(Revisi) Laporan Wawancara - Pap Smear & Tes Iva
(Revisi) Laporan Wawancara - Pap Smear & Tes Iva
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................6
1.4 Pap Smear..................................................................................................................6
1.4.1 Definisi Pap Smear.............................................................................................6
1.4.2 Prosedur Pap Smear..........................................................................................6
1.4.3 Alasan Pap Smear Dilakukan.............................................................................7
1.4.4 Hasil Pap Smear.................................................................................................7
1.5 Kanker Serviks............................................................................................................8
1.5.1 Definisi Kanker Serviks......................................................................................8
1.5.2 Jenis-Jenis Kanker Serviks.................................................................................8
1.5.3 Gejala dan Diagnosis Kanker Serviks................................................................8
1.5.4 Penyebab dan Faktor Risiko Kanker Serviks.....................................................9
1.6 Tes IVA........................................................................................................................9
1.6.1 Definisi Tes IVA...................................................................................................9
1.6.2 Prosedur Tes IVA..............................................................................................10
1.7 Vaksinasi HPV...........................................................................................................10
1.7.1 Definisi Vaksinasi HPV.....................................................................................10
1.7.2 Alasan Pentingnya Vaksinasi HPV...................................................................11
BAB III.......................................................................................................................................12
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................12
1.8 Hasil Wawancara.....................................................................................................12
1.8.1 Latar Belakang Informan.................................................................................12
2
1.8.2 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Informan Mengenai Pap Smear dan Tes IVA
12
1.8.3 Ketertarikan Informan Mengenai Pap Smear dan IVA...................................13
1.9 Pembahasan............................................................................................................13
1.9.1 Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Informan mengenai Pap Smear dan Tes
IVA 13
1.9.2 Ketertarikan Informan Mengikuti Pap Smear dan IVA...................................13
BAB IV.......................................................................................................................................14
KESIMPULAN............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
Selain itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan kanker serviks sebagai
kondisi di mana sel-sel abnormal berkembang di leher rahim dan membentuk tumor ganas. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah kondisi patologis yang terjadi pada
serviks atau leher rahim, di mana sel-sel abnormal berkembang dan membentuk tumor ganas yang
dapat mengganggu fungsi organ reproduksi wanita.
Deteksi dini sangat krusial dalam penanganan kanker serviks. Kanker serviks jarang
menunjukkan gejala pada tahap awal. Oleh karena itu, skrining rutin sangat penting untuk
mendeteksi penyakit ini. Ada dua komponen utama dalam deteksi dini kanker, yaitu pendidikan
untuk mempromosikan diagnosis dan skrining dini. Meningkatkan kesadaran tentang kemungkinan
tanda-tanda peringatan kanker dapat memberikan dampak yang sangat signifikan.
Dalam praktik medis, ada dua metode yang umum digunakan untuk deteksi dini kanker
serviks, yaitu Pap smear dan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Secara umum, Pap smear dan
IVA dapat mendeteksi kelainan pada serviks sebelum kanker sebenarnya muncul (lesi pra-kanker).
Jika terdeteksi adanya kelainan saat pemeriksaan, dokter akan melakukan biopsi untuk memastikan
apakah perubahan tersebut disebabkan oleh kanker atau bukan.
Perbedaan antara Pap smear dan IVA terletak pada prinsip dan akurasi pemeriksaan. Hasil Pap
smear tentu lebih akurat, karena yang diperiksa adalah perubahan sel, yaitu unit terkecil dalam
tubuh. Oleh karena itu, perubahan mikroskopis yang belum tampak oleh mata telanjang sudah bisa
terdeteksi. Sedangkan, IVA memeriksa jaringan dengan mata telanjang. Hal yang bisa dilihat hanyalah
perubahan makroskopis.
Topik ini menarik karena kanker serviks adalah salah satu penyakit yang paling umum di
kalangan wanita, khususnya di Indonesia. Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021,
kanker serviks menempati peringkat kedua setelah kanker payudara, yaitu sebanyak 36.633 kasus
atau 17,2% dari seluruh kanker pada wanita. Jumlah ini memiliki angka mortalitas yang tinggi
sebanyak 21.003 kematian atau 19,1% dari seluruh kematian akibat kanker. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang kanker serviks, pentingnya deteksi dini, dan metode skrining seperti Pap Smear
dan IVA sangat penting untuk dipahami.
4
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengetahuan, sikap, dan perilaku informan mengenai Pap Smear dan IVA?
2) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan informan untuk mengikuti Pap Smear dan
IVA?
3) Apa manfaat dan hambatan yang dirasakan informan dalam mengikuti Pap Smear dan IVA?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku informan mengenai Pap Smear dan IVA.
2) Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan informan untuk mengikuti
Pap Smear dan IVA.
3) Untuk mengidentifikasi manfaat dan hambatan yang dirasakan informan dalam mengikuti
Pap Smear dan IVA.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prosedur ini dilakukan setiap 3 tahun jika hasil tiga kali tes secara berurutan normal, dan dapat
dihentikan jika hasil tes normal sebanyak tiga kali secara berurutan dan hasil pap smear normal
selama 10 tahun. Prinsip dasar dari Pap Smear adalah mengambil sampel sel dari leher ntib dan
mewarnainya dengan pewarna khusus untuk diperiksa di bawah mikroskop. Sel-sel yang
menunjukkan perubahan abnormal atau pra-kanker dapat dideteksi melalui proses ini.
Klasifikasi Pap Smear berdasarkan sistem Bethesda yang mencakup kategori sebagai berikut :
1) Sel-sel normal
2) Atipia sel skuamosa yang signifikansi tidak jelas (ASC-US)
3) Atipia sel skuamosa yang tidak dapat menyingkirkan lesi skuamosa intraepitelial tinggi (ASC-
H)
4) Lesi skuamosa intraepitelial rendah (LSIL)
5) Lesi skuamosa intraepitelial tinggi (HSIL)
6) Kanker sel skuamosa
7) Sel-sel glandular endoserviks, endometrium, atau ekstrauterin yang abnormal
8) Adenokarsinoma in situ (AIS)
1. Tahap Persiapan
Pasien akan diminta untuk beristirahat di atas meja pemeriksaan dengan kedua kaki
ditempatkan di stirrup. Kemudian, dokter akan memasukkan alat yang disebut spekulum ke
dalam vagina untuk membuka dinding vagina, sehingga memungkinkan dokter untuk melihat
leher rahim dengan jelas.
2. Pengambilan Sampel
Dokter kemudian akan menggunakan alat khusus, seperti spatula atau sikat, untuk
mengambil sampel sel dari leher rahim. Proses ini biasanya tidak menyakitkan, tetapi
mungkin sedikit tidak nyaman.
6
3. Pengiriman Sampel
Sampel sel yang telah diambil kemudian ditempatkan pada slide atau dalam larutan khusus
dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis.
4. Analisis Sampel
Di laboratorium, sampel akan diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari adanya sel-sel
yang abnormal. Hasilnya biasanya akan tersedia dalam beberapa hari hingga beberapa
minggu, tergantung pada laboratorium.
5. Tindak Lanjut
Apabila hasil Pap Smear mengindikasikan keberadaan sel-sel yang tidak normal, dokter bisa
saja menyarankan prosedur tambahan untuk klarifikasi lebih lanjut, seperti kolposkopi atau
ntibo.
Penting untuk diingat bahwa Pap Smear adalah tes skrining, bukan tes diagnostik. Artinya, tes
ini dapat mendeteksi adanya sel-sel abnormal, tetapi tidak dapat menentukan apakah sel-sel
tersebut bersifat kanker atau tidak. Tes tambahan diperlukan untuk diagnosis yang akurat.
1) Negatif : Ini berarti tidak ada sel abnormal yang ditemukan dalam sampel. Hasil negatif
biasanya menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki kanker serviks atau perubahan sel pra-
kanker. Tidak perlu ntibody lebih lanjut kecuali tes rutin.
2) Kelainan Sel Epitel : Ini mencakup berbagai kondisi, mulai dari perubahan sel yang mungkin
disebabkan oleh infeksi HPV, hingga perubahan sel yang bisa menjadi kanker jika tidak
diobati. Kelainan sel epitel dibagi lagi menjadi dua kategori : Squamous dan Glandular.
Squamous merujuk pada sel-sel yang melapisi bagian luar serviks, sedangkan Glandular
merujuk pada sel-sel yang melapisi saluran yang mengarah ke rahim. Tindakan lanjutan akan
7
tergantung pada jenis dan tingkat keparahan perubahan sel. Ini ntibodysar dari pengawasan
ketat hingga pengobatan.
3) Kelainan Sel Non-Epitel : Ini adalah hasil yang jarang, dan biasanya menunjukkan adanya
kondisi medis lain, seperti infeksi atau peradangan. Tindakan lanjutan akan tergantung pada
kondisi medis yang mendasari.
1) Karsinoma Sel Skuamosa : Ini merupakan tipe kanker serviks yang paling sering dijumpai.
Kanker ini muncul dari sel skuamosa, yaitu sel datar yang membentuk lapisan luar serviks.
Kanker ini biasanya menyerang wanita yang berusia lebih tua, tetapi juga dapat ditemukan
pada wanita yang berusia antara 20 hingga 40 tahun.
2) Adenokarsinoma : Adenokarsinoma berasal dari sel kelenjar yang terdapat pada saluran
serviks. Meski lebih jarang dibandingkan dengan Karsinoma Sel Skuamosa, insiden dari jenis
kanker ini telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
3) Adenoskuamosa : Jenis kanker ini memiliki karakteristik dari kedua jenis kanker di atas dan
jarang ditemukan.
Sebagian besar, lebih dari 90%, kanker serviks merupakan tipe epitelial yang terbagi menjadi
Karsinoma Sel Skuamosa dan Adenokarsinoma. Faktor utama yang menyebabkan kanker serviks
adalah infeksi oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Lebih dari 90% kasus kanker serviks jenis
skuamosa mengandung DNA dari virus HPV dan setengah dari kasus kanker serviks terkait dengan
tipe HPV 16.
1) Pendarahan vagina yang tidak biasa: Ini mungkin berupa pendarahan setelah aktivitas
seksual, di antara siklus menstruasi, atau setelah menopause.
2) Nyeri di area panggul: Nyeri panggul yang persisten atau nyeri saat berhubungan seksual bisa
menjadi indikasi kanker serviks.
3) Keputihan yang berbau: Keputihan yang berlebihan, memiliki bau tidak sedap, atau
berwarna (seperti kuning atau berdarah) bisa menjadi tanda kanker serviks.
4) Penurunan berat badan: Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan bisa menjadi
gejala kanker serviks.
8
1) Pemeriksaan fisik: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan
panggul.
2) Pap Smear: Tes ini mengumpulkan sampel sel dari serviks yang kemudian dianalisis di
laboratorium untuk mencari adanya sel abnormal.
3) Kolposkopi: Jika hasil Pap Smear menunjukkan abnormalitas, dokter mungkin akan
melakukan kolposkopi, yaitu pemeriksaan visual serviks menggunakan alat pembesar khusus.
4) Biopsi: Jika area mencurigakan ditemukan selama kolposkopi, dokter mungkin akan
melakukan biopsi, yaitu pengambilan sampel jaringan untuk diperiksa di laboratorium.
5) Tes HPV: Tes ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan Human Papillomavirus (HPV), yang
merupakan penyebab utama kanker serviks. Tes HPV biasanya dilakukan bersamaan dengan
Pap Smear
1) Infeksi Human Papillomavirus (HPV): Hampir semua kasus kanker serviks, lebih dari 99%,
terkait dengan infeksi HPV. HPV adalah sekelompok virus yang menginfeksi leher rahim dan
biasanya ditularkan melalui kontak seksual. Dari lebih dari 100 jenis virus HPV, hanya 15 jenis
yang terkait dengan kanker serviks, terutama HPV 16 dan HPV 18.
2) Penyakit Menular Seksual: Risiko kanker serviks meningkat pada wanita yang pernah
menderita penyakit menular seksual, seperti kutil kelamin, klamidia, gonore, dan sifilis.
3) Gaya Hidup Tidak Sehat: Wanita yang kelebihan berat badan, jarang mengonsumsi buah dan
sayuran, dan memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker serviks.
4) Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah: Wanita dengan sistem imun tubuh yang lemah, seperti
penderita HIV/AIDS, lebih rentan terhadap infeksi HPV.
5) Penggunaan Pil KB: Penggunaan kontrasepsi oral atau pil KB dalam jangka waktu yang lama
dapat meningkatkan risiko kanker serviks.
1) Usia: Wanita berusia di atas 30 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengembangkan kanker serviks.
2) Riwayat Seksual: Memulai aktivitas seksual pada usia yang lebih muda dan memiliki banyak
pasangan seksual dapat meningkatkan risiko terinfeksi HPV.
3) Merokok: Merokok dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko
perubahan pada sel-sel leher rahim.
4) Sistem Imun Lemah: Kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti infeksi HIV
atau penggunaan obat imunosupresan, dapat meningkatkan risiko kanker serviks.
5) Faktor Genetik: Riwayat keluarga dengan kanker serviks juga dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mengembangkan kondisi ini.
Penting untuk memahami faktor-faktor risiko ini dan mengambil langkah-langkah preventif,
seperti vaksinasi HPV dan pemeriksaan rutin, untuk mengurangi risiko terinfeksi HPV dan
mengembangkan kanker serviks.
9
1.6 Tes IVA
Tes IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman pada tahun 1925. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) kemudian melakukan penelitian tentang IVA di India, Muangthai, dan Zimbabwe. Tes
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah metode penapisan kanker serviks yang menggunakan
larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iodium lugol pada serviks. Tes ini dilakukan dengan
melihat perubahan warna yang terjadi setelah olesan larutan tersebut.
Tujuan dari tes ini adalah untuk mendeteksi adanya sel yang mengalami displasia, yang
merupakan tanda awal dari kanker serviks. Menurut Rasjidi (2010), tes IVA dapat segera diterapi dan
mengurangi morbiditas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang
ditemukan. Ini membantu dalam mendeteksi kelainan pada leher rahim.
Alasan Tes IVA dilakukan adalah untuk mendeteksi dini kanker serviks atau lesi pra-kanker,
sehingga dapat ditangani sebelum berkembang menjadi kanker yang ganas. Kanker serviks
merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum pada wanita, dan dapat menyebabkan
kematian jika tidak dideteksi dan diobati secara dini. Tes IVA dapat membantu dokter untuk
menemukan perubahan pada leher rahim yang mungkin menunjukkan adanya kanker serviks atau
lesi pra-kanker, sehingga dapat dilakukan tindakan lebih lanjut untuk mencegah perkembangan lebih
lanjut. Tes IVA sangat penting untuk dilakukan secara rutin oleh wanita yang aktif secara seksual atau
yang berusia di atas 21 tahun.
Di Indonesia, tersedia dua jenis vaksin HPV, yaitu vaksin bivalen dan vaksin kuadrivalen.
Vaksin bivalen memberikan perlindungan terhadap virus HPV tipe 16 dan 18, yang merupakan
penyebab utama kanker serviks. Sementara itu, vaksin kuadrivalen memberikan perlindungan
terhadap virus HPV tipe 6, 11, 16, dan 18, yang dapat menyebabkan kutil kelamin dan berbagai jenis
kanker seperti serviks, vulva, vagina, penis, dan anus.
10
Vaksin HPV dapat diberikan kepada anak-anak, remaja, dan orang dewasa, baik perempuan
maupun laki-laki. Idealnya, vaksin HPV diberikan sebelum seseorang aktif secara seksual, karena
vaksin ini akan lebih efektif jika diberikan sebelum terpapar virus HPV. Vaksin HPV diberikan melalui
suntikan ke otot, sebanyak 2 atau 3 kali, tergantung pada usia dan jenis vaksin.
Secara umum, vaksin HPV aman dan tidak menimbulkan efek samping yang serius. Namun,
vaksin HPV tidak boleh diberikan kepada orang yang alergi terhadap komponen vaksin, sedang hamil,
atau memiliki penyakit parah. Vaksin HPV juga tidak dapat mengobati infeksi HPV yang sudah ada,
atau melindungi dari infeksi menular seksual lainnya. Oleh karena itu, penting untuk tetap menjaga
kesehatan seksual dan melakukan pemeriksaan rutin..
Vaksinasi HPV dapat memberikan perlindungan jangka panjang terhadap virus HPV, jika
diberikan sebelum seseorang terpapar virus tersebut. Oleh karena itu, idealnya vaksinasi HPV
diberikan pada usia anak-anak atau remaja, sebelum mereka aktif secara seksual. Vaksinasi HPV juga
dapat diberikan kepada orang dewasa yang belum pernah terinfeksi virus HPV, atau yang memiliki
risiko tinggi terinfeksi virus HPV, seperti yang sering berganti pasangan seksual, atau yang memiliki
riwayat penyakit menular seksual lainnya.
Vaksinasi HPV merupakan salah satu upaya pencegahan utama terhadap kanker serviks dan
kanker lainnya yang terkait dengan virus HPV. Namun, vaksinasi HPV tidak dapat menggantikan
pemeriksaan rutin, seperti tes Pap smear atau tes HPV, yang dapat mendeteksi adanya sel abnormal
atau infeksi virus HPV di leher rahim. Vaksinasi HPV juga tidak dapat mengobati infeksi virus HPV
yang sudah ada, atau melindungi dari infeksi menular seksual lainnya, seperti HIV/AIDS atau hepatitis
B. Oleh karena itu, penting untuk tetap menjaga kesehatan seksual dan menggunakan alat
kontrasepsi, seperti kondom, saat berhubungan seksual.
11
BAB III
Informan pertama : Pakde dari penulis yang berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir
adalah Sarjana Ekonomi dan bekerja sebagai Kepala Seksi di Kantor Pelayanan Pajak.
Informan kedua : Kakak sepupu dari penulis yang berusia 25 tahun dengan pendidikan
terakhir adalah Sarjana Hukum dan bekerja sebagai Staf Hukum di sebuah perusahaan
swasta.
Informan ketiga : Tetangga dari penulis yang berusia 23 tahun dengan pendidikan terakhir
adalah Sarjana Komunikasi dan bekerja sebagai Reporter di sebuah stasiun televisi.
1.8.2 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Informan Mengenai Pap Smear dan Tes IVA
Informan pertama memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang Pap Smear dan tes IVA.
Dia menjelaskan bahwa Pap Smear adalah pemeriksaan untuk mendeteksi kanker serviks dengan
mengambil sampel sel dari leher rahim, sedangkan tes IVA adalah pemeriksaan yang menggunakan
cuka untuk melihat perubahan warna pada leher rahim.
Informan pertama memiliki sikap positif terhadap Pap Smear atau tes IVA. Dia menganggap
keduanya sebagai pemeriksaan yang bermanfaat dan berguna untuk kesehatan reproduksinya. Tidak
terlihat adanya rasa takut atau malu dalam menjalani pemeriksaan ini.
Informan pertama pernah melakukan Pap Smear pada usia 35 tahun dan hasilnya negatif.
Namun, dia belum pernah melakukan tes IVA. Alasannya melakukan Pap Smear adalah karena
mendapat rekomendasi dari dokter kandungan, yang mengatakan bahwa itu adalah pemeriksaan
rutin yang harus dilakukan oleh wanita usia subur. Pakde tidak melakukan tes IVA karena tidak
mengetahui tentang tes tersebut.
Informan kedua memiliki pengetahuan dasar tentang Pap Smear dan tes IVA. Dia tahu bahwa
keduanya digunakan untuk mendeteksi kanker serviks, tetapi tidak memiliki detail lebih lanjut.
Informan kedua memiliki sikap negatif terhadap Pap Smear atau tes IVA. Dia menganggap
pemeriksaan tersebut tidak penting dan merepotkan. Juga, terdapat rasa takut atau malu dalam
melakukan Pap Smear atau tes IVA.
Informan kedua tidak pernah melakukan Pap Smear atau tes IVA. Alasannya adalah karena
merasa tidak perlu, tidak memiliki gejala atau keluhan, dan merasa sehat. Dia juga menyebut tidak
memiliki faktor risiko kanker serviks seperti banyak pasangan seksual atau merokok.
12
Informan ketiga memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang Pap Smear dan tes IVA. Dia
menjelaskan bahwa keduanya penting karena dapat menemukan perubahan sel abnormal atau pra-
kanker di leher rahim sebelum menjadi kanker serviks.
Informan ketiga memiliki sikap positif terhadap tes IVA dan netral terhadap Pap Smear. Dia
menganggap tes IVA sebagai pemeriksaan yang menyelamatkan hidup, karena dapat mendeteksi lesi
pra-kanker yang dialaminya. Tidak terlihat adanya rasa takut atau malu dalam melakukan tes IVA.
Informan ketiga pernah melakukan tes IVA pada usia 25 tahun dan hasilnya positif. Namun,
dia belum pernah melakukan Pap Smear. Alasannya melakukan tes IVA adalah karena mendapat
informasi dari temannya yang menyebut tes IVA mudah, murah, dan cepat untuk mendeteksi kanker
serviks. Dia tidak melakukan Pap Smear karena tidak mengetahui tentang tes tersebut
Dari hasil wawancara, terlihat variasi pengetahuan, sikap, dan perilaku terkait Pap Smear dan
tes IVA antara ketiga informan. Faktor seperti rekomendasi dokter, informasi dari teman, dan
persepsi mengenai pentingnya pemeriksaan dapat memengaruhi keputusan informan untuk
melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan tersebut.
Sementara itu, informan ketiga telah melakukan tes IVA dan menemukannya bermanfaat,
tetapi belum pernah melakukan Pap Smear karena kurangnya pengetahuan. Secara keseluruhan,
pengetahuan dan pengalaman pribadi tampaknya mempengaruhi sikap dan ketertarikan informan
terhadap Pap Smear dan tes IVA. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi dan peningkatan
kesadaran tentang Pap Smear dan tes IVA dalam mendeteksi kanker serviks sejak dini.
1.9 Pembahasan
1.9.1 Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Informan mengenai Pap Smear dan Tes IVA
Berdasarkan wawancara, informan pertama menunjukkan pengetahuan yang baik tentang
Pap Smear dan tes IVA, sementara informan kedua dan ketiga memiliki pengetahuan yang lebih
terbatas. Informan pertama dan ketiga menunjukkan sikap positif terhadap pemeriksaan ini,
sementara informan kedua menunjukkan sikap negatif. Variasi dalam pengetahuan, sikap, dan
perilaku ini menunjukkan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran tentang Pap Smear dan tes
IVA.
13
BAB IV
KESIMPULAN
Penelitian ini mengungkapkan variasi dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat
terkait Pap Smear dan tes IVA. Informan pertama menunjukkan pengetahuan yang baik dan sikap
positif, dan telah melakukan Pap Smear. Namun, dia belum pernah melakukan tes IVA karena
kurangnya pengetahuan. Informan kedua, meskipun memiliki pengetahuan dasar, menunjukkan
sikap negatif dan belum pernah melakukan kedua tes tersebut. Informan ketiga telah melakukan tes
IVA dan menemukannya bermanfaat, tetapi belum pernah melakukan Pap Smear karena kurangnya
pengetahuan.
Sikap terhadap Pap Smear dan tes IVA juga bervariasi, dengan beberapa informan menunjukkan
ketertarikan positif dan lainnya menunjukkan ketertarikan negatif. Pemahaman tentang pentingnya
pemeriksaan deteksi dini dan manfaatnya masih perlu ditingkatkan di kalangan masyarakat.
Diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, melibatkan tenaga
kesehatan dan kampanye penyuluhan yang menyampaikan informasi yang jelas dan mudah
dipahami. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dapat
membantu mengurangi angka kematian akibat penyakit ini.
Penelitian ini memberikan dasar untuk memahami tantangan dan peluang dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Implikasi penelitian ini
mencakup peran penting tenaga kesehatan, kampanye penyuluhan, dan upaya untuk mengatasi
faktor-faktor yang memengaruhi ketertarikan dan partisipasi dalam pemeriksaan.
Meskipun ada keterbatasan dalam penelitian ini, hasilnya dapat menjadi landasan untuk
penelitian lanjutan dan upaya pencegahan kanker serviks di tingkat komunitas. Dengan
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, diharapkan dapat mencapai tujuan
pencegahan dan deteksi dini kanker serviks secara lebih efektif. Ini menunjukkan pentingnya edukasi
dan peningkatan kesadaran tentang Pap Smear dan tes IVA dalam mendeteksi kanker serviks sejak
dini. Variasi dalam ketertarikan ini menunjukkan bahwa upaya lebih lanjut diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya Pap Smear dan tes IVA dalam
mendeteksi kanker serviks sejak dini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, M., Panggabean, H. W., & Simbolon, J. L. (2021). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
pemeriksaan iva test pada wanita usia subur di desa simatupang kecamatan muara tahun
2019. Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 6(1), 32-48.
Arifah, S., & Rohmah, F. N. (2023). EDUKASI DAN SKRINING KANKER LEHER RAHIM. Abdimas
Kosala: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 2(2), 57-62.
Candra Wati, P. A. (2018). Hubungan Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kanker Servik
Dengan Frekuensi Pemeriksaan Pap Smear Di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2018 (Doctoral
dissertation, Jurusan Kebidanan 2018).
Suwiyoga, I. K. (2001). Beberapa Masalah Pap Smear sebagai Alat Diagnosis Dini Karakter Serviks di
Indonesia.
Dewi, N. P. S. K., Erawati, S. S. T., Sri, N. L. P., & Mauliku, M. P. (2020). PERBEDAAN MOTIVASI
WANITA USIA SUBUR UNTUK MELAKUKAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) SEBELUM
DAN SESUDAH DIBERIKAN EDUKASI BERBASIS FILM PENDEK (Doctoral dissertation, Poltekkes
Denpasar).
Emilia, O., Kusumanto, A., Hananta, I. P. Y., Harry Freitag, L. M., & S Gz, D. (2010). Bebas ancaman
kanker serviks. Media Pressindo.
Puspasari, A. (2020). Hubungan Faktor Risiko dengan Tipe Histopatologi pada Pasien Kanker
Serviks di RSUD DR SOETOMO (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Nirmawaty, D. A., Suhariningsih, I., & MT, D. A. S. S. (2012). Deteksi Kanker Serviks (Carsinoma
Serviks Uteri) pada Citra Hasil Rekaman CT-Scan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Syatriani, S. (2011). Faktor Risiko Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
(National Public Health Journal), 5(6), 283-288.
Damayanti, I. P. (2013). faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks di rsud arifin
achmad pekanbaru tahun 2008-2010. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(2), 88-93.
Indriana, M., & Azinar, M. (2019). Pencarian Pengobatan Krioterapi pada Wanita IVA Positif. HIGEIA
(Journal of Public Health Research and Development), 3(3), 479-491.
Rahmadanty, D., Theresia, E. M., & Retnaningsih, Y. (2019). GAMBARAN KARAKTERISTIK WANITA
USIA SUBUR DALAM PERILAKU PEMERIKSAAN METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT DI
15
DUSUN GADING LUMBUNG BANTUL TAHUN 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).
Telova, Y., Yorita, E., Rachmawati, R., Yuniarti, Y., & Ismiati, I. (2018). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada Wanita Usia Subur di
Wilayah Kerja Puskesmas Jembatan Kecil Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Bengkulu).
16