Anda di halaman 1dari 28

PAPER

SATU TAHUN MENJABAT, INDONESIA PROGRESS ATAU REGRESS?

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktikum Talenta Pemerintahan

Dosen pengampu: Ivan Darmawan, S. IP., M. Si.

disusun oleh:

Nanda Novian (170410200003)

Qothrunnada (170410200066)

Salsabilla Putri Nurimani (170410200052)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2020
ABSTRAK

Satu tahun menjabat, progress atau regress? Pertanyaan ini bukan sekadar penyataan
— tetapi juga bentuk kegelisahan rakyat terhadap apa yang terjadi selama satu tahun
pemerintahan Jokowi Ma’ruf. Mulai dari bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan, hukum,
dan HAM nampaknya masih banyak yang harus diperbaiki oleh pemerintah.

Bidang sosial dan ekonomi akan ditinjau mengenai naiknya tingkat kriminalitas dan
kurangnya serapan investasi. Kemudian di bidang politik dan teknologi akan ditinjau
mengenai koalisi gemuk buat lemahnya oposisi, RUU Omnibus law, kinerja menteri yang
kurang maksimal, kasus korupsi dan revisi RUU KPK, dekonsolidasi demokrasi, pilkada di
tengah Pandemi Covid 19, kinerja pemerintah yang buruk, politik dinasti, peran wakil
presiden yang kurang terlihat, diskriminasi pada pejabat, serta sosialisasi kebijakan yang
tidak efektif dan efisien. Sementara di bidang pendidikan akan membahas polemik kegiatan
belajar-mengajar di era pandemi dan di bidang HAM akan membahas pemerintahan yang
makin antikritik.

Kata kunci: politik, teknologi, sosial, ekonomi, pendidikan, hukum dan HAM

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK..........................................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................................1

BAB II: PEMBAHASAN..................................................................................................2

2.1 Bidang Sosial dan Ekonomi..........................................................................................2

2.2 Bidang Politik dan Teknologi........................................................................................3

2.3 Bidang Pendidikan.........................................................................................................17

2.4 Bidang Hukum dan HAM..............................................................................................19

BAB III: PENUTUP..........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Sudah satu tahun berjalan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf adalah masa dari


kemenangan pemilu oktober 2019, banyak rencana yang sudah dicanangkan oleh kabinet
Indonesia Maju salah satunya adalah program Indonesia Emas 2045. Rakyat berharap di
periode kepemimpinan Jokowi yang kedua ini akan membawa harapan dan mimpi-mimpi
baru sesuai dengan apa yang dijanjikannya menjelang pemilihan umum. Namun, penilaian
publik berkata bahwa justru pemerintahan jokowi mengalami degradasi. Baik itu dari segi
politik, hukum dan HAM, pendidikan, bahkan diperparah dengan adanya pandemi Covid-19
yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

Direktur komunikasi, Rustika Herlambang memerinci sentimen positif yang diberikan


warganet terhadap Jokowi di Twitter mencapai 31 persen dan sentimen netral 35 persen.
Adapun, sentimen negatif diberikan warganet kepada kinerja pemerintahan Jokowi di Twitter
mencapai 34 persen.

Kegaduhan publik di media sosial juga disebabkan oleh ketidakjelasan dan


ketidakkonsistenan informasi dan opini yang berasal dari tokoh-tokoh lingkar presiden. Inilah
yang memacu tekanan warganet kepada Jokowi terutama isu Omnibus Law, RUU PKS, RUU
KPK, dan masih banyak lagi. Melalui paper ini, kami akan mengulas bagaimana perjalanan
pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dari berbagai bidang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bidang Sosial dan Ekonomi

1. Naiknya tingkat kriminalitas


Banyak terjadi PHK secara massif diberbagai wilayah dan berbagai pekerjaan
sehingga membuat orang-orang sulit memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Oleh
sebab itu, banyak sekali oknum yang mencuri barang seperti motor, mobil, dan
perhiasan. Pada pekan 21 2020 sudah terjadi sebanyak 2735 kasus. Pada pekan ke-22
terjadi kenaikan sebanyak 442 kasus atau kenaikan sebesar 16,6% dari bulan
sebelumnya, sehingga terdapat 3177 kasus di pekan ke-22. Hal ini akan sangat
berbahaya jika tidak segera diatasi oleh pemerintah yang saat ini dinilai lamban dalam
mengatasi permasalahan yang ada. Bantuan sosial (Bansos) covid-19 yang dilakukan
pemerintah dinilai belum menyebar merata kepada masyarakat terutama pada daerah-
daerah terpencil yang jauh dari Ibukota

2. Kurangnya serapan investasi


Dalam visi misi periode kedua ini, Jokowi-Amin meggaungkan pembukaan
investasi seluas-luasnya dan jangan merasa alergi terhadap investasi. Namun, pada
pelaksanaannya banyak sekali investasi yang tidak terserap kepada sasarannya. akar
masalah ekonomi di era Jokowi adalah investasi yang boros. Ini tampak dari tingginya
angka incremental capital output ratio (ICOR) dalam lima tahun terakhir. ICOR
adalah parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital atau
modal terhadap hasil yang diperoleh (output). Dalam catatan sejarah, sejak era Orde
Baru hingga kepemimpinan SBY, rerata ICOR Indonesia adalah 4,3. Sedangkan di era
Jokowi naik mencapai 6,5. Hal ini menunjukan suatu data yang buruk dalam rekam
jejak 1 tahun kepemimpinan Jokowi-Amin, sebab apabila investasi tersebut tidak
terserap atau memberikan output yang tidak seimbang, menandakan adanya proses
yang buruk. Hal tersebut berdampak pada jeleknya kualitas hasil investasi tersebut.
Jika dikaitkan dalam bidang ekonomi, kegagalan penyerapan investasi akan
memperburuk keadaan status ekonomi nasional serta memperkecil economic growth

2
pula. Saat ini pemerintah lamban mengatasi pemulihan ekonomi yang menyebabkan
jatuhnya ekonomi Indonesia di 2 kuartal serta langkah-langkah yang sudah dilakukan
dinilai tidak meresap sampai lapisan masyarakat

2.2 Bidang Politik dan Teknologi


Pemerintah merasa terganggu dengan oposisi, baik di parlemen maupun di
luar parlemen. Pemerintah menganggap oposisi sebagai ancaman sehingga perlu
ditiadakan dengan segala cara.
Demokrasi itu mensyaratkan adanya oposisi sebagai penyeimbang
kekuasaan. Dengan adanya oposisi, maka pemerintah akan dapat dikontrol dan
diawasi kinerjanya.
Jika di parlemen hampir semua kekuatan partai politik dirangkul menjadi
koalisi pemerintah, harusnya oposisi di luar parlemen diberi ruang yang cukup
untuk menyampaikan pendapat dan kritiknya. Oposisi jangan didiskreditkan
sebagai ancaman negara.

 Koalisi Gemuk buat Lemahnya Oposisi

Setiap pemerintahan pasca-Soeharto telah membentuk “koalisi pelangi” yang


menggabungkan hampir semua partai politik besar dan politisi senior. Ini dilakukan sebagai
strategi untuk meminimalkan kemungkinan oposisi di dalam parlemen dan partai-partai
politik besar. Hal ini juga dilakukan untuk memastikan semua partai besar mendapatkan
bagian dari anggaran negara yang sangat besar.

Strategi koalisi Jokowi (dengan menggandeng Prabowo di periode keduanya) hanya


mengikuti kebiasaan yang sudah ada ini. Selain Partai Gerindra milik Prabowo, partai-partai
yang bersekutu dengan Jokowi sekarang mengendalikan sekitar 70 persen dari DPR.

Satu-satunya oposisi efektif saat ini dipegang oleh partai-partai Islam kecil seperti
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Masing-masing partai
tersebut mengendalikan kurang dari 8 persen kursi DPR.

Ini berarti, sebagian besar agenda Jokowi untuk periode keduanya, misalnya Omnibus
Law (yang mereformasi undang-undang pajak, ketenagakerjaan, dan lainnya), kemungkinan
akan diloloskan oleh DPR dengan mudah dalam beberapa bulan mendatang.

3
Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), Hurriyah, memandang dalam periode
kedua pemerintahannya, Jokowi berfokus pada mengamankan dukungan elite politik
sehingga menjadi pilihan strategis untuk merangkul sebanyak-banyaknya elite.

"Tapi ketika kita bicara apakah ini baik untuk politik Indonesia ke depan, untuk
demokrasi kita, saya lihat ini menjadi sinyal yang sebenarnya negatif untuk perkembangan
demokrasi kita ke depannya," ujar Hurriyah kepada BBC News Indonesia, Selasa (22/10).

Dia menambahkan, ke depan, Jokowi berpotensi terkendala dalam mengelola "koalisi


gemuk" ini karena sulitnya menggabungkan semua partai politik dalam gerbong yang sama.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan


dengan demikian, parlemen akan dikuasai oleh partai-partai pendukung Presiden Joko
Widodo dan hanya menyisakan PKS dan PAN di kubu oposisi.

"Potensi bahaya yang mungkin kita bisa bayangkan dari sekarang parlemen akan
semakin sulit bisa secara objektif melakukan kontrol terhadap kerja pemerintah," ujar Lucius.

"Bagaimana berharap anggota DPR yang menjadi kader dari partai politik yang
elitnya ada di istana itu kemudian akan melancarkan kontrol yang objektif untuk apa yang
dilakukan elite yang ada di istana,"

Senada, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah
menjelaskan, ketika tidak ada kekuatan di luar koalisi pemerintahan, otomatis potensi untuk
terjadinya oposisi yang aktif relatif kecil, walaupun fungsi saling mengawasi dan
mengimbangi atau checks and balances antara Presiden dan DPR tetap berjalan.

Hurriyah mengungkapkan apa yang disebut sebagai 'koalisi gemuk' ini menjadi sinyal
buruk bagi demokrasi Indonesia.

"Ketika semua masuk ke pemerintahan, peluang pemerintah untuk mengamankan


dukungan di DPR tentu saja menjadi sangat besar," kata dia.

"Ini yang berbahaya, karena sangat dimungkinkan misalnya terjadi antara pemerintah
dan DPR saling kongkalikong karena mereka punya satu kepentingan yang sama, ada di
gerbong yang sama," imbuh Hurriyah kemudian.

4
Dia melihat adanya tendensi pemerintahan Jokowi di periode kedua ini sangat
menunjukkan keberpihakannya pada elit dan partai politik dan justru mengabaikan kebebasan
sipil dan politik di masyarakat.

"Jadi kita kembali lagi ke otoritarianisme orde baru ketika DPR dan pemerintah itu
menjadi satu kesatuan, DPR hanya menjadi alat stempel karena semuanya dikuasai oleh
pemerintah," kata dia.

 RUU Omnibus Law

Selang beberapa hari pasca dilantik, Jokowi dan Ma'ruf membentuk Kabinet
Indonesia Maju. Setidaknya, ada lima program kerja prioritas yang dibeberkan Jokowi
saat pelantikan. Tentunya, lima program tersebut disusun Jokowi jauh sebelum virus
corona (Covid-19) melanda Indonesia dan sejumlah negara.

Program prioritas pemerintah Jokowi yang kini sudah terealisasi. Salah


satunya, niat Jokowi untuk menyederhanakan regulasi dan birokrasi. Hal ini terbukti
dengan diketok palunya UU Cipta Kerja dalam rapat paripurna DPR, padahal
masyarakat ramai-ramai menolak pengesahan undang-undang ini.

Sejauh ini, UU Cipta Kerja setebal 812 halaman sudah ada di Kementerian
Sekretariat Negara dan hanya tinggal menunggu tanda tangan Jokowi. UU itu akan
tetap berlaku dengan sendirinya meski Jokowi memilih tak menekennya dalam waktu
30 hari.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta,
Zainal Arifin Mochtar, mempertanyakan keseriusan DPR dan pemerintah dalam
menyusun dan membuat Undang-Undang Cipta Kerja.

Sebab sepekan setelah disahkan dalam Rapat Paripurna, Senin, 5 Oktober


2020 masyarakat belum mendapatkan dokumen undang-undang tersebut.
Padahal jika merujuk pada Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan dan Tata Tertib DPR, salinan dokumen akhir yang telah
disetujui harus diterima oleh setiap anggota dewan tanpa kecuali dan langsung bisa
diakses oleh publik.

5
Ia khawatir semakin lama dokumen itu di tangan DPR akan terulang kembali
kasus masuknya "pasal selundupan".
Ketakutannya itu merujuk pada tiga kasus, yakni adanya pasal tentang kretek
dalam draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan di tahun 2015.
Dalam pengamatannya pula, insiden "pasal selundupan" selalu terjadi pada
undang-undang kontroversial. Selebihnya, salinan dokumen selalu diberikan ketika
diputuskan dalam Rapat Paripurna.

Karena itulah, ia mendesak DPR dan pemerintah membuka dokumen akhir


Undang-Undang Cipta Kerja kepada publik. Sebab tahapan berikutnya yakni
penyerahan undang-undang kepada presiden untuk di-undangkan, hanya urusan
administratif semata.

Sehingga alasan DPR yang mengatakan masih memperbaiki kesalahan ketik


atau redaksional, tidak bisa diterima.

 Kinerja Menteri yang Buruk

Jokowi beberapa kali mengeluhkan kerja para menterinya hingga mengancam


reshuffle (perombakan) kabinet. Untuk itulah, sudah seharusnya Jokowi me-reshuffle
para jajaran menteri yang bekerja tidak sesuai ekspektasinya.

Jerry (Jerry Massie. Pengamat Politik dari Political and Public Policy Studies)
menambahkan, ke depannya, Jokowi harus lebih banyak lagi mendengar suara rakyat
dan keras terhadap jajaran menterinya yang abai dengan kepentingan rakyat.

"Bila perlu mereshuffle menteri yang berkinerja buruk. Saya yakin jika


Presiden mendengar keluh kesah dan jeritan rakyat kelompok grassroot atau kaum
marjinal maka negara akan aman, damai dan sejahtera," sambungnya.

Jerry juga menyoroti lemahnya komunikasi publik dan komunikasi antar


lembaga terkait sejumlah kebijakan yang ditelurkan pemerintah Jokowi-Ma'ruf.

6
"Untuk jubir jangan semua bicara. Saran saya, Mensesneg Pratikno dilibatkan
saja sebagai jubir. Saat ini ada banyak yang bicara. Para kabinetnya harus tahan diri.
Jangan bicara bukan tupoksinya," sambungnya.

Setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mendapat sorotan dari parlemen. Ketua


DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, Jokowi memang sudah bekerja keras dalam
setahun ini, tetapi jajaran menterinya masih gagap.

"Benar Pak Jokowi sudah bekerja keras, tapi sebagian kementerian gagap dan
hilang fokus dan secara umum nilai yang didapat 4 dari skala 10," kata Mardani.

Mardani menyoroti tiga hal, yaitu penanganan Covid-19, penegakan hukum,


serta ekonomi. Dalam hal penanganan Covid-19, menurutnya pemerintahan Jokowi
masih jauh dari memuaskan. Angka positif yang terus meninggi dan terjadi masalah
penanganan yang tidak sistematis.

Dia menilai, jika penanganan bekerja sistematis pandemi Covid-19 bisa


menjadi pijakan kokoh penguatan sistem kesehatan nasional ketika anggaran
kesehatan dinaikan dan diprioritaskan.

Namun, yang terjadi adalah Kementerian Kesehatan tidak menjadi peran


utama penanganan Covid-19. Begitu juga Kementerian Dalam Negeri kehilangan
peluang menjadi manajer pendisiplinan publik terhadap Covid-19. 

 Kasus Korupsi dan Revisi RUU KPK

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur
Rohman menilai kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di
periode kedua lebih buruk dibanding periode pertama dan masa presiden sebelumnya.

Pertama, lumpuhnya KPK akibat revisi UU KPK yang dilakukan oleh Presiden
Jokowi dan parlemen. UU KPK ini menjadikan KPK tidak lagi independen karena adanya
peluang campur tangan pemerintah di kinerja lembaga anti-suap ini.

7
Kedua, terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Meski terpilih melalui panitia
seleksi, Firli dianggap belum mampu menjadikan KPK kuat.

Sebagai bukti, selama kepemimpinan Firli tidak ada satu pun kasus strategis atau
kakap yang dibongkar KPK. "UU menjadikan KPK tidak bisa melakukan penyadapan dengan
cepat," lanjutnya.

Menariknya, kata Zaenur, di tengah lumpuhnya KPK, dua institusi penegak hukum,
yaitu Polri dan Kejaksaan Agung, dirundung persoalan besar skandal Joko Tjandra. Kasus ini
fenomenal karena menjadi puncak gunung es persoalan institusi penegak hukum. 

"Tidak adanya program reformasi di kedua institusi penegak hukum itu berdampak
mereka belum bisa menjadi institusi andal yang dapat dipercaya secara efektif memberantas
korupsi," lanjutnya. 

Dari sisi legislasi, pada periode kedua Presiden Jokowi ini pemerintah juga tidak
mengajukan rancangan aturan soal percepatan pemberantasan korupsi, seperti RUU
Pembatasan Transaksi Tunai dan RUU Perampasan Aset. 

 Dekonsolidasi/Resesi Demokrasi

Tuduhan kemunduran atau dekonsolidasi demokrasi pada rezim Jokowi


muncul baru-baru ini, sebelum pelantikan keduanya, ketika demonstrasi mahasiswa
meletus di seluruh Indonesia, menentang revisi UU KPK dan RKUHP. Pemerintah
dan DPR kemudian sepakat untuk menunda pengesahan RKUHP namun tetap
mengesahkan UU KPK.

Para politisi senior telah menyatakan, DPR kemungkinan akan


mempertimbangkan RKUHP itu lagi tahun ini. Jika DPR benar akan melanjutkan
pembahasan amandemen, kita mungkin akan melihat mahasiswa kembali turun ke
jalan dalam jumlah besar. Namun, masih belum pasti apakah protes mereka akan
menghentikan jalannya legislasi ini, mengingat partai koalisi Jokowi sekarang
mengendalikan hampir 70 persen kursi legislatif.

Terakhir, Jokowi mengangkat banyak orang-orang TNI dan Polri ke jabatan


kunci dalam pemerintahannya. Misalnya, mengangkat mantan Wakil Panglima TNI
Fahlur Razi menjadi menteri agama baru, pensiunan Jenderal TNI Luhut Pandjaitan

8
menjadi menteri koordinator maritim dan investasi. Ia juga mengangkat Kapolri Tito
Karnavian jadi menteri dalam negeri, Kalemdikpol Budi Gunawan jadi kepala Badan
Intelijen Nasional.

Dominasi pensiunan perwira dalam pemerintahan Jokowi ini bertanggung


jawab atas tindakan “otoriter” pemerintah dalam satu tahun terakhir. Misalnya, UU
Sisnas Iptek yang disahkan pada Agustus 2019, yang sangat membatasi kegiatan para
peneliti lokal dan asing di Indonesia.

Jika Jokowi terus memasukkan lebih banyak pensiunan TNI dan Polri ke
dalam pemerintahannya selama periode kedua, dan banyak pensiunan jenderal yang
akan terpilih dalam Pilkada 2020 mendatang, itu akan melanggengkan “militerisasi”
di pemerintahan Jokowi, yang dapat mengarah pada dekonsolidasi demokrasi
Indonesia.

Selain itu, dari aspek demokrasi, ada tindakan berlebihan aparat yang
dianggap sebagai upaya membungkam kebebasan berpendapat. Ancaman
administratif terhadap pelajar dan mahasiswa yang demo merupakan bentuk
pembungkaman yang sepatutnya gak perlu ada.

Sementara, Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti menyebut penerapan


pasal karet dalam UU ITE dan kekerasan oleh polisi membuat Indonesia tak hanya
mengalami resesi ekonomi di tengah pandemi, namun juga resesi demokrasi,

"Penurunan kondisi demokrasi ini disebabkan oleh beberapa aspek, di


antaranya penyempitan ruang masyarakat sipil, pola yang berulang terkait budaya
kekerasan dan pelibatan aparat keamanan dan pengabaian penyelesaian kasus
pelanggaran berat dan minimnya partisipasi public dalam implementasi proses
demokrasi," kata Fatia dalam peluncuran laporan catatan Kontras atas kinerja satu
tahun Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Senin (19/10).

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengungkapkan


kehadiran Undang-undang ITE "meminimalisir arti demokrasi pada satu tahun
pemerintahan Jokowi karena "diterjemahkan terlalu berlebihan".

9
"Undang-undang ITE itu benar-benar menutup musyawarah mufakat dan
meminimalisir arti demokrasi. Bila tidak suka gunakan UU ITE. Itu yang menurut
saya menjegal demokrasi dalam era Pak Jokowi," ujar Hendri.

Selain itu, keinginan pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat, juga


sangat minim, kata Hendri.
Misalnya, dalam UU Cipta kerja yang dikeluhkan massa yang berdemo adalah
beberapa butir pasal dalam UU setebal 812 halaman.

"Namun pemerintah tidak berusaha untuk mendengarkan bahkan cenderung


defensif dengan pernyataan 'Kalau Anda tidak suka silakan judicial review ke MK',"
jelas Hendri.

 Pilkada

Pilkada tahun ini, yang merupakan pilkada terbesar dalam sejarah pemilihan
umum di Indonesia, akan digelar serentak di 270 daerah pada 9 Desember, setelah
sempat ditunda. Kampanye dijadwalkan dimulai pada 26 September sampai 5
Desember, dan masa tenang dimulai pada 6-8 Desember. Pilkada ini akan diikuti oleh
105 juta pemilih.

Sebelum paslon-paslon dalam Pilkada diumumkan (23/09), pemerintah


didesak untuk menunda penyelenggaraannya oleh berbagai elemen masyarakat,
seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua organisasi Islam terbesar di
Indonesia, serta mantan wakil presiden Jusuf Kalla.

Dalam argumennya, mereka menyoroti tingginya angka penularan covid-19 di


Indonesia baru-baru ini, yang juga menulari beberapa bakal pasangan calon dalam
Pilkada. Dalam kolomnya di harian Kompas (21/09), Jusuf Kalla mengatakan:
"Sekarang saja sudah ditemukan, di antara sekian banyaknya calon kepala daerah, 60
orang yang dinyatakan positif terinfeksi covid-19."

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat terjadi 234 pelanggaran protokol


kesehatan selama masa pendaftaran bakal calon peserta Pilkada.

10
Bawaslu juga mengatakan (22/09) bahwa terdapat sembilan propinsi dan 50
kota atau kabupaten yang penyelenggaraan Pilkadanya "sangat rentan" terhadap
gangguan-gangguan yang disebabkan oleh covid-19.

Sebanyak 10 wilayah yang sangat rentan di antaranya Depok, Jawa Barat;


kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah; Kota Bukittinggi dan Kabupaten
Agam di Sumatra Barat; Manado, Sulawesi Utara; Bandung, Jawa Barat, Sintang,
Kalimantan Barat; Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat; Bone Bolango di
Gorontalo; dan Kota Bandar Lampung

Direktur Eksekutif Indonesian Democratic (IDE) Center, C. David Kaligis


menyebut ada potensi Pilkada 2020 mengorbankan banyak jiwa dari kalangan
kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) seperti pada Pemilu 2019 lalu.
Dia menilai beban kerja KPPS kali pada pilkada kali ini juga bakal berat.

Ia menilai pelaksanaan pilkada tahun 2020 di tengah pandemi


virus corona (Covid 19) dapat menguras energi petugas sehingga berdampak pada
kelelahan yang akut.

David menyatakan potensi itu bisa terjadi lantaran pemungutan suara di 9


Desember 2020 akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Nantinya, akan
banyak masyarakat yang hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) wajib mematuhi
protokol kesehatan, seperti menjaga jarak.

David menyatakan kejadian itu bisa menimbulkan antrean panjang yang akan
mengakibatkan mundurnya waktu dalam proses pemungutan suara di TPS. Akibatnya,
tugas KPPS jadi lebih banyak dan memakan waktu panjang untuk menyelesaikannya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat 916 kasus pelanggaran protokol


kesehatan pencegahan virus corona (Covid-19) selama sebulan kampanye Pilkada
Serentak 2020.

Bawaslu mencatat 237 pelanggaran protokol kesehatan pada 26 September-5


Oktober dan 375 pelanggaran pada 6-15 Oktober. Dalam 10 hari terakhir, tepatnya
16-25 Oktober, terjadi 306 pelanggaran.

11
Direktur Eksekutif, Indonesian Democratic (IDE) Center, C. David Kaligis
memprediksi kecurangan akan tumbuh subur jika Pilkada 2020 tetap digelar saat
pandemi virus corona (Covid-19).

David mengatakan pandemi membuat pergerakan penyelenggara dan


masyarakat terbatas saat pilkada. Hal ini memberi celah bagi oknum kandidat
melakukan kecurangan.

"Lengahnya perhatian masyarakat karena Covid-19 dapat menjadi peluang


oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara," kata
David.

David menyebut kecurangan yang berpotensi dilakukan adalah pengerahan


aparatur negara, penggunaan fasilitas negara, politik uang, dan penggelembungan
suara dalam proses rekapitulasi suara.

 Kebijakan Pemerintah yang Buruk

Sorotan juga dilontarkan Politikus Demokrat Hinca Pandjaitan.


Menurutnya, pemerintahan Jokowi belum maksimal dalam membangun komunikasi
dengan pemerintahan daerah. Hal ini bisa dilihat di awal pandemi Covid-19, terdapat
beberapa perbedaan pendapat serta kebijakan dalam menghadapi pandemi antara
pusat dan daerah.

"Komunikasi yang kurang pas juga terjadi tatkala UU Cipta Kerja disahkan.
Dinamika yang tersaji cukup membuat suasana demokrasi terhimpit dan banyak
menyisakan pertanyaan besar," ujarnya.

Hinca menambahkan, satu hal lagi yang dicermati di satu tahun pemerintahan


Presiden Jokowi adalah aspek kebebasan sipil. Benar bahwa Indeks Demokrasi
Indonesia 2020 naik menjadi 74,92. tetapi Indeks Kebebasan Sipil justru mengalami
penurunan sebanyak 1,26 poin. Hal ini terbukti Pada Juni 2020, Presiden Jokowi
beserta dengan Menkominfo divonis bersalah terhadap pemblokiran internet di
wilayah Papua dan Papua Barat.

12
Selanjutnya, apa opini publik terhadap kebijakan Jokowi? Survei Litbang
Kompas terbaru mengungkap bahwa hanya 45,2% rakyat yang puas terhadap kinerja
Jokowi. Ini gak linier dengan jumlah pemilih Jokowi di pilpres 2019. Survei ini telah
memberi penilaian negatif untuk setahun kinerja Jokowi. Akankah ada survei
tandingan yang bakal mencounter survei Litbang Kompas? Kita tunggu.

PKB menilai Jokowi gagal. Buruh memberi kartu merah terhadap kinerja
Jokowi. Bagaimana dengan mahasiswa? Bagaimana pula dengan MUI dan ormas? Ini
juga penting, agar bisa jadi catatan untuk kinerja pemerintah kedepan.

Ketidakpuasan terhadap kebijakan dan kinerja Jokowi bisa dilihat dari


sejumlah persoalan. Diantaranya soal politik. Dikotomi pendukung non pendukung
tak selesai. Maaf, “Cebong-Kadrun” menjadi istilah yang terus dipelihara
eksistensinya. Gak bener!

Tiga faktor yang menjadi sebab mengapa pendukung dan non-pendukung


terus eksis. Pertama, perlakuan hukum yang berbeda terhadap pendukung dan
pengkritik pemerintah. Borgol yang sedang ramai dibicarakan seolah menjadi simbol
ketidakadilan itu.

Kedua, influencer yang terus bekerja merawat keterbelahan sosial.


Mengumandangkan istilah “Kadrun” untuk lawan politik dan pihak yang kritis
terhadap pemerintah adalah sebuah ironi dalam berbangsa. Setiap yang kritik
pemerintah dianggap barisan yang sakit hati, atau para politisi yang kecewa karena
gak dapat jatah di pemerintahan Jokowi. Adanya stigma Islam ideologi, radikal dan
khilafah semakin memperkeruh situasi.

Ketiga, minimnya ruang dialog dengan pihak-pihak yang berbeda pendapat


dan dianggap berseberangan secara politik dengan pemerintah.

Pemerintah dengan struktur pendukungnya seringkali membangun sikap dan


narasi permusuhan terhadap pihak-pihak yang berbeda pendapat. Bukan pendekatan
dialogis yang dikedepankan.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai kebijakan


yang dibuat oleh pemerintah dalam satu tahun terakhir justru memperlemah

13
penegakan hukum dan hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, menghancurkan
lingkungan, dan merampas ruang hidup masyarakat

Salah satu contoh yang diangkat adalah pegesahan sejumlah undang-undang


kontroversial seperti revisi UU KPK, revisi UU Minerba, revisi UU MK dan
pengesahan UU Cipta Kerja.
"Dengan diketoknya UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, maka paket agar
oligarki semakin berkuasa di Indonesia sudah lengkap," kata Ketua YLBHI
Asfinawati dalam keterangan tertulis.

 Politik Dinasti

Dalam setahun pemerintahan Jokowi, Mulyanto (Elite PKS) juga


menyoroti tumbuhnya politik dinasti, di mana anak-menantu Jokowi terjun dalam
pilkada. Secara aturan mungkin pelibatan anak dan mantu dalam hajat pilkada
tidak dilarang, tapi secara etika dinilai kurang pantas.
"Pada periode ini kita merasakan betul adanya praktek oligarki kekuasaan,
di mana ada kerja sama terlarang antara penguasa dan pengusaha dalam
melahirkan kebijakan-kebijakan pihak tertentu. Hal ini dapat terlihat dari UU
Cipta Kerja yang mendukung para pemodal mengeksploitasi sebesar-besarnya
kekayaan negara. Tentu hal ini menjadi warna yang tidak elok dan menyimpan
ketidakadilan dalam wajah perpolitikan di satu tahun pemerintahan Jokowi,"
tandasnya. 
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto menyebut politik
kekerabatan atau politik dinasti menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah
setiap penyelenggaraan pilkada.

Arif mengatakan jumlah kandidat yang berkaitan dengan politik kekerabatan


terus meningkat karena ada kans menang besar. Hubungan kerabat dengan elite
politik dinilai sebagai modal ampuh memenangkan pilkada.

Arif menyampaikan tak sepakat dengan gagasan mencabut hak politik orang
yang terkait dinasti politik. Namun ia mengatakan publik harus paham bahaya dari
dinasti politik.

14
"Yang perlu kita lihat adalah pemusatan kekuasaan di tangan jaringan
patronase elite yang kemudian terkait fenomena korupsi," ujarnya.

Dia memberi sejumlah contoh politik kekerabatan berujung korupsi. Misalnya


kasus suap proyek infrastruktur di Kutai Kartanegara pada Juli lalu.

 Peran Wakil Presiden yang Kurang Terlihat

Di sisi lain, Adi (Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno) menyinggung peran Wapres Ma'ruf Amin yang
tak begitu tampak di depan publik. Dia berharap ke depannya Ma'ruf bisa tampil di
media dengan isu-isu politik, sosial, dan ekonomi. Bukan hanya, isu-isu radikalisme
dan khalifah saja.

"Saya kira memang ke depan Pak Wapres harus diberikan porsi yang juga
harus seimbang. Ini untuk memberikan keyakinan kepada publik kalau Wapres dipilih
bukan hanya untuk ban serep membendung politik identitas tetapi bisa bekerja secara
maksimal juga," jelas Adi.

Catatan senada disampaikan Jerry Massie. Pengamat Politik dari Political and


Public Policy Studies ini menyatakan, banyak yang perlu dibenahi dalam setahun
pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Terutama soal manajemen krisis dan membuat
keputusan. Saat ini, sambung dia, Jokowi-Ma'ruf bahkan tersandera dengan UU
Omnibus Law Cipta Kerja.

"Saya lihat ini baik tapi di saat menyusun perlu melibatkan lembaga terkait,
pakar-pakar di bidang masing-masing. Lantaran ini pertama di Indonesia dan 70
undang-undang yang digabung," ujarnya.

Jerry menyatakan, sudah seharusnya UU dibuat untuk kepentingan rakyat


bukan kepentingan legislator. Itu sebabnya, UU Cipta Kerja perlu dikaji lagi oleh para
staf ahli Presiden, mana yang bermasalah dan tidak, yang merugikan buruh dan
elemen masyarakat yang lain.

 Diskriminasi dan impunitas pada pejabat publik

15
Langkah pengangkatan Ramadio menjadi bupati di kabupaten Sulawesi Tenggara itu,
menurut Komnas perempuan dan pendamping korban dari Yayasan Lambu Ina, merupakan
perilaku diskriminatif dan impunitas pejabat publik yang terjerat kasus hukum.

Pemerintah kabupaten tidak berkomentar banyak namun Kementerian Dalam Negeri


menilai keputusan itu telah sesuai dengan undang-undang peraturan pemerintah daerah.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, penanganan kasus


dugaan tindak pidana eksploitasi seksual anak yang kini hampir satu tahun dengan tersangka
Ramadio menunjukan "perlakuan diskriminatif penegakan hukum dan impunitas" bagi
pejabat publik.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra juga


menyayangkan apa yang ia sebut "perlakuan khusus" kepada Ramadio karena, berangkat dari
kasus-kasus lain, aparat penegak hukum selalu melakukan penahanan dengan segera kepada
terduga pelaku kekerasan seksual anak, apalagi ancaman pidananya di atas lima tahun
penjara.

 Sosialisasi Kebijakan yang Tidak Efektif dan Efesien

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, menyebut
penggunaan influencer untuk sosialisasi program atau kebijakan pemerintah selama ini tidak
efisien. Karena pesan yang disampaikan mereka tidak sampai ke masyarakat."Karena mereka
enggak peduli dengan materi atau programnya, yang penting kerja dibayar."

Kendati ia menilai, menggandeng influencer untuk menyebarluaskan program


maupun kebijakan lazim digunakan di berbagai negara.Hanya saja pemerintah harus
mengevaluasi sejauh mana efektivitasnya.

Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, mengakui adanya
penggunaan influencer di beberapa kementerian. Namun ia menampik jika dianggap tidak
efektif. Justru kata dia, para influencer ditujukan untuk menyasar program-program yang
bersentuhan dengan kelompok muda milenial.

Selain itu, keberadaan influencer menjadi pelengkap tugas kehumasan.Ketua Yayasan


Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLHBI), Asfinawati, mengatakan penggunaan
teknologi atau media sosial dalam demokrasi sesungguhnya bisa berdampak positif dalam

16
demokrasi.Sebab publik atau rakyat bisa menyampaikan langsung aspirasinya tanpa
hambatan. Namun begitu, kata Asfi, ada sisi gelap dari penggunaan teknologi apalagi ketika
disusupi influencer atau buzzer. Sebab, baginya, mereka "bersuara atas pesanan".

Lebih dari itu, Asfi menilai penggunaan influencer dan buzzer telah menciptakan
stigmatisasi atau 'pembelahan' dengan sebutan tertentu. Ia mengambil contoh istilah 'cebong'
dan 'kadrun'.

2.3 Bidang Pendidikan

Pada era satu tahun Jokowi, terdapat menteri pendidikan dan kebudayaan yang
cukup menarik perhatian dengan segala inovasi program kerjanya yang mendobrak dunia
pendidikan. Ya, ia adalah Nadiem Anwar Makariem yang umum disapa Nadiem
Makariem. Salah satu inovasinya adalah mengenai perubahan Ujian Nasional menjadi
Asesmen Nasional. Ujian Nasional sudah sering menuai kritik dari pihak masyarakat
terutama para siswa-siswi dan orang tua karena substansinya tidak jelas. Ujian Nasional
ini bukan merupakan syarat kelulusan, tetapi pihak sekolah sangat menekankankan siswa-
siswinya untuk meraih nilai setinggi mungkin. Tekanan yang cukup sulit, bukan? Sekolah
sudah sistem full day school dirasa sulit untuk dapat menyempatkan diri mempelajari
soal-soal UN, belum lagi tugas-tugas yang tak henti-hentinya diberikan oleh guru.

Ujian Nasional juga tidak menekankan kepada penalaran dan logika siswa, namun
cenderung menyajikan soal low order thinking skill yang membuat siswa cenderung
menghafal tipe soalnya, bukan benar-benar mengasah penalaran dan logika siswa.
Polemik kecurangan juga sering terjadi di beberapa sekolah seperti kebocaran soal,
bahkan pihak guru sendiri yang menyuruh siswa-siswinya berbuat curang. Semua ini
dilakukan karena sejatinya Ujian Nasional pada praktik lapangannya berbasis kompetisi
antarsekolah, sehingga mendorong sekolah yang kurang akademiknya untuk berbuat
curang.

Maka dari itu, dari hasil analisis Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional
untuk angkatan tahun 2021 dan seterusnya serta menggantinya dengan Asesmen
Nasional. Dikutip dari website Kemdikbud, Asesmen Nasional 2020 merupakan
pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program keseteraan
jenjang sekolah dasar dan menengah. Asesmen Nasional meliputi tiga hal, yakni:

17
 Asesmen Kompetensi Minimum (AKM),
 Survei Karakter, dan
 Survei Lingkungan Belajar

Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM menguji kemampuan kognitif siswa


seperti literasi dan numerasi. AKM tidak bermaksud untuk menyingkirkan mata
pelajaran yang ada di sekolah seperti kimia, fisika, biologi, geografi, ekonomi, dan
lain sebagainya. Namun, justru AKM ini menguji kemampuan dasar atau basic skill
yang harus dimiliki siswa-siswi. Apapun bidangnya, literasi pasti dibutuhkan. Begitu
pula dengan numerasi yang merupakan dasar kemampuan kuantitatif yang harus
dimiliki. “Fokus pada kemampuan literasi dan numerasi tidak kemudian mengecilkan
arti penting mata pelajaran karena justru membantu murid mempelajari bidang ilmu
lain terutama untuk berpikir dan mencerna informasi dalam bentuk tertulis dan dalam
bantuk angka atau secara kuantitatif,” ucap Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.

Kedua, survei karakter. Survei karakter ini dapat lebih menekankan kepada siswa
bahwa karakter tidak kalah pentingnya dengan kepintaran akademik semata.
“Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia, berkebhinekaan
global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif,” tutur Mendikbud.

Sementara survei lingkungan merupakan survei pemetaan kualifikasi sekolah.


Dari survei lingkungan ini, pemerintah dapat mengetahui sekolah mana saja yang butuh
dikembangkan fasilitas dan sarana prasarananya. Dengan survei lingkungan ini pula,
kesenjangan sosial antara sekolah favorit dan nonfavorit dapat perlahan-lahan
dihilangkan.

Dengan diadakannya Asesmen Nasional ini diharapkan bukan hanya sebagai


pengganti Ujian Nasional, tetapi juga sebagai perubahan baru menuju pendidikan
Indonesia ke arah yang lebih baik. Dengan begitu, proses evaluasi pendidikan di
Indonesia lebih jelas tujuannya dan lebih terstruktur.

Memasuki pandemi Covid-19, pembelajaran diharuskan untuk dilaksanakan di


rumah masing-masing demi menekan angka virus Corona. Sekian masalah kerap kali
melanda selama PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini. Banyak siswa-siswi mengeluh bahwa
guru di sekolah hanya memberikan tugas yang banyak dengan tenggat waktu yang

18
sebentar tanpa menjelaskan konsep materi secara jelas. Akibatnya, siswa tidak begitu
memahami materi, tetapi dituntut untuk mengerjakan tugas yang banyak.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dirasa belum cukup dalam mengakomodasi


berbagai permasalahan selama PJJ. Hal yang paling krusial adalah kurang meratanya
akses internet ke berbagai penjuru negeri sehingga hanya siswa yang memiliki privilege
saja yang dapat belajar pada era ini. Bahkan, hal yang terburuk sepanjang PJJ ini adalah
diberitakannya siswa yang bunuh diri akibat dari Pembelajaran Jarak Jauh yang membuat
depresi. Kasus ini perlu menjadi catatan dan bahan evalusi Kemendikbud agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini. Jangan sampai Pembelajaran Jarak Jauh
kembali merusak mental dan mengorbankan nyawa seseorang.

Kami sangat mengapresiasi usaha Nadiem Makarim untuk membagikan kuota


internet kepada siswa, mahasiswa, dan dosen. Dengan begitu, perlahan-lahan hampir
semua kalangan dapat menikmati pendidikan. Kami pun mengapresiasi upaya pemerintah
untuk menayangkan tayangan berbasis edukasi untuk semua jenjang sekolah di stasiun
televisi TVRI sehingga tayangan di televisi tidak hanya hal-hal yang tidak berguna dan
tidak edukatif. Namun, berbagai evaluasi harus tetap dijalankan agar kegiatan belajar-
mengajar dapat berjalan sebagaimana mestinya pada era Pandemi Covid-19.

2.4 Bidang Hukum dan HAM

Definisi demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah pemerintah dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Namun, akhir-akhir ini demokrasi di Indonesia patut
dipertanyakan, apalagi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf sudah berjalan genap satu tahun.
Janji-janji Jokowi mengenai penanganan isu Hak Asasi Manusia menjelang Pemilu
nampaknya tidak terealisasikan dengan signifikan. Isu HAM telah berlangganan dalam
menuliskan rapor buruk terhadap pemerintahan di Indonesia.

Indikator Politik Indonesia telah melaksanakan survei terbaru mengenai


bagaimana persepsi publik terhadap tingkat demokrasi di Indonesia. Sebanyak 36 persen
responden menyatakan Indonesia menjadi kurang demokratis dan 37 persen menyatakan
Indonesia tetap sama keadaannya. Hanya 17,7 persen yang menyatakan bahwa Indonesia
lebih demokratis.

Kemudian lembaga survei tersebut menjabarkan kembali bahwa sebanyak 69,6


persen responden menyatakan “setuju atau sangat setuju” bahwa sekarang “warga makin

19
takut menyatakan pendapat.” Sebanyak 73,8 persen responden juga “setuju atau sangat
setuju” bahwa “sekarang ini warga makin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes.”
Mayoritas, yakni 64,9 persen responden, juga “setuju atau sangat setuju” bahwa
“sekarang ini aparat makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pilihan
politiknya dengan penguasa.”

Problematika ini erat kaitannnya dengan aksi demonstrasi mengenai UU Cipta Kerja
Oktober silam. Polisi menyebutkan sebanyak 5.918 orang ditangkap dan hanya 240 yang
dinyatakan bersalah. Tak hanya itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas
Indonesia, Fajar Adi Nugroho dan Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek
Indonesia), Mirah Sumirat mengalami peretasan di akun media sosialnya karena mereka
sangat proaktif menyuarakan penolakannya terhadap UU Ciptaker.

Pemerintah nampaknya enggan meninjau kembali kritik membangun yang


disampaikan masyarakat. Individu atau kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah
akan langsung represi oleh polisi atas tuduhan menghasut. Catatan buruk bertambah
keruh ketika publik sedang hangat memperbincangkan RUU yang mengundang
kontroversi pada tahun 2019 silam. Tercatat penangkapan terhadap banyak aktivis yang
menyuarakan opininya. Di antaranya adalah jurnalis dan aktivis HAM Dandhy Lakson,
musisi sekaligus jurnalis Ananda Badudu, serta peneliti kebijakan publik Ravio Patra.

Pemerintah pun membantah. Perwakilan pemerintah, Tenaga Ahli Utama Kantor


Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian, mengatakan selama ini pemerintah tidak
pernah melakukan upaya pembungkaman pendapat. Bahkan, sehubungan dengan isu
penangkapan orang-orang yang dituding menyebarkan kabar bohong soal Cipkaker,
Menkominfo Johnny G. Plate sempat mengatakan di program televisi Mata Najwa “kalau
pemerintah sudah bilang hoaks, ya hoaks. Kenapa membantah lagi?”.

Kami masyarakat Indonesia tidak butuh pembelaan, kami hanya ingin aksi nyata
pemerintah menangani isu HAM secara baik sebagaimana janji-janji Jokowi-Ma’ruf
menjelang Pemilu. Indonesia negara demokrasi, perbedaan pendapat seharusnya tidak
diperlakukan dengan semena-mena oleh pemerintah. Kegagalan Jokowi-Ma’ruf dalam
menangani kasus HAM selama berjalannya satu tahun pemerintahannya ini terbukti
dengan merosotnya kualitas kebebasan berpendapat.

20
BAB III

21
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf membuat penilaian publik berkata bahwa


pemerintahan Jokowi mengalami degradasi. Baik itu dari segi politik, hukum dan HAM,
sosial, pendidikan, bahkan diperparah dengan adanya Pandemi Covid-19 yang sangat
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

Pemerintah diharapkan untuk lebih mendengar aspirasi rakyat. Kami, rakyat


Indonesia sudah bosan mendengar janji-janji manis di awal masa jabatan. Suara aspirasi
rakyat sudah menggema meminta untuk didengarkan, bukan pada akhirnya suara kami
dibungkam sehingga pemerintah bisa semena-mena mengeluarkan kebijakan yang tidak
prorakyat. Kita ini negara demokrasi, yang artinya kita bebas berpendapat menyuarakan
aspirasi.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat sudah sepatutnya mengkritisi fenomena-


fenomena yang terjadi di negeri ini. Namun, harus juga solutif. Sebab ini bukan perkara suka
atau tidak suka, tetapi perkara suara rakyat yang harus menggelora demi kesejahteraan
masyarakat.

22
Daftar Pustaka

Amindoni, A. (2020). UU Cipta Kerja: Demo warnai setahun periode kedua Jokowi,
bagaimana nasib demokrasi Indonesia? BBC News Indonesia. From
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54501112

Bernie, M. (2020, Oktober 25). Setahun Pimpin Kemendikbud, Nadiem Dapat 'Rapot Merah'
dari FSGI. Tirto. From https://tirto.id/setahun-pimpin-kemendikbud-nadiem-dapat-
rapot-merah-dari-fsgi-f6lb

Debora, Y. (2020, Oktober 8). Asesmen Nasional 2021 Pengganti UN: 3 Poin yang Bakal
Diuji. Tirto. From https://tirto.id/asesmen-nasional-2021-pengganti-un-3-poin-yang-
bakal-diuji-f5Hm

Fadil, v. (2020). Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Elite PKS: Dari Ekonomi, Hukum, Hingga
Politik Ambyar!! WARTA EKONOMI. From
https://www.wartaekonomi.co.id/read309983/satu-tahun-jokowi-maruf-elite-pks-dari-
ekonomi-hukum-hingga-politik-ambyar

Halim, D. (2020). Angka kejahatan Indonesia naik 16.16%. KOMPAS.COM. From


https://nasional.kompas.com/read/2020/06/04/12010431/polri-angka-kejahatan-di-
indonesia-naik-1616-persen

Indonesia, C. (2020, Oktober 28). Pengamat Cemas Banyak KPPS Pilkada Meninggal seperti
Pemilu . CNN Indonesia. From
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201027234944-32-563555/pengamat-
cemas-banyak-kpps-pilkada-meninggal-seperti-pemilu

Indonesia, C. (2020, Oktober 28). Pilkada saat Pandemi Dinilai Sarat Celah Kecurangan .
CNN Indonesia. From https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201027232814-32-
563553/pilkada-saat-pandemi-dinilai-sarat-celah-kecurangan

Indonesia, C. (2020, Oktober 27). Sebulan Kampanye Pilkada, Pelanggaran Protokol Nyaris
Seribu. CNN Indonesia. From
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201027172301-32-563433/sebulan-
kampanye-pilkada-pelanggaran-protokol-nyaris-seribu

1
Larasati, A. F. (2020). Menelaah Politik Indonesia Selama Periode Kedua Jokowi.
MATAMATA POLITIK. From https://www.matamatapolitik.com/politik-indonesia-
selama-periode-kedua-jokowi-analisis/

Rahma, S. (2020). Rapor Tahun Pertama Pemerintahan Jokowi Jilid 2. CNBC Indonesia.
From https://www.cnbcindonesia.com/news/20201020193218-8-195854/rapor-tahun-
pertama-pemerintahan-jokowi-jilid-2

Rosyid, T. (2020). Diberi Rapor Merah, Jokowi Mesti Evaluasi. KOMITMEN. From
https://komitmen.id/diberi-rapor-merah-jokowi-mesti-evaluasi/

Ruslan, H. (2020, Oktober 23). Satu Tahun Kinerja Jokowi–Ma’ruf Amin. Republika. From
https://republika.co.id/berita/qimky7469/satu-tahun-kinerja-jokowimaruf-amin

Saputri, D. S. (2020). Setahun Periode Kedua Jokowi di Mata Netizen. REPUBLIKA.ID.


From https://republika.co.id/berita/qit53e409/setahun-periode-kedua-jokowi-di-mata-
netizen

Syambudi, I. (2020, Oktober 27). Rontoknya Kualitas Demokrasi di Era Jokowi. Tirto. From
https://tirto.id/rontoknya-kualitas-demokrasi-di-era-jokowi-f6nL

Yuniar, W. R. (2020). Pilkada: Tahapan pemilihan tetap dilaksanakan meski dikritik banyak
pihak, Nahdlatul Ulama: 'Nyawa harus diprioritaskan'. BBC News Indonesia. From
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54269158

2
1

Anda mungkin juga menyukai