Annisa - Minggu 4.
Annisa - Minggu 4.
Etiologi dan Faktor Penyebaran VHA terjadi secara fekal-oral, baik berupa kontak
Risiko langsung atau melalui makanan/ mi- numan yang terkontaminasi.
Tidak terbukti adanya penularan secara perinatal (ibu ke janin) pada
penyakit ini.
Patogenesis dan VHA memiliki masa inkubasi ±4 minggu. Replikasi virus dominasi
patofisiologi terjadi pada hepatosit. meski VHA juga ditemukan pada empedu,
feses, dan darah. Antigen VAH dapat ditemukan pada feses pada 1-
2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit.
Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar
aminotransferase serum, ditemukan antibodi terhadap VAH (IgM
anti-VAH), dan munculnya gejala klinis (jaundice). Selama fase akut,
hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan
morfologi yang minimal; hanya <I% yang menjadi fulminan. Kadar
lgM anti-VAH umumnya bertahan kurang dari 6 bulan,yang
kemudian digantikan oleh lgG anti-VAH yang akan bertahan seumur
hidup. lnfeksi VHA akan sembuh secara spontan, dan tidak pernah
menjadi kronis atau karier.
Manifestasi klinis Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik): ditemukan gejala
konstitusional seperti anoreksi, mual dan muntah, malaise, mudah
lelah, atralgia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis, atau batuk.
Perasaan mual, muntah, dan anoreksia seringkali terkait dengan
perubahan pada penghidu dan pengecapan. Dapat pula timbul
demam yang tidak terlalu tinggi. Perubahan warna urin menjadi lebih
gelap dan feses menjadi lebih pucat dapat ditemukan 1-5 hari
sebelum fase ikterik.
Fase ikterik: gejala konstitusional umumnya membaik, namun
muncul gambaran klinis jaundice, nyeri perut kuadran kanan atas
(akibat hepatomegali) , serta penurunan berat badan ringan. Pada 10-
20% kasus, dapat ditemukan splenomegali dan
adenopati servikal. Fase ini berlangsung antara 2-12 minggu.
Fase perbaikan (konvalesens): gejala konstitusional menghilang,
tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih ditemukan.
Nafsu makan kembali dan secara umum pasien akan merasa lebih
sehat. Perbaikan klinis dan parameter laboratorium akan komplit
dalam 1-2 bulan sejak awitan ikterik. Namun, sebanyak <I% kasus
menjadi hepatitis fulminan, yakni munculnya ensefalopati dan
koagulopati dalam 8 minggu setelah gejala pertama penyakit hati.
Kolelitiasis
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
3.Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang
mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 %
pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat
tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol (Garden, 2007).
Etiologi dan faktor
risiko
Manifestasi klinis Dapat bersifat asimtomatis. Gejala muncul saat terjadi inflamasi dan
obstruksi ketika batu bermigrasi ke duksus sistikus Keluhan khas
berupa kolik bilier. Karakteristik kolik bilier antara lain:
● Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrium;
● Kadang menjalar ke area interskapularis, skapula kanan atau
bahu;
● Episodik, remiten, mendadak;
● Berlangsung 15 menit-5 jam;
● Hilang perlahan dengan sendirinya;
● Disertai mual atau muntah;
Kolik bilier dapat dicetuskan dengan makan makanan berlemak,
konsumsi makanan dalam porsi besar setelah puasa berkepanjangan
atau dengan makan makanan normal,seringkali pada malam hari.
Nyeri menetap >5 jam atau disertai demam, mengindikasikan adanya
kolesistitis akut (lihat Subbab Kolesistitis) atau komplikasi lainnya.
Diagnosis banding
● Acute Pancreatitis
● Bile Duct Tumors
● Gallbladder Cancer
● Gastroesophageal reflux disease (GERD)
● Hepatitis
● Irritable bowel syndrome
● Pancreatic Cancer
● Pancreatitis (acute or chronic)
● Peptic Ulcer Disease
Etiologi dan faktor Empiema kandung empedu terjadi ketika lumen kandung empedu
risiko terisi eksudat dan pus yang sering kali berwarna terang. Nanah di
kandung empedu yang terinflamasi muncul dengan infeksi
mikroorganisme yang diantaranya Klostridium, Klebsiella, dan
Escherichia coli. Infeksi terjadi ketika obstruksi dukstus sistikus dan
stasis empedu menetap di kandung empedu. Hal ini berawal dari
kolesistitis (Gomes et al., 2022) Selain empiema, hidrops kandung
empedu juga dapat terjadi ketika duktus sistikus tersumbat secara
berkepanjangan karena batu empedu (Sharma et al., 2021).
Patogenesis dan Empiema dan hidrops kandung empedu adalah dua kondisi yang
patofisiologi terkait dengan disfungsi sistem empedu yang dapat mengakibatkan
komplikasi serius pada kesehatan manusia. Patofisiologi keduanya
berkaitan dengan proses infeksi dan obstruksi yang dapat
mempengaruhi fungsi normal saluran empedu dan kandung empedu.
Manifestasi klinis Pasien dengan empiema kandung empedu memiliki gejala yang
mirip dengan kolesistitis akut.
● Nyeri tekan di kuadran kanan atas dan tanda Murphy positif
adalah gejala yang paling umum dan dominan.
● Seiring dengan perkembangan patologi, mungkin akan
ditemukan kantung empedu yang teraba sangat lunak bahkan
pada palpasi ringan.
● Dengan memburuknya penyakit, demam tinggi, menggigil,
kaku, dan tanda-tanda sepsis sistemik mengikuti. Pasien
yang menggunakan imunosupresan atau menderita diabetes
terkait mungkin memiliki perjalanan penyakit yang lebih lama
dengan beberapa tanda dan gejala khas yang terkait seperti
yang dijelaskan di atas.
● Jika perforasi kandung empedu telah terjadi, pasien mungkin
mengalami takikardia, demam, sepsis umum, menggigil, dan
nyeri di kuadran kanan atas.
Sirosis Hepatis
Etiologi dan faktor Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat
risiko mengakibatkan sirosis hati. Etiologi tersering di negara barat ialah
akibat konsumsi alkohol. Sementara di Indonesia, sirosis
utamanya disebabkan oleh hepatitis B dan/ atau C kronis.
Patogenesis dan Sirosis hati kini dikenal sebagai proses yang dinamis dan pada
patofisiologi kondisi tertentu bersifat reversibel. Transisi dari penyakit hati
kronis menjadi sirosis melibatkan proses yang kompleks antara
reaksi inflamasi, aktivasi sel Stelata (penghasil kolagen),
angiogenesis, dan oklusi pembuluh darah yang berdampak pada
perluasaan lesi parenkim hati.
2. Insufisiensi hati.
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan
fungsi hati. antara lain:
I. Sirosis kompensata
Kebanyakan bersifat asimtomatis dan hanya dapat
didiagnosis melalui pemeriksaan fungsi hati. Bila ada, gejala yang
muncul berupa kelelahan non-spesifik, penurunan libido, atau
gangguan tidur. Tanda khas (stigmata) sirosis juga seringkali
belum tampak pada tahap ini.
2. Sirosis dekompensata
Disebut sirosis dekompensata apabila ditemukan paling tidak satu
dari manifestasi berikut.
● ikterus
● asites dan edema perifer
● hematemesis melena (akibat perdarahan varises
esofagus)
● jaundice
● atau ensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hingga
perubahan status mental). Asites merupakan tanda
dekompensata yang paling sering ditemukan (sekitar
80%).
Selain itu, terdapat beberapa stigma sirosis lainnya yang dapat
diidentifikasi, antara lain:
e. Atrofi otot
2. Terapi non-medikamentosa