. H. (2020). Peran Masyarakat dalam
Pemberantasan Korupsi. Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora Dan Politik, 1(1),
1–15.
13
Putra, A. (2020). Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi.
Jurnal Legislasi Indonesia, 17(1), 1–10.
Santoso, G., Karim, A. A., & Maftuh, B. (2023). Kajian Dinamika Demokrasi di
Indonesia untuk Menjadi Tokoh Pahlawan Daerah dan Nasional RI Abad
21. Jurnal Pendidikan Transformatif, 2(1), 224–240.
14