1. Judul: Peningkatan Kemampuan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Sampaka Kec. Bualemo Kab. Banggai Melalui Metode Diskusi Kelompok Permasalahaanya: Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sampaka dapat meningkat melalui pengunaan metode diskusi kelompok. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sampaka kec. Bualemo, Kabupaten Banggai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan di SD Negeri Sampaka tahun pelajaran 2013/2014 pada siswa Kelas V yang berjumlah 20 orang siswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilaksanakan selama dua kali tindakan (siklus). Setiap tindakan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Teknik pengumpulan data melalui tes hasil belajar. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar melalui pengunaan metode diskusi kelompok kelas V SD Negeri Sampaka. Peningkatan dalam penelitian ini cukup berarti yakni dari rata-rata hasil belajar siklus I sebesar 71,25% naik menjadi 80,42% pada siklus II atau naik sebesar 9,17%. Peningkatan juga terjadi pada ketuntasan hasil belajar secara klasikal yaitu, dari 60% pada siklus I meningkat menjadi 85% pada siklus II atau mengalami peningkatan sebesar 25%. Artinya bahwa hasil yang diperoleh tersebut telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebagaimana yang telah ditetapkan pada indikator penelitian ini yaitu sebesar 80% dan ketuntasan hasil belajar individu sebesar 65. Berdasarkan pengamatan peneliti dalam proses pembelajaran di kelas V SD Negeri Sampaka menunjukkan bahwa berbicara dalam diskusi kelompok merupakan keterampilan berbahasa yang dianggap sulit. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kesiapan siswa dalam mengikuti materi. Hal ini dibuktikan dengan nilai mata pelajaran bahasa Indonesia yang masih kurang khususnya keterampilan berbicara. Nilai rata–rata siswa kelas V SD Negeri Sampaka dalam mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dalam diskusi kelompok rata-rata 60. Nilai tersebut tidak mencapai KKM (Kriteria ketuntasan minimal) untuk mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya berbicara adalah 65. Dalam pendidikan formal peranan guru sangat penting, sebab berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mentransfer pengetahuan yang diharapkan dapat dipahami siswa. Olehnya itu salah satu faktor yang dapat membantu guru dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa, yakni menggunakan metode dan media pengajaran yang relevan sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar. Metode diskusi lebih berperan dalam pengajaran yang dikolaborasikan dengan metode lain yang relevan dan digunakan dalam proses pembelajaran. Metode: Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan (action research) yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK), secara bersiklus terdiri dari Perencanaan, Tindakan, observasi dan Refleksi. Penelitian ini diarahkan untuk memecahkan masalah atau perbaikan yang berhubungan dengan masalah-masalah dikelas. Penelitian ini difokuskan kepada perbaikan proses maupun peningkatan hasil kegiatan. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yang mengacu pada model kemmis dan Mc Taggar (Depdiknas, 2005 : 6) yaitu rencana, tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan mulai bulan Maret - April 2014. 2. Judul: Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Rantai Makanan Dengan Menggunakan Metode Picture And Picture Di Kelas Iv Sdn I Labuan Lobo Kabupaten Tolitoli Permasalahannya: Masalah utama dalam penelitian adalah rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN 1 Labuan Lobo pada mata pelajaran IPA khusussnya Pokok bahasan Rantai Makanan. Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan belajar siswa rendah adalah metode mengajar yang selama ini digunakan cenderung membuat siswa pasif dan berpusat pada guru (teacher oriented). Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka peneliti menerapkan metode pictur and picture dalam mengajarkan pokok bahasan rantai makanan dikelas IV SDN 1 Labuan Lobo. Penelitian ini dilaksanakan II siklus dengan jumlah siswa 20 orang. Setiap siklus terdiri dari IV tahap yaitu : Perencanaan, Pelaksanaan Tindakan, Pengamatan, dan refleksi. Dari hasil tindakan siklus 1 diperoleh ketuntasan belajar klasikal sebesar 20% dengan rata – rata nilai siswa 60. Hasil tindakan siklus II diperoleh ketuntasan belajar klasikal 100% dengan nilai rata – rata 85. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 1 Labuan Lobo. Metode: Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menghasilkan data secara tertulis maupun lisan dari aktifitas atau perilaku subjek yang diamati pada saat proses pembelajaran berlangsung. Rancangan penelitian ini mengacu pada model penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc.Taggart bahwa penelitian tindakan kelas mengikuti proses siklus atau daur ulang ( Action research ) mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan kelas ( PTK ) artinya, peneliti melakukan proses penelitian secara langsung dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, hingga tahap akhir yakni penyusunan laporan akhir penelitian. 3. Judul: Peningkatan Keaktifan Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Pada Peserta Didik Kelas Vb Sd Muhammadiyah Condongcatur Permasalahnya: Proses pembelajaran yang bermakna dapat diciptakan dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Pemilihan model yang tepat merupakan salah satu faktor berhasilnya pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga guru perlu memperhatikan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik dan kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013 yang di dalamnya terdapat beberapa muatan pelajaran. Salah satu muatan pelajaran yang terintegrasi dalam pembelajaran tematik integratif yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang biasa disingkat menjadi IPS. Dalam hal ini, Hidayati (2002: 19-20) menyatakan bahwa salah satu ciri khusus IPS adalah menekankan pada model pengajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar hendaknya mampu membuat peserta didik terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Keterlibatan peserta didik akan meningkatkan kemampuan berpikir serta pemahaman konsep dari materi yang telah dipelajari. Pembelajaran IPS seharusnya tidak hanya menekankan pada kemampuan kognitif saja, namun juga afektif dan psikomotorik. Pembelajaran saat ini telah mengacu pada Kurikulum 2013 yang berarti proses pembelajaran seharusnya berpusat pada peserta didik, namun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24 Oktober 2018 di kelas VB SD Muhammadiyah Condongcatur menunjukkan bahwa pembelajaran cenderung masih berpusat pada guru. Guru masih dominan dalam menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Guru menggunakan metode ceramah dari awal hingga akhir proses pembelajaran, sehingga peserta didik hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Sehingga peserta didik nampak jenuh ketika pembelajaran berlangsung. Tidak dapat dipungkiri, bahwa penggunaan metode ceramah memang baik dilakukan untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Akan tetapi, jika guru menggunakan metode tersebut secara terus menerus, terlebih apabila materi yang diajarkan memuat banyak materi bersifat hafalan dan memiliki struktur kebahasaan yang kaku akan membuat peserta didik cenderung akan bosan dan tidak fokus dengan pembelajaran. Peserta didik akan mencari hal-hal lain yang lebih menarik di luar konteks pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar kurang didominasi dengan permainan yang dapat memicu keaktifan dan kekreatifan peserta didik pada saat pembelajaran, guru belum menciptakan suasana belajar yang menyenangkan pada proses pembelajaran. Selain itu, belum digunakannya media oleh guru dalam pembelajaran juga menjadi faktor penyebab peserta didik menjadi pasif. Guru hanya menyampaikan materi berdasarkan buku paket. Dengan kurangnya kreativitas guru menyebabkan menurunnya konsentrasi peserta didik dalam pembelajaran sehingga peserta didik mudah merasa jenuh dan mengantuk saat pembelajaran berlangsung. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membuat peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik lebih mudah menerima materi pelajaran. Metode: Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan desain penelitian model Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019, yaitu pada bulan Maret. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VB SD Muhammadiyah Condongcatur yang terdiri dari 41 peserta didik. Objek penelitian adalah keaktifan belajar peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. 4. Judul: Penerapan Metode Bermain Peran Pasar - Pasaran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Lisan Anak Kelompok A Taman Kanak-Kanak Widya Kumara Singaraja Permasalahannya: Menurut Tarigan (1984: 67), berbicara merupakan cara berkomunikasi bagi manusia sebagai makhluk sosial yaitu suatu tindakan saling menukar pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan dan mengekspresikannya. Oleh karena itu dalam tindakan sosial suatu Sehari-hari anak berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan keluarganya di rumah. Dalam komunikasi lisan ini keterampilan mendengarkan dan berbicara, digunakan secara terpadu dan diarahkan kedua keterampilan ini dapat berkembang secara bersama-sama. Kemampuan berbahasa lisan anak tercermin melalui kegiatan yang membuat anak-anak tertarik, fokus, serius, konsentrasi serta diselingi dengan nyanyian. Kendala yang banyak dihadapi oleh pendidik di TK Widya Kumara Banjar Jawa adalah rasa malas anak-anak untuk diajak berbicara seperti berbagi cerita kepada teman-temannya dan jika disuruh kedepan kelas. Setelah diamati, masih kurangnya keterampilan berbahasa anak disebabkan oleh orang tuanya sendiri yang menganggap anaknya tidak meng ungkapkan apa-apa di depan mereka (orang tua) anaknya dianggap baik, manis dan dianggap tidak rewel. Namun itu semua adalah masalah yang bisa menghambat kemampuan anak untuk selalu mengungkapkan apa yang ada dipikiran maupun imajinasi yang ingin mereka kembangkan. Di samping itu sosial ekonomi serta latar belakang keluarga dari anak didik yang dibimbing juga mempengaruhi keterampilan berbahasa lisan anak yang bermasalah. Sosial ekonomi yang dimaksud adalah kesibukan orang tua anak dalam memenuhi kebutuhan mereka sehingga orang tua lupa akan perkembangan berbahasa anaknya. Orang tua menganggap anak mereka dititipkan di sekolah jika tidak rewel sudah dianggap baik. Hal ini terlihat dari 15 anak Kelompok A, 4 anak perkembangan berbahasa lisannya kurang dengan tanda (*), 7 anak yang berbahasa lisannya cukup dengan tanda (**) dan 4 anak yang perkembanganbahasa lisannya baik dengan tanda (***). Di lihat dari hal tersebut maka perkembangan bahasa anak Kelompok A TK Widya Kumara Banjar Jawa Singaraja masih cenderung rendah. Metode: Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di TK Widya Kumara Banjar Jawa Singaraja pada semester II tahun Kegiatan yang dilakukan pada rencana tindakan ini adalah : menyamakan persepsi dengan guru mengenai kemampuan keterampilan berbahasa lisan pada anak, menyiapkan materi yang akan diajarkan, menyusun rencana kegiatan harian (RKH), menyiapkan alat/ bahan yang akan dipakai dalam kegiatan, menyiapkan instrumen penilaian. Kedua, pelaksanaan kegiatan. Adapun upaya yang dilakukan oleh guru untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang diinginkan. Kegiatan yang dilakukan pada rancangan pelaksanaan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah dipersiapkan. Ketiga, evaluasi/observasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengamati guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan dalam observasi ini adalah mengobservasi guru dalam membuka pelajaran, menyampaikan materi dan menutup pelajaran dan mengobservasi siswa dalam proses pembelajaran. Keempat, refleksi. Refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan dampat tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru dapat melakukan perbaikan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada refleksi ini adalah peneliti mengkaji dan merenungkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut dengan maksud jika terjadi hambatan, akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus selanjutnya. Untuk mengumpulkan data tentang keterampilan berbahasa lisan anak pada siswa kelas A TK Widya Kumara Banjar Jawa Singaraja digunakan metode observasi. 5. Judul: PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Dengan Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Dan Penulisan Artikel Ilmiah di SD Negeri Kalisube, Banyumas Permasalahannya: Penggunaan media sebagai sarana dalam pembelajaran pun masih minim kreatifitas. Terbatasnya media peraga yang tersedia di sekolah, menjadi alasan dan kendala bagi guru untuk menyajikan pembelajaran yang inovatif. Akibatnya, berdampak pada tercapainya pembelajaran tuntas. Tentu saja hal ini semakin menempatkan siswa pada kondisi yang kurang diuntungkan. Padahal, media tidak selalu identik dengan benda yang mahal. Berdasarkan pengamatan, wawancara, penelitian, memang diperlukan kegiatan yang mampu memberikan keterampilan bagi mitra dalam hal pembelajaran di kelas melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) serta memanfaatkan media yang berasal dari potensi lokal. Selain meningkatkan kreatifitas dan inovasi guru dalam pembelajaran dengan menggunakan media atau potensi dari lokal (local wisdom), juga diharapkan siswa akan lebih tertarik, antusias, termotivasi, dan lebih mudah memahami pelajaran. PTK terdiri dari penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data dan informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal, serta menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru (Arikunto, 2006). Adapun menurut Kunandar (2008), PTK merupakan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuanuntuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus. Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. PTK dapat memberikan nilai tambah dan masukan dengan tujuan perbaikan mutu dan kualitas pendidikan di kelas/sekolah. Selain itu, PTK secara global dapat memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa, terutama merosotnya mutu pendidikan nasional. PTK yang berbasis kearifan lokal adalah PTK yang menggunakan potensi lokal (local wisdom) sebagai sarana, media, dan peraga dalam pembelajaran. Selain menggali dan ikut melestarikan potensi lokal, siswa juga akan lebih tertarik, antusias, tertantang dan merespons setiap pembelajaran lebih baik lagi sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Dari kearifan lokal, juga dapat diperoleh berbagai karakter positif yang dapat menumbuhkan sikap positif untuk menggali ranah afektif siswa. Karakter positif yang mucul dari kearifan lokal Banyumas di antaranya cablaka (bicara apa adanya, terus terang atau bersahaja), egaliter (menganggap orang lain setara dengan dirinya atau kesepadanan), jiwa bebas, pekerja keras, afirmatif (terbuka terhadap hal-hal yang baru), dan kritis (Priyadi, 2013). Selain penyusunan proposal PTK berbasis kearifan lokal, ternyata mitra juga belum menguasai teknik menyusun laporan PTK dengan baik, juga menulis artikel ilmiah. Padahal sebagai guru profesional, kompetensi tersebut juga mutlak diperlukan. Mengacu pada UndangUndang No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa guru profesional harus membuktikan kemampuannya dalam menulis karya ilmiah yang menjadi syarat kenaikan pangkat dan jabatan. Begitu pula Peraturan Menteri (Permen) Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) Nomor.16 Tahun 2009, tanggal 10 November 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit, Pasal 17 menjelaskan bahwa Guru pertama, Guru Muda, Guru Madya, Guru Utama yang akan naik jabatan atau pangkat, angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan atau pangkat tersebut harus memiliki angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah. Metode: 1. Kelompok Sasaran Selama ini guru sebagai mitra lebih terfokus untuk mengajar dan mengejar target pencapaian materi pelajaran, tanpa diimbangi dengan kualitas pembelajaran di kelas. Padahal selain pencapaian materi, proses belajar yang ideal bagi siswa juga harus diperhatikan. Akibatnya, 3 kompetensi yang harus dimiliki siswa, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik tidak tercapai. Padahal, ketiga kompetensi tersebut harus senantiasa muncul dan seimbang dalam setiap pembelajaran agar dihasilkan lulusan yang kompeten. Mitra sering mengalami kesulitan dalam mengajar. Banyak ditemukan berbagai persoalan di kelas, seperti pembelajaran kurang menarik, siswa kurang antusias, cara mengajar guru yang monoton, siswa ramai atau bermain sendiri, mengantuk, tidak semangat dan cenderung bersikap ke arah negatif, proses pembelajaran kurang interaktif, sehingga hasil belajar tidak mencapai target ketuntasan. Penggunaan media sebagai sarana dalam pembelajaran pun masih minim kreatifitas. Terbatasnya media peraga yang tersedia di sekolah, menjadi alasan dan kendala bagi guru untuk menyajikan pembelajaran yang inovatif. Padahal, media tidak selalu identik dengan benda yang mahal. Mitra perlu dibimbing untuk melakukan inovasi pembelajaran agar dapat diketahui dampak positifnya, yaitu melalui PTK (Penelitian Tindakan Kelas) serta memanfaatkan media yang berasal dari potensi lokal. Selain meningkatkan kreatifitas dan inovasi guru dalam pembelajaran dengan menggunakan media atau potensi dari lokal (local wisdom), juga diharapkan siswa akan lebih tertarik, antusias, termotivasi, dan lebih mudah memahami pelajaran. 2. Metode Pelaksanaan Kegiatan Untuk menyelesaikan persoalan prioritas mitra, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif dalam pemberdayaan mitra secara optimal melalui berbagai kegiatan yang dapat mewujudkan tuntasnya permasalahan prioritas mitra. Pola pemberdayaan bersifat bottom-up intervention yang menghargai dan mengakui bahwa mitra memiliki potensi untuk memecahkan permasalahannya serta mampu melakukan usaha-usaha sendiri dengan menggali kemampuan diri dengan prinsip kebersamaan. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah participatory learning and action (PLA). Metode ini diterapkan dalam kegiatan pemberdayaan meliputi pelatihan kearifan lokal Banyumas, pelatihan teknik menyusun proposal PTK berbasis kearifan lokal, pelatihan teknik menyusun laporan PTK berbasis kearifan lokal, dan pelatihan teknik penulisan artikel ilmiah. Kegiatan ini seluruhnya dilaksanakan di lokasi pelaksanaan program, yaitu SD Negeri Kalisube Banyumas dengan jumlah peserta 10 orang, melibatkan pelatih ahli untuk memberikan materi pelatihan, arahan, dan masukan pada saat pelatihan. Selain itu, tim pelaksana juga bertindak sebagai pelatih dan fasilitator seluruh kegiatan dan guru- guru sebagai peserta kegiatan. Beberapa mahasiswa dilibatkan untuk membantu kegiatan ini. Kegiatan ini dilaksanakan selama 8 bulan dengan harapan dampak positif yang muncul bisa dirasakan terus-menerus. Kegiatan ini juga memprioritaskan pada program pendampingan. Hal ini diperlukan untuk membantu mitra dalam merealisasikan semua kegiatan dan memantau sejauh mana kegiatan ini efektif berjalan, mengatasi berbagai kesulitan guru dalam merancang proposal PTK, melaksanakan PTK di kelas, menyusun laporan PTK, dan menulis artikel ilmiah.