Anda di halaman 1dari 7

Nama: Wiwit Nurkholifah

Nim: 050655762
Progam Studi: Ilmu Administrasi Negara
Mata Kuliah: Pengantar Antropologi

TUGAS 1 PENGANTAR ANTROPOLOGI

Pertanyaan:

1. Dalam modul 1 dan 2


a. Jelaskan bahwa fase perkembangan antropologi sangat dipengaruhi oleh
pemikiran evolusionisme. Salah satu hasil pemikiran tersebut menyatakan
bahwa masyarakat dunia bergerak dari sederhana ke kompleks.
b. Sebutkan dua tokoh evolusionisme yang sangat berperan dalam
perkembangan ilmu antropologi dan pemikiran apa yang mereka
kemukanan.
c. Berikan contoh yang disebut sebagai masyarakat sederhana dan
masyarakat kompleks dan jelaskan mengapa saudara menganggap contoh
tersebut sebagai masyarakat sederhana/kompleks.
2. Dalam modul 3
a. Disebutkan bahwa teori fungsionalisme dan strukturalisme digunakan
untuk mengkaji keterhubungan antarelemen dalam sebuah sistem dan
bagaimana setiap elemen berfungsi dalam mendukung jalannya sistem
tersebut.
b. Buatlah analisis hubungan antarelemen dalam sebuah masyarakat
(misalnya masyarakat petani, nelayan, desa, dll). Gambarkan hubungan
antarelemen berdasarkan struktur dan fungsinya tersebut dalam bentuk
bagan alir.
3. Etnografi adalah salah satu pendekatan antropologi yang paling banyak
digunakan untuk mendeskripsikan sebuah kelompok etnik. Coba deskripsikan
kelompok etnik saudara masing-masing (1-2 halaman).

Jawaban:

1. Dalam Modul 1 dan 2


a. Pengaruh Evolusiisme dalam Fase Perkembangan Antropologi Pemikiran
evolusionisme memiliki pengaruh yang besar terhadap fase
perkembangan antropologi. Salah satu hasil pemikiran evolusionisme
menyatakan bahwa masyarakat dunia bergerak dari sederhana ke
kompleks. Teori ini menggambarkan evolusi masyarakat dari tahap primitif
ke tahap yang lebih maju secara bertahap. Hal ini mempengaruhi
pandangan para antropolog tentang perkembangan masyarakat dan
budaya. Meskipun pemikiran evolusionisme telah dikritik karena bersifat
etnosentris dan deterministik, konsep ini tetap memberikan landasan
penting dalam sejarah perkembangan antropologi.

b. Dua tokoh penting dalam perkembangan pemikiran evolusioner dalam


antropologi adalah Charles Darwin dan Herbert Spencer . Karya Darwin,
khususnya dalam bukunya “On the Origin of Species” (1859), meletakkan
dasar bagi teori evolusi modern. Dia memperkenalkan konsep seleksi
alam, yang menyatakan bahwa spesies berevolusi seiring waktu melalui
proses variasi, mutasi, penyimpangan genetik, dan aliran gen, dengan
individu yang paling beradaptasi memiliki peluang lebih besar untuk
bertahan hidup dan bereproduksi.

Spencer, sebaliknya, adalah seorang sosiolog yang menerapkan prinsip-


prinsip evolusi dalam studi masyarakat manusia. Ia dikenal dengan konsep
“survival of the fittest,” yang ia gunakan untuk mendukung gagasan bahwa
masyarakat harus diizinkan untuk bersaing, dengan masyarakat yang
paling mampu bertahan dan masyarakat yang kurang mampu menghilang.

Gagasan Spencer berpengaruh dalam perkembangan Darwinisme sosial,


yang berpendapat bahwa prinsip-prinsip seleksi alam dapat diterapkan
pada masyarakat manusia, dengan individu dan masyarakat yang paling
sukses adalah mereka yang paling mampu beradaptasi dengan
lingkungannya.
Baik Darwin maupun Spencer memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap perkembangan pemikiran evolusioner, dan gagasan mereka
terus memengaruhi antropologi dan bidang lainnya hingga saat ini.

c. Masyarakat Sederhana: Contoh masyarakat sederhana adalah suku-suku


pedalaman di Amazon yang masih menjalani gaya hidup tradisional,
bergantung pada pertanian dan berburu sebagai sumber kehidupan.
Masyarakat ini cenderung memiliki struktur sosial yang lebih sederhana,
dengan peran yang jelas bagi setiap anggota dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Kompleks: Sebagai contoh masyarakat kompleks, kita dapat


merujuk pada masyarakat perkotaan modern seperti New York City.
Masyarakat ini ditandai oleh keberagaman etnis, budaya, dan latar
belakang sosial, serta memiliki struktur sosial yang kompleks dengan
berbagai lapisan dan peran yang saling terkait.

• Penjelasan Mengapa Sederhana/Kompleks


Suku pedalaman di Amazon dianggap sebagai masyarakat sederhana
karena mereka cenderung memiliki struktur sosial yang lebih sederhana,
dengan peran yang jelas bagi setiap anggota dalam kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, Kota New York dianggap sebagai masyarakat kompleks karena
keberagaman etnis, budaya, dan latar belakang sosialnya, serta struktur
sosial yang kompleks dengan berbagai lapisan dan peran yang saling
terkait.

2. a. Teori fungsionalisme dan strukturalisme digunakan untuk menganalisis


keterhubungan antar elemen dalam suatu sistem dan bagaimana setiap
elemen berfungsi dalam mendukung jalannya sistem tersebut.
Fungsionalisme struktural tekanan pengorganisasian dan pemeliharaan
sistem dengan menyoroti fungsi dan struktur. Teori ini memandang
masyarakat sebagai struktur yang saling terkait, di mana setiap elemen
memiliki fungsi yang berkontribusi pada keberlangsungan sistem secara
keseluruhan. Sementara itu, strukturalisme menekankan pada elemen dan
struktur kesadaran, dengan fokus pada analisis proses fisiologis yang
mempengaruhi kesadaran. Dengan demikian, kedua teori ini memberikan
wawasan yang mendalam tentang bagaimana elemen-elemen dalam suatu
sistem saling berinteraksi dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan
keberlangsungan sistem tersebut.

b. Bagi masyarakat petani, kita dapat menggunakan teori fungsionalisme dan


strukturalisme untuk menganalisis hubungan antar elemen dalam
masyarakat tersebut.
Dalam masyarakat petani, petani menggunakan tanah dan peralatan untuk
memproduksi hasil pertanian. Hasil pertanian kemudian dijual atau ditukar di
pasar. Ini mewakili hubungan antara elemen-elemen dalam petani
masyarakat berdasarkan struktur dan fungsi.

3. Suku bangsa adalah kelompok etnis dan budaya masyarakat yang terbentuk
secara turun temurun di Indonesia, salah satunya adalah Suku Jawa. Suku
Jawa adalah suku bangsa terbesar di Indonesia, dengan jumlah populasi
sekitar 95.217.022 jiwa menurut Sensus Penduduk 2010. Hal ini berarti sekitar
41 persen populasi di Indonesia adalah masyarakat dari Suku Jawa.

Mayoritas orang Jawa adalah umat Islam, dengan beberapa minoritas yaitu
Kristen, Kejawen, Hindu, dan Buddha. Meskipun demikian, peradaban orang
Jawa telah dipengaruhi oleh lebih dari seribu tahun interaksi antara budaya
Kejawen dan Hindu-Buddha, dan pengaruh ini masih terlihat dalam sejarah,
budaya, tradisi, dan bentuk kesenian Jawa. Dengan populasi global yang
cukup besar, suku Jawa menjadi kelompok etnis terbesar kelima di antara
umat Islam/etnis mayoritas Islam di seluruh dunia, setelah bangsa Arab,[7]
Bengali,[8], Punjabi.[9], dan bangsa Turki. Suku Jawa memiliki beberapa sub-
suku, yakni Banyumasan, Cirebon, Osing, Samin, Tengger, Jawa Merauke, dan
Jawa Suriname.

Seperti kebanyakan kelompok etnis Indonesia yang lain, termasuk masyarakat


Sunda, masyarakat Jawa merupakan bangsa Austronesia yang leluhurnya
diperkirakan berasal dari Taiwan dan bermigrasi melalui Filipina[11] untuk
mencapai pulau Jawa antara tahun 1500 SM hingga 1000 SM.[12] Namun,
menurut studi genetik yang terbaru, masyarakat Jawa bersama dengan
masyarakat Sunda dan Bali memiliki rasio penanda genetik yang hampir sama
antara genetik bangsa Austronesia dan Austroasiatik.[13]

Masyarakat Jawa adalah perpaduan antara orang Austroasiatik berbaur /


interbreeding dengan orang Austronesia yang datang kemudian. Setelah
interaksi yang cukup lama dengan orang Austronesia masyarakat awal yang
mendiami Pulau Jawa mulai mengadopsi bahasa Austronesia sebagai bahasa
utama, sehingga mereka memiliki sekitar 20–30% gen Austronesia dan 50-
60% gen Austroasiatik.

Perpaduan genetik masyarakat di Jawa juga sangat kompleks, baik itu


masyarakat pesisir maupun di daerah pegunungan. Bentuk wajah masyarakat
Jawa juga dominan dipengaruhi oleh Orang Austroasiatik (Seperti Orang
Kamboja dan Vietnam bagian selatan).

Kemungkinan mengapa masyarakat yang mendiami pulau Jawa awal mula


mulai mengadopsi Bahasa Austronesia adalah menyesuaikan diri di dalam
globalisasi, perdagangan maupun pertukaran budaya dan teknologi di
masanya, yang kemungkinan para penutur Bahasa Austronesia mempunyai
pengaruh yang sangat besar pada masa itu.

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam
kehidupan sehari-hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan
kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa
Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatra,
dan Suriname. Pengaruh budaya Jawa juga tersebar di luar Jawa, contohnya
wayang kulit, keris, batik, dan gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah
keris karena pengaruh Majapahit.[23] LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta
yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang menerima
penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi mata kuliah di
Universitas Victoria Wellington, Selandia Baru.[24] Gamelan Jawa rutin digelar
di AS dan Eropa atas permintaan warga AS dan Eropa. Sastra Jawa
Nagarakretagama menjadi satu-satunya karya sastra Indonesia yang diakui
UNESCO sebagai Memori Dunia.

Bahasa Jawa merupakan bahasa Austronesia yang utamanya dituturkan oleh


masyarakat Jawa di wilayah bagian tengah dan timur pulau Jawa. Bahasa ini
dikenal mempunyai jumlah besar kata serapan dari bahasa Sanskerta,
terutama ditemukan dalam sastra Jawa. Ini karena sejarah panjang pengaruh
Hindu dan Buddha di Jawa.

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur
sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal
dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya orang Jawa yang menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar menggunakan
bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya mayoritas
menggunakan bahasa Jawa saja.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosakata dan intonasi berdasarkan


hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-
ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam
budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status
sosialnya di masyarakat.

Pada abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20, bahasa Jawa aktif ditulis
menggunakan aksara Jawa terutama dalam sastra maupun tulisan sehari-hari
masyarakat Jawa sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan
huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur sebagai bagian dari muatan lokal, namun dengan penerapan yang
terbatas dalam kehidupan sehari-hari.

Para cendekiawan, penulis, penyair, dan sastrawan Jawa terkenal karena


kemampuan mereka merumuskan gagasan dan menciptakan idiom untuk
tujuan budaya yang tinggi, melalui rangkaian kata-kata untuk
mengekspresikan makna filosofis yang lebih dalam. Beberapa idiom filosofis
muncul dari sastra klasik Jawa, babad dan tradisi lisan, dan telah menyebar ke
beberapa media dan diangkat sebagai moto yang populer. Contohnya seperti
“Bhinneka Tunggal Ika”, digunakan sebagai semboyan atau moto nasional
Republik Indonesia, “Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo”,
“Jer Basuki Mawa Béya”, “Rawé-Rawé rantas, Malang-Malang putung” dan
“Tut Wuri Handayani”.

Mayoritas orang Jawa menganut agama Islam (sekitar 96%). Masyarakat


Muslim Jawa umumnya dikategorikan ke dalam dua kultur, yaitu kaum Santri
dan Abangan. Kaum santri mengamalkan ajaran agama sesuai dengan syariat
Islam, sedangkan kaum abangan walaupun menganut Islam namun dalam
praktiknya masih terpengaruh Kejawen yang kuat. Orang Jawa juga ada yang
menganut agama Kristen (sekitar 3%), baik Protestan maupun Katolik. Sekitar
1% orang Jawa lainnya juga menganut agama Hindu, Buddha, maupun
kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai Kejawen. Kantong masyarakat
Jawa Hindu masih ditemukan di kawasan pegunungan Bromo Tengger
Semeru, sedangkan kantong masyarakat Jawa Buddha ada di desa
Kalimanggis, Temanggung.

Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh
agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang
atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan
Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada
pula. Seni batik dan keris adalah dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik
gamelan yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam
kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
Mayoritas masyarakat Jawa berprofesi sebagai petani. Sedangkan di
perkotaan mereka berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, karyawan,
pedagang, usahawan, dokter, guru dan lain-lain. Di Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, jumlah orang Jawa mencapai 40% pada tahun 2015 dari penduduk
Jakarta. Orang Jawa perantauan di Jakarta bekerja di berbagai bidang. Hal ini
terlihat dari jumlah mudik lebaran yang terbesar dari Jakarta adalah menuju
Jawa Tengah.

Referensi :
• BMP PENGANTAR ANTROPOLOGI ISIP4210
• MATERI SESI 3
• Kabupaten Rembang – Central Java Invesment Platform
https://cjip.jatengprov.go.id/profil-kabkota/16
• Kabupaten Rembang – Central Java Invesment Platform
https://cjip.jatengprov.go.id/profil-kabkota/16

Anda mungkin juga menyukai