Anda di halaman 1dari 22

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Asuransi Dan Pemegang Polis

Asuransi merupakan salah satu instrumen keuangan yang penting

dalam kehidupan modern, memberikan perlindungan finansial terhadap

risiko-risiko yang mungkin dihadapi oleh individu atau perusahaan.

Nasabah pemegang polis mengharapkan asuransi dapat memberikan

jaminan atas kerugian yang mereka alami. Namun, terkadang nasabah

mengalami kesulitan ketika mengajukan klaim asuransi karena beberapa

alasan, seperti penolakan klaim oleh perusahaan asuransi.1

Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

Dalam menjalani hidup dan kehidupan manusia selalu dihadapkan kepada

sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin meguntungkan, atau sebaliknya.

Manusia mengharapkan keamanan atas harta benda mereka,

mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan tidak kurang satu apapun.

Namun manusia hanya dapat berusaha, tetapi Tuhan yang maha kuasa

yang menentukan segalanya. Oleh karena itu, setiap insan tanpa kecuali di

alam fana ini selalu menghadapi berbagai risiko yang merupakan sifat

hakiki manusia yang menunjukkan ketidakberdayaannya dibandingkan

sang Maha Pencipta. Upaya memberikan defenisi terhadap kata asuransi

dapat mengundang pembahasan yang panjang tetapi pada dasarnya,

pengertian asuransi dapat dibagi dalam pengertian asuransi sebagai sebuah

1
Sembiring, Sentosa. "Hukum Asuransi." (2014).
2

perjanjian dan asuransi sebagai sebuah mekanisme pengalihan risiko.

Subekti. R mengatakan bahwa asuransi adalah persetujuan dalam mana

pihak yang menjamin berjanji pada pihak yang dijamin untuk menerima

sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang diderita oleh pihak

yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.

Perjanjian asuransi yang menjadi dasar bagi penanggung pada satu pihak

berjanji akan melakukan sesuatu yang bernilai bagi tertanggung sebagai

pihak yang lain atas terjadinya kejadian tertentu. Perjanjian yang menjadi

dasar bagi satu pihak mengambil alih suatu risiko yang dihadapi oleh

pihak yang lain atas imbalan pembayaran sejumlah premi. Perasuransian

adalah istilah hukum yang dipakai dalam perundang-undangan dan

perusahaan perasuransian. Istilah peransuransian berasal dari kata

“asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek

dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi perasuransian

berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi.2

Dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999

tentang Perlindungan Konsumen; Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya

yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan

bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima

tanggungan. Unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah: 3 Subyek

hukum (penanggung dan tertanggung); Persetujuan bebas antara

2
Ganie, A. Junaidi, and SH SE. Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika, 2023.
3
Deny Guntara, ‘ASURANSI DAN KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM
YANG MENGATURNYA’, Justisi Jurnal Ilmu Hukum, 1.1 (2016), 32
<https://doi.org/10.36805/jjih.v1i1.79>.
3

penanggung dan tertanggung; Benda asuransi dan kepentingan

tertanggung; Tujuan yang ingin dicapai; Resiko dan premi; Evenemen

(peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian; Syarat-syarat yang

berlaku; Polis asuransi.

1. Tujuan Asuransi

a. Pengalihan Risiko

Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan

risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan

membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung),

sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.

b. Pembayaran Ganti Kerugian

Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang

menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka

kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya

seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian

yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya

berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung

mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti

kerugian yang sungguh–sungguh diderita. Dalam pembayaran ganti

kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur

dalam pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dimana

penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga

(penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang


4

(nilai klaim asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena

undang-undang. 4

2. Berlakunya Asuransi

Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada

saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan

asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi

atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan

dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-

undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib

menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).

3. Polis Asuransi

a. Fungsi Polis

Menurut ketentuan pasal 225 Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD) perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam

bentuk akta yang disebut “polis” yang memuat kesepakatan, syarat-

syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan

hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam

mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat

bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara

tertanggung dan penanggung. Mengingat fungsinya sebagai alat bukti

tertulis, maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib

memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak


4
Herry Ramadhani, ‘Prospek Dan Tantangan Perkembangan Asuransi’,
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2015, 57–66.
5

mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan

interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).

a. Isi Polis

Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali

mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:

Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi; Nama tertanggung,

untuk diri sendiri atau pihak ketiga; Uraian yang jelas mengenai benda

yang diasuransikan; Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);

Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung; Saat

bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan

penanggung; Premi asuransi; Umumnya semua keadaan yang perlu

diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang

diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S

CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan

kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau

pemegang hak. 5

Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan

bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan: letak dan batas

barang tetap yang dipertanggungkan; penggunaannya; sifat dan

penggunaan bangunan-bangunan yang berbatasan, selama hal itu

dapat mempunyai pengaruh terhadap pertanggungannya; nilai barang

5
Budiman, Haris, et al. "Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis dalam
Penyelesaian Klaim Asuransi Jiwa." Logika: Jurnal Penelitian Universitas
Kuningan 13.02 (2022): 168-180.
6

yang dipertanggungkan; letak dan batas bangunan dan tempat, di

mana barang bergerak yang dipertanggungkan berada, disimpan atau

ditumpuk.

4. Jenis Klausula Asuransi

Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus

yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut

Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung

jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi

peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut

ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam

dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain: 6

a. Klausula Premier Risque

Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah

nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti

kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan

(Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi

pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.

b. Klausula All Risk

Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala

resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan

mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun,

kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri


6
Setiawati, Neneng Sri. "Perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi
dalam menyelesaikan sengketa klaim asuransi." Spektrum Hukum 15.1 (2018): 150-168.
7

(Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249

KUHD).

c. Klausula Total Loss Only (TLO)

Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya

menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total

atas benda yang diasuransikan.

d. Klausula Sudah Diketahui (All Seen)

Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini

menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan,

konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.

d. Klausula Renunsiasi (Renunciation)

Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat

tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim

menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur atau

itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul

kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan

benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak

akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar

klaim ganti kerugian kepada tertanggung.

e. Klausula Free Particular Average (FPA)

Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti

kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular

Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain
8

penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh

tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang

sudah dibebaskan klausula FPA.

f. Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)

Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang,

minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan

bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan

kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta

benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara. 7

Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang

disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau

separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang

dari 24 orang), yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam

usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau

dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja

yang diberlakukan oleh majikan.

Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota

dimana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam

kelompokkelompok kecil menimbulkan suasana gangguan ketertiban

dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan

kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda,

sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai


7
M.H Dr. Sentosa Sembiring S.H, Hukum Asuransi, 2014
<https://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/2317/Sentosa_142532-p.pdf?
sequence=1&isAllowed=y>.
9

dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat

perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau

transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara

terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian

tersebut.

5. Hal yang harus diperhatikan:

Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula

yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan

pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak

Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi

atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian

asuransi (polis). Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan

hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek

pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini

bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam

Polis.

B. Pemngaturan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi Di

Indonesia

Hukum perasuransian di Indonesia sudah cukup lama dikenal

dan diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan semenjak

belum terwujudnya negara Republik Indonesia.Sejumlah peraturan

perundang-undangan warisan penguasa kolonial Belanda seperti

KUHD, dan ordonantie op het Levensverzekeringbedrijf, yang diatur


10

dalam Staatsblad tahun 1941 nomor 101), adalah pengaturan-

pengaturan warisan kolonial Belanda tentang perasuransian. Berdasarkan

pada KUHD dan ordonnantie op het Levenszekeringbedrijf tersebut,

diberlakukan pengaturan-pengaturan tentang berbagai aspek mengenai

perasuransian hingga tercapainya kemerdekaan negara Republik

Indonesia. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut berbeda

eksistensinya pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia,oleh karena

berdasarkan pada Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian, dinyatakan pada Pasal 27, bahwa “dengan

berlakunya undang-undang ini, maka Ordonnantie op het

Levenszekeringbedrijf. (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101), dinyatakan

tidak berlaku lagi.”Eksistensi pengaturan asuransi dalam KUHD tetap

berlanjut, karena tidak dicabut oleh peraturan perundang-undangan

lainnya. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian adalah peraturan perundangan pertama sebagai karya

bangsa dan negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat,

tetapi tidak mencabut keberadaan KUHD di dalam mengatur berbagai

aspek tentang perasuransian, khususnya perlindungan hukum terhadap

pemegang polis asuransi.8 Berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian, hanya menyatakan tidak

berlakunya Ordonnantie op het LevenszekeringBedrijf, Stb. 1941 No.

101, tetapi tidak mencabut berlakunya pengaturan asuransi dalam

KUHD. Konsep asuransi atau pertanggungan di dalam kepustakaan


8
Ganie, A. Junaidi, and SH SE. Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika, 2023.
11

hukum di Indonesia juga ditempatkan sebagai bagian dari perjanjian

untung-untungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1774 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa:

“Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang


hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun
bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum
tentu.Demikian adalah: perjanjian penanggungan; bunga cagak hidup;
perjudian atau pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang”.

Abdulkadir Muhammad menjelaskan perjanjian asuransi dengan

perjanjian untung-untungan, sebagai berikut:

“Dalam perjanjian asuransi, pengalihan risiko dari tertanggung


kepada penanggung diimbangi pembayaran premi oleh tertanggung yang
seimbang dengan beratnya risiko yang dialihkan, meskipun dapat
diperjanjikan kemungkinan prestasi itu tidak perlu seimbang. Dalam
perjanjian untung-untungan (chance agreement) para pihak sengaja
melakukanperbuatan untung-untungan yang tidak digantungkan pada
prestasi yang seimbang, misalnya pada perjudian atau pertaruhan.”

1. Undang-Undang Negara Repulik Indonesia Tahun 1945

Sesuai bunyi Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Negara Indonesia

adalah negara hukum. Maka, perlindungan hukum menjadi suatu hak

yang dimiliki warga negara dan menjadi kewajiban bagi negara untuk

melindunginya. Perlindungan juga dilakukan untuk mencapai tujuan

nasional sesuai dengan alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam hal melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Tidak

hanya itu, perlindungan bagi warga negara juga terdapat dalam Pasal
12

28G ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 juga disebutkan bahwa:

“setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,


kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Tentunya dalam hal menjamin hak-hak warga negaranya, yaitu

bagi pemegang polis asuransi jiwa. Negara juga melakukan

membentuk peraturan yang dapat meningkatkan perekonomian

nasional yaitu pada Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa:

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas


kekeluargaan, maka sistem ekonomi yang dikembangkan tidak
berbasis persaingan”.

Oleh karena itu, tujuan dibuatnya aturan mengenai

perekonomian yaitu untuk menjunjung tinggi demokrasi dan

kedaulatan rakyat agar terciptanya tujuan nasional.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Payung hukum bagi konsumen di Indonesia termasuk

konsumen asuransi adalah undang undang no. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan konsumen terutama Pasal 5, 7, 8, 9, dan 10. Pasal 5

kewajiban konsumen adalah:

a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pemberian

barang dan/atau jasa.


13

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara tetap.

Pasal 7 kewajiban pelaku usaha adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat /atau yang diperdagangkan

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjiaan.
14

Pasal 8 tentang pelaku usaha adalah: Pelaku usaha dilarang

memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak susai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemajuan

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut.

c. Tidak sesuai dengan yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa.

Pasal 9: Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,

mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau

seolah-olah, menawarkan sesuatu yang mengandung jadi yang belum

pasti.

Pasal 10: Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang

ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan

mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak

benar atau menyesatkan mengenai: kondisi, tanggungan, jaminan, hak

ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa.

Pasal 18: Tentang pencantuman klausula baku:

a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang

ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau

mencantumkan klausula baku pada setiap konsumen dan/atau

perjanjian apabila:
15

1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen.

3) Menyatakan pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli

oleh konsumen. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya

kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen.

4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang

atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen.

6) Memberi hak pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi

objek jual beli jasa.

7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang

berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan

lanjuatna yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa

konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

8) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku

usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak


16

jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran.

b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak

atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,

atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian

Perusahaan asuransi sebagai penanggung berkewajiban

mengganti kerugian apabila terjadi kerugian yang tidak diharapkan

oleh tertanggung akibat kerugian yang dialami oleh tertanggung,

sedangkan kewajiban dari pihak tertanggung adalah membayar premi

pada pihak penanggung. Seperti yang ada di Pasal 246 KUHD, bahwa:

“pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung


mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen”.

Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut bahwa penanggung

memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian terhadap tertanggung

apabila tertanggung mengalami risiko yang mengakibatkan kerugian

yang dalam hal ini diatur dalam suatu perjanjian polis asuransi.

Selanjutnya dalam Pasal 256 butir 5 dan 6 bahwa setiap polis, kecuali
17

yang mengenai suatu pertanggungan jiwa, harus menyatakan bahaya-

bahaya yang ditanggung oleh si penanggung dan saat pada mana

bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan saat

berakhirnya itu. Dalam hal perlindungan kepada tertanggung dalam

KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) ini diatur dalam Pasal

271 KUHD yang berbunyi:

“Si penanggung selamanya berkuasa untuk sekali lagi


mempertanggungkan apa yang telah ditanggung olehnya”

4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Perlindungan hukum bagi pemegang polis juga diatur dalam

UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai

hak dan kewajiban pelaku usaha, hak dan kewajiban konsumen dan

memberikan kepastian akan keamanan dalam menggunakan barang/

jasa yang ada dalam Pasal 4, 5, 6, dan 7 yang mengatur mengenai hak

dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Dalam hak konsumen

sudah diatur jelas mengenai hak konsumen untuk mendapat informasi

yang jelas, kenyamanan, didengarkan keluhan, mendapatkan advokasi,

perlindungan, sampai mendapatkan hak untuk dilayani. Perbuatan

yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu dalam Pasal 8 ayat 1 huruf (a)

bahwa:

“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau


memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
18

Selanjutnya dijelaskan pula dalam Pasal 9 bahwa:

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,


mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau
seolah-olah, menawarkan sesuatu yang mengandung jadi yang belum
pasti”.

Ketentuan Pasal 10 yaitu, Pelaku usaha dalam menawarkan

barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang

menawarkan mempromosikan, mengiklankan atau membuat

pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: (c) kondisi,

tanggungan, jaminan, hak ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa.

5. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian merupakan produk hukum perasuransian yang sangat

berpihak pada kepentingan masyarakat konsumen asuransi, karena

dalam Undang-Undang Perasuransian mengatur banyak pasal

berkenaan dengan upaya memperjuangkan kepentingan atau hak-hak

pemegang polis, tertanggung atau peserta asuransi. Pada alinea terakhir

penjelasan umum Undang-Undang Perasuransian baru juga ditegaskan,

bahwa pengaturan dalam undang-undang ini juga mencerminkan

perhatian dan dukungan besar bagi upaya perlindungan konsumen jasa

perasuransian.10 Pada Pasal 53 dan Pasal 54 memang mengatur

khusus mengenai perlindungan pemegang polis, tertanggung, atau

peserta asuransi. Pasal 53 berisi tentang:

a. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib

menjadi peserta program penjaminan polis.


19

b. Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.

c. Pada saat program penjaminan polis berlaku berdasarkan undang-

undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan mengenai

Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf

d dan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untuk Perusahaan Asuransi

dan Perusahaan Asuransi Syariah.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2019

tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama.

Peraturan pemerintah ini dibuat atas dasar peraturan perundang-

undangan yang berkaitan yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2014 tentang Perasuransian. Pengaturan mengenai perlindungan

terhadap pemegang polis yang sudah disebutkan sebelumnya dalam

Pasal 20 ayat 1,2, dan 3 serta Pasal 52 UndangUndang Perasuransian.

Maka berkaitan dengan Pasal dalam Pasal 112 ayat 1 dan 2 yang

berbunyi: (1) Dalam hal usaha bersama dilikuidasi, hak pemegang

polis, tertanggung, atau pihak yang berhak atas manfaat asuransi atas

pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih

tinggi daripada hak pihak lainnya. (2) Dalam hal usaha bersama

dilikuidasi, dana asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk

memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak

yang berhak atas manfaat asuransi. Selain itu masih dalam hal

pemenuhan kewajiban usaha bersama dalam likuidasi terhadap hak


20

pemegang polis diatur pula dalam Pasal 113. Selain itu masih dalam

hal pemenuhan kewajiban usaha bersama dalam likuidasi terhadap hak

pemegang polis diatur pula dalam Pasal 113 yang berbunyi: (1)

Pemenuhan kewajiban usaha bersama dalam likuidasi terhadap hak

pemegang polis, tertanggung, atau pihak yang berhak atas manfaat

asuransi dapat dilakukan dengan cara:

a. pengalihan portofolio pertanggungan kepada perusahaan asuransi

jiwa lain;

b. pembayaran klaim manfaat asuransi; dan/atau

c. pengembalian premi atas risiko yang belum dijalani.

C. Jenis-Jenis Asuransi

Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:

Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.

1. Asuransi Kerugian (Schade verzekering) adalah asuransi yang menberikan

ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda

miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana

pertangungan, baik kerugian berupa kehilangan pakaian, kekurangan nilainya,

kehilangan keuntungan yang diharapkan. Asuransi ini bertujuan untuk

mengganti kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung

dan kerugian itu sunguhsungguh diderita oleh tertanggung. Di sini tertanggung

mengamankan harta kekayaan dengan cara mengalihkan risiko pada pihak

penanggung. Asuransi kerugian ini sebagaimana yang diaatur dalam Pasal 247

KUHD, terdiri dari:

a. Asuransi Kebakaran;
21

b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;

c. Asuransi laut;

d. Asuransi Pengangkutan;

e. Asuransi Kredit.

2. Asuransi sejumlah uang (Sommen verzekering) Asuransi atau pertanggungan

sejumlah uang, orang yang menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai

dengan kerugian yang dideritanya. Karena ganti rugi yang diterimanya adalah

hasil penentuan sejumlah uang yang disepakati oleh pihak-pihak. Pemberian

sejumlah uang oleh penanggung itu bukanlah merupakan penggantian

kerugian, karena jiwa manusia tidak mungkin dapat dinilai dengan uang. Yang

termasuk pertanggung sejumlah uang ini adalah pertanggungan jiwa,

kecelakaan dan lain-lain. dalam Pasal 305 KUHDagang yang menyatakan :

“perkiraan tentang jumlah uang dimana diadakan pertanggungan tersebut dan


penentuan syarat-syarat pertanggungan diserahkan pada persetujuan kedua
belah pihak “

Yang termasuk dalam asuransi jumlah ini adalah asuransi jiwa, terdiri dari:

a. Asuransi Kecelakaan;

b. Asuransi Kesehatan;

c. Asuransi Jiwa Kredit.

D. Batalnya Asuransi

Suatu pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah

merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau

dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana


22

ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Selain itu KUHD mengatur tentang

ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:

1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak

memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu

disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian

asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);

2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi

ditandatangani (Pasal 269 KUHD);

3. Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui

pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan

datang (Pasal 272 KUHD);

4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung

(Pasal 282 KUHD);

5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak

boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal

asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut

peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599

KUHD).

Anda mungkin juga menyukai