Anda di halaman 1dari 7

Tugas Mata Kuliah Penelitian Tindak Kelas (PTK)

Nama: Liana Lestari


Npm: 2020101030
Email: liana.lestari@sekha.kemenag.go.id

1. Judul: Peningkatan Kemampuan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Sampaka Kec. Bualemo Kab. Banggai Melalui Metode Diskusi Kelompok
Permasalahaanya: Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar
siswa kelas V SD Negeri Sampaka dapat meningkat melalui pengunaan metode
diskusi kelompok. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar
siswa kelas V SD Negeri Sampaka kec. Bualemo, Kabupaten Banggai. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang
dilaksanakan di SD Negeri Sampaka tahun pelajaran 2013/2014 pada siswa Kelas V
yang berjumlah 20 orang siswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah
penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilaksanakan selama dua kali tindakan
(siklus). Setiap tindakan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Teknik pengumpulan data melalui tes hasil belajar. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan hasil belajar melalui pengunaan metode diskusi kelompok
kelas V SD Negeri Sampaka. Peningkatan dalam penelitian ini cukup berarti yakni
dari rata-rata hasil belajar siklus I sebesar 71,25% naik menjadi 80,42% pada siklus II
atau naik sebesar 9,17%. Peningkatan juga terjadi pada ketuntasan hasil belajar secara
klasikal yaitu, dari 60% pada siklus I meningkat menjadi 85% pada siklus II atau
mengalami peningkatan sebesar 25%. Artinya bahwa hasil yang diperoleh tersebut
telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebagaimana yang
telah ditetapkan pada indikator penelitian ini yaitu sebesar 80% dan ketuntasan hasil
belajar individu sebesar 65. Berdasarkan pengamatan peneliti dalam proses
pembelajaran di kelas V SD Negeri Sampaka menunjukkan bahwa berbicara dalam
diskusi kelompok merupakan keterampilan berbahasa yang dianggap sulit. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor kesiapan siswa dalam mengikuti materi. Hal ini dibuktikan
dengan nilai mata pelajaran bahasa Indonesia yang masih kurang khususnya
keterampilan berbicara. Nilai rata–rata siswa kelas V SD Negeri Sampaka dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dalam diskusi
kelompok rata-rata 60. Nilai tersebut tidak mencapai KKM (Kriteria ketuntasan
minimal) untuk mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya berbicara adalah 65.
Dalam pendidikan formal peranan guru sangat penting, sebab berhasil tidaknya
kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mentransfer
pengetahuan yang diharapkan dapat dipahami siswa. Olehnya itu salah satu faktor
yang dapat membantu guru dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa, yakni
menggunakan metode dan media pengajaran yang relevan sebagai alat bantu dalam
kegiatan belajar mengajar. Metode diskusi lebih berperan dalam pengajaran yang
dikolaborasikan dengan metode lain yang relevan dan digunakan dalam proses
pembelajaran.
Metode: Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan (action research)
yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK), secara bersiklus terdiri dari
Perencanaan, Tindakan, observasi dan Refleksi. Penelitian ini diarahkan untuk
memecahkan masalah atau perbaikan yang berhubungan dengan masalah-masalah
dikelas. Penelitian ini difokuskan kepada perbaikan proses maupun peningkatan hasil
kegiatan. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yang mengacu pada model kemmis
dan Mc Taggar (Depdiknas, 2005 : 6) yaitu rencana, tindakan, observasi dan refleksi.
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan mulai bulan Maret - April 2014.
2. Judul: Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Rantai Makanan
Dengan Menggunakan Metode Picture And Picture Di Kelas Iv Sdn I Labuan Lobo
Kabupaten Tolitoli
Permasalahannya: Masalah utama dalam penelitian adalah rendahnya hasil belajar
siswa kelas IV SDN 1 Labuan Lobo pada mata pelajaran IPA khusussnya Pokok
bahasan Rantai Makanan. Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan belajar
siswa rendah adalah metode mengajar yang selama ini digunakan cenderung membuat
siswa pasif dan berpusat pada guru (teacher oriented). Untuk meningkatkan hasil
belajar siswa, maka peneliti menerapkan metode pictur and picture dalam
mengajarkan pokok bahasan rantai makanan dikelas IV SDN 1 Labuan Lobo.
Penelitian ini dilaksanakan II siklus dengan jumlah siswa 20 orang. Setiap siklus
terdiri dari IV tahap yaitu : Perencanaan, Pelaksanaan Tindakan, Pengamatan, dan
refleksi. Dari hasil tindakan siklus 1 diperoleh ketuntasan belajar klasikal sebesar 20%
dengan rata – rata nilai siswa 60. Hasil tindakan siklus II diperoleh ketuntasan belajar
klasikal 100% dengan nilai rata – rata 85. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penerapan metode Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
IV SDN 1 Labuan Lobo.
Metode: Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif menghasilkan data secara tertulis maupun lisan dari
aktifitas atau perilaku subjek yang diamati pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Rancangan penelitian ini mengacu pada model penelitian yang
dikemukakan oleh Kemmis dan Mc.Taggart bahwa penelitian tindakan kelas
mengikuti proses siklus atau daur ulang ( Action research ) mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Jenis penelitian yang digunakan adalah
Penelitian Tindakan kelas ( PTK ) artinya, peneliti melakukan proses penelitian secara
langsung dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, hingga tahap akhir
yakni penyusunan laporan akhir penelitian.
3. Judul: Peningkatan Keaktifan Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Make A Match Pada Peserta Didik Kelas Vb Sd Muhammadiyah Condongcatur
Permasalahnya: Proses pembelajaran yang bermakna dapat diciptakan dengan
memilih model pembelajaran yang tepat. Pemilihan model yang tepat merupakan
salah satu faktor berhasilnya pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga guru perlu
memperhatikan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik dan
kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013 yang
di dalamnya terdapat beberapa muatan pelajaran. Salah satu muatan pelajaran yang
terintegrasi dalam pembelajaran tematik integratif yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial atau
yang biasa disingkat menjadi IPS. Dalam hal ini, Hidayati (2002: 19-20) menyatakan
bahwa salah satu ciri khusus IPS adalah menekankan pada model pengajaran yang
melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan
pendapat tersebut, jelaslah bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar hendaknya
mampu membuat peserta didik terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.
Keterlibatan peserta didik akan meningkatkan kemampuan berpikir serta pemahaman
konsep dari materi yang telah dipelajari. Pembelajaran IPS seharusnya tidak hanya
menekankan pada kemampuan kognitif saja, namun juga afektif dan psikomotorik.
Pembelajaran saat ini telah mengacu pada Kurikulum 2013 yang berarti proses
pembelajaran seharusnya berpusat pada peserta didik, namun berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24 Oktober 2018 di kelas VB SD
Muhammadiyah Condongcatur menunjukkan bahwa pembelajaran cenderung masih
berpusat pada guru. Guru masih dominan dalam menggunakan metode ceramah
dalam pembelajaran. Guru menggunakan metode ceramah dari awal hingga akhir
proses pembelajaran, sehingga peserta didik hanya duduk dan mendengarkan
penjelasan guru. Sehingga peserta didik nampak jenuh ketika pembelajaran
berlangsung. Tidak dapat dipungkiri, bahwa penggunaan metode ceramah memang
baik dilakukan untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Akan tetapi, jika
guru menggunakan metode tersebut secara terus menerus, terlebih apabila materi yang
diajarkan memuat banyak materi bersifat hafalan dan memiliki struktur kebahasaan
yang kaku akan membuat peserta didik cenderung akan bosan dan tidak fokus dengan
pembelajaran. Peserta didik akan mencari hal-hal lain yang lebih menarik di luar
konteks pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar kurang didominasi dengan
permainan yang dapat memicu keaktifan dan kekreatifan peserta didik pada saat
pembelajaran, guru belum menciptakan suasana belajar yang menyenangkan pada
proses pembelajaran. Selain itu, belum digunakannya media oleh guru dalam
pembelajaran juga menjadi faktor penyebab peserta didik menjadi pasif. Guru hanya
menyampaikan materi berdasarkan buku paket. Dengan kurangnya kreativitas guru
menyebabkan menurunnya konsentrasi peserta didik dalam pembelajaran sehingga
peserta didik mudah merasa jenuh dan mengantuk saat pembelajaran berlangsung.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membuat peserta didik lebih aktif
dalam pembelajaran, sehingga peserta didik lebih mudah menerima materi pelajaran.
Metode: Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
menggunakan desain penelitian model Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019, yaitu pada bulan Maret.
Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VB SD Muhammadiyah
Condongcatur yang terdiri dari 41 peserta didik. Objek penelitian adalah keaktifan
belajar peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan
wawancara. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik.
4. Judul: Penerapan Metode Bermain Peran Pasar - Pasaran Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbahasa Lisan Anak Kelompok A Taman Kanak-Kanak Widya
Kumara Singaraja
Permasalahannya: Menurut Tarigan (1984: 67), berbicara merupakan cara
berkomunikasi bagi manusia sebagai makhluk sosial yaitu suatu tindakan saling
menukar pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling
mengutarakan perasaan dan mengekspresikannya. Oleh karena itu dalam tindakan
sosial suatu Sehari-hari anak berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan
keluarganya di rumah. Dalam komunikasi lisan ini keterampilan mendengarkan dan
berbicara, digunakan secara terpadu dan diarahkan kedua keterampilan ini dapat
berkembang secara bersama-sama. Kemampuan berbahasa lisan anak tercermin
melalui kegiatan yang membuat anak-anak tertarik, fokus, serius, konsentrasi serta
diselingi dengan nyanyian. Kendala yang banyak dihadapi oleh pendidik di TK Widya
Kumara Banjar Jawa adalah rasa malas anak-anak untuk diajak berbicara seperti
berbagi cerita kepada teman-temannya dan jika disuruh kedepan kelas. Setelah
diamati, masih kurangnya keterampilan berbahasa anak disebabkan oleh orang tuanya
sendiri yang menganggap anaknya tidak meng ungkapkan apa-apa di depan mereka
(orang tua) anaknya dianggap baik, manis dan dianggap tidak rewel. Namun itu
semua adalah masalah yang bisa menghambat kemampuan anak untuk selalu
mengungkapkan apa yang ada dipikiran maupun imajinasi yang ingin mereka
kembangkan. Di samping itu sosial ekonomi serta latar belakang keluarga dari anak
didik yang dibimbing juga mempengaruhi keterampilan berbahasa lisan anak yang
bermasalah. Sosial ekonomi yang dimaksud adalah kesibukan orang tua anak dalam
memenuhi kebutuhan mereka sehingga orang tua lupa akan perkembangan berbahasa
anaknya. Orang tua menganggap anak mereka dititipkan di sekolah jika tidak rewel
sudah dianggap baik. Hal ini terlihat dari 15 anak Kelompok A, 4 anak perkembangan
berbahasa lisannya kurang dengan tanda (*), 7 anak yang berbahasa lisannya cukup
dengan tanda (**) dan 4 anak yang perkembanganbahasa lisannya baik dengan tanda
(***). Di lihat dari hal tersebut maka perkembangan bahasa anak Kelompok A TK
Widya Kumara Banjar Jawa Singaraja masih cenderung rendah.
Metode: Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di TK Widya Kumara Banjar Jawa
Singaraja pada semester II tahun Kegiatan yang dilakukan pada rencana tindakan ini
adalah : menyamakan persepsi dengan guru mengenai kemampuan keterampilan
berbahasa lisan pada anak, menyiapkan materi yang akan diajarkan, menyusun
rencana kegiatan harian (RKH), menyiapkan alat/ bahan yang akan dipakai dalam
kegiatan, menyiapkan instrumen penilaian. Kedua, pelaksanaan kegiatan. Adapun
upaya yang dilakukan oleh guru untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang
diinginkan. Kegiatan yang dilakukan pada rancangan pelaksanaan ini adalah
melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH)
yang telah dipersiapkan. Ketiga, evaluasi/observasi. Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui hasil dari pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengamati guru dan
siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan dalam observasi ini
adalah mengobservasi guru dalam membuka pelajaran, menyampaikan materi dan
menutup pelajaran dan mengobservasi siswa dalam proses pembelajaran. Keempat,
refleksi. Refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampat
tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama
guru dapat melakukan perbaikan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan pada refleksi ini adalah peneliti mengkaji dan merenungkan
hasil penelitian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut dengan maksud jika terjadi
hambatan, akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada
siklus selanjutnya. Untuk mengumpulkan data tentang keterampilan berbahasa lisan
anak pada siswa kelas A TK Widya Kumara Banjar Jawa Singaraja digunakan metode
observasi.
5. Judul: PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Dengan Pembelajaran Berbasis Kearifan
Lokal Dan Penulisan Artikel Ilmiah di SD Negeri Kalisube, Banyumas
Permasalahannya: Penggunaan media sebagai sarana dalam pembelajaran pun masih
minim kreatifitas. Terbatasnya media peraga yang tersedia di sekolah, menjadi alasan
dan kendala bagi guru untuk menyajikan pembelajaran yang inovatif. Akibatnya,
berdampak pada tercapainya pembelajaran tuntas. Tentu saja hal ini semakin
menempatkan siswa pada kondisi yang kurang diuntungkan. Padahal, media tidak
selalu identik dengan benda yang mahal. Berdasarkan pengamatan, wawancara,
penelitian, memang diperlukan kegiatan yang mampu memberikan keterampilan bagi
mitra dalam hal pembelajaran di kelas melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) serta
memanfaatkan media yang berasal dari potensi lokal. Selain meningkatkan kreatifitas
dan inovasi guru dalam pembelajaran dengan menggunakan media atau potensi dari
lokal (local wisdom), juga diharapkan siswa akan lebih tertarik, antusias, termotivasi,
dan lebih mudah memahami pelajaran. PTK terdiri dari penelitian, tindakan, dan
kelas. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data dan informasi yang bermanfaat
dalam meningkatkan mutu suatu hal, serta menarik minat dan penting bagi peneliti.
Tindakan adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, sedangkan
kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran
yang sama dari seorang guru (Arikunto, 2006). Adapun menurut Kunandar (2008),
PTK merupakan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru sekaligus sebagai
peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan
merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
partisipatif yang bertujuanuntuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses
pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus. Guru
memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk
mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah
dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. PTK dapat memberikan nilai tambah
dan masukan dengan tujuan perbaikan mutu dan kualitas pendidikan di kelas/sekolah.
Selain itu, PTK secara global dapat memberikan solusi terhadap permasalahan
bangsa, terutama merosotnya mutu pendidikan nasional. PTK yang berbasis kearifan
lokal adalah PTK yang menggunakan potensi lokal (local wisdom) sebagai sarana,
media, dan peraga dalam pembelajaran. Selain menggali dan ikut melestarikan potensi
lokal, siswa juga akan lebih tertarik, antusias, tertantang dan merespons setiap
pembelajaran lebih baik lagi sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran.
Dari kearifan lokal, juga dapat diperoleh berbagai karakter positif yang dapat
menumbuhkan sikap positif untuk menggali ranah afektif siswa. Karakter positif yang
mucul dari kearifan lokal Banyumas di antaranya cablaka (bicara apa adanya, terus
terang atau bersahaja), egaliter (menganggap orang lain setara dengan dirinya atau
kesepadanan), jiwa bebas, pekerja keras, afirmatif (terbuka terhadap hal-hal yang
baru), dan kritis (Priyadi, 2013). Selain penyusunan proposal PTK berbasis kearifan
lokal, ternyata mitra juga belum menguasai teknik menyusun laporan PTK dengan
baik, juga menulis artikel ilmiah. Padahal sebagai guru profesional, kompetensi
tersebut juga mutlak diperlukan. Mengacu pada UndangUndang No.14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, bahwa guru profesional harus membuktikan kemampuannya
dalam menulis karya ilmiah yang menjadi syarat kenaikan pangkat dan jabatan.
Begitu pula Peraturan Menteri (Permen) Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan
Reformasi Birokrasi (RB) Nomor.16 Tahun 2009, tanggal 10 November 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit, Pasal 17 menjelaskan bahwa Guru
pertama, Guru Muda, Guru Madya, Guru Utama yang akan naik jabatan atau pangkat,
angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan atau pangkat tersebut harus
memiliki angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah.
Metode: 1. Kelompok Sasaran Selama ini guru sebagai mitra lebih terfokus untuk
mengajar dan mengejar target pencapaian materi pelajaran, tanpa diimbangi dengan
kualitas pembelajaran di kelas. Padahal selain pencapaian materi, proses belajar yang
ideal bagi siswa juga harus diperhatikan. Akibatnya, 3 kompetensi yang harus dimiliki
siswa, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik tidak tercapai. Padahal, ketiga
kompetensi tersebut harus senantiasa muncul dan seimbang dalam setiap
pembelajaran agar dihasilkan lulusan yang kompeten. Mitra sering mengalami
kesulitan dalam mengajar. Banyak ditemukan berbagai persoalan di kelas, seperti
pembelajaran kurang menarik, siswa kurang antusias, cara mengajar guru yang
monoton, siswa ramai atau bermain sendiri, mengantuk, tidak semangat dan
cenderung bersikap ke arah negatif, proses pembelajaran kurang interaktif, sehingga
hasil belajar tidak mencapai target ketuntasan. Penggunaan media sebagai sarana
dalam pembelajaran pun masih minim kreatifitas. Terbatasnya media peraga yang
tersedia di sekolah, menjadi alasan dan kendala bagi guru untuk menyajikan
pembelajaran yang inovatif. Padahal, media tidak selalu identik dengan benda yang
mahal. Mitra perlu dibimbing untuk melakukan inovasi pembelajaran agar dapat
diketahui dampak positifnya, yaitu melalui PTK (Penelitian Tindakan Kelas) serta
memanfaatkan media yang berasal dari potensi lokal. Selain meningkatkan kreatifitas
dan inovasi guru dalam pembelajaran dengan menggunakan media atau potensi dari
lokal (local wisdom), juga diharapkan siswa akan lebih tertarik, antusias, termotivasi,
dan lebih mudah memahami pelajaran.
2. Metode Pelaksanaan Kegiatan Untuk menyelesaikan persoalan prioritas mitra,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan mitra
secara optimal melalui berbagai kegiatan yang dapat mewujudkan tuntasnya
permasalahan prioritas mitra. Pola pemberdayaan bersifat bottom-up intervention
yang menghargai dan mengakui bahwa mitra memiliki potensi untuk memecahkan
permasalahannya serta mampu melakukan usaha-usaha sendiri dengan menggali
kemampuan diri dengan prinsip kebersamaan. Metode yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah participatory learning and action (PLA). Metode ini diterapkan
dalam kegiatan pemberdayaan meliputi pelatihan kearifan lokal Banyumas, pelatihan
teknik menyusun proposal PTK berbasis kearifan lokal, pelatihan teknik menyusun
laporan PTK berbasis kearifan lokal, dan pelatihan teknik penulisan artikel ilmiah.
Kegiatan ini seluruhnya dilaksanakan di lokasi pelaksanaan program, yaitu SD Negeri
Kalisube Banyumas dengan jumlah peserta 10 orang, melibatkan pelatih ahli untuk
memberikan materi pelatihan, arahan, dan masukan pada saat pelatihan. Selain itu,
tim pelaksana juga bertindak sebagai pelatih dan fasilitator seluruh kegiatan dan guru-
guru sebagai peserta kegiatan. Beberapa mahasiswa dilibatkan untuk membantu
kegiatan ini. Kegiatan ini dilaksanakan selama 8 bulan dengan harapan dampak positif
yang muncul bisa dirasakan terus-menerus. Kegiatan ini juga memprioritaskan pada
program pendampingan. Hal ini diperlukan untuk membantu mitra dalam
merealisasikan semua kegiatan dan memantau sejauh mana kegiatan ini efektif
berjalan, mengatasi berbagai kesulitan guru dalam merancang proposal PTK,
melaksanakan PTK di kelas, menyusun laporan PTK, dan menulis artikel ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai