OLEH :
WIDYA DWI
E1A016264
KELAS C
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
diatur di Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana pasal 277 ayat (1) dan (2) menyatakan:
(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk
membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap
putusan pengadilan yang menjatuhakan pidana perampasan kemerdekaan.
(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim
pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling
lama 2 (dua) tahun.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Abdullah Sani, Hakim dan Keadilan Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 62.
3
Bambang, P. Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum
Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993. hlm. 90
3
(1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh
jaksa;
(2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan tersebut ayat (1) oleh
ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang.
4
Moh. Koesnoe, Kedudukan dan Fungsi Kekuasaan Kehakiman Menurut UUD 1945, Varia
Peradilan tahun XI, No. 129 Juni 1996, hlm. 100
5
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Garuda Metropolitan
Press, Jakarta, 1998, hlm. 32
6
Suryono Sutarto, Sari Hukum Acara Pidana, Yayasan Cendikia Purna Dharma, Semarang,
1990. hlm. 10
7
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 319.
4
pemasyarakatan, terpidana, dan kepada pengadilan yang memutus
perkara tersebut pada tingkat pertama (Pasal 278 KUHAP).
b. Panitera mencatat pelaksanaan tersebut dalam register pengawasan dan
pengamatan. register tersebut wajib dibuat, ditutup dan ditandatangani
oleh panitera setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangi juga
oleh hakim pengawas dan pengamat (Pasal 279 KUHAP).
c. Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna
memperoleh kepastian bahawa putusan pengadilan dilaksanakan
semestinya. Hakim tersebut mengadakan penelitian demi ketetapan
yang bermanfaat bagi pemidanaan , serta pengaruh timbale balik antara
perilaku narapida dan pembinaan narapidana oleh lembaga
pemasyarakatan. Pengamatan tetap dilaksanakan setelah narapidana
selesai menjalani pidananya. Pengawasan dan pengamatan berlaku bagi
pemidanaan bersyarat (Pasal 280 KUHAP).
d. Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepala lembaga
pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau
sewaktuwaktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam
pengamatan hakim tersebut (Pasal 281 KUHAP).
e. Hakim dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan
tentang cara pembinaan narapidana tertentu. Hasil pengawasan dan
pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada
ketua pengadilan secara berkala (Pasal 282 dan 283 KUHAP).
5
b. Mengadakan checking on the spot paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali
ke lembaga pemasyarakatan untuk memeriksa kebenaran berita acara
pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani oleh Jaksa,
Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan terpidana.
c. Mengadakan observasi terhadap keadaan, suasana dan kegiatan yang
berlangsung di dalam lingkungan tembok-tembok lembaga,
khususnya untuk menilai apakah kedaaan lembaga pemasyarakatan
tersebut sudah memenuhipengertian bahwa pemidanaan tidak
dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan
merendahkan martabat manusia, serta mengamati dengan mata
kepala sendiri perilaku narapidana yang dijatuhkan kepadanya.
d. Mengadakan wawancara dengan para petugas pemasyarakatan
(terutama para wali pembina narapidananarapidana yang
bersangkutan) mengenai perilaku serta hasil-hasil pembinaan
narapidana, baik kemajuan-kemajuan yang diperoleh maupun
kemundurankemunduran yang terjadi.
e. Mengadakan wawancara langsung dengan para narapidana mengenai
hal ihwal perlakuan terhadap dirinya, hubungan- hubungan
kemanusiaan antara sesame mereka sendiri maupun dengan para
petugas lembaga pemasyarakatan.
f. Menghubungi Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan Ketua Dewan
Pembina Pemasyarakatan (DPP), dan juga dipandang perlu juga
menghubungi koordinator pemasyarakatan pada kantor wilayah
Departemen Kehakiman dalam rangka saling tukar menukar saran
pendapat dalam pemecahan suatu masalah.
2) Metode Yang Dilakukan Dalam Melakukan Pengawasan.
Metode yang digunakan dalam melakukan pengawasan dan pengamatan
adalah metode edukatif persuasif yang ditunjang oleh asas kekeluargaan
3) Mekanisme Kerja Hakim Pengawas dan Pengamat.
Mekanisme kerja hakim pengawas dan pengamat harus memenuhi tata
cara yang praktis dan pragmatis. Ia harus mengumpulkan fakta nyata
6
berdasarkan keadaan yang sebenarnya, jauh dari pencampuran opini
subyektif. Hal ini perlu untuk mencegah timbulnya kesimpulan yang
menyesatkan.
4) Ruang Lingkup Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat.
Pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat hanya ditujukan pada
narapidana (tidak termasuk yang berasal dari putusan pengadilan
militer) yang menjalani pidananya di lembaga pemasyarakatan yang
terdapat dalam daerah hukum pengadilan negeri dimana hakim
pengawas dan pengamat yang bersangkutan bertugas.
8
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju,
Bandung, 2001, hlm. 374
7
dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan namun
dalam pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan narapidana masih diwarnai
oleh konsep lama yaitu “konsep kepenjaraan” dimana security approach lebih
dominan dan didukung oleh pendekatan klasifikasi menurut lamanya pidana yang
harus dijalani. Dengan pendekatan yang demikian, narapidana tentu diperlakukan
secara kelompok atau masal, padahal pendekatan yang harus dilakukan oleh
Hakim Pengawas dan Pengamat adalah pendekatan secara individu atau personal
namun sayangnya hal ini belum diatur pula dalam RUU Pemsyarakatan, sehingga
pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dan Pengamat tidak optimal.
Selain itu pelaksanaan ketentuan Pasal 280 ayat (3) KUHAP yang
menyatakan “bahwa pengamatan tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai
menjalani pidananya” ini sendiri kurang berjalan efektif. Kendala dalam
pelaksanaan Pasal 280 ayat (3) KUHAP adalah setelah narapidana selesai
menjalani pidananya atau keluar dari Lembaga Pemasyarakatan narapidana
tersebut kadang kala pergi kembali ke kota asalnya atau meninggalkan wilayah
Lembaga Pemasyarakan yang sebelumnya ia tempati. Hal ini menjadi kendala
dalam pelaksaan Hakim Pengawas dan Pengamat, sehingga dalam RUU
Pemasyarakatan perlu diatur mengenai kejelasan setelah narapidana keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan agar didapat pengawasan apakah narapidana setelah
selesai menjali hukuman diterima oleh masyarakat kembali atau tidak,
sebagaimana tujuan dari pemasyarakatan itu sendiri.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
9
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Hamzah, A. (2008). Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, Y. (1998). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Jakarta: Garuda Metropolitan Press.
Poernomo, B. (1982). Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana dan Beberapa
Harapan Dalam Pelaksanaan KUHAP. Yogyakarta: Liberty.
Poernomo, B. (1993). Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan
Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty.
Salam, M. F. (2001). Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung:
Mandar Maju.
Sani, A. (1975). Hakim dan Keadilan Hukum. Jakarta: Bulan Bintang.
Sutarto, S. (1990). Sari Hukum Acara Pidana. Semarang: Yayasan Cendikia
Purna Dharma.
Jurnal :
Koesnoe, M. (1996). Kedudukan dan Fungsi Kekuasaan Kehakiman Menurut
UUD 1945. Varia Peradilan tahun XI, No. 129, 100.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat
10