Bab Iii
Bab Iii
Pidana
peradilan pidana secara terpadu (Integrated Criminal Justice System) yang dianut
mencari dan menemukan kebenaran pemberian putusan oleh Hakim serta pelaksanaan
persidangan di Pengadilan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana yang
penegakkan hukum apabila eksekusi terhadap putusan hakim yang telah berkekuatan
tetap tersebut dilaksanakan oleh Jaksa dengan benar sesuai ketentuan perundang-
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau disebut
disingkat KUHAP) diatur dalam Bab XIX dari Pasal 270 sampai dengan Pasal 276.
39
tetap menurut Pasal 270 KUHAP diserahkan kepada Jaksa, sedangkan pelaksanaan
yang bertugas sebagai Penuntut Umum dalam sidang perkara pidana yang
bersangkutan.34
memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). Suatu putusan
kembali permohonannya.
penangguhan eksekusi.35
34
Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid II, (Semarang : UNDIP, 2008), hlm. 128,
35
Bambang Dwi Baskoro, Bunga Rampai Penegakan Hukum Pidana, (Semarang : UNDIP),
hlm. 115.
40
pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap adalah Jaksa, sebagaimana
dinyatakan dalam ketentuan Pasal 270 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut :
undang. Dalam pasal 1 butir 6 buruf a, ditetapkan antara lain, jaksa adalah pejabat
yang telah memperoleh kekutan hukum yang tetap. Dengan diperolehnya putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka berakhirlah fungsi penuntutan
- Pidana mati
- Pidana denda
36
Hamrat Hamid dan Harum Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penuntutan dan Eksekusi (Dalam Bentuk Tanya Jawab), (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hlm. 312.
37
Yugo Susandi, et al, “Wewenang Jaksa Sebagai Pelaksana Putusan Eksekutorial Putusan
Pengadilan Yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap”, Vol. 4, September 2020, hlm. 254.
41
undangan khusus, antara lain berupa uang pengganti yang diatur dalam
Kejaksaan RI.
38
Ibid.
42
g. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor B-235/ E/3/1994
tanggal 8 Maret 1996 perihal tugas dan tanggung jawab Jaksa selaku
Pidana Umum.
Pidana.
b. Pasal 194 KUHAP dan pasal 273 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP.
b. Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang RI Nomor
Uang Pengganti.
Pengganti.
(vrijspraak)
39
Ibid, hlm. 257.
46
c. Putusan pengadilan yang berupa lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag
Putusan pengadilan berupa lepas dari segala tuntutan adalah putusan yang
ditentukan dalam pasal 191 ayat (2) KUHAP atau terdakwa tidak dapat
pembenar.
Secara teori dan praktik suatu putusan pengadilan dapat dieksekusi apabila
telah menerima putusan atau jika upaya hukum tidak digunakan oleh pihak
yang berhak sehingga masa tenggang waktu untuk mengajukan upaya hukum
47
terlewati atau upaya hukum telah diajukan oleh pihak berhak tetapi kemudian
upaya hukum yang telah diajukan kemudian dicabut atau putusan Mahkamah
putusan kepada Jaksa paling lambat 1 minggu untuk perkara APB dan paling
lambat 14 hari untuk perkara APS. Dalam hal putusan Mahkamah Agung
tetap, karena terdakwa dan ataupun Jaksa Penuntut Umum tidak menerima
Sebagai institusi terakhir dalam penegakan hukum, tidak lain adalah jajaran
Menurut pasal 24 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan peradilan yang
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara dan oleh
Konstitusi tersebut, yang menjadi titik sentral dalam artian selalu menarik perhatian
warga masyarakat luas, baik pihak pencari keadilan maupun para pakar, dan pecinta
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara pidana dan perdata masih sering
diwarnai berbagai kendala, serta diragukan, ada yang bertentangan dengan keadilan
dan supremasi hukum. Khusus dalam pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara
pidana, diatur dalam pasal 270 s/d 276 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. Secara hukum, pelaksana putusan tersebut dilakukan oleh
penegak hukum, yakni jaksa yang berada di bawah naungan lembaga Kejaksaan
Republik Indonesia.
Jaksa itu sendiri merupakan pejabat fungsional yang diberi kewenangan oleh
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
hanya menguasai disiplin hukum pidana, tetapi juga disiplin hukum perdata dan tata
usaha negara. Jaksa tidak hanya dituntut menguasai hukum positif yang bersifat
umum (lex generalis) tetapi juga yang bersifat khusus (lex specialis).41
hakim, serta pidana tambahan lainnya yang diatur dalam ketentuan perundang-
undangan khusus, antara lain berupa uang pengganti yang diatur dalam Undang-
40
Marwan Effendy, Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif
Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 127,
41
Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum, (Jakarta :
Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 39.
50
penegakan hukum. Baik dalam tindakan preventif sampai dengan repretif sesuai
didorong oleh perkembangan perkara korupsi di Indonesia yang semakin meluas dan
dan yudikatif). Inilah yang menjadi salah satu pertimbangan dan menjadi dasar
selanjutnya disebut undang-undang KPK. KPK itu sendiri adalah lembaga negara
yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap
membuktikan bahwa korupsi bukan sekedar tindak pidana yang biasa. Modus dan
kekuasaan (politis oligarkis) dan juga para pengusaha. KPK harus menjadi landasan
yang kuat secara subtantif maupun implementatif sehingga merupakan salah satu
institusi yang mampu mengemban misi penegak hukum. Dalam mengemban misi
tersebut, KPK mendapat tugas dan wewenang yang cukup luas dengan menganut
dan proposionalitas.
kepada Deputi Penindakan sebagaimana ditentukan pada Pasal 12 ayat (3) huruf d.
ditentukan pada Pasal 15 ayat (2) Peraturan KPK No. 1 Tahun 2015. Meskipun
demikian, ketentuan ini tidak sinkron dengan kewenangan KPK yang dinyatakan
pengadilan.42
Pidana Korupsi diatur tentang hukum acara yang dalam beberapa hal berbeda dengan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini (Pasal 25). Perkara tindak
pidana korupsi diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
tingkat pertama dalam waktu paling lama 120 hari kerja terhitung sejak tanggal
batasan waktu diatur dalam Pasal 30 hingga Pasal 32. Juga dapat dilihat ketentuan
Pemberantasan Korupsi didukung dengan ketentuan yang bersifat strategis antara lain
: perluasan alat bukti yang sah serta ketentuan tentang asas pembuktian terbalik,
negara, tanpa ada hambatan prosedur karena statusnya selaku pejabat negara.
Mengenai hukum acara dalam memproses perkara tindak pidana korupsi secara lebih
42
Akbar Muhammad Taufik, “Kewenangan Eksekusi Penuntut Umum Komisi
Pemberantasan Korupsi”, vol. 1, Juli 2019, hlm. 136.
43
Ibid, hlm. 129-130.
53
Khusus mengenai alat bukti, menurut undang-undang ini, alat bukti petunjuk
mengalami perluasan, yaitu di samping yang diperoleh dari keterangan saksi, surat,
dan keterangan terdakwa, juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi
yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik
(electronic data interchange), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faksmili,
dan dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,
dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun
yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
Korupsi
perundangan yang berlaku. Secara teoritik, kewenangan yang berasal dari peraturan
44
Ibid,
54
perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan
1. Attributie : toekenning van een bestuur bevoigheid door een wetgever aan een
2. Delegatie : overdracht van een bevoigheid van het ene bestuursorgaan aan een
3. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door
tahap penegakan hukum pidana, semua tahap tersebut meliputi: tahap formulasi,
tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Tahap eksekusi yaitu tahap penegakan atau
putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk
tetap harus ditaati oleh semua pihak yang terlibat, baik aparatur penegak hukumnya
yaitu jaksa maupun terpidana. Makna eksekusi yaitu pihak yang telah divonis mau
tidak mau menerima secara sukarela dan menaatinya, sehingga putusan tersebut dapat
salinan putusan kepada kejaksaan. Apabila salinan belum diterima oleh kejaksaan,
penahanan lanjutan sesuai dengan berapa tahun pidana penjara yang dijatuhkan
pelaksaan putusan pengadilan akan berbeda dan mendapatkan perlakuan yang lebih
46
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 14
56
Saat terpidana sudah berada di tangan Kejaksaan jaksa akan membuat Berita
tindak pidana korupsi. Hal tersebut dapat dilihat dalam rumusan Pasal 6 Undang-
dan pelaksanaan putusan pengadilan terhadap tindak pidana korupsi lebih diperluas
lagi dengan tugas supervisi pada Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini didasarkan
pada tugas Komsis Pemberatansan Korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6
melaksanakan putusan pengadilan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang
dilakukan oleh pihak Kejaksaan, dengan alasan bahwa proses penanganan tindak
korupsi, hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari
lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif atau keadaan lain yang menurut
berkekuatan hukum tetap yang melekat pada institusi Kejaksaan dan Komisi
norma hukum.
dengan KPK sebagai pelaksana putusan dalam kasus tindak pidana korupsi, itu terjadi
pertentangan yang sangat jelas atau substantif, karena di dalam KUHAP (UU No. 8
Tahun 1981) ditambah juga dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang
Kejaksaan, tersurat secara jelas bahwa kewenangan jaksa adalah sebagai penuntut
prodak undang-undang, pasti akan mengacu hukum acara kepada induknya yaitu
hukum acara pidana (KUHAP). Dengan demikian, maka semua aturan tentang hukum
acaran pidana atau hukum formil, semua itu berdasarkan aturan-aturan yang ada
58
dalam KUHAP sebagai induk, kecuali diatur secara khusus dalam undang-undang
tersebut, kalau tidak diatur secara khusus atau secara spesifik, maka kembali kepada
Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut terhadap KPK itu sangat
luas dan juga bertentangan dengan KUHAP sebagai induknya, tetapi syaratnya kalau
dalam undang-undang di luar hukum formil, secara spesifik yang berbeda dengan
KUHAP, maka tetap menggunakan undang-undang yang lex specialis atau undang-
KPK juga bisa menjadi penuntut umum, dan sebagai pelaksana putusan pengadilan.
Maka dari itu, KPK disebut sebagai lembaga superbody / lembaga ekslusif. Karena
lembaga itu dibentuk bertentangan dengan KUHAP, tapi sudah dibentuk dalam suatu
prodak undang-undang, sehingga dia bersifat lex specialis (sudah berlaku khusus)
undang-undang KPK, tidak diatur secara jelas kewenangan KPK sebagai pelaksana
putusan, dengan demikian harus kembali kepada KUHAP sebagai induk. Maka
sebagai pelaksana putusan / eksekutor. Berarti jaksa berwenang disitu, namun dalam
sifatnya undang-undang, tapi sifatnya seperti aturan pelaksana, yang jika diuji
materil, maka undang-undang lebih tinggi dari pada aturan pelaksana itu (SOP).
Tahun 2002.
wewenang terdapat 3 (tiga) sumber kewenangan yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.
Korupsi untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
independen, mandiri, dan bebas dari pengaruh organ pemerintah lainnya, dan hanya
perintah dari jabatan yang lebih tinggi kepada jabatan yang lebih rendah. Surat
Pemberantasan Korupsi, karena dominus litis kewenangan tersebut berada pada Jaksa
Korupsi melainkan kewenangan dari Jaksa Agung pada Kejaksaan. Juga penyebutan
istilah Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan istilah yang salah. Hal
ini karena berdasarkan KUHAP, jaksa pada institusi kejaksaan memiliki wewenang
dimaksudkan untuk penuntut umum. Maka dari itu, praktik hukum yang selama ini
Pemberantasan Korupsi adalah suatu kesalahan praktik hukum yang fatal. Selain itu
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah surat perintah yang tidak sah dan
47
Taufik, Op. Cit., hlm. 137.
61
memang bernaung dan tunduk pada undang-undang Kejaksaan. Pasal 39 ayat (3)
Korupsi menyebutkan,
Mengacu pada pasal tersebut, lebih jelas lagi bahwa pegawai Komisi
Pemberantasan Korupsi yang asalnya dari Polri maupun Kejaksaan hanya terikat pada
Kejaksaan melekat padanya. Oleh sebab itulah sudah seharusnya dilakukan perbaikan
48
Ibid.