0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan2 halaman
Organisasi Aliansi Suara Rakdjat menolak usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka berargumen bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi dan selama masa jabatan Jokowi, kasus korupsi dan pelanggaran HAM meningkat. Organisasi tersebut meminta pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial dan menegakkan hukum.
Organisasi Aliansi Suara Rakdjat menolak usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka berargumen bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi dan selama masa jabatan Jokowi, kasus korupsi dan pelanggaran HAM meningkat. Organisasi tersebut meminta pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial dan menegakkan hukum.
Organisasi Aliansi Suara Rakdjat menolak usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka berargumen bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi dan selama masa jabatan Jokowi, kasus korupsi dan pelanggaran HAM meningkat. Organisasi tersebut meminta pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial dan menegakkan hukum.
Merespon wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan
perpanjangan masa jabatan presiden yang diusulkan oleh koalisi Jokowi, dan saat ini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan oleh publik, maka dengan ini kami Aliansi Suara Rakdjat (ASURO) Malang menyuarakan beberapa catatan kritis penolakan terhadap wacana tersebut dari berbagai macam aspek.
Pertama. Di aspek hukum dan konstitusi, penundaan pemilu dan masa
perpanjangan presiden merupakan pembangkangan terhadap ketentuan UUD 1945. Pasal 7. UUD 1945 yang merupakan amanat reformasi menyatakan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Begitu juga dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”
Kedua. Di aspek korupsi, sejak 2 (dua) periode pemerintahan Jokowi,
korupsi yang tertuang dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) Tahun 2003 dinyatakan sebagai kejahatan terhadap HAM dan kemanusian terus meningkat di Indonesia. Menurut data penindakan kasus korupsi yang dicatat oleh KPK selama periode pemerintahan Jokowi dalam kurun waktu 2015-2022, jumlah kasus korupsi yang dilakukan oleh instansi pemerintahan mencapai 819 oknum. Jauh meningkat jika dibandingkan dengan periode pemerintaham Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kurun waktu 2004-2014 yang hanya mencapai angka 411 oknum saja. Artinya, pemerintahan yang di pimpin oleh Jokowi tidak serius dalam mencegah praktik korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan tidak ada alasan logis untuk mempertahankan rezim pemerintahan Jokowi ini.
Ketiga. Di aspek kekerasan seksual mendapat perhatian yang besar dari
masyarakat. Namun, hingga kini Pemerintah dan DPR belum mengesahkan RUU TPKS sebagai payung hukum yang jelas sehingga tidak mewujudkan kepastian hukum. Menuju sepuluh tahun Jokowi menduduki jabatannya sebagai presiden belum menciptakan negara yang aman bagi masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak. Didukung oleh laporan LBH Apik di tahun 2021, tercatat 1.321 kasus kekerasan seksual, 489 kasus di antaranya merupakan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), 374 KDRT, 73 Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), dan 66 kekerasan seksual pada perempuan dewasa. Hal ini termasuk jumlah yang tinggi sehingga mencerminkan betapa gentingnya penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Keempat. Di aspek HAM kasus pelanggaran HAM masa lalu pada pemerintahan Jokowi juga tidak ada yang terselesaikan dan masih terabaikan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah tidak dapat memenuhi keadilan dan kepastian hukum bagi korban pelanggaran HAM berat. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan tidak ada kemajuan terkait penegakan HAM, bahkan cenderung mundur yang dituliskan dalam ringkasan eksekutif bertajuk Resesi Demokrasi. Kondisi faktual ini sangat tidak sesuai dengan janji-janji kampanye nawacita tempo dulu. Parahnya dalam pemerintahan oligarki hari ini tokoh-tokoh pelaku pelanggaran HAM masih berkeliaran bahkan menduduki kursi di dalam pemerintahan.
Kelima. Di aspek agraria, pemerintahan di akhir tahun periode Jokowi
cenderung lalai. Terbukti dalam catatan akhir tahun yang diterbitkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Sepanjang tahun 2021, tercatat terjadi 207 letusan konflik di 32 provinsi yang tersebar di 507 desa dan kota. KPA juga menggaris bawahi kenaikan konflik agraria yang sangat siginifikan di sektor pembangunan infrastruktur sebesar 73% dan sektor pertambangan sebesar 167%. Di sisi korban, konflik tersebut melibatkan 198.895 keluarga (KK) sebagai korban terdampak dan meningkat sekitar 47% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data di atas menunjukkan bahwa pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi abai terhadap perlindungan masyarakat yang terdampak konflik agraria.
Dari beberapa catatan diatas, dapat disimpulkan bahwa penundaan pemilu
merupakan hal yang inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu potret penyelenggaraan pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi selama dua periode terakhir, cenderung menampilkan hal yang buruk dibeberapa aspek seperti aspek hukum dan konstitusi, korupsi, kekerasan seksual, HAM, dan agraria. Sehingga tidak ada alasan logis untuk mempertahankan rezim pemerintahan semacam ini.
Oleh karena itu, kami Aliansi Suara Radjat (ASURO) Malang menyatakan sikap untuk :
1. Menanggalkan wacana penundaan pemilu dan dan perpanjangan masa
jabatan presiden 2. Mengusut tuntas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu 3. Mengecam segala bentuk sikap represif aparat terhadap masyarakat sipil 4. Mengusut tuntas segala permasalahan agraria yang berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan 5. Mendesak pemerintah mengesahkan RUU TPKS 6. Agar pemerintah lebih fokus untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat