Anda di halaman 1dari 17

i

Proposal Skripsi

“Analisis Pasal 1 sampai pasal 19 Undang – Undang Nomor 19 Tahun


2019 Mengenai Kedudukan dan Kewenangan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK) Perspektif Siyasah Dusturiyah”

Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat Seminar Proposal

Disusun Oleh :

M Nuzulul Hidayat (18671013)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH


SYAR’IYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

2021/2022
ii

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul “Analisis Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai kedudukan dan kewenangan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Perspektif Siyasah Dusturiyah”. Proposal penyusunan
penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa Program Studi
Sarjana Hukum Tata Negara IAIN CURUP dalam Tugas Akhir. Proposal penelitian ini
disusun atas kerjasama dan berkat bantuan dari berbagai pihak.

Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan laporan tugas akhir


ini. Besar harapan penyusun akan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya
Penyusun berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi pembaca
sekalian.

Curup, 11 Oktober 2021

Penyusun
iii

Daftar Isi

Cover i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

A. Latar Belakang Masalah 1


B. Batasan Masalah 5
C. Rumusan Masalah 5
D. Tujuan Penelitian 6
E. Manfaat Penelitian 6
F. Tinjauan Terdahulu yang Relevan 7
G. Penjelasan Judul 9
H. Metode Penelitian 11
I. Sistematika penulisan 12

Daftar Pustaka
1

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Adalah Negara Hukum 1. Dan negara
islam2 serta berlandaskan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia dan Ideologi
Pancasila.3 Dasar Negara Republik Indonesia ini bertujuan untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia  dan tumpah darah  Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa,4 menciptakan tatanan masyarakat, Bangsa, dan Negara yang tertib, aman,
bersih dan adil sesuai dengan nilai – nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila yang
menjadi dasar tujuan hidup bangsa indonesia sejak dahulu kala sampai dengan sekarang.
Negara Indonesia dalam perkembangan dunia modern ini masih tergolong kedalam negara
berkembang yang didalam keseluruhan aspek pemerintahannya belum bisa dibilang sebagai
negara maju. Dikarenakan masih banyak keterampilan diberbagai bidang yang masih belum
dikuasai serta masih membutuhkan banyak negara untuk mengembangkan negaranya menjadi
negara maju.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam posisinya sebagai salah satu negara yang
berkembang di dunia, serta memiliki masyarakat yang beranekaragam budaya, asal, suku,
bahasa berusaha untuk membuat perubahan di segala bidang dan di berbagai aspek untuk
mengangkat ketinggalannya diantara negara negara terkhususnya diantara negara di daerah
asia tenggara. Beberapa pembenahan dalam aspek administrasi dan pembangunan. Misalnya,
sampai sekarang ini proses administrasi dan pembangunan dalam segala sektor masih belum
bisa terwujud sepenuhnya.

Karena masih banyaknya masalah-masalah yang mempengaruhinya. Salah satu masalah


yang menjadi penyebab perubahan ini adalah kuatnya penyebaran tindak pidana korupsi yang
selalu ada dan menjadi perhatian masyarakat, terkhususnya di provinsi bengkulu akhir akhir
ini. Masalah korupsi terkait dengan kompleksitas masalah antara lain masalah moral / sikap
mental, masalah pola hidup kebutuhan serta kebudayaan dan lingkungan sosial, masalah
kebutuhan / tuntutan ekonomi dan kesejahteraan sosial ekonomi, masalah struktur / system
ekonomi, masalah system / budaya politik, masalah mekanisme pembangunan dan lemahnya

1
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945
2
www.radarbangsa.com
3
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan materi muatan, (Yogyakarta:Penerbit
Kanisius, 2014), hlm 183
4
Alinea 4 UUD NRI 1945
2

birokrasi / prosedur administrasi (termasuk system pengawasan) di bidang keuangan dan


pelayanan publik.5 Adapun korupsi merupakan salah satu factor yang menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan ekonomi bangsa. Setiap bentuk tindak pidana terhadap keuangan
Negara atau perekonomian Negara harus di cegah dan ditanggulangi seobjektif mungkin.
Faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan,
amanah, wewenang atau kedudukan publik atau Negara untuk keuntungan pribadi.

Korupsi Berdasarkan Undang – undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Tindak Pidana
Korupsi tidak ada menyebutkan tentang definisi dari korupsi itu, namun dapat dipahami
bahwa tindakan korupsi terdiri perbuatan seseorang atau korporasi yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. 6

Menurut Siti Maryam, tindak pidana korupsi adalah:

“Setiap Perbuatan seseorang atau badan hukum yang melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung
merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara dan atau diketahui patut disangka
olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara”7

Tindak Pidana Korupsi ini juga bisa menjadi ancaman yang menakutkan bagi
terwujudnya impian dan cita cita bangsa indonesia yaitu, menjadi bangsa yang bersih, adil,
makmur, dan sejahtera. Seiring dengan berjalannya waktu tindak pidana korupsi ini pun
semakin tumbuh dan berkembang walaupun peraturan juga selalu diperbarui. Tetap saja,
korupsi di indonesia ini terus merajalela. Bahkan semakin meningkat dari tahun ketahun, baik
dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
kualitas tindak pidana korupsi yang semakin sistematis.

Bahkan ranah penyebarannya pun sudah meluas ke seluruh aspek lini kehidupan
bermasyarakat di indonesia. Tidak hanya lembaga legislatif, yudikatif. Tapi juga, di lembaga
eksekutif. Baik di pemerintahan daerah maupun di pemerintahan pusat. Meningkatnya tindak
pidana korupsi yang tidak terkendali akan dapat membawa bencana yang sulit diketahui,
5
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Penerbit Alumni, 2005), halaman 85.
6
Penjelasan atas Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
7
Siti Maryam, “Pengertain Tindak Pidana Korupsi”, http://sitimaryamnia.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-
tindak-pidana-korupsi.html
3

karena tidak saja terhadap kehidupan perekonomian bangsa, tetapi juga kehidupan berbangsa
dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka
tindak pidana korupsi tidak dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah
menjadi kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang sangat luar biasa.8

Berbagai kebijakan dan peraturan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan


perundang-undangan, antara lain dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi9, Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN, Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN, serta
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang – Undang nomor 10 Tahun 2015 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2019
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Tindak
Pidana Korupsi, Keputusan Presiden RI Nomor 127 Tahun 1999 Tentang Pembentukan
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.

Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 19
Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka, dibentuklah suatu
lembaga negara. Adapun lembaga yang dimaksud bisa saja lembaga yang dibentuk
berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 ataupun Undang – Undang. Namun demikian,
lembaga yang dimaksud untuk memerangi tindak pidana korupsi yang terus berkembang di
indonesia yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) .10

Beberapa Tahun yang lalu bangsa indonesia digemparkan dengan berita perevisian
undang undang kpk yang kedua atas undang undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kegemparan itu terjadi karena tepat setelah selesainya

8
Drs. Ermansyah, memberantas korupsi bersama KPK, (Jakarta, Sinar Grafika,2008), Hlm.183
9
Prof.Dr.H.Salim HS.,Hukum Pidana Khusus, (Depok,Raja Prasindo, 2019), hlm 31
10
Jimly Asshiddique, “ Perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca reformasi “, (jakarta,sinar
grafika,2012), hlm 44-46
4

pemilihan calon Pimpinan KPK terbaru Periode atau dengan masa jabatan 2019-2023 dengan
atas nama Firli Bahuri sebagai ketua Pimpinan KPK, yang dimana pada saat pemilihan itu
pemilihan calon ketua pimpinan KPK masih menuai kontroversi dan penolakan dari khalayak
ramai, dimulai dari awal awal nama nama calon pimpinan kpk yang belum diberi ke presiden
sampai kepada nama calon tersebut sudah diberikan kepada presiden. Semuanya ada 10 nama
calon pimpinan KPK. Selain itu juga, khalayak juga menganggap jikalau perubahan Undang-
Undang tersebut terkesan sangat cepat, entah itu dari segi formil maupun dari materiiilnya.

Banyak bukti lapangan bahwa lembaga legislatif dan eksekutif dinilai terlalu cepat atau
tergesa gesa dalam perumusan revisian Undang – Undang KPK. Dari segi formilnya
diketahui bahwa proses perancangan undang – undang tersebut hanya membutuhkan waktu
13 hari dan sebanyak 5 kali sidang. Padahal, bila kita melihat undang – undang nomor 12
tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dijelaskan pada pasal 49
ayat (2) bahwa dalam membuat atau merancang peraturan perundang – undangan peerintah
memiliki batas waktu sebanyak 60 hari untuk membahas dan menyetujui apakah rancangan
ini disetujui atau ditolak.

Di sisi lain perubahan atau perevisian pada Undang – Undang KPK ini memang sangat
dibutuhkan untuk menghindari anggapan atau pelabelan lembaga Superbody Atau lembaga
yang tidak diawasi pada KPK yang dengan dimilikinya hak hak yang akan terkesan eklusif
dari lembaga negara yang lain, sehingga diperlukan bagian didalam kpk yang dibentuk untuk
mengawasi KPK dari dalam. Dan dibentuklah Dewan Pengawas di KPK.

Berdasarkan perkembangan muncul masalah dan pertanyaan apakah KPK ini termasuk
kedalam ranah lembaga legislatif atau eksekutif. Masalah ini juga kembali muncul saat
dibentuk panitia khusus angket KPK oleh DPR. Yusril Ihza Mahendra menyebut KPK
sebagai bagian dari eksekutif sehingga dapat dikenakan hak angket. Tapi ahli hukum lain
menyebutkan berbeda. Dan lagi banyak sekali penolakan dari berbagai pihak dan khalayak
umum, baik itu dari professor, guru besar, akademisi, praktisi, hingga oleh anggota KPK itu
sendiri, karena dianggap dapat membunuh lembaga antikorupsi itu.

Masalah yang ada mengenai perubahan undang – undang KPK atau Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak hanya sebatas kedudukan KPK saja. Namun ,
terdapat masalah juga dalam kewenangan KPK yang dianggap kewenangan KPK itu
dipangkas. Sehingga muncul berbagai macam perspektif masyarakat yang dianggap
melemahkan KPK.
5

KPK merekognisi beberapa persoalan dalam RUU KPK itu yang dianggap dapat
melemahkan kinerja KPK, yaitu :

1. Bagian yang mengatur bahwa Pimpinan ialah yang bertanggung jawab tertinggi dihapus
2. Pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum sehingga akan berakibat pada
tindakan – tindakan pro justice dalam pelaksanaan penindakan dalam ranah korupsi
3. Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara, semisalnya
memberikan izin kepada KPK untuk melaksanakan tugasnya. Seperti, penyadapan,
penyelidikan, penggeledahan, dan penyitaan. Jika seperti itu bagaimana jadinya jika
Dewan Pengawas Tersebut tidak atau lama dalam pemberian izin kepada KPK dalam
menjalankan tugasnya? Dan lagi siapa yang akan menjadi pengawas Dewan Pengawas
tersebut bila ada kesalahan atau lalai dalam tugasnya?
4. Tidak adanya lagi posisi penasehat KPK tanpa adanya kejelasan dan aturan tambahan
atau aturan peralihan, apakah posisi penasihat ini langsung diberhentikan saat Undang –
Undang ini disahkan?
Adapun Siyasah Dusturiyah menurut para ahli Hukum Islam adalah Peraturan
Perundang – Undangan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah agar dipatuhi dan
dilaksanakan oleh masyarakat yang termasuk kedalam cabang ilmu fiqh siyasah.
B. Batasan Masalah

Berdasarkan hal diatas penulisan ini akan membahas lebih jauh mengenai kedudukan dan
kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia ditinjau dari Revisi UU KPK terbaru tahun 2019 Perspektif Siyasah Dusturiyah.
Dari permasalahan ini penulis mencoba mengangkat tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia dalam bentuk Penulisan Hukum/Skripsi
yang berjudul: “Analisis UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengenai kedudukan dan kewenangan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) ”

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam
Penulisan Hukum/Skripsi ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca revisi Undang - Undang KPK?
6

2. Bagaimana Relevansi atau Hubungan antara Siyasah Dusturiyah dengan Lembaga


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ?
3. Kendala-kendala apa yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam menjalankan kedudukan serta kewenangannya?
D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1.Mengetahui bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

2.Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


dalam menjalankan kedudukan dan kewenangannya.

3.Mengetahui relevansi antara Siyasah Dusturiyah dengan lembaga negara Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat daripada dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil dari Penulisan proposal Hukum/Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan secara khusus bermanfaat bagi
ilmu hukum ketatanegaraan khususnya dalam tinjauannya mengenai kedudukan,
kewenangan, kendala serta upaya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), serta hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan diharapkan
dapat bermanfaat bagi pendidikan di bidang ilmu hukum.

2. Secara Praktis

a. Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) :

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan saran dan masukan bagi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu berupa saran-saran mengenai pelaksanaan kewenangan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

b. Bagi Penulis :
7

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya dalam menganalisa kedudukan serta
kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani pelaku tindak pidana
korupsi yang ditinjau dari aspek hukum ketatanegaraan Indonesia.

c. Bagi Universitas :

Manfaat penelitian ini bagi civitas akademika adalah sebagai referensi bagi rekan-rekan
mahasiswa lain dalam mengadakan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian
ini.

d. Bagi Pembaca :

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca yang ingin
mengetahui lebih dalam tentang peran dan kedudukan lembaga Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).

F. Tinjuan terdahulu yang relevan

Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa Penulisan Hukum/Skripsi tentang


kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa diantaranya yaitu :

1. Penulisan Hukum/Skripsi yang ditulis oleh Dimas Ibrahim Mukti Aji dari
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2010 dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu
studi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi”. Rumusan masalah yang diambil dalam Penulisan Hukum/Skripsi
ini adalah bagaimana kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari sudut
pandang Islam. Hasil dari Penulisan Hukum/Skripsi adalah kewenangan secara umum yang
dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah merupakan kategori maslahah
mursalah yaitu bahwa kemaslahatan tersebut sebagai sebuah kemaslahatan yang umum.
Selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjalankan wewenangnya dengan
bantuan dan koordinasi pihak lain seperti Polisi dan Kejaksaan.
2. Penulisan Hukum/Skripsi yang ditulis oleh Wahyudi Dasopang dari Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara pada tahun 2019 dengan judul “Kedudukan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Analisi Putusan Mahkamah
Konstitusi No.36/PUU-XV/2017. Rumusan masalah yang diambil dalam skripsi ini yaitu
8

Bagaimana kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistem ketatanegaraan


indonesia dari sudut pandang putusan MK. Hasil dari penulisan Skripsi ini adalah Kedudukan
KPK adalah sebagai Lembaga Negara bantu, bukan termasuk ranah Legislatif maupun
Eksekutif.
3. Penulisan Hukum/Skripsi yang ditulis oleh Rina Rahmawati dari Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta pada tahun 2004 dengan judul “Urgensi Pembentukan dan
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia”. Rumusan masalah yang diambil dalam Penulisan Hukum/Skripsi
ini adalah bagaimana urgensi pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia serta bagaimana kedudukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Hasil dari
Penulisan Hukum/Skripsi ini adalah urgensi pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai salah satu lembaga pemberantas korupsi diberikan kewenangan yang
sangat kuat dan besar untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi secara
sistemik dan menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tonggak utama
dalam pemberantasan korupsi. Bahwa dilihat dari dasar pembentukannya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomer 30 Tahun 2002
sehingga dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) merupakan lembaga negara yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga negara
yang tidak ditempatkan dalam konstitusi.

Namun demikian bukan berarti lembaga negara tersebut tidak mempunyai kedudukan
hukum atau inkonstitusional, karena sifat konstitusional suatu lembaga dapat dilihat dari
fungsinya dalam melaksanakan tugas dan wewenang atas nama negara. Penulisan
hukum/skripsi ini mempunyai perbedaan dengan kedua penulisan hukum/skripsi diatas yaitu
dilihat dari segi latar belakang dan rumusan masalahnya. Persamaanya yaitu sama-sama
mengkaji mengenai kewenangan dan kedudukan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
9

G. Penjelasan Judul

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam Penulisan Hukum/Skripsi ini adalah :

1. Kedudukan
Kedudukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai status,
keadaan, atau tingkatan orang, badan atau negara.
2. Kewenangan
Kewenangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai hak dan
kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah lembaga
negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. 11
4. Tindak Pidana Korupsi
Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juga menetapkan bahwa setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

5. Dewan Pengawas

Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002


tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sama dengan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang

11
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
10

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pada Pasal 1
butir 1 yang menentukan bahwa tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

6. Hukum Ketatanegaraan
Hukum Tata Negara adalah serangkaian kaedah hukum yang mengatur tentang :

a) Jabatan-jabatan dalam susunan ketatanegaraan (organ-organ negara)

b) Cara melengkapi (pengisian) jabatan

c) Tugas dan wewenangnya

d) Hubungan kekuasaan satu sama lain

H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Hukum Normatif. Penelitian Hukum


Normatif merupakan penelitian yang berfokus pada norma (Law in the book),serta
diperlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama. 12 Menurut Peter Mahmud
Marzuki, Penelitian Hukum Normatif adalah “suatu proses untuk menemukan suatu aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi “13 Dalam Penulisan Hukum/Skripsi ini, alasan penulis menggunakan jenis
penelitian hukum normatif adalah karena penulis ingin berusaha mengkaji lebih mendalam
lagi mengenai kedudukan serta kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
pemberantasan delik pidana korupsi yang telah diatur dalam undang-undang, yang nantinya
akan dikaji menurut teori-teori serta norma-norma hukum kenegaraan.

2. Sumber Data
12
Soerjono Soekanto & Sri mamudji, Penelitian Hukum Niormatif : Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2003), hlm.13
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta,: Kencana Prenada, 2010), hlm 35.
11

Data yang digunakan dalam Penulisan Hukum/Skripsi ini adalah merupakan data
sekunder (bahan hukum) yang menjadi data utamanya, dimana data sekunder (bahan
hukum) dalam penulisan normatif terdiri dari :

a) Bahan Hukum Primer


Adapun yang menjadi bahan hukum primer yang dipakai penulis dalam menunjang
Penelitian Hukum ini adalah
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang – Undang Nomor 19 tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder yang menunjang penelitian hukum ini antara lain
berupa
buku-buku,
pendapat para ahli,
surat kabar,
majalah,
internet, dan juga
kajian hukum yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang akan dikaji.
c) Bahan Hukum Tersier
-Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Hukum
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam Penulisan Hukum/Skripsi ini
adalah melalui studi kepustakaan, yaitu cara yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data dengan membaca, mendengar, memahami dan mengkaji Peraturan
Perundang-undangan, karya ilmiah, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dikaji.14 Selain Itu penulis juga melakukan wawancara dengan
narasumber yang mempunyai kompetensi dan relevansi dengan permasalahan yang diambil
guna dimintakan pendapat hukumnya, serta melakukan studi Dokumentasi, yaitu cara
mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting

14
Dr Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alabeta, 2018), hlm 37
12

dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain
yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian.
Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari instansi/lembaga
meliputi buku-buku, laporan kegiatannya di instansi/lembaga yang relevan dengan fokus
penelitian. 15
4. Metode Analisis
Data Metode analisis dalam Penulisan Hukum/Skripsi ini karena jenis penelitiannya
adalah jenis penelitian hukum normatif, maka yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan dengan memahami serangkaian data yang
dikumpulkan secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang komperhensif mengenai
permasalahan yang akan diteliti.
Penelitian Kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. 16 Mengenai
proses penalaran yang digunakan adalah proses penalaran Induktif
Proses penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir berupa sebuah penarikan
kesimpulan yang bersifat umum atas dasar pengetahuan tentang hal-hal khusus (fakta).
Artinya dari fakta-fakta yang diperoleh kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum. 
I. Sistematika Penulisan
Penulisan Hukum/Skripsi ini terbagi menjadi 4 (empat) bab dan setiap bab terdiri
dari beberapa sub bab. Pembagian tersebut dilakukan secara sistematis sesuai dengan
tahapan-tahapan uraiannya, sehingga tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan erat satu sama
lain dan merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Adapun isi dari tiap-tiap bab tersebut
adalah sebagai berikut
Bab I berisi Pendahuluan, dimana dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian hukum ini, yang masing-masing terkait
mengenai kedudukan serta kewenangan Komisi Korupsi (KPK) dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi yang akan ditinjau dari perspektif hukum kenegaraan.
Bab II Berisi teori Fiqh Siyasah Dusturiyah menurut para ahli dan hubungannya dengan
Undang – Undang KPK terbaru ini

15
DR. Ridua, Metode dan teknik menyusun proposal penelitian, (Bandung: Alfabeta,2014), hlm.72
16
Sukarman Syarnubi, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bengkulu; LP2 STAIN Curup, 2011),
Hal.165
13

Bab III berisi Pembahasan, dimana bab ini menguraikan mengenai permasalahan hukum
dengan didasarkan pada pengertian, kedudukan, fungsi/kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang akan ditinjau dari
perspektif siyasah dusturiyah
Bab IV berisi Hasil Analisis, dimana bab ini memuat mengenai hasil dari analisis
terhadap undang – undang KPK yang berkenaan dengan kedudukan dan kewenangan KPK
Bab V berisi Penutup, dimana dalam bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang
didapat dari uraian dalam bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang relevan untuk
Penulisan Hukum/Skripsi Ini.
1

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Arief Barda Nawawi, 2005 Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,Bandung PT Aditya Bakti
Arif Barda Nawawi, 1996, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan
Pidana Penjara, semarang, UNDIP
Asshiddique Jimly,2012. “ Perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca reformasi
“, jakarta,sinar grafika
Dr Ibrahim,2018, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Alabeta
Ermansyah,2008,memberantas korupsi bersama KPK,Jakarta,Sinar Grafika, 2008
HS.Salim,2019, Hukum Pidana Khusus, Depok, Raja Prasindo
Maria Farida Indrati S,2014, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan materi muatan,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Marzuki Peter Mahmud,2010 Penelitian Hukum, Jakarta,: Kencana Prenada,
Riduan,2014, Metode dan teknik menyusun proposal penelitian, Bandung: Alfabeta,
Soekanto, soerjono, Sri mamudji,2003 Penelitian Hukum Niormatif : Suatu Tinjauan Singkat,
PT. Jakarta : Raja Grafindo Persada, ,
Syarnubi Sukarman,2011, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bengkulu; LP2
STAIN Curup,

Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2001
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019

Internet

www.radarbangsa.com

http://sitimaryamnia.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-tindak-pidana-korupsi.html

Anda mungkin juga menyukai