Anda di halaman 1dari 25

Hujan deras yang mengguyur kawasan Jakarta Pusat tak

menyurutkan langkah para mahasiswa menuju Istana.


Mereka yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif
Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) ini terus bergerak
memperingati aksi 2 tahun Jokowi-Ma’ruf Amin di Patung
Kuda, Kamis (21/10/2021).

 Di antara ratusan mahasiswa, ada yang membentangkan


spanduk bertulisan ‘7 Tahun Jokowi Khianati Rakyat’.
Ada juga dengan tulisan, ‘Reformasi Habis Dikorupsi
Oligarki’.

Unjuk rasa digelar karena mereka menilai selama tujuh tahun


pemerintahan Jokowi banyak persoalan yang belum
terselesaikan. Mahasiswa pun menyebut selama itu Jokowi
mengkhianati rakyat.

Menurut Pengamat politik dari Universitas Paramadina,


Hendri Satrio, banyak hal yang disorot dalam dua tahun
kepemimpinan Jokowi-Maruf Amin. Terutama persoalan
demokrasi. Menurutnya, Indonesia masih jauh menerapkan
norma-norma yang terkandung dalam teori demokrasi itu
sendiri.
“Teorinya bahwa negara demokrasi itu bisa langgeng jika
tercapai tiga hal. Pertama hukum yang tidak tebang pilih,
kemudian ekonomi yang merata dan ketiga, kebebasan
berpolitik,” ujar Hensat, begitu ia disapa, kepada
Liputan6.com, Kamis (21/10/2021).

“Kalau hukum secara kasat mata bisa melihat banyak yang


bikin deg-degan. Kasus Joker (Djoko Tjandra), Jaksa Pinangki,
belum lagi korupsinya mantan Menteri KKP yang divonis ya
menurut saya tidak segitu ya, Eks menteri sosial yang korupsi
juga,” imbuh dia.

Sedangkan dari sisi ekonomi, menurutnya, masih belum


merata. Pemerintah saat ini dinilainya menggunakan utang
sebagai solusi dalam menghadapi tantangan terkait dengan
pemerataan ekonomi. “Jadi (pemerataan ekonomi) belum
terlihat,” ujar Hensat.

Meski demikian, Ia mengapresiasi langkah Jokowi terkait


pemerataan ekonomi dengan melakukan perbaikan dan
pembangunan infrastruktur. “Ini yang menurut saya diacungi
jempol,” kata Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI ini.

Selain itu, kebebasan berpolitik termasuk berdemokrasi dan


kebebasan berpendapat masih belum dirasakan masyarakat.
Hal itu dapat dilihat adanya penghapusan mural yang
berisikan kritik juga penanganan demonstrasi yang refresif
dari aparat.

“Yang saya takutkan itu, aksi-aksi untuk meredam kebebasan


berpendapat mudah-mudahan tidak menjadi perlombaan
prestasi untuk pelakunya untuk naik jabatan,” ujar Hensat.

Selain infrastruktur, kebijakan yang patut diacungi jempol


adalah penanganan pandemi Covid-19. Dia mengungkapkan,
kendati awal penanganannya terus mendapatkan sorotan,
namun seiring berjalan waktu pandemi ini dapat terkendali
dengan baik.

“Terbukti dengan vaksin, PPKM, ini penanggulangan covid-19


cukup berhasil,” terang dia.

Publik juga diminta untuk bersikap adil dalam melihat janji


Jokowi-Maruf Amin yang belum terealisasi. Gelombang
covid-19 yang menghantam Indonesia dinilainya telah
memporakporandakan program-program yang telah
dicanangkan.

“Kita harus objektif juga melihat pemerintah banyak sekali


habis energinya untuk penanggulangan covid-19. Sehingga
janji-janji Jokowi belum banyak terpenuhi,” jelasnya.
Dalam tiga tahun ke depan, tantangan Jokowi akan semakin
lebih besar dari pandemi Covid-19. Karena jelang-jelang
ujung pemerintahan Jokowi, para menteri ataupun parpol
biasanya sudah berjalan masing-masing untuk
menyelamatkan kursi legislatif atau mendongkrak
elektabilitasnya.

“Maka kalau ada cegukan-cegukan politik yang penting-


penting, nah itu akan berimbas cukup keras juga untuk
pemerintahan Jokowi. Karena parpol akan jalan sendiri-
sendiri,” terang Hensat.

Dia menyarankan agar Jokowi mampu menjaga kebebasan


berpendapat dalam tiga tahun ke depan dengan baik. Karena
jika tidak, ini akan berimbas pada anggapan masyarakat
dalam menilai akhir kepemimpinan Jokowi.

“Ini terkait dengan legacy beliau, setelah 2024 itu akan


dicatat sebagai presiden yang seperti apa gitu,” jelas Hensat.

 Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar,


silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya
dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Infografis Sorotan 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf
Amin. (Liputan6.com/Trieyasni) Perbesar
Infografis Sorotan 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf
Amin. (Liputan6.com/Trieyasni)

Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Al Azhar


Indonesia, Ujang Komarudin menilai demokrasi menjadi hal
yang paling disorot dalam 2 tahun Jokowi-Maruf Amin. Dari
riset luar negeri maupun publik menyebutkan indeks
demokrasi Indonesia telah turun.

“Faktanya turun. Indikatornya, rakyat ketakutan mengkritik


karena ditangkap, tidak berani menyampaikan aspirasinya,
demontrasi banyak ditangkap, penegak hukum represif. Ini
tentu harus menjadi evaluasi bagi pemerintah karena
penilaian lembaga luar dan publik, artinya itu sangat
objektif,” kata dia kepada liputan6.com, Kamis (21/10/2021).

“Jokowi dalam menjaga demokrasi masih minus, ini masih


koreksi,” dia mengimbuhkan.

Masalah penerapan demokrasi yang sehat sebenarnya sudah


lama menjadi sorotan publik. Namun hingga kini masih
belum ada juga perbaikan bahkan cenderung memburuk.
Lantas apakah tiga tahun ke depan akan semakin
mengkhawatirkan?

“Tergantung, apakah punya keinginan mengembalikan


demokrasi ke alamnya. Kita melihat nanti ketika mereka
sudah melakukan kebijakan yang fokus terarah pada
demokrasi,” ujar dia.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi kerap melontarkan


bahwa dirinya tidak antikritik. Namun hal itu tidak
dilaksanakan oleh aparatur negara di bawahnya. Karena itu,
menurut Ujang, harus ada kesamaan tindakan antara
Presiden dengan level di bawahnya.

“Tidak sinkron, ini harusnya seiya sekata seirama antara


presiden, aparat penegakan hukum dan para menterinya.
Agar oskestra manajemen pemerintahan berjalan baik. Kalau
berbeda, ini sangat merugikan rakyat. Tidak baik dalam
konteks manajemen pemerintahan,” ujar dia.

Hal menjadi perhatian selanjutnya terkait dengan penegakan


hukum. Ujang menilai, aparat penegak hukum masih tebang
pilih dalam menerapkan aturan.

“Kadang hukum menyasar lawan politik, ini harusnya tidak


seperti itu. Hukum itu berlandaskan pada keadilan, pada
siapa pun. Ini harus dibenahi. Kalau kita sepakat ingin
menjadi negara demokrasi, maka penegakan hukum yang adil
sebuah keniscayaan,” terang dia.

Hal yang harus menjadi perhatian serius dalam 2 tahun


Jokowi-Maruf adalah soal pemberantasan korupsi. Praktik
perampokan uang negara tetap menjadi momok yang
menghancurkan bangsa ini.

“Masih harus keras lagi memberantas korupsi, banyak


koruptor yang belum ditangkap. Masih belum maksimal.
Karena buktinya kemiskinan kita masih banyak, kemiskinan
itu karena memang banyak korupsi,” jelas Ujang.

“Apalagi jelang pemilu, jangan sampai penegakan hukum


khususnya pemberantasan koprupsi itu menyasar lawan
lawan politik. Itu yang tidak boleh,” dia mengimbuhkan.

Dia juga menyoroti tentang janji-janji Jokowi yang belum


terlaksana. Menurutnya, pemerintah harus banyak
mengevaluasi terkait janji saat kampanye.

“Banyak persoalan, Jokowi menjaga demokrasi masih minus.


Ini masih koreksi. Terkait dengan revolusi mental, hari ini
tidak jalan. Menjadi evaluasi. Presiden yang memunculkan
mesti dikoreksi kembali,” ujar dia.
Ujang tidak mempermasalahkan kursi menteri yang diisi oleh
para kader parpol dan profesional. Karena menurutnya,
formasi tersebut harus mengedepankan keseimbangan.

“Saya melihatnya sudah pas. Cuma persoalannya, ini sosak


menterinya. Sosok kinerjanya yang kurang bagus. Kan itu.
Mestinya menteri-menteri di tengah pandemi bekerja fokus
untuk kepentingan masyarakat. Bukan kepentingan prbadi,
pencapresan, parpol, dan ini probelum sebenarnya,” terang
dia.

Dia pun memprediksi bakal ada perombakan kabinet Jokowi


dalam waktu dekat. Ini terkait dengan masuknya PAN dalam
gerbong koalisi.

“Reshuffle ada, terkait ada pan. Tapi apakah reshuffle


melebar, saya tidak tahu,” dia menandaskan.

Scroll down untuk melanjutkan membaca


Pemberantasan Korupsi Kian Meluntur
Ilustrasi KPK Perbesar
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)
Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Lalola Easter
menilai, pada tahun kedua Jokowi-Maruf Amin menjabat,
nyaris tidak ada perubahan dalam ikhtiar pemberantasan
korupsi. Alih-alih memperbaiki kerusakan, pemerintah terus
melanjutkan pemburukan pemberantasan korupsi.

“Mengacu pada janji saat Pilpres 2019, telah disebutkan


beberapa poin krusial rencana agenda Jokowi-MA jika
berkuasa, antara lain membangun penegakan sistem hukum
yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, serta
mengelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan
terpercaya,” kata Lalola kepada Liputan6.com, Kamis
(21/10/2021).

Namun pada tahun kedua masa jabatannya, ICW melihat


tidak ada kondisi yang mengarah pada upaya dan kebijakan
yang sejalan dengan misi diatas. Sebut saja misalnya skandal
TWK KPK, sebagai kelanjutan dari pelemahan KPK melalui
revisi UU KPK.

“Presiden Jokowi bahkan tidak menggubris rekomendasi


Ombudsman Republik Indonesia (ORI) serta Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sama sekali untuk
membatalkan kebijakan pemecatan sewenang-wenang
pegawai KPK,” kata dia.

Di bidang penegakan hukum setali tiga uang. Lahir beberapa


skandal internal di lembaga penegak hukum, yang
melibatkan aparatnya, seperti jaksa Pinangki dan tidak ada
proses penegakan hukum yang serius. Meskipun ada
beberapa kasus korupsi besar yang ditangani, seperti korupsi
Jiwasraya, namun penataan integritas badan pemerintah
yang memberantas korupsi tidak dilakukan.

“Sehingga selalu muncul penyalahgunaan wewenang,”


ujarnya.

Secara umum, Lola melanjutkan, kemauan politik Pemerintah


dalam memberantas korupsi terus meluntur. Janji politik
2019 untuk membangun martabat penegakan hukum dan
memperbaiki tata kelola pemerintah hanya isapan jempol
belaka.

“Sebaliknya, skandal korupsi oleh penegak hukum meledak,


dan Pemerintah tidak mengambil langkah drastis untuk
mengatasi masalah itu,” ujar dia.

Selain itu, pemerintah kehilangan orientasi dalam kebijakan


legislasi anti-korupsi. Tidak ada satupun aturan baru yang
dibuat untuk mengatasi masalah korupsi yang masih sangat
serius.

“RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi


Tunai batal dijadikan agenda utama. Karpet merah justru
dibentangkan lebar-lebar untuk UU yang mencerminkan
kepentingan pemodal besar, seperti UU Cipta Kerja, dan
terbaru, wacana pemberian pengampunan pajak jilid III,”
terang Lola.

Menurutnya, pemerintah telah menormalisasi korupsi.


Kebijakan pemberian remisi terhadap koruptor, bahkan yang
telah menghina martabat penegak hukum dan penegakan
hukum, seperti Joker adalah pukulan telak terhadap upaya
penanganan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.

“Fenomena ini dilengkapi dengan pembiaran terhadap


praktek konflik kepentingan pejabat publik dan meluasnya
kebijakan rangkap jabatan di berbagai sektor pemerintah,”
ungkap dia.

Pemerintah juga dinilai gagal menjamin akuntabilitas dan


transparansi dalam penanganan pandemi. Alokasi anggaran
yang besar, dan sebagiannya bersumber dari utang luar
negeri, dengan kebijakan impunitas pejabat publik dan
pengadaan darurat yang berdampak pada melonggarnya
norma antikorupsi telah memicu skandal korupsi, baik pada
tingkat petty corruption maupun grand corruption.

“Sementara mata dan tangan masyarakat diikat, karena tiada


akses yang memadai atas informasi anggaran, baik untuk
pengadaan sektor kesehatan, penanggulangan dampak sosial
dalam bentuk bansos Covid-19 maupun sektor penegakan
hukum atas penyimpangan anggaran Covid-19,” terangnya.

Lola menambahkan, pemerintah terus diam dengan berbagai


praktek pembungkaman suara kritis warga maupun
masyarakat sipil. Padahal banyak di antara praktek itu
melanggar hukum, seperti hacking, doxing ataupun
kriminalisasi melalui pasal pencemaran nama baik dan UU
ITE.

“Para pelaku hacking dan doxing masih sangat bebas


melakukan aksinya. Apakahpembiaran ini mencerminkan elit
negara sebagai sponsornya?” Lola menandaskan.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha


Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira, mengapresiasi berbagai
upaya dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi-
Ma’ruf Amin selama 2 tahun terakhir sebagai langkah baik.

Kondisi baik dikatakan khususnya untuk beberapa langkah


yang dilakukan selama 2 tahun Jokowi-Ma’ruf Amin
memerintah selama proses pemulihan ekonomi di masa
pandemi Covid-19.
“Walaupun kita ketahui memang kondisi sekarang memang
tidak mudah, tapi dari langkah-langkah yang dilakukan mulai
terasa beberapa perubahan yang kami rasakan,” ujar
Anggawira kepada Liputan6.com, Kamis (21/10/2021).

Namun begitu, Anggawira menyoroti, ada beberapa


pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan
pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Pertama, dari sisi kemudahan
berusaha seperti yang dijanjikan dengan adanya UU Cipta
Kerja.

“Pemerintah mampu meneropong kendala utama dalam


konteks berusaha, yaitu perizinan dengan UU Cipta Kerja dan
turunannya, melakukan one single submission. Dan tentunya
dibarengi dengan beberapa macam insentif,” ungkapnya.

Selain itu, Anggawira juga menyoroti sektor perbankan yang


mulai mengucurkan kreditnya, baik di sektor konsumsi
maupun sektor produksi.

“Mudah-mudahan ini bukan hanya di atas kertas, tapi


dibarengi beberapa afirmasi di sisi otoritas jasa keuangan
(OJK),” ucap dia.
Anggawira pun melihat adanya potensi pemasukan dari krisis
energi di beberapa negara, yang semustinya bisa turut
dimanfaatkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

“Yang lainnya juga, kita memang menghadapi peluang karena


adanya kenaikan harga energi dunia yang sangat
menguntungkan kita sebagai produsen batubara. Ini
harusnya bisa dimanfaatkan untuk direinvestasikan di sektor
energi,” tuturnya.

Di sisi lain, Anggawira juga meminta Jokowi-Ma’ruf untuk


tidak melupakan kendala di sektor riil yang masih terganggu
akibat dampak pandemi Covid-19.

“Challenge-nya memang tentunya di sektor riil. Mudah-


mudahan dengan penerapan standar prokes yang ketat,
sebenarnya laju Covid-19 bisa kita kendalikan,” pungkas
Anggawira.

Scroll down untuk melanjutkan membaca


Ketimpangan Sosial Melebar
Gubernur Anies Klaim Kemiskinan DKI Jakarta Terkecil di
Indonesia Perbesar
Ilustrasi perkampungan kumuh. (Liputan6.com/Immanuel
Antonius)
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima
Yudhistira menilai kinerja dua tahun pemerintahan Jokowi-
Ma’ruf Amin masih ada beberapa tantangan dan kekurangan.
Misalnya, salah satunya terkait dengan besaran bantuan
sosial (bansos) yang disalurkan.

Atau dalam hal ini, ia menuturkan terkait dengan kecepatan


pemerintah dalam merespons penyaluran pertumbuhan
ekonomi nasional dan stimulus pertumbuhan ekonomi yang
porsinya dinilai Bhima masih minim.

“Beberapa negara di ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura


bisa menyediakan sampai 10 persen porsi stimulus daripada
PDB-nya. Sementara Indonesia ada di kisaran 4-5 persen dari
PDB, ini berkaitan dengan ruang fiskal di Indonesia yang
terbatas dan efek dari penerimaan perpajakan yang cukup
rendah hanya 8,3 persen pada 2020, itu membuat kapasitas
buat stimulus tak optimal,” tutur Bhima kepada
Liputan6.com, Kamis (21/10/2021).

Adanya penyesuaian program juga jadi sorotan Bhima,


ditengah perjalanan, pemerintah perlu mengganti skema
penyaluran bansos yang tadinya berupa paket sembako
menjadi uang tunai. Hal ini bisa jadi angin segar, pasalnya
penyaluran bisa lebih terawasi.
Namun, pada penyaluran dengan metode sebelumnya, ia
mengkritisi hal ini juga masih banyak data yang belum
terverifikasi dan salah sasaran. Ia menuding akarnya dari
integrasi aturan dari Kementerian yang membuat bingung
pejabat pelaksanaanya atau pemerintah daerah yang dekat
dengan target penyaluran bansos.

Sementara itu, di sisi lain, dengan beberapa langkah sigap


pemerintah, terkait vaksinasi, hal itu bisa mendorong
peningkatan ekonomi. Contohnya komoditas ekspor dengan
meningkatnya permintaan global terharap sumber daya yang
ada di Indonesia.

“Kita lihat di kuartal III dan kuartal IV awal itu mulai ada
perbaikan khususnya percepatan vaksinasi itu yang harus
diapresiasi saya kira, kemudian dari sektor lain 2 tahun
terakhir, pemerintah baru rasakan bonanza komoditas,
batubara naik, sawit naik, bisa tolong ekspor,” katanya.

“Surplus perdagangannya juga cukup besar per Agustus


sekitar 4,7 miliar dolar salah satu yang tertinggi bahkan
kinerja ekspor salah satu yang tertinggi sepanjang indonesia
merdeka,” tambahnya.

Peningkatan harga komoditas ini yang dipandang Bhima


mampu mendorong peningkatan ekonomi di dalam negeri.
Selain itu, hilirisasi sektor seperti smelter juga diharapkan
bisa mendorong hilirisasi produk mineral indonesia.

Sehingga ke depannya bisa masuk dalam rantai pasok


pembuatan mobil listrik global. Terakhir, yang juga jadi
sorotan adalah kebijakan mengenai pajak karbon yang dinilai
masih belum memiliki mekanisme yang jelas.

“Meski untuk pajak karbon catatan mengenai mekanisme


penyaluran pajak itu harus digunakan untuk kepentingan
lingkungan hidup dan Energi Baru Terbarukan, ini
tantangangannya,” tegas Bhima.

Menurut analisisnya, Bhima menaksir pertumbuhan ekonomi


sepanjang 2021 dibandingkan tahun sebelumnya hanya
berkisar antara 3-3,5 persen.

“Tapi belanja pemerintah masih memiliki peran agar


pertumbuhannya lebih besar lagi, kita tunggu kuartal
keempat ada libur nataru, pariwisata sudah dibuka,
wisatawan sudah banyak lakukan mobilitas ini akan perkuat
struktur konsumsi domestik kita,” tutupnya.

Selain itu, Bhima Yudhistira juga menyoroti ketimpangan


ekonomi yang terus meningkat, yakni banyaknya orang kaya
dan bertambahnya jumlah pengangguran.
“Selain dari dampak pandemi, ini juga dampak dari banyak
kebijakan-kebijakan justru melanggengkan ketimpangan tadi,
misalnya obral insentif yang tidak tepat sasaran,” katanya.

Kemudian Bhima mengatakan, pada beberapa kebijakan


perlindungan sosial yang terlambat diberikan pemerintah
selama pandemi juga berpengaruh terhadap lebarnya jurang
ketimpangan tersebut.

Kemudian juga beberapa kebijakan perlindungan sosial yang


terlambat diberikan selama masa pandemi itu juga
berpengaruh.

“Jadi jumlah orang kaya naik hingga 65 ribu orang kaya baru,
tingkat gini rasio khususnya di perkotaan mencapai 0,4. Jadi
ini satu hal yang perlu diwaspadai karena ketimpangan yang
terlalu lebar sehingga sangat mengganggu stabilitas ekonomi
dan politik dalam jangka waktu yang cukup panjang,”
tuturnya.

Kemudian, Bhima juga menyoroti terkait penambahan utang


yang dilakukan secara agresif sehingga peningkatan rasio
utang tidak dibarengi dengan belanja yang sifatnya produktif
oleh pemerintah. Misalnya belanja pegawai dan belanja
barang yang terjadi kenaikan cukup tinggi.
Menurut catatannya, akhirnya penambahan urang secara
agresif bakal menjadi beban bagi bagi pemerintahan
berikutnya ataupun generasi selanjutnya.

“Terhitung per penduduk itu sekarang menanggung 24 juta


rupiah utang pemerintah, ini yang perlu diwaspadai,” katanya
tegas.

Scroll down untuk melanjutkan membaca


Kata Jubir Soal 2 Tahun Jokowi-Ma’ruf Amin
Fadjroel Rahman Perbesar
Mantan aktivis Fadjroel Rahman meninggalkan Kompleks
Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (21/10/2019).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
menjanjikan bakal mengenalkan para calon menterinya hari
ini atau sehari setelah pelantikan. (Liputan6.com/Angga
Yuniar)
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara
(Mensesneg) Faldo Maldini mengaku semua pihak berhak
untuk menilai pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal itu
bagian dari proses demokrasi.
“Semua pihak tentu punya penilaian. Situasi pandemi
membuat kita menghadapi pilihan yang sulit, namun
perlahan-lahan semua hambatan dapat kita hadapi,” kata
Faldo kepada wartawan, Kamis (21/10/2021).

Dia pun menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak


yang memberikan masukan kepada pemerintah. Presiden
Jokowi akan tetap bekerja keras untuk memberikan yang
terbaik untuk bangsa Indonesia.

“Terimakasih kepada setiap pihak yang terus ikut mengawasi


jalannya pemerintahan. Yang jelas, kami akan bekerja sekuat
tenaga di setiap waktu yang ada,” ujar dia.

“Kami tahu betul ekspektasi terhadap pemerintah Presiden


Jokowi sangat besar. Kami apresiasi setiap warga negara yang
terus menjaga harapan untuk bangkit,” dia menambahkan.

Hal yang sama disampaikan Juru Bicara Presiden, M. Fadjroel


Rachman. Dia menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak surut
mewujudkan mimpi terbesar bangsa, yaitu Indonesia Maju.
Mimpi yang hanya bisa diwujudkan oleh transformasi
progresif di segala bidang.

Menurut Fadjroel, krisis, resesi dan pandemi Covid-19 tidak


boleh melemahkan, namun bahkan melahirkan ketangguhan
menggerakkan transformasi, dan menumbuhkan kualitas
bangsa.

“Seperti pesan Presiden Joko Widodo bahwa Krisis, resesi,


dan pandemi itu seperti api. Kalau bisa, kita hindari, tetapi
jika hal itu tetap terjadi, banyak hal yang bisa kita pelajari.
Api memang membakar, tetapi juga sekaligus menerangi,”
kata dia dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).

Di masa pandemi, prestasi internasional pun telah diraih,


Thomas Cup 2020kembali ke pangkuan Indonesia setelah 19
tahun, juga presidensi G-20 negara perekonomian terbesar di
dunia berada di tangan Indonesia.

Selain itu, lanjut Fadjroel, Presiden Joko Widodo konsisten


memimpin proses transformasi progresif dalam koridor
konstitusi, regulasi, demokrasi dan ilmu pengetahuan.
Fondasi transformasi progresif dimulai dari perubahan cara
kerja bangsa khususnya pemerintahan.

“Cara kerja pemerintahan harus efektif-efisien, melayani dan


memberdayakan rakyat. Perubahan cara kerja ditopang oleh
penyederhanaan regulasi, salah satunya Undang-Undang
Cipta Kerja yang disahkan pada 2 November 2020,” ujar dia.
Cara kerja baru Bangsa Indonesia juga diperkuat oleh
organisasi kepemerintahan yang maju yaitu birokrasi yang
tidak rumit, tidak koruptif, dan terintegrasi secara digital.
Maka, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan
penyederhanaan birokrasi sebagai upaya membentuk
organisasikepemerintahan maju.

“Cara kerja baru yang ditopang penyederhanaan regulasi dan


birokrasi adalah landasan penting implementasi kebijakan di
semua bidang. Implementasi transformasi selama dua tahun
pemerintahan, Presiden Joko Widodo menciptakan
keseimbangan antara penanganan pandemi, kebijakan
keberlanjutan pembangunan nasional, serta pengawalan
keadilan, hukum dan HAM,” terang Fadjroel.

Dia menambahkan, kebijakan penanganan pandemi


difokuskan pada penyelamatan kesehatan dan daya tahan
sosial ekonomi rakyat secara simultan. Sehingga, Presiden
Joko Widodo membentuk Satgas Covid-10 dan Penyelamatan
Ekonomi Nasional (PEN).

Penangan sosial ekonomi ini diwujudkan dalam bentuk


insentif keringanan pajak, bantuan modal UMKM, bantuan
sosial dengan berbagai skema, dan kartu prakerja. Selain itu,
kebijakan perlindungan terhadap WNI terdampak pandemi di
luar negeri juga dijalankan secara simultan, seperti
penjemputan WNI dari Tiongkok, Jepang, dan fasilitasi
kepulangan TKI dari beberapa negara.

“Sebagai upaya perlindungan dan keselamatan sosial


ekonomi rakyat, Presiden Joko Widodo telah melakukan
diplomasi internasional terkait pengadaan vaksin sejak
pertengahan tahun 2020. Alhamdulillah, kerja keras ini
menghasilkan pengadaan vaksin baik produk jadi dan bahan
mentah sehingga Indonesia menjadi negara dengan vaksinasi
tertinggi nomor 6 (enam) di dunia,” terang Fadjroel.

Upaya pengembangan vaksin produk dalam negeri Vaksin


Merah Putih oleh lembaga penelitian dan universitas-
universitas terus didorong sehingga diharapkan Indonesia
mandiri dalam produksi vaksin Covid-19 pada tahun 2022.

“Penanganan pandemi Covid-19 Indonesia diakui sebagai


salah satu yang terbaik di dunia pada September 2021. Hal ini
dilihat dari keberhasilan memutus mata rantai persebaran
virus Corona, vaksinasi dan perekonomian,” ujar dia.

Sedangkan dari sisi ekonomi, Indonesia pada Triwulan kedua


2021 mencapai pertumbuhan 7,07% setelah pada awal
pandemi 2020 terkontraksi sampai -5,32%. Pada level sosial
ekonomi mikro daya beli, geliat UMKM, dan ketahanan sosial
masyarakat tetap terjaga.
“Tiga strategi penanganan pandemi Covid-19 yaitu:
kesehatan, perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi
khususnya UMKM menunjukkan hasil positif yang diakui
masyarakat dunia,” jelas Fadjroel.

Kemudian, kebijakan pembangunan dalam narasi Indonesia


Sentris tetap dilaksanakan antara lain pembangunan
sumberdaya manusia (SDM), melanjutkan pembangunan
infrastruktur, dan transformasi ekonomi melalui ekonomi
hijau dan hilirisasi industri.

“Selama dua tahun ini presiden, melanjutkan pembangunan


infrastruktur jalan tol, jembatan, bendungan, embung dan
lain-lain agar tercipta keterhubungan antar daerah.
Sedangkan pembangunan SDM diwujudkan dalam kebijakan
merdeka belajar, digitilasi pendidikan, beasiswa semua level
pendidikan, dan peningkatan gizi anak-anak Indonesia,”
jelasnya.

Transformasi ekonomi dalam bentuk ekonomi hijau


direalisasikan dengan melanjutkan upaya deforestasi yang
telah mencapai 75,03%, teknologi industri ramah lingkungan,
pengurangan emisi dengan program Energi BaruTerbarukan
(EDT) seperti Solar B-30, serta berbagai kebijakan konservasi
lingkungan termasuk restorasi lahan gambut dan mangrove.
“Sedangkan hilirisasi industri dipacu melalui proyek
pembangunan smelter untuk industri tambang,” kata
Fadjroel.

Pada sektor UMKM, Presiden Jokowi juga disebut mendorong


hilirisasi industri dan digitalisasi.

Sementara kebijakan terkait keadilan, hukum dan HAM


menjadi bagian penting dari implementasi transformasi
progresif. Termasuk melindungi, memajukan, menegakkan,
dan memenuhi HAM, juga hak konstitusional
untukmelakukan kritik (secara lisan dan tertulis).

“Keadilan juga ditandai pelaksanaan PON XX Papua sehingga


Indonesia bagian timur khususnya rakyat Papua memiliki
kesempatan terhadap akses fasilitas olahraga berkualitas,
pembuktian kapasitas SDM, dan berpartisipasi menjadii
simbol persatuan Bangsa Indonesia,” demikian Fadjroel.

Anda mungkin juga menyukai