Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Yuda Anata Rizki Kurnia Putra

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043290609

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA4110/Pengantar Ekonomi Makro

Kode/Nama UPBJJ : 71/Surabaya

Masa Ujian : 2021/22.1(2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA
1. Kurva permintaan agregat (aggregate demand curve) adalah grafik yang menunjukkan hubungan
terbalik antara permintaan agregat dan tingkat harga. Permintaan agregat mewakili
jumlah permintaan dari empat sektor ekonomi makro: rumah tangga, bisnis, pemerintah, dan sektor
eksternal.

Pada dasarnya, kurva permintaan agregat melambangkan jumlah dari seluruh barang dan jasa yang
diminta dalam suatu perekonomian pada setiap tingkat harga. Seperti yang digambarkan pada figur
di atas, yaitu kurva agregat miring ke bawah. Hal ini mengimplikasikan bahwa jika hal lain tetap
sama, penurunan tingkat harga keseluruhan dalam perekonomian (misalkan dari P1 ke P2)
cenderung meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta (dari Y1 ke Y2).
2. Diketahui :
Y = 200

M = 100

V=8

Ditanya : P ?

Penyelesaian :

Dalam teori kuantitas uang Irving Fisher, dirumuskan persamaan :

MV = PY, Keterangan :

M = Jumlah uang yang beredar

V = Laju/kecepatan peredaran uang

P = Tingkat harga barang

Y = Tingkat pendapatan → MV = PY
Maka untuk menghitung nilai P, menggunakan rumus :

P = MV/P

P = (100).(8) / 200

P = 800/200

P=4

3. Kritikan-kritikan tersebut adalah :


a. Pemisalan bahwa Y tetap kurang tepat. Hal ini dikarenakan kesempatan kerja penuh tidak selalu
tercapai dalam perekonomian, yang banyak berlaku adalah kegiatan ekonomi yang tidak
menggunakan faktor-faktor produksi secara penuh dan menyebabkan pengangguran. Sehingga
jumlah barang-barang (7) masih bisa ditambah.
b. Laju peredaran uang tidak selalu tetap dalam jangka pendek dan jangka panjang. Terdapatnya
faktor lain yang mempengaruhi laju peredaran uang, di antaranya inflasi dan pengangguran
yang tinggi. Tingkat pengangguran yang tinggi mengurangi pengeluaran masyarakat sehingga
mengurangi laju peredaran uang. Demikian pula inflasi akan membuat orang lebih senang
membelanjakan uangnya saat ini dibanding masa mendatang, yang akibatnya akan menambah
laju peredaran uang. Dengan kata lain,terdapat faktor-faktor lain dalam jangka pendek maupun
jangka panjang yang dapat mempengaruhi dan mengubah laju peredaran uang.
c. Hubungan antara penawaran uang dan harga lebih rumit dari yang diterangkan oleh teori
kuantitas. Persamaan MV = PT tidak dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan
penawaran uang akan mempengaruhi harga dan jumlah produksi barang dan jasa, saat
menghadapi masalah pengangguran. Apakah P dan T akan bertambah, atau T yang tetap dan ?
yang bertambah? Pertanyaan inilah yang tidak dapat dijelaskan oleh teori kuantitas.
d. Teori kuantitas hanya memperhatikan fungsi uang sebagai alat untuk mempermudah kegiatan
tukar menukar dan transaksi dengan menggunakan uang. Dalam persamaan kuantitas uang,
masyarak dianggap meminta uang dengan tujuan untuk membiayai transaksi saja Sedangkan
menurut Keynes uang juga digunakan untuk berjaga-jaga dan spekulasi.
e. Teori kuantitas mengabaikan efek perubahan penawaran uang terhadap suku bunga Hal ini
disebabkan dalam teori klasik suku bunga ditentukan oleh penawaran tabungan dan permintaan
tabungan untuk investasi. Sedangkan menurut Keynes, penawaran uang dapat mempengaruhi
suku bunga.
4. Empat Macam Perbedaan Kebijakan Fiskal
a. Pembiayaan Fungsional (Functional finance)
Tokoh dalam kebijakan ini adalah A.P.Letner. Dalam kebijakan jenis ini pengeluaran pemerintah
ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional terutama
guna meningkatkan kesempatan kerja (employment). Di kebijakan jenis ini juga Pajak digunakan
untuk mengatur pengeluaran swasta dan bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah,
sehingga dalam masa ada pengangguran, pajak sama sekali tidak diperlukan. Dan selanjutnya,
pinjaman akan dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang tersedia
dalam masyarakat. Kemudian, jika pajak maupun pinjaman dirasa tidak tepat maka ditempuh
dengan pencetakan uang. Jadi pengeluaran pemerintah dan perpajakan dipertimbangkan sebagai
suatu hal yang terpisah.

b. Pengelolaan anggaran (the managed budget approach)

Tokoh dari kebijakan ini adalah Alvin Hansen yang yang menyarankan bahwa ketika dalam masa
depresi dan banyak pengangguran, pengeluaran pemerintah yang meningkat adalah satu satunya
obat. Dan Dalam jenis ini pengeluaran pemerintah dan perpajakan selalu dipertahankan, tetapi
penyesuaian dalam anggaran selalu dibuat guna untuk memperkecil ketidakstabilan ekonomi,
sehingga pada suatu saat dapat terjadi defisit maupun surplus. Dan Dalam perkembangan
selanjutnya, pengguna anggaran belanja seimbang untuk jangka panjang diperlukan, dengan catatan
bahwa dalam masa depresi ditempuh anggaran belanja defisit sedangkan dalam masa inflasi
ditempuh dengan anggaran surplus. Dan dalam kebijakan selanjutnya yaitu anggaran belanja
seimbang untuk jangka panjang yang diperlukan, dengan catatan bahwa dalam masa depresi
ditempuh anggaran belanja defisit sedangkan dalam masa inflasi ditempuh anggaran belanja
surplus. Dan dalam perkembangan lebih dalam lagi, kebijakan ini selalu berusaha untuk
mempertahankan adanya anggaran belanja yang seimbang tanpa defisit anggaran belanja. Sehingga
dalam masa depresi pengeluaran pemerintah akan ditingkatkan dan penerimaan dari pajak akan
ditingkatkan pula tapi tidak sampai menimbulkan deflasi.

c. Stabilisasi Anggaran Otomatis (the stabilizing budget)

Penyesuaian secara otomatis dalam penerimaan dan pengeluaran pemerintah terjadi sedemikian
rupa sehingga membawa perekonomian menjadi stabil tanpa campur tangan pemerintahan yg
disengaja. Sistem ini menggunakan peranan built in flexibility yang mana jika terjadi kemunduran
dalam kegiatan usaha, program pengeluaran pemerintah dan perpajakan tidak akan diubah. Namun,
akan terjadi penurunan dalam penerimaan pajak terutama pajak pendapatan. Dilain pihak, jumlah
pengeluaran pemerintah akan meningkat terutama yang dikaitkan dengan gaji, pensiun, dan
sebagainya.

d. Anggaran Belanja Seimbang (balanced budget approach)


Suatu modifikasi dari pembelanjaan atas anggaran yang disesuaikan dengan keadaan adalah
pembelanjaan secara seimbang dalam jangka panjang. Kegagalan dalam mempertahankan
keseimbangan anggaran dalam jangka panjang dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Adapun pendekatan serupa dengan tetap mempertahankan
keseimbangan anggaran. Dalam masa depresi, pengeluaran perlu ditingkatkan diikuti pula dengan
peningkatan penerimaan sehingga tidak akan memperbesar hutang negara.

5. Berikut adalah tiga kondisi anggaran pemerintah tersebut :


a. Anggaran Belanja Berimbang

Yaitu anggaran belanja berimbang yang bisa terjadi apabila penerimaan pemerintah sama
jumlahnya dengan pengeluaran pemerintah, atau dengan kata lain penerimaan seimbang dengan
pengeluaran.

b. Surplus Anggaran Belanja

Yaitu jika penerimaan pemerintah lebih besar daripada pengeluarannya, maka keadaan yang
demikian yang disebut surplus anggaran belanja.

c. Defisit Anggaran Belanja

Yaitu penerimaan yang lebih kecil daripada pengeluarannya akan mengakibatkan keadaan
defisit anggaran belanja.

Anda mungkin juga menyukai