Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA NY.W DENGAN ASAM URAT


DI LENTENG AGUNG JAKARTA

Disusun Oleh :

AMBAR SUSILOWATI

012221061

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
2023
TEORI ASAM URAT

A. Konsep Dasar Gout Arthritis

1. Definisi

Menurut American College of Rheumatology (2012), gout arthritis

adalah suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang

sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari

nyeri inflamasi satu sendi. Gout arthritis adalah bentuk inflamasi artritis

kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki.

Namun, gout arthritis tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga

mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan,

pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya

hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin

parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout

arthritis merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan

metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat

(hiperurisemia). Penyakit gout arthritis merupakan penyakit akibat

penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan

nyeri sendi disebut gout artritis.

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat digolongkan menjadi

2, yaitu:
a. Gout primer

Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga

berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang

menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan

meningkatnya produksi asam urat. Hiperurisemia atau berkurangnya

pengeluaran asam urat dari tubuh dikatakan dapat menyebabkan terjadinya

gout primer. Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih

belum jelas diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah

gout dan hiperurisemia primer. Gout arthritis primer yang merupakan akibat

dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia karena penurunan

ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-20%).

b. Gout sekunder

Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan

yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang

menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan

kelainan yang menyebabkan sekresi menurun. Hiperurisemia sekunder karena

peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan

menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim

glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena

kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob.

Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat disebabkan karena

keadaan yang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau pemecahan

asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk

AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam

metabolisme

7
purin, sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan

dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan

filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian

obat-obatan.

3. Faktor Risiko

Berikut ini yang merupakan faktor resiko dari gout arthritis :

a. Suku bangsa /ras

Suku bangsa yang paling tinggi prevalensinya pada suku maori di

Australia. Prevalensi suku Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali

sedangkan Indonesia prevalensi yang paling tinggi pada penduduk pantai dan

yang paling tinggi di daerah Papua.

b. Konsumsi ikan laut

Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi.

Konsumsi ikan laut yang tinggi mengakibatkan asam urat.

c. Penyakit

Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia.

Misalnya Obesitas, diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia.

Adipositas tinggi dan berat badan merupakan faktor resiko yang kuat untuk

gout pada laki-laki, sedangkan penurunan berat badan adalah faktor

pelindung.

d. Obat-obatan

Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya

hiperurisemia. Misalnya Diuretik, antihipertensi, aspirin. Obat-obatan juga

mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik sering digunakan untuk

menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal tersebut

8
juga dapat menurunkan

9
kemampuan ginjal untuk membuang asam urat. Hal ini pada gilirannya, dapat

meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan serangan gout.

Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan

menyesuaikan dosis. Serangan gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti

cedera dan infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat.

Hipertensi dan penggunaan diuretik juga merupakan faktor risiko penting

independen untuk gout. Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat,

yaitu: dosis rendah menghambat ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar

asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg / hari) adalah uricosurik.

e. Jenis Kelamin

Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan

perempuan pada semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-

laki dan perempuan sama pada usia lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian

Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan perempuan secara

keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed care di

Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan

gout adalah 4:1 pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada

mereka lima puluh enam persen lebih dari 65 tahun. Pada pasien perempuan

yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi datang ke dokter

didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka yang

lebih tua dari 80 tahun.

10
f. Diet tinggi purin

Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan

bagian dari kolesterol, trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan

dengan purin tinggi.

4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria

dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila

konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat

menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout

tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan secara

mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap

dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya

serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang, penumpukan

kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap dibagian

perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan

Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis.

Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal

monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada

beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat

ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang sebelumnya tidak

pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout dapat timbul pada

keadaan asimptomatik. Terdapat peranan temperatur, pH, dan kelarutan urat

untuk timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada

temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat

11
menjelaskan mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua

tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristalmonosodium urat pada

metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang

berulang-ulang pada daerah tersebut.

Gambar 1
Pathway gout
arthritis

5. Manifestasi Klinis

Gout arthritis terjadi dalam empat tahap. Tidak semua kasus

berkembang menjadi tahap akhir. Perjalanan penyakit asam urat mempunyai

4 tahapan, yaitu:

a. Tahap 1 (Tahap Gout Artritis akut)

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada

laki- laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun

merupakan bentuk tidak lazim gout artritis, yang mungkin merupakan

12
manifestasi adanya

13
gangguan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin.

Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan

predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra. Gejala yang muncul sangat

khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam

waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur

terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler

berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa

demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan

endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan

pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik

setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun. Pada perjalanan penyakit

selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat

mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari

tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serangan

menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat,

dan masa penyembuhan yang lama

b. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)

Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu

tertentu. Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-

10 tahun. Namun rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya

rentang waktu pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya

pernah menderita serangan gout arthritis akut. Atau menyangka serangan

pertama kali yang dialami tidak ada hubungannya dengan penyakit gout

arthritis.

14
c. Tahap 3 (Tahap Gout Artritis Akut Intermitten)

Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa

gejala, maka penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan

serangan artritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya penderita akan sering

mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dengan

serangan berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan makin lama

makin panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak. Misalnya

seseorang yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali, namun bila tidak

berobat dengan benar dan teratur, maka serangan akan makin sering terjadi

biasanya tiap 6 bulan, tiap 3 bulan dan seterusnya, hingga pada suatu saat

penderita akan mendapat serangan setiap hari dan semakin banyak sendi yang

terserang.

d. Tahap 4 (tahap Gout Arthritis Kronik Tofaceous)

Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun

atau lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi

yang sering meradang yang disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan

keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal

monosodium urat. Thopi ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan

tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi semakin besar dan banyak akan

mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.

6. Penatalaksanaan

Secara umum, penanganan gout artritis adalah memberikan edukasi,

pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara

dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan

gout arthritis akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan

15
peradangan dengan obat-obat, antara lain: kolkisin, obat antiinflamasi

nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau hormon ACTH. Obat penurun gout

arthritis seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak dapat diberikan pada

stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah mengkonsumsi

obat penurun gout arthritis, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium

interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar asam

urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar

asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat

alupurinol bersama obat urikosurik yang lain.

7. Komplikasi

Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari gout arthritis meliputi

severe degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada

sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses

inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga

menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal

monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan

Interleukin-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase

yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat

mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan

fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta

artikular tulang. gout arthritis telah lama diasosiasikan dengan peningkatan

resiko terjadinya batu ginjal. Penderita dengan gout arthritis membentuk batu

ginjal karena urin memilki pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat

yang tidak terlarut (Liebman et al, 2007).

16
B. Ketidakpatuhan diet

1. Pengertian ketidakpatuhan

Ketidakpatuhan merupakan perilaku individu dan atau pemberi asuhan

tidak mengikuti rencana perawatan atau pengobatan yang disepakati dengan

tenaga kesehatan, sehingga menyebabkan hasil perawatan atau pengobatan

tidak efektif (PPNI, 2016).

Menurut Bulecheck, Butcher, Dochterman, & Wagner (2016)

Ketidakpatuhan adalah perilaku individu dan atau pemberi asuhan yang tidak

sesuai dengan rencana promosi kesehatan atau terapeutik yang ditetapkan

oleh individu (dan atau keluarga dan atau komunitas) serta professional

pelayanan kesehatan. Perilaku pemberi asuhan atau individu yang tidak

mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau terapeutik secara

keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan hasil akhir yang tidak efektif

secara klinis atau sebagian tidak efektif.

2. Penyebab ketidakpatuhan

Menurut (PPNI, 2016) penyebab ketidakpatuhan yaitu:

a. Disabilitas (misalnya penurunan daya ingat, defisit sensorik atau motorik)

b. Efek samping program perawatan atau pengobatan

c. Lingkungan tidak terapeutik

d. Program terapi kompleks dan atau lama

e. Hambatan mengakses pelayanan kesehatan (misalnya gangguan

mobilisasi, masalah transportasi, ketiadaan orang yang merawat anak di

rumah, cuaca tidak menentu)

f. Program terapi tidak ditangguang asuransi.

17
g. Ketidakadekuatan pemahaman (sekunder akibat defisit kognitif,

kecemasan, gangguan penglihatan atau pendengaran, kelelahan, kurang

motivasi).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan digolongkan

menjadi 4 bagian menurut Niven (2012), antara lain:

a. Pemahaman tentang instruksi

Seseorang bisa berprilaku tidak patuh terhadap instruksi jika terjadi

salah paham terhadap instruksi yang diberikan. Ditemukan sekitar 60%

responden yang diwawancara setelah bertemu dengan dokter salah mengerti

tentang imstruksi yang diberikan padanya. Hal ini diakibatkan oleh kegagalan

profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,

penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus

diingat klien.

b. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan

bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

c. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan nilai keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian.

Becker (dalam Niven, 2012) telah membuat suatu usulan bahwa

model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya

18
ketidakpatuhan.

19
Mereka menggunakan kegunaan model tersebut dalam sebuah penelitian

untuk memperkirakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan pasien hemodialisa

kronis,

50 orang dengan gagal ginjal kronis tahap akhir yang harus mematuhi

pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan cairan, pengobatan dan

dialisa. Mereka diwawancarai tentang keyakinan kesehatan mereka

meenggunakan suatu model dan menemukan bahwa pengukuran dari tiap-tiap

model tersebut sangat berguna sebagai peramal dari kepatuhan terhadap

regimen pengobatan.

4. Cara mengatasi ketidakpatuhan

Menurut Niven (2012) perawat dapat mengusulkan rencana untuk

mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain :

a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri banyak dari klien yang

tidak patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi nasihat-nasihat pada

awalnya. Pemicu ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lama

serta paksaan dari tenaga kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada

klien sehingga awal mula klien mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi

tidak patuh.

b. Perilaku sehat

Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga perlu

dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah prilaku,

tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi

diri dan penghargaan terhadap diri sendiri harus dilakukan dengan kesadaran

diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan antara klien dengan pemberi

pelayanan kesehatan agar terciptanya perilaku sehat.


20
c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dari anggota keluarga dan sahabat dalam bentuk

waktu, motivasi dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan klien.

Contohnya tidak memiliki pengasuh, transportasi tidak ada, anggota keluarga

sakit, dapat mengurangi intensitas kepatuhan. Keluarga dan teman dapat

membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu,

keluarga dan teman dapat menghilangkan perilaku ketidaktaatan dan sebagai

pendukung untuk mencapai kepatuhan.

5. Diet Gout Arthritis

Menurut Helmi (2012), Tujuan diet gout arthritis adalah untuk

mencapai dan mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar

asam urat dalam darah dan urin. Diet penyakit gout arthritis adalah:

a. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Bila berat badan berlebih atau kegemukan, asupan energi sehari

dikurangi secara bertahap sebanyak 500-1000 kkal dari kebutuhan energi

normal hingga tercapai berat badan normal (Almatsier, 2005). Penderita

gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus

diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan

kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena

adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui

urine.

b. Protein cukup

Protein yaitu 1,0-1,2 g/kg BB atau 10-15% dari kebutuhan energi total

(Almatsier, 2005). Protein terutama yang berasal dari hewan dapat

21
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang

mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal,

otak dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 50-70 g/hari

atau 0.8-1 g/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah

protein nabati yang berasal dari susu,keju, dan telur.

c. Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan purin

>150 mg/100 gr (Almatsier, 2005).

Apabila telah terjadi pembengkakan sendi, maka penderita gangguan

asam urat harus melakukan diet bebas purin. Namun, karena hampir semua

bahan makanan sumber protein mengandung nukleoprotein, maka hal ini

hampir tidak mungkin dilakukan. Tindakan yang harus dilakukan adalah

membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin per hari (diet normal

biasanya mengandung 600-1000 mg purin per hari).

d. Lemak sedang

Lemak sedang yang dimaksud yaitu 10-20% dari kebutuhan energi

total. Lemak berlebih dapat menghambat pengeluaran asam urat atau purin

melalui urin. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15% dari total kalori.

e. Karbohidrat dapat diberikan lebih banyak

Yaitu 65-75% dari kebutuhan energi total. Karena kebanyakan pasien

gout arthritis mempunyai berat badan lebih, maka dianjurkan untuk

menggunakan sumber karbohidrat kompleks. Karbohidrat kompleks seperti

nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh pasien gangguan

asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.

Konsumsi karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per

22
hari. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis,

gulali, dan sirup sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan

kadar asam urat dalam darah

f. Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.

Memperbanyak konsumsi sumber makanan berpotasium tinggi, seperti

pisang, avokad, kentang, susu, dan yoghurt. Memperbanyak konsumsi buah-

buahan yang mengandung banyak vitamin C, seperti tomat, stroberi dan

jeruk. Memperbanyak konsumsi buah-buahan yang berkhasiat sebagai

diuretik karena kaya air, seperti jambu air, blewah, melon dan semangka.

Dianjurkan mengonsumsi tanaman herbal dan buah-buahan yang berkhasiat

mengatasi penyakit asam urat, seperti daun salam, sidaguri, sirsak, labu siam,

kentang, apel dan suka apel (Noormindhawati, 2014).

Berdasarkan kadar purinnya, sumber makanan berpurin dikelompokkan

menjadi 3, yakni sumber makanan yang mengandung purin tinggi, sedang dan

rendah. Berikut ini akan diuraikan kriteria masing-masing sumber makanan

berdasarkan kadar purinnya.

1) Sumber makanan yang mengandung purin tinggi

Dalam kadar yang normal sebenarnya purin sangat bermanfaat bagi

tubuh kita. Namun, jika jumlahnya melebihi batas normalnya, maka akan

meningkatkan produksi asam urat. Akibatnya terbentuklah kristal-kristal

asam urat. Sumber makanan yang termasuk berkadar purin tinggi bisa dilihat

pada tabel 1 dibawah ini.

23
Tabel 1
Sumber makanan yang mengandung purin tinggi
Sumber makanan Kadar purin (mg/100 gram)
1 2
Teobromin (kafein, coklat) 2.300
Limpa kambing 773
Hati sapi 554
Ikan sarden 480
Jamur kuping 448
Limpa sapi 444
Daun melinjo 366
Paru sapi 339
Bayam, kangkung 290
Ginjal sapi 269
Jantung sapi 256
Hati ayam 243
Jantungkambing/domba 241
Ikan teri 239
Udang 234
Biji melinjo 222
Daging kuda 200
Kedelai dan kacang-kacangan 190
Dada ayam dengan kulitnya 175
Daging ayam 169
Daging angsa 165
Lidah sapi 160
Ikan kakap 160
Tempe 141
Daging bebek 138
Kerang 136
Udang Lobster 118
Tahu 108

24
Selain yang tertera pada tabel tersebut, sumber makanan dan minuman

yang juga mengandung purin tinggi diantaranya adalah berikut ini: jeroan,

kaldu atau ekstrak daging, soft Drink atau minuman bersoda, minuman

beralkohol, es krim, ikan kering, ikan tuna, salmon, ikan kembung dan aneka

jenis seafood lainnya.

2) Sumber makanan yang mengandung purin sedang

Kelompok yang kedua adalah sumber makanan yang mengandung

purin sedang. Kadar purin dalam makanan terkategori sedang jika jumlahnya

berkisar antara 9-100 mg/100 gram. Penderita asam urat sebenarnya boleh

mengonsumsi sumber makanan yang mengandung purin sedang, hanya saja

jumlahnya harus dibatasi dan tidak boleh melebihi batas yang diizinkan (100-

150 mg/hari). Untuk daging pun sebaiknya konsumsi per harinya berkisar

antara 1 hingga 1,5 potong. Sementara itu, sayuran sekitar satu mangkok (100

gram) per harinya. Konsumsi makanan yang mengandung purin sedang

melebihi batas yang dianjurkan akan menaikan kadar asam urat di dalam

darah. Sumber makanan yang mengandung purin sedang yaitu: daging dan

ikan (kecuali jenis daging dan ikan yang sudah disebutkan dalam kelompok

berpurin tinggi), biji dan daun melinjo, kacang-kacangan, kangkung, jamur,

bayam, daun pepaya, daun singkong, dan kol.

3) Sumber makanan yang mengandung purin rendah

Kelompok yang terahir adalah sumber makanan yang mengandung

purin rendah. Kadar purin dalam makanan yang terkategori rendah jika

jumlahnya kurang dari 9 mg. Penderita asam urat tidak perlu khawatir

mengonsumsi makanan yang termasuk dalam kelompok ini. Bahkan sumber

25
makanan berpurin rendah bisa dikonsumsi setiap hari karena tidak beresiko

meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Berikut ini daftar sumber

makanan yang mengandung purin rendah yaitu: nasi, ubi, roti, singkong,

jagung, susu, sayuran (kecuali yang telah disebutkan dalam kelompok

berpurin sedang), dan buah-buahan (kecuali nanas,durian,avokad)

(Noormindhawati L, 2014).

C. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gout Arthritis dalam

Ketidakpatuhan Diet

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan

waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon pasien saat ini dan

waktu sebelumnya (Carpenito-Moyet, 2007). Pada tahap ini, perawat wajib

melakukan pengkajian atas permasalahan yang ada. Yaitu tahapan di mana

seorang perawat harus menggali informasi secara terus menerus dari pasien

maupun anggota keluarga yang dibina (Murwani, Setyowati, & Riwidikdo,

2008)

Diperlukan metode yang tepat bagi perawat untuk mendapatkan data

pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga. Salah satu

metode ialah perawat menggunakan bahasa ibu (yang digunakan setiap hari)

atau bahasa daerah. Hal ini akan menghilangkan sesuatu yang terlalu formal

dan kaku sehingga dapat terjadi kedekatan antara keluarga dan perawat.

a. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari pasien, keluarga, orang terdekat, masyarakat,

dan rekan. Pasien adalah sumber informasi primer, sumber data yang asli.
26
Sumber informasi sekunder terdiri dari data yang sudah ada atau dari orang

lain selain pasien. Sumber-sumber sekunder meliputi catatan kesehatan

pasien, laporan hasil laboratorium dan anggota tim kesehatan.

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka akan mendapatkan data

yang diinginkan. Terdapat dua tipe data pada saat pengkajian yaitu data

subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari

pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi

tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen, tetapi melalui

suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif sering didapatkan dari riwayat

keperawatan termasuk persepsi pasien, perasaan, dan ide tentang status

kesehatannya. Informasi yang diberikan sumber lainnya, misalnya dari

keluarga, konsultan, dan tenaga kesehatan lainnya juga dapat sebagai data

subjektif jika didasarkan pada pendapat pasien (Muttaqin, 2010).

Sedangkan data objektif adalah data yang diobservasi dan diukur.

Informasi tersebut biasanya diperoleh melalui “sense”: 2S (sight atau

pengelihatan dan smell atau penciuman) dan HT (hearing atau pendengaran

dan touch atau taste) selama pemeriksaan fisik. Menurut Muttaqin (2010)

pengumpulan data tersebut meliputi sebagai berikut:

1) Anamnesis

Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau wawancara untuk

menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan perawat adalah

mengkaji riwayat kesehatan pasien. Dalam wawancara awal, perawat

berusaha memeroleh gambaran umum status kesehatan pasien. Perawat

memeroleh data subjektif dari pasien mengenai awitan masalahnya dan

bagimana penangan

27
yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan

masalah kesehatan dapat memengaruhi perbaikan kesehatan.

(a) Informasi Biografi

Informasi biografi meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, status

pekerjaan, status perkawinan, nama anggota keluarga terdekat atau orang

terdekat lainnya, agama, dan sumber asuransi kesehatan.

(b) Keluhan Utama

Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan menanyakan

tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan.

(c) Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan termasuk alasan untuk mencari perawatan

kesehatan dan pengkajian riwayat kesehatan masa lampau dan saat ini.

(1) Riwayat kesehatan saat ini

Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara yang

dilakukan perawat untuk menggali permasalah pasien dari timbulnya keluhan

utama pada saat pengkajian, pengkajian riwayat kesehatan sekarang seperti

menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga pasien meminta

pertolongan.

(2) Riwayat kesehatan dahulu

Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami

sebelumnya. Menurut (Muttaqin, 2010) hal-hal yang perlu dikaji meliputi:

Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi.

28
(3) Riwayat keluarga.

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh

keluarga. Apabila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab

kematian juga ditanyakan. Hal ini ditanyakan karena banyak penyakit

menurun dalam keluarga.

(4) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan.

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.

Seperti kebiasaan sosial dan kebiasaan yang memengaruhi kesehatan.

(5) Status perkawinan dan kondisi kehidupan.

Tanyakan mengenai status perkawinan pasien dan tanyakan dengan

hatihati menganai kepuasan dari kehidupannya yang sekarang. Tanyakan

mengenai kondisi kesehatan pasangannya dan setiap anak-anaknya.

2. Pemeriksaan fisik.

Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan fisik dengan pendekatan per

sistem dimulai dari kepala ke ujung kaki dapat lebih mudah dilakukan pada

kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik diperlukan empat modalitas dasar yang

digunakan meliputi, inspeksi yaitu proses observasi. Perawat menginspeksi

bagian tubuh untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda fisik yang

dignifikan. Kedua yaitu palpasi, dalam melakukan palpasi menggunakan

kedua tangan untuk menyentuh bagian tubuh untuk membuat suatu

pengukuran sensitive terhadap tanda khusus fisik. Keterampilan ini sering

kali digunakan bersamaan dengan inspeksi. Selama palpasi, pasien

diusahakan dalam keadaan santai sehingga tidak terjadi ketegangan otot yang

dapat memengaruhi hasil pemeriksaan. Selanjutnya yaitu perkusi, merupakan

teknik pemeriksaan fisik

29
dengan melibatkan pengetukan tubuh dengan ujung-ujung jari guna

mengevaluasi ukuran, batasan dan konsistensi organ-organ tubuh yang

bertujuan untuk menemukan adanya cairan di dalam rongga tubuh. Keempat

yaitu auskultasi, teknik ini adalah teknik pemeriksaan fisik dengan

mendengarkan bunyi yang dihasilkan tubuh. Setelah pemeriksaan fisik

terdapat pemeriksaan tambahan mengenai pengukuran tinggi badan dan berat

badan untuk mengkaji tingkat kesehatan umum seseorang dan pengukuran

tanda- tanda vital (tekanan darah, suhu, respirasi, nadi).

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon

aktual atau potensial terhadap masalah kesehatan yang dilakukan oleh

perawat yang mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon

aktual dan potensial pasien didapatkan melalui data dasar pengkajian,

tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis pasien masa lalu dan

konsultasi dengan professional lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama

pengkajian (Potter & Perry, 2010).

Diagnosa keperawatan dapat berhubungan dengan diagnosis medis dan

bergantung pada akses dan pengetahuan pasien tentang sumber (Taylor &

Ralph, 2013).

Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu:

a. Ketidakpatuhan berhubungan dengan Ketidakadekuatan pemahaman yang

berkaitan dengan akibat defisit kognitif

30
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau perencanaan adalah kegiatan dalam keperawatan yang

meliputi meletakkan pusat tujuan pada pasien, menetapkan hasil yang ingin

dicapai, dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan (Potter &

Perry, 2010)

Intervensi Keperawatan yang disarankan untuk menyelesaiakan

masalah Ketidakpatuhan dalam Nursing Outcomes Classification (NOC) dan

Nursing Interventions Classification (NIC) dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gout Arthritis Dalam


Ketidakpatuhan Diet Makanan Di Wilayah Kerja UPT Kesmas Sukawati 1
Tahun 2019
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil (SLKI) Keperawatan
(SIKI)
1 2 3 4
1 Ketidakpatuhan Tujuan : NIC:
Diet
a. Knowledge a. Melakukan observasi
b. Obedient tentang bagaimana
behavior: pasien memilih
recommended diet makanan.
Kriteria hasil: b. Mengajarkan pasien
a. Mengikuti program tentang nama-nama
edukasi yang makanan yang sesuai
dianjurkan. dengan diet yang
b. Mengikuti diet yang disarankan
disarankan c. Menyediakan contoh
menu makanan yang
sesuai diet
d. Memberi penjelasan

31
1 2 3 4

pada pasien tentang


tujuan kepatuhan
terhadap diet yang
disarankan terkait
dengan kesehatan
pasien
e. Memberi informasi
pada pasien tentang
jangka waktu pasien
melakukan diet
f. Menginstruksikan
pasien untuk tidak
mengonsumsi
makanan menjadi
pantangan dan
mengonsumsi yang
disarankan
g. Memberi penekanan
pada pasien tentang
pentingnya
pemantauan yang
berkelanjutan dan
memberitahu pasien
jika harus merubah
diet yang disarankan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses

keperawatan yaitu katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

32
keperawatan dilakukan dan diselesaiakan. Dalam teori, implementasi dari

rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses

keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan,

implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian (Potter &

Perry, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan

perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil

meningkatkan kondisi pasien (Potter & Perry, 2010).

33
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA Ny.W DENGAN ASAM URAT

1. IDENTITAS
Nama : Ny .W
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 66 Tahun
Tempat/ tgl lahir : Jakarta, 20-02-1957
Suku : Jawa
Alamat : Lenteng Agung RT 02/ RW 032
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Pengkajian : 09 Oktober 2023
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.”s”
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 40 Tahun
Suku : Jawa
Alamat : Lenteng Agung RT 02/ RW 032
Pendidikan : SMP
Hubungan dgn klien : Anak

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan utama :
Pasien menagatakan mengalami nyeri pada kakinya dan yang dominan nyeri adalah
kaki kiri
b. Riwayat kesehatan yang lalu :
Pasien dalam setahun ini tidak pernah mengalami sakit yang parah, tetapi hanya sakit
seperti demam batuk dan flu
c. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak ada riwayat kesehatan yang di alami keluarga pasien

34
3. AKTIVITAS / LATIHAN
Klien mengatakan aktivitas klien sehari hari dengan sendiri aktivitas sekitar rumah,
mandi, makan, minum obat klien bisa melakukan sendiri dengan pengawasan dan
sudah disiapkan.
Saat sakit : Ativitas klien dibantu sebagian oleh anaknya, jika saat nyeri kaki
istirahat dikasur

4. NUTRISI
Frekuensi makan yang di alami pasien yaitu sehari makan 3x sehari
Saat sakit : Nafsu makan Napsu makan pasien tidak seperti dulu rasanya hambar, Jenis
makanan seperti Nasi, sayur-sayuran, buah-buahan dan protein

5. ELIMINASI
Frekuensi BAK dalam 24 jam sebanyak 7-8 kali , Kebiasaan BAK malam hari:
Sering BAK pada pukul 12 malam, BAB dalam sehari 1x di waktu pagi hari,
Konsistensi Padat
Saat sakit : klien BAK sekitar 5 kali / hari BAK dan BAB bias sendiri

6. ISTIRAHAT DAN TIDUR


Lama tidur malam : Tidur malam hanya 5 jam sampe 6 jam
Tidur siang : tidak pernah tidur siang
Saat sakit : Pasien mengatakan kesulitan saat tidur dan sering terbangun saat malam
hari

7. PENGKAJIAN
a. Keadaan umum: Klien tampak sehat tapi mengalami nyeri
(Kesadaran: Composmentis)
Nyeri : Klien mengeluh nyeri pada bagian kakinya
P : Klien mempunyai penyakit Asam Urat
Q : Klien mengatakan nyeri seperti di tusuk tusuk dan pegel
R : Pada bagian kaki ( dominan kaki kiri )
S : Skala nyeri 5
T : Klien mengatakan nyeri saat ada tekanan dan di buat jalan

35
b. Pengkajian Fisik
1. BB : 70 kg , TB : 155 cm ( IMT 19, 1 : Normal )
2. Kepala : bentuk simetris tidak ada kelainan, tidak ada jejas, warna rambut
hitam beruban
3. Mata : konjungtiva merah muda
4. Telinga : simetris, pendengaran kurang, telinga bersih
5. Hidung : penciuman kurang, tidak ada kelainan
6. Mulut : bersih, mukosa kering dan pucat, tidak ada kesulitan menelan,
bicara jelas tetapi pelan
7. Gigi : tidak lengkap, geraham tinggal 2
8. Leher : normal tidak ada pembesaran kelenjar, otot menelan lemah
9. Dada dan thorax: simetris, tidak ada masa pada paru, tidak ada nyeri dada
10. Abdomen : tidak ada nyeri tekan, bising usus lemah
11. Genitalia : tidak ada luka, normal

PENGKAJIAN DENGAN PENDEKATAN SISTEM

a. Sistem Kardiovaskuler
TTV awal masuk TD 134/70 N 80 X/Menit S, 36,5, spo2 98 %, saat pengkajian RR :
27x/menit, HR : 105x/menit, TD: 150/100
b. Sistem Respiratori
Klien mengatakan tidak mengeluh sesak, Dinding dada simetris, tidak ada bekas
luka, tidak ada lesi tidak ada retraksi dinding dada, gerakan nafas (Frekuensi, irama,
kedalaman) normal tidak adanya otot-otot bantu pernafasan
c. Integumen
Terdapat lesi, kulit pasien terlihat kering dan keriput, Tidak terlihat adanya ulkus
dekubitus.
d. Ektremitas
Klien mengatakan nyerin pada kakinya sebelah kiri, Klien mengatakan kaku
terkadang pada kakinya, Klien mengatakan kakinya saat digunkan jalan terasa nyeri,
Klien tampak bungkuk.

4 4
3 3

36
e. Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket
Asam Urat 15 mg/dl 2,5 – 7,0 mg/dl high
Hemoglobin 11,00 g/dl 13-18 low
Hematokrit 44 % 42-52
Eritrosit 4,12 4,70-6,10
Leukosit 8.000 5000-10.000
Trombosit 383.000 150.000-450.000
LED 0 0-15
Basofil 0 0-1
Eosinofil 2 0-3
Netrofil batang 1 0-6
Netrofil segmen 67 50-70 high
Limfosit 17 20-40 low
Monosit 6 2-8
MCV 89.20 82-92
MCH 30.10 27-31
MCHC 33,70 32-97
SGOT 14 <37
SGPT 6 0-40 <40
Ureum 42 10-50
Creatinin 1,20 0,70-1,50
Glukosa Sewaktu 125 70-180
Natrium darah 135,70 mEq/L 135-147
Kalium Darah 2,12 mEq/L 3,50-5,50 low
Chlorida 98, 14 mEq/L 95-111

f. Hasil penunjang
1. Rontgen Thorax tidak ada pembesaran jantung dan Paru
Kesan : Dalam batas Normal
8. Psikososial dan spiritual
Pasien menagatakan saat mengalami ada masalah selalu terbuka dan Menyelesaikan
dengan keluarga dan membicarakan dengan keluarga untuk mencari jalan keluar untuk

37
permasalahan tersebut, Pasien mengatakan selalu mengikuti acara di masyarkat, seperti
ikut ibu pkk, pengajian, maupun kegiatan RT, Pasien senang kalau lingkungnnya banyak
kegiatan dan saling akur satu sama laen, saling membantu. Dan lingkungnnya sangat aktif
dalam segala hal, Pasien Ibadah menjalankan sholat wajib 5 waktu, sholat tahajud, dan ikhtiar,
pasien ikut pengajian, AL-berjanji dan ikut yasinnan
Pada saat sakit : klien sekarang jarang mengikuti acara ibadah tersebut , akan tetapi pasien
tetap berusaha untuk datang

9. Pengkajian fungsional klien


Barthel Indeks
No Kriteria Dengan bantuan Mandiri Nilai
1 Makan 5 10 5
2 Aktifitas ke toilet 5 10 5
3 Berpindah dari kursi roda atau 5-10 15 5
sebaliknya, termasuk duduk
di tempat tidur
4 Kebersihan diri mencuci 0 5 0
muka, menyisir rambut, dan
menggosok gigi
5 Mandi 0 5 0
6 Berjalan di permukan datar 0 5 0
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Berpakain 5 10 5
9 Mengontrol BAB 5 10 5
10 Mengontrol berkemih 5 10 5
Total 35

Keterangan penilaian :
a. 0-20 : ketergantungan
b. 21-61 : sangat ketergantungan
c. 62-90 : ketergantungan berat
d. 91-99 : ketergantungan ringan
e. 100 : mandiri

Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)


38
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1 1 Tanggal berapa hari ini?
1 2 Hari apa sekarang?
0 3 Apa nama tempat ini?
0 4 Dimana alamat anda?
0 5 Berapa anak anda?
0 6 Kapan anda lahir?
0 7 Siapakah presiden indonesia saat ini?
0 8 Siapakah presiden indonesia sebelumnya
0 9 Siapakah nama ibu anda?
1 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru semua secara
menurun
Total 3 Fungsi intelektual

Interpretasi
a. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan
c. Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang
d. Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat

Penilaian Skala Morse/ Morse falls scale (MFS)

NO PENGKAJIAN SKALA SKORING


1 Riwayat Jatuh : Apakah pasien Tidak 0 0
pernah jatuh dalam 3 bulan Ya 25
terakhir?
2 Diagnosa Sekunder : Apakah Tidak 0 0
pasien memiliki lebih dari 1 Ya 15
penyakit
3 Alat bantu jalan : 0 0
-Bedrest/dibantu perawat
-Kruk/tongkat/walker 15
-Berpegang pada benda-benda 30
39
disekitar
4 Terapi Intravena : Apakah pasien Tidak 0 0
terpasang infus? Ya 20
5 Gaya berjalan/cara berpindah : 0
-Normal/bedrest/immobile (tidak
dapat bergerak sendiri)
-Lemah (tidak bertenaga) 10 10
-Gangguan/tidak normal 20
(pincang/diseret)
6 Status Mental : 0
-Pasien menyadari kondisi dirinya
-Pasien mengalami keterbatasan 15 15
daya ingat
Total nilai 35
Paraf dan nama petugas yang menilai TTD Ambar

Keterangan :
Tidak beresiko 0-24 : perawatan dasar
Resiko rendah 25-50 : pelaksanaan intervensi pencegahan standar
Resiko tinggi >50 : pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh resiko tinggi

10. Terapi
a. Natrium Diclofenat 2x 1 tablet
b. Prednison 2 x 1 Tablet
c. Alluperinol 3 x 1 Tab
d. KSR 3 X 1

11. ANALISA DATA


ANALISIS DATA
Data Fokus Masalah
40
DS: Nyeri Kronis (00132)
Pasien mengatakan nyeri pada kaki dominan kaki
kiri, pasien mengatakan kakinya terkdang kaku dan
kram
DO:
P : Klien mempunyai penyakit Asam Urat
Q : Klien mengatakan nyeri seperti di tusuk tusuk
dan pegel
R : Pada bagian kaki
( dominan kaki kiri )
S : Skala nyeri 5
T : Klien mengatakan nyeri saat ada tekanan dan di
buat jalan

RR : 27x/menit
HR : 105x/menit
TD: 150/100
Pasien mempunyai riwayat penyakit asam urat

DS : Gangguan Pola Tidur


Pasien mengatakan sulit tidur dan sering terbangun
saat malam hari

DO :
Pasien hanya tidur 5 sampai 6 jam, pasien tampak
lelah , kantong mata pasien terlihat hitam dan sayu
RR : 27x/menit
HR : 105x/menit
TD: 150/100

DS : Klien mengatakan aktivitas dibantu keluarga Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d


karena nyeri pada kakinya sebelah kiri, Klien kelemahan
mengatakan kaku terkadang pada kakinya, Klien
41
mengatakan kakinya saat digunkan jalan terasa
nyeri, Klien tampak bungkuk.
DO :

 kekuatan otot
4 4
3 3
 Pengkajian fungsional barthel indeks total
35 tingkat ketergantungan sangat
ketergantungan
 Kesadaran CM, GCS 15
 TTV, RR : 26x/menit
 HR : 105x/menit
 TD: 149/100

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Nyeri Kronis Berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal (00132)
b. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatka
c. Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d kelemahan

13. NURSING CARE PLAN / RENCANA KEPERAWATAN


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
No KEPERAWATAN
1 Nyeri Kronis Manajemen nyeri (1400)
Setelah dilakukan tindakan
42
 Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang melipti
lokasi, karakteristik nyeri
 Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri dan teknik
keperawatan selama 2x24
nonfarmakologi (seperti
jam diharapkan masalah
hypnosis, relasksasi nafas
pasien dapat teratasi dengan
dalam, akupressur, sebelum
kriteria hasil:
nyeri terjadi atau rasa nyeri
Kontrol nyeri(1605)
meningkat, bersamaan
 Mengenali kapan nyeri
dengan tindakan penurunan
terjadi
rasa nyeri lainnya)
 Skala nyeri berkurang
 Gali bersama actor-faktor
menjadi 1-2
yang dapat menurunkan
 Mengetahui actor- actor
atau memperberat nyeri
apa saja yang act
 Dorong pasien agar
menimbulkan nyeri
menerapkan tehnik relaksasi
untuk penurunan nyeri
( nafas dalam,
mendengarkan music)
 Pemberian Penkes tentang
relaksasi untuk penurunan
nyeri
 Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian
terapi farmakologi.

2 Gangguan Pola Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Tidur (1850)


tidur keperawatan selama 2x24jam -Tentukan pola tidur/aktivitas
jam diharapkan masalah pasien
nyeri pasien dapat teratasi -bantu untuk menghilangkan
dengan kriteria hasil: situasi stress sebelum tidur

Tidur (0004) -Ajarkan pasien bagaimana


43
untk melakukan relaksasi otot
autogenic atau bentuk non
farmokologi lainnya untuk
memancing tidur
-Jam tidur menjadi 8 Jam -Ajarkan pasien dan orang
-Tidur yang tidak terputus terdekat mengenai faktor yang
-kualitas tidur bagus berkontribusi terjadinya
gangguan pola tidur

Terapi Musik (4400)


-identifikasi music yang disukai
klien
-informasikan individu
mengenai tujuan pengalaman
terhadap musik
-pilih music-musik tertentu
yang mewakili yang disukai
pasien

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi


(D.0056) b.d asuhan keperawatan 3x24  Identifikasi gangguan
kelemahan jam intoleransi aktivitas fungsi tubuh yang
DS : Klien meningkat dengan kriteria mengakibatkan
mengatakan hasil : kelelahan
aktivitas dibantu  Kecepatan berjalan  Monitor kelelahan fisik
keluarga karena meningkat Terapeautik
nyeri pada kakinya  Kekuatan tubuh  Lakukan latihan rentan
sebelah kiri, Klien bagian atas gerak pasif dan atau
mengatakan kaku meningkat aktifitas
terkadang pada  Kekuatan tubuh  Berikan aktifitas
kakinya, Klien bagian bawah distraksi yang
mengatakan kakinya meningkat menenangkan
saat digunkan jalan Kemudahan dalam Edukasi
terasa nyeri, Klien
44
tampak bungkuk.
DO :

 kekuatan
otot
4 4
3 3
 Pengkajian
fungsional
barthel
indeks total
35 tingkat  Anjurkan tirah baring

ketergantung  Anjurkan melakukan


melakukan aktifitas
an sangat aktifitas secara bertahap
ketergantung
an
 Kesadaran
CM, GCS 15
 TTV, RR :
26x/menit
 HR :
105x/menit
 TD: 149/100

14. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TTD

1 09/  melakukan S: Klien masih AMBAR


10/2023 pengkajian nyeri mengatakan nyeri
10.00 komprehensif yang

45
meliputi lokasi, O:
karakteristik nyeri P : Klien mempunyai
 Ajarkan prinsip- penyakit Asam Urat
prinsip manajemen Q: Klien mengatakan
nyeri dan teknik nyeri seperti di tusuk
nonfarmakologi tusuk dan pegel
(seperti hypnosis, R: Pada bagian kaki
relasksasi nafas ( dominan kaki kiri )
dalam, akupressur, S : Skala nyeri 3
sebelum nyeri terjadi T : Klien mengatakan
atau rasa nyeri nyeri saat ada tekanan
meningkat, dan di buat jalan
bersamaan dengan - Skala nyeri turun
tindakan penurunan menjadi 3
rasa nyeri lainnya) -Pasien tampak
 menggali bersama mengerti saat disuruh
actor-faktor yang untuk melakukan
dapat menurunkan relaksasi nafas dalam
atau memperberat - TD :
nyeri RR : 26x/menit
 mendorong pasien HR : 105x/menit
agar menerapkan TD: 149/100
tehnik relaksasi
untuk penurunan A: Masalah teratasi
nyeri ( nafas dalam, sebagian
mendengarkan P: intervensi di
music) lanjutkan

 memberikan Penkes pemberian penkes untuk


tentang relaksasi mengurangi nyeri
untuk penurunan seperti nafas dalam,
nyeri mendengarkan music

2 10.30 -Tentukan pola S: Pasien tampak AMBAR

46
tidur/aktivitas pasien memahami tentang yang
-bantu untuk dijelaskan tentang pola
menghilangkan situasi tidur yang sehat
stress sebelum tidur o:pasien ada respon
-Ajarkan pasien balik saat diterangkan
bagaimana untk tentang tidur sehat dan
melakukan relaksasi otot bertanya tentang penkes
autogenic atau bentuk a: masalah teraatasi
non farmokologi lainnya p: intervensi dihentikan
untuk memancing tidur
-Ajarkan pasien dan
orang terdekat mengenai
faktor yang
berkontribusi terjadinya
gangguan pola tidur
-Pemberian Pendidikan
kesehatan tentang pola
tidur yang sehat

3 13.00 1. Mengidentifikasi S : Klien mengatakan


gangguan fungsi aktivitas dibantu
tubuh yang keluarga karena nyeri
mengakibatkan pada kakinya sebelah
kelelahan kiri, Klien mengatakan
2. Memonitor kaku terkadang pada
kelelahan fisik kakinya, Klien
3. Melakukan mengatakan kakinya
latihan rentan saat digunkan jalan
gerak pasif dan terasa nyeri, Klien
atau aktifitas tampak bungkuk.
4. Memberikan O:
aktifitas distraksi
 kekuatan otot
yang
4 4
menenangkan
47
5. Menganjurkan 3 3
tirah baring  Pengkajian
Menganjurkan fungsional
melakukan aktifitas barthel indeks
secara bertahap total 35 tingkat
ketergantungan
sangat
ketergantungan
 Kesadaran CM,
GCS 15
 TTV, RR :
26x/menit
 HR : 105x/menit
 TD: 149/100

A : masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1-6

48

Anda mungkin juga menyukai