Anda di halaman 1dari 24

“BENDA DAN HAK TANGGUNGAN”

Makalah Aspek Hukum Dalam Ilmu Ekonomi

Di revisi Oleh Lavensi lestari (22621020)

Dosen Pengampu:
Rani Eka Andatu, S.E.I, M.E

Disusun Oleh:
Zahra Rahma Yanti (22621039)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
TAHUN AJARAN 2024
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah "Aspek Hukum dalam Ilmu Ekonomi"
yang diampu oleh Rani Eka Andatu, S.E.I, M.E, dalam rangka memperdalam
pemahaman kami mengenai peran hukum dalam konteks ekonomi.
Makalah ini terdiri dari beberapa bagian. Pertama, kami akan membahas konsep
dasar tentang hubungan antara hukum dan ekonomi, serta pentingnya pemahaman ini
dalam konteks praktis. Selanjutnya, kami akan mengulas beberapa aspek spesifik dalam
hukum ekonomi, termasuk tetapi tidak terbatas pada hukum persaingan usaha, hukum
kontrak, dan perlindungan konsumen. Kami juga akan membahas beberapa studi kasus
atau contoh nyata yang menggambarkan bagaimana aspek hukum ini berperan dalam
kehidupan ekonomi sehari-hari.

Kami menyadari bahwa topik yang kami bahas dalam makalah ini masih sangat
luas, sehingga kami mungkin tidak dapat mencakup semua aspeknya. Namun, kami
berharap makalah ini dapat memberikan gambaran yang cukup tentang kompleksitas
hubungan antara hukum dan ekonomi, serta mendorong pembaca untuk terus
mengeksplorasi dan mendalami topik ini lebih lanjut.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, serta kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca yang ingin memahami lebih dalam tentang aspek hukum
dalam ilmu ekonomi.

Curup, 25 februari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................ii

Daftar isi......................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan....................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................1


B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2

BAB II Pembahasan...................................................................................................3

A. Benda................................................................................................................3
1. Pengertian benda dan hukum benda..........................................................3
2. Sistem hukum kebendaan..........................................................................3
3. Macam-macam benda menurut hukum.....................................................4
4. Hak kebendaan...........................................................................................6
5. Cara Memperoleh Dan Lenyapnya Suatu Hak Kebendaan ......................7
B. Hak Tanggungan...............................................................................................10
1. Pengertian hak tanggung dan definisi menurut para ahli...........................10
2. Landsan Hukum Pembentukan Undang-Undang Hak Tanggungan..........13
3. Tujuan dan fungsi hak tanggungan............................................................17

BAB III Penutupan.....................................................................................................20

A. Kesimpulan.......................................................................................................20
B. Saran.................................................................................................................20

BAB IV Daftar Pustaka..............................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hukum benda, yang juga sering disebut sebagai hukum perdata atau hukum
sipil, adalah aspek fundamental dari hukum yang mengatur hubungan antara individu,
badan hukum, dan benda-benda yang memiliki nilai ekonomi. Hukum benda
mencakup berbagai aspek, mulai dari kepemilikan properti hingga perjanjian kontrak,
dan memiliki implikasi yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari, bisnis 1, dan
masyarakat secara keseluruhan.

Sejarah hukum benda memiliki akar yang kuat dalam peradaban kuno,
terutama dalam hukum Romawi Kuno, yang memberikan pondasi konsep-konsep
hukum kepemilikan dan transaksi yang masih berlaku hingga hari ini. Saat ini, hukum
benda bukan hanya mengatur benda-benda fisik, tetapi juga hak-hak immaterial,
seperti hak cipta, paten, dan merek dagang. Adapun pembahasan lebih mendalam
menganai hukum benda akan dibahas pada bab selanjutnya.

Hak tanggungan adalah salah satu bentuk jaminan yang banyak digunakan
dalam transaksi keuangan, terutama dalam sektor properti. Hak tanggungan
memberikan kepastian kepada kreditur bahwa mereka memiliki hak keamanan atas
aset tertentu sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan. Di beberapa negara,
termasuk Indonesia, hak tanggungan diatur dalam perundang-undangan yang khusus
mengatur tentangnya.

Namun, meskipun hak tanggungan memiliki peran penting dalam mendukung


aktivitas ekonomi dan pertumbuhan sektor properti, masih terdapat sejumlah
permasalahan dan ketidakjelasan dalam implementasinya. Beberapa aspek yang dapat
menjadi fokus dalam makalah ini melibatkan ketidakjelasan regulasi, perubahan
kebijakan pemerintah, dan tantangan praktis dalam penerapan hak tanggungan.

1
Bisnis adalah kegiatan di mana seseorang atau sekelompok orang membuat, menjual, atau
menukarkan barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
(https://stekom.ac.id/artikel/apa-itu-bisnis)

1
B. Rumusan Masalah
4. Apa yang dimaksud dengan benda dan hukum benda?
5. Bagaimana pembagian benda menurut hukum?
6. Apa yang dimaksud dengan hak tanggungan?

C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian benda dan hukum benda
2. Untuk mengetahui pembagian benda menurut hukum
3. Untuk memahami apa itu hak tanggungan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. BENDA
1. Pengertian Hukum Benda
Dalam bahasa aslinya bahasa Belanda, benda itu adalah zaak. Dalam pasal 499
KUHPerdata yang diartikan dengan zaak ialah semua barang dan hak. Hak disebut
juga dengan bagian dari harta kekayaan. Harta kekayaan meliputi barang, hak, dan
hubungan hukum mengenai barang dan hak, yang diatur dalam buku II dan buku
III KUHPerdata. Sedangkan zaak meliputi barang dan hak diatur dalam buku II
KUHPerdata. Barang adalah objek hak milik. Hak juga dapat menjadi objek hak
milik. Dalam arti hukum, yang dimaksud dengan benda ialah segala sesuatu yang
menjadi objek hak milik. Semua benda dalam arti hukum dapat diperjualbelikan,
dapat diwariskan, dan dapat diperalihkan kepada pihak lain.

Hukum benda adalah terjemahann dari istilah bahasa Belanda, yaitu


zakenrecht. Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, hukum kebendaan ialah
semua kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan
mengatur hak-hak atas benda. Adapun menurut Prof. L.J.Apeldoorn, hukum
kebendaan adalah peraturan mengenai hak-hak kebendaan. 2 (Abas et al., 2023)
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang diatur dalam Hukum Benda,
ialah pertama-tama mengatur pengertian dari benda, kemudian pembedaan
macam-macam benda, dan selanjutnya bagian yang terbesar mengatur mengenai
macam-macam hak kebendaan.

Jadi, hukum benda adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur


mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak.

2
Muhammad Abas dkk, Pengantar Hukum Indonesia (Pemahaman Dasar dalam Sistem Hukum), (Jambi: PT.
Sonpedia Publishing Media, 2023), hlm, 55

3
2. Sistem Hukum Kebendaan
Sistem pengaturan hukum benda adalah sistem tertutup, artinya orang tidak
dapat mengadakan hak-hak kebendaan baru selain yang sudah ditetapkan dalam
undang-undang. Jadi hanya dapat mengadakan hak kebendaan terbatas pada yang
sudah ditetapkan dalam undang-undang saja.3 (PNH Simanjuntak, 2017)

Hal ini berlawanan dengan sistem hukum perikatan, di mana hukum perikatan
mengenal sistem terbuka, artinya orang dapat mengadakan perikatan ataupun
perjanjian mengenai apa pun juga, baik yang sudah ada aturannya dalam undang-
undang maupun yang belum ada peraturannya sama sekali. Jadi, siapapun boleh
mengadakan suatu perikatan atau perjanjian mengenai apa pun juga.

3. Macam-Macam Benda Menurut Hukum


Undang-Undang membagi benda dalam beberapa macam, yaitu:
a) Benda yang dapat diganti (Contoh: uang ) dan yang tak dapat diganti (Contoh:
seekor kuda)
b) Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan)
dan yang tidak dapat diperdagangkan atau diluar perdagangan (contoh: jalan-
jalan dan lapangan umum)
c) Benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh:
seekor kuda)
d) Benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tak bergerak (contoh:
tanah).

Menurut Prof. Sri Soedewi Majvhoen Sofwan, benda dapat dibedakan atas:
4
a) Barang-barang yang berwujud (lichamelijk) dan barang-barang tidak
berwujud (onlichamelijk)
b) Barang-barang yang bergerak dan barang-barang yang tidak bergerak
c) Barang-barang yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang
yang tidak dapat dipakai habis (onverbruikbaar)

3
P.N.H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm, 176
4
Barang yang berwujud, yaitu barang yang dapat diraba dengan pancaindera seperti, tanah,
rumah, binatang, dan lain-lain (https://muisumut.or.id/hukum-benda/)

4
d) Barang-barang yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan barang-barang
yang masih akan nada (toekomstige zaken).
e) Barang-barang yang dalam perdagangan (zaken in de handel) dan barang-
barang yang diluar perdagangan (zaken buiten de handel).
f) Barang-barang yang dapat dibagi dan barang-barang yang tidak dapat dibagi.
Sementara menurut Prof. L.J. Van Apeldoorn, benda dapat dibagi atas:
a) Benda berwujud (lichamelijk zaken), yakni benda yang dapat ditangkap
dengan pancaindra
b) Benda tidak berwujud (onlichamelijk zaken), yakni hak-hak subyektif.

Sedangkan menurut Pasal 540 KUHPerdata, tiap-tiap kebendaan


adalah benda bergerak atau benda tak bergerak.5

a) Benda Bergerak
Benda bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya atau karena
penetapan undang-undang dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya
kendaraan, surat-surat berharga, dan sebagainya.
Dengan demikian kebendaan bergerak ini sifatnya adalah kebendaan
yang dapat dipindah atau dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Menurut
Pasal 505 KUHPerdata, benda bergerak ini dapat dibagi atas benda yang dapat
dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.

b) Benda Tidak Bergerak


Benda tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuan
pemakaiannya atau karena penetapan undang-undang dinyatakan sebagai
benda tak bergerak, misalnya tanah, bangunan, dan sebagainya. Dari
pembedaan macam-macam benda sebagaimana disebut diatas, yang terpenting
adalah pembedaan atas benda bergerak dan tidak bergerak, serta pembedaan
atas benda terdaftar dan tidak terdaftar.

Benda tidak terdaftar (tidak atas nama) adalah benda-benda bergerak


yang tidak sulit pembuktian pemiliknya karena berlaku asas yang menguasai
dianggap sebagai pemiliknya, seperti alat-alat rumah tangga, pakaian,
perhiasan, hewan-hewan peliharaan dll. Sedangkan benda terdaftar dan atas
5
Ibid, hlm, 189

5
nama ialah benda yang dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat
atas nama pemiliknya, misalnya : tanah, rumah, hak cipta, dan lain-lain.
Pentingnya pembedaan ini terletak pada pembuktian pemiliknya (untuk
ketertiban umum). Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran, atau
sertifikat atas nama pemiliknya, sedangkan untuk benda tidak terdaftar (tidak
atas nama) berlaku asas “yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya”. 6
(Saija & Letsoin, 2016)

4. Hak Kebendaan
Hak kebendaan adaalah suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas
suatu benda yang dapat dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat. Hak
kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:7 (Tutik & SH, 2015)
a. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijkgenootsrecht), yang
diperinci menjadi:
1) Bezit, suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda baik sendiri
maupun dengan perantaraan orang lain seolah-olahnya benda itu miliknya sendiri.
2) Hak milik (hak eigendom) disebutkan dalam pasal 570 BW menyatakan bahwa
hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu benda dengan
sepenuhnya dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu.
3) Hak memungut hasil adalah hak untuk menarik hasil (memungut) hasil dari benda
orang lain , seolah-olah benda itu miliknya sendiri dengan kewajiban untuk
menjaga benda tersebut tetap dalam keadaan seperti semula.
4) Hak pakai dan mendiami merupakan hak kebendaan yang terjadinya dan
hapusnya sama seperti hak memungut hasil (vruchtgebruik).

b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijkzakerheidsrecht), yang terdiri


dari:
1) Hak gadai (pasal 1150 BW) : hak yang diperoleh atas suatu benda bergerak yang
diberikan kepadanya oleh debitur obyek : benda bergerak subyek : orang cakap.
2) Jaminan fidusia : hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak
dan benda tidak bergerak dibebani hak tanggungan. Subyek : orang yang
membuat perjanjian.
3) Hypotheek : hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan kepada kreditur
bahwa piutangnya akan dilunasia debitur.

6
Ronald Saija, Roger Letsoin, Buku Ajar Hukum Perdata, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2012), hlm, 40
7
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm, 155

6
4) Privilege (piutang-piutang yang di istimewakan) 8

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, hak kebendan mempunyai sifat atau


ciri-ciri yang dapat dibedakan dengan hak perorangan, sebagai berikut:
1) Hak kebendaan adalah absosut, artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap
setiap orang, sedangkan hak perorangan bersifat relative, artinya hanya dapat
dipertahankan terhadap pihak tertentu
2) Hak kebendaan jangka waktunya tidak terbatas, sedangkan hak perorangan
jangka waktunya terbatas
3) Hak kebendaan mempunyai droit de suite (zaaksgevolg), artinya mengikuti
bendanya dimana pun benda itu berada. Dalam hal ada beberapa hak
kebendaan di atas suatu benda, maka kekuatan hak itu ditentukan berdasarkan
urutan terjadinya (asas prioritas/droit de preference). Sedangkan pada hak
perorangan mana lebih dulu terjadi tidak dipersoalkan, karena sama saja
kekuatannya (asas kesamaan/asas pari passu/asas paritas creditorium).
4) Hak kebendaan memberikan wewenang yang sangat luas kepada pemiliknya,
hak ini dapat dijual, dijaminkan, disewakan, atau dapat dipergunakan sendiri,
sedangkan hak perorangan memberikan wewenang yang terbatas. Pemilik hak
perorangan hanya daopat menikmati apa yang menjadi haknya. Hak ini hanya
dapat dialihkan dengan persetujuan.

5. Cara Memperoleh Dan Lenyapnya Suatu Hak Kebendaan


1) Cara Memperoleh Hak Kebendaan
a) Dengan pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian
didapatkan dandiakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap
sebagai pemiliknya. Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa
yang mendapat ikan itu dankemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah
pemilik ikan tersebut. Demikianpula halnya dengan berburu dihutan,
menggali harta karun dll.

b) Dengan penemuan

8
Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-undang. Hak privilege
atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan (https://www.hukumonline.com/klinik/a/hak-privilege-dan-
hak-retensi-lt51584b636a944/)

7
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari
penguasaannya, karena misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa
yang menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa
pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya. Contoh ini
adalah aplikasi hak bezit.
c) Dengan penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui
penyerahan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli,
sewa menyewa, hibah warisan, dll.

d) Dengan cara daluarsa9


Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik
benda itu sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas 10
benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut
menguasai benda yang bersangkutan. Untuk benda tidak bergerak,
daluwarsanya adalah :10
a) Jika ada alas hak, 20 tahun
b) Jika tidak ada alas hak, 30 tahun

e) Dengan pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum
waris yangberlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.

f) Dengan cara penciptaan


Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah
ada maupun sama sekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda
ciptaannya itu. Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang
kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian pula hak kebendaan tidak
berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.

9
daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu
alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan dengan
terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
(https://www.hukumonline.com/klinik/a/adakah-masa-daluwarsa-untuk-menagih-utang-lt4ff546e380ca3/)
10
Reynold Simanjuntak, Hukum Perdata, (Jakarta: Lakeisha, 2019), hlm, 132

8
g) Dengan cara ikutan/turunan
Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak
sapi yangdilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian
pula orang yang membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu
kemudian tumbuh pohon durian, maka pohon durian itu termasuk milik
orang yang membeli tanah tersebut.

2) Hak Kebendaan Hapus/Lenyap


a) Karena bendanya lenyap/musnah
Musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut
lenyap,misalnya hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun
longsoran tanah gunung, menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas
sebuah sepeda motor, ikut habis apabila barang tersebut musnah karena
kebakaran.

b) Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila
benda yangbersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.

c) Karena pelepasan hak


Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan
secara sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak
dibuang ketempat sampah. Dalam hal ini maka hak kepemilikan menjadi
hilang dan bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio
tersebut.

d) Karena daluarsa (lampau waktu)


Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun
(karena adaalas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.

e) Karena pencabutan hak


Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas
bendatertentu, dengan memenuhi syarat:

9
1) Harus didasarkan suatu undang undang
2) Dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak).

B. HAK TANGGUNGAN
1. Pengertian Hak Tanggungan Dan Juga Definisi Menurut Para Ahli

Hukum tanah yang berlaku bagi Bangsa Indonesia sejak sebelum kemer-
dekaan hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang dikenal dengan UUPA, bahkan sampai sekarang
masih berlaku hukum tanah adat. Dalam hukum tanah adat tidak mengenal yang
namanya lembaga jaminan hak atas tanah yang sekarang dikenal dengan Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda yang Ada di Atasnya. Di dalam
hukum tanah adat hanya mengenal transaksi-transaksi yang berobjek hak atas tanah
baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat tetap, seperti jual beli, tukar-
menukar, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, gadai-menggadai, hak menumpang,
dan bagi hasil tanah pertanian.

Hak jaminan atas tanah hanya dikenal di dalam hukum tanah Barat atau Eropa,
yaitu dalam Burgerlijk Wetboek (BW), yang diatur di dalam Buku II tentang Hak
Jaminan Atas Tanah melalui Hipotek. Jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur
dengan debitur, di mana debitu? memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan
utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila dalam waktu
yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur. 11 (Supramono, 1995)
Jaminan adalah milik pihak peminjaman yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman
jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jaminan merupakan
salah satu unsur dalam analisis pembiayaan. Oleh karena itu, barang-barang yang
diserahkan nasabah harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan
harus berhati-hati dalam menilai barang-barang tersebut karena harga yang
dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menunjukkan harga yang sesungguhnya

11
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta Djambatan, 1996), hlm,
75,

10
(harga pasar pada saat itu). Dengan kata lain, nasabah kadang-kadang menaksir
barang-barang yang digunakannya di atas harga yang sesungguhnya. Penilaian yang
terlalu tinggi bisa berakibat lembaga keuangan berada pada posisi yang lemah. Jika
likuiditas/penjualan barang agunan anan tidak dapat dihindarkan, keadaan tersebut
dapat sembawa lembaga keuangan kepada kerugian karena hasil penjualan agunan
biasanya akan lebih rendah dari pada harga semula maupun harga pasar pada saat
agunan akan dijual sehingga tidak dapat menutupi kewajiban nasabah lembaga
keuangan.12 Salah satu jenis dari jaminan adalah hak tanggungan atas tanah dan
berikut benda-benda yang ada di atasnya.

Setelah Indonesia merdeka pemerintah membentuk Undang-Undang Pokok


Agraria (UUPA) dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dimuat di dalam Lembaran Negara 1960 Nomor
104, dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043. Di dalam UUPA ini pemerintah
memandang penting ada- nya lembaga jaminan hak atas tanah berupa hak
tanggungan, mengingat berkembangnya lembaga perekonomian, seperti lembaga
perbankan, lembaga perkoperasian yang meminjamkan uang dalam jumlah besar ke-
pada nasabah sehingga membutuhkan jaminan kebendaan dari peminjam sebagai
bukti kesungguhannya untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Oleh karena itu
pemerintah di dalam UUPA mengaturnya di dalam beberapa pasal, yaitu diatur
dalam Pasal 23, 33, 39, dan Pasal 51 Pasal 23 menentukan:

(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak
tersebut.

Pasal 33 menentukan: Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan. Pasal 39 menentukan: Hak guna bangunan dapat dijadikan
janman utang dengan dibebani hak tanggungan. Pasal 51 menentukan: Hak
Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak gima usaha, dan hak guna
bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33. dan 39 diatur dengan undang-undang.

12
Veitnzal Rival, Islamic Finansial Management, (Jakarta Raja Grafindo Persada, 2008) hlm, 666-667

11
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka pemerintah membuat Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-
Benda di Atasnya. Istilah hak tanggungan sebagai hak jaminan yang dilahirkan oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok
Agraria (UUPA).

Istilah hak tanggungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
sebagai berikut. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan,
sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima. 13
(Balai Pustaka, 2001) Penggunaan istilah hak "tanggungan" bagi lembaga jaminan
atas tanah hingga saat ini masih dipersoalkan oleh beberapa ahli.14 (Khoidin, 2017)
Kata tanggungan sebenarnya merupakan istilah yang lazim dipakai di dunia
perasuransian. Kala tanggung sering dipakai sebagai sinonim dari kata asuransi,
sehingga muncul istilah penanggungan, artinya asuradur dan tertanggung, yaitu
pihak yang diasuransikan atau ditanggung.15 Sehubungan dengan pemakaian istilah
hak tanggungan di dalam UUPA dan UUHT, dunia perasuransian telah menggugat
pemakaian istilah tersebut sebagai istilah khusus bagi dunia mereka yang sebaiknya
tidak digunakan oleh kalangan selain kalangan perasuransian. Dengan digunakannya
kata tanggungan untuk menamai lembaga jaminan atas tanah maka memiliki 2 (dua)
arti, yaitu jaminan (atas tanah) dan asuransi. Berikut beberapa pengertian dari hak
tanggungan yang dikemukakan oleh para ahli.

1) Prof. Boedi Harsono, S.H. mengemukakan bahwa "Hak Tanggungan adalah


penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan
digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil
dari hasilnya seluruhnya atau sebagian-sebagian pembayaran lunas utang debitur
kepadanya.16 (Harsono, 2015)

13
Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid // (Jakarta Balai Pustaka, 1991) hlm, 899
14
M. Kholdin, Hukum Jaminan (Hak-Hak Jaminan, Hak Tanggungan, dan Eksekusi Hak Tanggungan),
(Surabaya Laksbang Yustilia 2017), him 76
15
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan (Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok, dan Masalah Masalah yang
Dihadapi Oleh Perbankan) (Bandung Alumni 1999) hlm, 4.
16
Boedi Harsono Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan UUPA, Isi, den Pelaksanaan (Jakarta
Djambatan. 1999), hlm, 24

12
2) Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. mengemukakan bahwa "Hak Tanggungan
adalah salah satu jenis dari hak jaminan di samping hi- potek, gadai, dan fidusia.
Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang memberikan
hak utama seorang debitur yang memberikan hak utama kepada seorang kreditur
tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu, untuk didahulukan terhadap kreditur
kreditur lain apabila cedera janji".17

3) Kartini Muljadi, S.H., M.H. dan Gunawan Widjaja S.H. mengemuka-kan bahwa
"Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak
mendahului, denga objek (jaminannya) berupa hak- hak atas tanah yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun. 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria atau Undang- Undang Pokok Agraria".18

2. Landsan Hukum Pembentukan Undang-Undang Hak Tanggungan


Adapun landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis dari pembentukan hak
tanggungan, yaitu sebagai berikut.
1) Landasan Filosofis
Landasan filosofis tercermin di dalam pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia. Adapun landasan filosofis dari hak tanggungan dapat dilihat di
dalam:
a. Pancasila sebagai Dasar Filsafati Bangsa Indonesia
Pancasila yang berarti lima dasar, yaitu dasar Ketuhanan Yang Maha
Esa, dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dasar Persatuan Indonesia,
dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan, dan dasar Keadilan Sosial Bagi Seluruh

17
Sutan Remy Sjundeini, foc ait, hlm, 4
18
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm, 13

13
Rakyat Indonesia. Kelima dasar ini merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan satu dengan lainnya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila
pertama meliputi juga nilai-nilai yang terkandung di dalam sila kedua,
ketiga, keempat, dan kelima, demikian pula sebaliknya.

b. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 (empat) menyebut-
kan dengan tegas mengenai tujuan negara kesatuan Republik Indonesia,
yaitu sebagai berikut;
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.

Keempat tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut, salah


satu dari tujuannya adalah merupakan landasan filosofis dari hak
tanggungan. Landasan filosofis itu dapat dilihat dari tujuan negara yang
ingin memajukan kesejahteraan umum. Untuk memajukan kesejahteraan
umum maka negara melalui lembaga keuangannya seperti bank dapat
menyalurkan pinjaman kredit kepada nasabah yang memerlukan dengan
memberikan jaminan berupa hak tanggungan, sehingga dari pinjaman uang
tersebut dapat dimanfaatkan oleh nasabah peminjam untuk meme- nuhi
kebutuhannya. Salah satunya adalah untuk modal usaha, sehingga dengan
adanya modal usaha tersebut maka nasabah debitur memper- oleh
penghasilan dari usahanya, sehingga secara tidak langsung peran negara
sebagaimana yang terdapat dalam alinea keempat UUD 1945 berupa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud dengan diberikan
pinjaman kredit dengan jaminan hak tanggungan. Hasil dari mengupayakan
dan memanfaatkan sumber daya tersebut untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

2) Landasan Yuridis

14
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggam-
barkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum
atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah
ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum
dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum
yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang- undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum
itu antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah da tetapi tidak memadai,
atau peraturannya memang sama sekali belum ada.19
Berikut landasan yuridis dari hak tanggungan.
a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 Ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3) yang menentukan:
"Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat".

Isi Pasal 33 ayat (3) tersebut menggambarkan bahwa manfaat dari


menjaminkan hak atas tanah (Hak Tanggungan) yang merupakan bagian dari
sumber daya agraria bagi pemilik tanah yang membutuhkan uang/ dana
dengan menjaminkan hak atas tanahnya, sehingga oleh lembaga bank dapat
memberikan pinjaman kepadanya. Dengan diberikannya pinjaman oleh
bank, maka nasabah dapat menggunakan uang tersebut untuk kebutuhannya
seperti modal dalam melakukan usaha, sehingga ini dapat meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat tersebut.

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-


Pokok Agraria

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ada beberapa pasal yang


mengatur berkaitan dengan hak tanggungan, yaitu sebagai berikut:

19
Lampiran | Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

15
1) Pasal 23 menyatakan bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihan,
hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftar- kan
dan pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan
hak tersebut.
2) Pasal 25 menyatakan bahwa hak milik dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak tanggungan.
3) Pasal 32 menyatakan bahwa hak guna usaha, demikian pula setiap
peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan dan pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai sahnya peralihan dan hapusnya, kecuali dalam hal hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
4) Pasal 33 menyatakan bahwa hak guna usaha dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani hak tanggungan.
5) Pasal 38 menyatakan bahwa hak guna bangunan, demikian pula setiap
peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan dan pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang
kuat mengenai sahnya peralihan dan hapusnya, kecuali dalam hal hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
6) Pasal 39 menyatakan bahwa hak guna usaha dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani hak tanggungan.
7) Pasal 51 menyatakan bahwa hak tanggungan yang dapat dibebankan
pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam
Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang.
8) Pasal 57 UUPA disebutkan bahwa selama undang-undang hak
tanggungan belum terbentuk, maka digunakan ketentuan tentang hipotek
sebagaimana yang diatur di dalam KUH Perdata dan Credietverband.

3) Landasan Empiris
Landasan empiris/sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebu- tuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesung- guhnya

16
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara.
Secara empiris bahwa dengan berkembangnya lembaga perbankan dan
perekonomian lainnya sebagai wadah bagi masyarakat untuk melaku- kan
transaksi keuangan guna membantu masyarakat mengembangkan usahanya
untuk meningkatkan kesejahteraan. Guna menjamin keper- cayaan lembaga
keuangan terhadap debitur, maka lembaga keuangan memerlukan jaminan
kebendaan terhadap utang-piutang yang dilakukan oleh debitur dan kreditur.

3. Tujuan Dan Fungsi Hak Tanggungan


1) Tujuan Hak Tanggungan
Di dalam bagian menimbang pada huruf a Undang-Undang Hak
Tanggungan dikatakan, bahwa masyarakat kita membutuhkan suatu lembaga
jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum. Selanjutnya,
pada bagian c dikatakan, bahwa lembaga jaminan hipotek dan credietverband
sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan. Di
samping itu, Undang-Undang Hak Tanggungan juga menampung hak atas tanah
lain yang selama ini bukan merupakan objek hak jaminan hipotek maupun
credietverband, yaitu hak pakai atas tanah tertentu, yang wajib didaftar dan dapat
dialihkan. Dengan demikian, kita mestinya boleh berharap, bahwa ketentuan-
ketentuan dalam Undang- Undang Hak Tanggungan maupun pelaksanaannya di
dalam praktik, akan memberikan kedudukan yang lebih kuat kepada para pihak
dalam perjanjian penjaminan dan suatu kepastian hukum yang lebih besar
mengenai hak- hak mereka daripada yang telah diberikan oleh lembaga hipotek.
Dengan tujuan seperti itu, maka Undang-Undang Hak Tanggungan
menyingkirkan ketentuan-ketentuan tentang hipotek dan mengaturnya sendiri.

2) Fungsi Hak Tanggungan


Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda di Atasnya sebagai suatu
lembaga hukum jaminan yang dibentuk berdasarkan amanat dari UUD dan
UUPA dibentuk untuk memenuhi kebutuhan jaminan kredit lembaga keuangan
berupa perbankan, kopęsasi, dan lainnya. Dengan demikian maka eksistensi hak
tanggungan bagi kelangsungan transaksi keuangan pada lembaga-lembaga

17
keuangan dalam hubungannya dengan para pelaku usaha mempunyai peran dan
fungsi yang sangat penting.

Fungsi hak tanggungan adalah untuk menjamin utang yang besarannya


diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian utang. Utang yang dijamin
dengan hak tanggungan harus memenuhi syarat Pasal 3 Undang-Undang Hak
Tanggungan, yang meliputi sebagai berikut;
a. Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa
utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu
atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan
dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain
yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.

Utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang
sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya
utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk
kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya pun
dapat ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang bersangkutan dan
dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara perhitungan yang
ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang
yang bersangkutan, misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-
ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.

Perjanjian yang dapat menimbulkan hubungan utang-piutang dapat


berupa perjanjian pinjam-meminjam maupun perjanjian lain, misalnya
perjanjian pengelolaan harta kekayaan orang yang belum dewasa atau yang
berada di bawah pengampuan, yang diikuti dengan pemberian Hak
Tanggungan oleh pihak pengelola.

b. Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau unter satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa
hubungan hukum.

18
Seringkali terjadi debitur berutang kepada lebih dari satu kreditur,
masing-masing didasarkan pada perjanjian utang-piutang yang ber-lainan,
misalnya kreditur adalah suatu bank dan suatu badan afiliasi bank yang
bersangkutan. Piutang para kreditur tersebut dijamin dengan satu Hak
Tanggungan kepada semua kreditur dengan satu akta pemberian Hak
Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dibebankan atas tanah yang sama.
Bagaimana hubungan para kreditur satu dengan yang lain, diatur oleh
mereka sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitur dan pemberi
Hak Tanggungan kalau bukan debitur sendiri yang memberinya, mereka
menunjuk salah satu kreditur yang akan bertindak atas nama mereka.
Misalnya mengenai siapa yang akan menghadap PPAT dalam pemberian
Hak Tanggungan yang diper- janjikan dan siapa yang akan menerima dan
menyimpan sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan.

19
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Makalah ini telah mengungkapkan bahwa pemahaman yang mendalam tentang
hukum benda sangat penting dalam kehidupan. Hukum benda memainkan peran kunci
dalam mengatur hubungan antara individu, bisnis, dan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan menjaga keadilan, keamanan, dan ketertiban dalam transaksi dan kepemilikan
benda, hukum ini memberikan pondasi penting untuk masyarakat yang berfungsi dengan
baik.

Hukum benda adalah bagian integral dari sistem hukum yang berfungsi untuk
melindungi hak dan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam kepemilikan dan
perolehan benda. Dengan memahami konsep-konsep dasar hukum benda dan mengikuti
prinsip-prinsip hukum yang berlaku, kita dapat menciptakan masyarakat yang adil dan
seimbang dalam pengaturan benda.

B. Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasa tulisan ini sangatlah sederhana dan jauh
dari kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk
perbaikan tulisan ini agar menjadi lebih baik lagi kedepannya dan dapat bermanfaat bagi
para pembaca maupun penulis sendiri

20
BAB IV
Daftar Pustaka

Abas, M., Citra, H., Amalia, M., Lawra, R. D., Kamilah, A., Fajrina, R. M., Marwenny, E., & Nizwana,
Y. (2023). PENGANTAR HUKUM INDONESIA: Pemahaman Dasar dalam Sistem Hukum. PT.
Sonpedia Publishing Indonesia.

Balai Pustaka, P. N. (2001). Kamus besar bahasa Indonesia. (No Title).

Harsono, B. (2015). Hukum Agraria Indonesia. Buku Dosen-2014.

Khoidin, M. (2017). Hukum Jaminan (Hak-Hak Jaminan, Hak Tanggungan dan Eksekusi Hak
Tanggungan). Surabaya: Laksbang Yustisia.

PNH Simanjuntak, S. H. (2017). Hukum Perdata Indonesia. Kencana.

Saija, R., & Letsoin, R. F. X. V. (2016). Buku Ajar Hukum Perdata. Deepublish.

Supramono, G. (1995). Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis. Djambatan.

Tutik, D. R. T. T., & SH, M. H. (2015). Hukum perdata dalam sistem hukum nasional. Kencana.

21

Anda mungkin juga menyukai