Anda di halaman 1dari 7

Pandangan Politik

Aliansi Soeara Rakjat (ASURO) Malang

“Negara Gagal, Saatnya bangun Persatuan Rakyat Lawan Kapitalisme-Oligarki”

Salam perjuangan,

“Hari Ham Internasional” merupakan hari peringatan untuk mengenang hari diadopsinya
Deklarasi Universitas Hak Asasi Manusia tahun 1948. Dokumen deklarasi ini terdiri atas bagian
pembukaan dan 40 pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Aliansi Soeara Rakjat (ASURO)
serta respon dari koalisi masyarakat sipil Malang yang resah terhadap situasi dan kondisi Krisis
keberpihakan Negara terhadap sejumlah hak-hak rakyat dalam berbagai sektor. kami menilai bahwa
Negara berada dalam belenggu Oligarkhi yang menciderai prinsip Demokrasi serta mengakibatkan
sejumlah permasalahan pokok warga negara yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.Oleh karena
itu, kami menyelenggarakan serangkaian diskusi publik lintas sektor dalam menyikapi
permalasalahan Hak Asasi Manusia, Pelemahan KPK, Perburuhan, Lingkungan, Agraria, Kesehatan,
Inkonsistensi Pemerintah dalam menangani Pandemi, Pendidikan dan Kebebasan Akademik dan
Perempuan yang kami menilai bahwa permasalahan-permasalahan tersebut merupakan satu
kesatuan dan memiliki hubungan satu dengan yang lainnya.

Hak Asasi Manusia


Sejumlah peristiwa kelam Hak Asasi Manusia masih menjadi catatan kelam Indonesia serta
menegaskan bahwa Negara harus memenuhi tugas dan tanggungjawabnya.Tragedi 1965-1966,
tragedi Tanjung Priok, tragedi Semanggi, Pembunuhan Munir Said Thalib, dan berbagai Kejahatan
HAM masa lalu sampai kini.Represifitas Aparat pada berbagai aksi seperti “Reformasi dikorupsi”
2019, aksi penolakan Omnibuslaw 2020, Kriminalisasi Aktivis dan pejuang HAM, Penggusuran,
perampasan ruang hidup,Kriminalisasi Masyarakat adat, Kriminalisasi Dosen dan Mahasiswa,
Pemberangusan Kebebasan Akademik, Kekerasan seksual dan lain sebagainya menjustifikasi bahwa
penegakan dan perlindungan HAM semakin terdegradasi dan terabaikan sehingga kejahatan HAM
kian tersistematis dan meluas.Kosongnya Aturan mengenai Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia
serta tidak disahkannya RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga, dan RUU Perlindungan Kekerasan Seksual mengakibatkan penegakan HAM pada posisi
Inferior serta menunjukan tingkat kerentanan yang besar dalam agenda perjuangan penegakan HAM
dalam belenggu Impunitas.

Omnibuslaw Cipta Kerja


Kondisi krisis Demokrasi dan krisis keberpihakan Negara diperburuk dengan Hadirnya
Omnibuslaw UU Cipta Kerja yang memberikan perhatian pada bidang-bidang yang memudahkan
investasi dengan penekanan pada aspek ekonomi.Pada kondisi kontradiktif UU Cipta Kerja
meninggalkan aspek lingkungan dan sosial.Upaya menguatkan aspek Ekonomi yang Kapitalistik
mengabaikan dimensi keadilan sosial dan berkelanjutan berimplikasi pada terjadinya kesenjangan
sosial, kerentanan sosial, dan ekploitasi termasuk eksploitasi sumber daya alam.Kuatnya pendekatan
ekonomi-kapitalistik dalam UU ini tercermin dari cara pandang peraturan perundang-undangan
menggunakan pendekatan untung-rugi.Hukum tidak lagi dinilai dari kemampuannya dalam
memberikan keadilan dan perlindungan sosial dan lingkungan.
Terdapat beberapa masalah krusial pada Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.Pertama, hilangnya
ketentuan batas waktu maksimal dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).Kedua, dihapusnya
frasa “kebutuhan hidup layak” sebagai rujukan penghitungan upah minimum yang berdampak pada
bergesernya konsep perlindungan pengupahan secara luas.Ketiga, dihapuskannya pembatasan jenis
pekerjaan yang dapat dilakukan dengan alih daya (outsourcing).Keempat, pergeseran paradigma
pemutusan hubungan kerja menjadi lebih mudah karena dibuka kemungkinan PHK hanya melalui
pemberitahuan pengusaha ke pekerja tanpa didahului dengan perundingan. Kelima, RUU Cipta Kerja

Pekan Rakjat.
juga sangat mengurangi control negara terhadap hubungan kerja, karena banyaknya hal yang
dikembalikan pada mekanisme kesepakatan para pihak, seperti soal batas waktu PKWT dan hak
istirahat panjang yang bisa disepakati dalam perjanjian kerja.Secara sosiologis-empiris, pengaturan
seperti ini sangat merugikan pekerja karena ketimpangan antara pekerja dan pengusaha membuat
pekerja tidak memiliki posisi tawar yang cukup dalam melakukan perundingan dua arah secara
berkeadilan.Keenam, UU Cipta Kerja tidak ramah dengan penyandang disabilitas yang berposisi
sebagai pekerja.UU ini memberikan ketidakadilan bagi pekerja yang menjadi penyandang disabilitas
karena kecelakaan kerja yang kemudian dengan mudah diPHK.

Pelemahan KPK dan Pemberantasan Korupsi


KPK sebagai anak kandung dari Reformasi memiliki sejumlah permasalahan melalui upaya
pelemahan KPK dari waktu kewaktu dalam melakukan upaya pemberantasan Korupsi telah terjadi
sejak lama hingga pada disahkannya Revisi UU KPK 2019 yang mereduksi kewenangan kelembagaan
KPK dalam melakukan pemberantasan Korupsi. Kami menilai bahwa revisi UU KPK merupakan
bentuk dari Legislative Crime yang ditunjukan melalui proses yang serampangan dan tidak demokratis
berimplikasi pada lemahnya kelembagaan dan proses penegakan hukum dalam penuntasan kasus
Korupsi yang terjadi dalam lingkaran Kekuasaan. Pelemahan KPK tersebut berimplikasi pada
menguatnya dominasi kekuatan elit Predatoris dalam tubuh KPK. Upaya Pelemahan KPK diperkuat
dengan hadirnya Test Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai hasil dari Revisi UU KPK yang
mensyaratkan peralihan status pegawai KPK menjadi ASN justru menjadi momentum untuk memecat
menyingkirkan 57 Pegawai KPK yang memiliki Integritas, kapabilitas, kredibilitas dan rekam jejak
dalam agenda pemberantasan Korupsi. Pada Kondisi objektifnya berdasarkan hasil pemantauan
Komnas HAM dan Laporan Ombudsman RI menyatakan bahwa Test Wawasan Kebangsaan
mengindikasi pelanggaran HAM terhadap sejumlah hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
dan persamaan didepan Hukum serta proses pelaksanaan yang cacat procedural, maladministrasi dan
tersapat penyalahgunaan wewenang dalam proses pelaksanaanya.

Potret Buram Kondisi Lingkungan di Indonesia Dalam Pusaran Rezim Oligarki


Kondisi objektif indonesia saat ini kemudian mengalami regresi atau kemunduran dalam
berbagai sektor tanpa terkecuali sektor lingkungan. Hal ini disebabkan karena reformasi yang
dilaksanakan tidak kemudian menjawab berbagai persoalan yang ada. Orde baru merupakan potret
konkret otoritarianisme yang hidup di indonesia dibawah kepemimpinan soeharto. Setelah
tumbangnya soeharto di tahun 1998, harapan akan munculnya reformasi dapat membawa indonesia
menuju ke era yang lebih baik. Namun era reformasi ternyata tidak sereformis yang diharapakan,
kekuasaan pada saat orde baru yang terpusat pada keluarga cendana, di era reformasi ini kemudian
menjamur kekuasaan-kekuasaan untuk kepentingan kelompok masing-masing atau yang disebut
sebagai oligarki.
Kelompok kekuasaan inilah yang kemudian di era reformasi menguasai pos pos untuk
kepentingan kelompoknya terlebih khusus pada kondisi lingkungan indonesia yang kian hari dirusak
akibat eksploitasi berlebihan serta privatisasi atas alat produksi. Tanah yang kemudian dapat
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat malah digunakan untuk kepentingan investor dengan tujuan
untuk mendapatkan kapitalisasi kekayaan atas sumber daya alam indonesia. Ekploitasi yang
berlebihan itu juga yang pada akhirnya memberikan dampak lingkungan (climate change) di seluruh
belahan dunia tidak hanya indonesia. Melansir dari data NASA dan NOAA menunjukkan bahwa rata-
rata suhu global pada 2016 adalah 1,78 derajat fahrenheit (0,99 derajat celcius), lebih hangat
daripada rata-rata suhu bumi di pertengahan abad ke-20. Selain itu, 17 dari 18 tahun terhangat telah
terjadi sejak tahun 2000. Kenaikan suhu seperti ini yang kemudian dapat

Malang Raya Dalam Pusaran Konflik Agraria


Indonesia merupakan negara hukum hal ini tertulis dalam konstitusi indonesia Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3) yang kemudian dalam konstitusi juga
menjamin kesejahteraan masyarakat melalui kekayaan alam indonesia. Hal itu tertuang dalam pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yhang mengatakan “Bumi, air dan
seluruh kekayaan yang ada di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya rakyat”.namun
Pekan Rakjat.
pasal tersebut kemudian dimaknai sempit oleh pemerintah yang hanya sebatas pemerintah saja tanpa
melibatkan unsur rakyat.hal itu yang kemudian melahirkan tumpang tindih aturan agraria dengan
corak sub oradinasi antara pemerintah dengan rakyat, dimana pemerintah dalam hal ini lebih
superior sedangkan rakyat inferior.Hal ini kemudian terejawantahkan dalam berbagai pembangunan
yang orientasinya tertuju pada pemerintah tanpa kemudian mengakomodir kepentingan
rakyat.sehingga kemudian terjadi berbagai macam konflik agraria disebabkan oleh ketimpangan
pembangunan dan ketimpangan regulasi yang pro terhadap investor dan pengusaha.Sebagai contoh
konflik agraria yang ada di Malang adalah masyarakat gumulo yang berusaha untuk melestarikan dan
melindungi alam. Penyelewengan pasal 33 ayat (3) juga dapat dilihat dari pengaturan hukum adat itu
sendiri dalam undang-undang yang ambigu.Disatu sisi hukum adat diakui adanya sistem hukum di
indonesia akan tetapi disisi lain hak-hak masyarakat adat direduksi. Riset yang dilkakukan oleh
Aliansi masyarakat adat nasional (AMAN) pada tahun 2020 merilis informasi bahwa terdapat setidak-
tidaknya 41 konlfik agraria di lingkup masyarakat adat itu sendiri.

Pendidikan dan Kebebasan Akademik


Kebebasan akademik yang terdapat dalam dunia akademis merupakan suatu rules yang harus
ada dalam pendidikan dan bukan menjadi tujuan karena kebebasan akademik adalah batang pohon
dari akar pendidikan yang menghasilkan buah-buah perubahan bagi masyarakat.Rezim yang
cenderung otoritarian akan mencampuri ruang-ruang sipil untuk membenarkan semua kepentingan
mereka termasuk ruang kebebasan akademis sehingga ruang-ruang kebebasan akan semakin
dikerdilkan. Pengerdilan ruang sipil (Shrinking Civil Space) menimbulkan pemberangusan kebebasan
akademik baik itu kebebasan akademik ditataran akademisi maupun tataran mahasiswa. Tidak hanya
ditimbulkan oleh perbuatan rezim saja tapi juga diperparah oleh praktik-praktik KKN yang dilakukan
oleh pihak kampus. Bentuk-bentuk pemberangusan akademik yang terjadi sangat beragam mulai dari
pembatasan bagi dosen-dosen yang ingin memberikan pernyataan atau statement untuk
permasalahan dimasyarakat hingga pembungkaman-pembungkaman diskusi ilmiah dan gerakan-
gerakan mahasiswa.Pemberangusan kebebasan akademik juga erat kaitannya dengan komersialisasi
pendidikan. Bergesernya arah pendidikan kerakyatan menjadi pendidikan neo-liberalistik mengubah
paradigma bahwa pendidikan menjadi investasi dan bukan lagi hak dasar bagi setiap masyarakat.
Tidak hanya paradigma saja yang berubah, tetapi kebijakan pendidikan khususnya pendidikan tinggi
menjadi eksploitatif dan hanya sebagai pencetak buruh-buruh untuk mengisi industri. Praktik
komersialisasi pendidikan yang dilegitimasi oleh UNESCO melalu GATS (General Agreement-Trade
Service) yang dimana pendidikan awalnya adalah hak setiap individu masyarakat menjadi komoditas
yang dapat diperjual belikan secara internasional sudah sangat mencengkram hingga ke kampus.
Komersialisasi pendidikan dapat menimbulkan pemberangusan kebebasan akademik dengan bentuk
represifitas terhadap kajian-kajian ilmiah dan gerakan-gerakan yang mengkritisi kebijakan-kebijakan
yang berdampak pada mahasiswa. Kebebasan akademik tidak terlepas dari sistem politik dan sistem
pendidikan yang ada di Indonesia. Maka dari itu, status quo yang ada pada saat ini harus digeser
dengan kekuatan-kekuatan progresif yang terhimpun agar kebebasan akademik dapat dijamin di
negara ini.

Perempuan Menuntu Pengesahan RUU TPKS


Perjalanan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sudah terkatung-
katung hampir lima tahun sejak masuk Prioritas Prolegnas Tahun 2016-2019 dan masuk kembali
menjadi Prioritas Prolegnas DPR RI 2020-2024. Hal lain yang membuat RUU TPKS mendesak untuk
segera diproses dan disahkan adalah meningkatnya data kasus kekerasan seksual di Indonesia. Data
Komnas Perempuan mencatat 406,178 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam Catatan Tahunan
(Catahu) 2019, dimana kasus Kekerasan Seksual di ranah publik 2521 kasus dan di ranah privat 2988
kasus. Kekerasan seksual juga di alami oleh perempuan dengan disabilitas, anak, lansia dan
perempuan dengan HIV/AIDS. Data Forum Pengada Layanan (FPL) tahun 2020 yang dihimpun dari
25 organisai lembaga layanan, menyatakan bahwa selama pandemi Covid-19, terdapat 340 kasus
kekerasan seksual.

Pekan Rakjat.
Terdapat perubahan judul RUU TPKS menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU
TPKS), penghapusan 85 pasal dan 5 jenis kekerasan seksual, serta hilangnya jaminan hak pemulihan,
perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum bagi korban kekerasan seksual.Hal tersebut
berimplikasi berkurangnya substansi RUU TPKS yang dilatarbelakangi untuk menciptakan sistem
perlindungan bagi korban kekerasan seksual yang bersifat komprehensif untuk seluruh rakyat
Indonesia agar terbebas dari segala bentuk kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti
perempuan dan anak.

Pengawalan Terhadap Pengipmlementasian Permendibudristek No. 30 Tahun 2021


Tanggal 3 September 2021, Menteri Pendidikan, Kebudataab, Riset dan Teknologi mengeluarkan
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Beleid ini
lahir karena meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk kampus.
Hal tersebut secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada kurang optimalnya
penyelenggaraan Tridarma Perguruan Tinggi dan menurunkan kualitas Pendidikan tinggi. Nyatanya
masih banyak pihak yang belum bisa diterima oleh seluruh pihak, karena terdapat legalitas seks bebas
yang ada di Pasal 5 ayat (2) pada frasa “tanpa persetujuan korban” yang dinilai membenarkan
kegiatan seksual apabila mendapat persetujuan para pihak. Ditengah maraknya kasus kekerasan
seksual, lahirnya Permendikbudristek ini menjadi angin segar bagi korban yang selama ini tidak
mendapat perlindungan, kepastian dan jaminan atas tindakan kekerasan seksual yang terjadi di
lingkungan perguruan tinggi.

Penutup:

Berangkat dari argumentasi diatas maka, Aliansi Soeara Rakjat (ASURO) Malang mengajukan
Sejumlah Tuntutan Dan Desakan Kepada Presiden Untuk:

A. HAM
1. Mengsut tuntas seluruh pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM masa lalu, dan dalang
pembunuhan Munir Said Thalib serta menetapkan Kasus Pembunuhan Munir sebagai
Pelanggaran HAM Berat;
2. Mengecam segala bentuk Kriminalisasi terhadap Aktivis pejuang HAM, Lingkungan dan
Masyarakat Adat, serta segala bentuk Represifitas Aparat terhadap pemberangusan
Demokrasi dan kebebasan berpendapat.
B. Pelemahan KPK: G 30 S TWK
1. Menolak segala bentuk pelemahan terhadap KPK sebagai anak kandung Reformasi;
2. Mendesak Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk
bertangungjawab atas pemberantasan Korupsi yang semakin mengkhawatirkan;
3. Mendesak Kepada Presiden untuk Membatalkan Keputusan Pemecatan 58 Pegawai KPK
oleh Rezim Firli yang Cacat, Diskriminatif dan sewenang-wenang serta segera melantik 58
Pegwai KPK sebagai ASN pada hari ini Juga.
C. Sahkan Segera RUU TPKS.
1. Mendesak DPR-RI bersama Presiden untuk Segera mengesahkan RUU TPKS.
2. Menuntut DPR-RI untuk memastikan RUU TPKS mengakomodir 6 elemen kunci dalam
substansi : (1) Melindungi hak-hak korban untuk mengakses keadilan sehingga

Pekan Rakjat.
mendapatkan proses peradilan yang berkeadilan; (2) Mencakup pencegahan, penanganan,
perlindungan, dan pemulihan korban serta pemidanaan pelaku; (3) Memberikan kepastian
hukum terhadap bentuk-bentuk kekerasan seksual: pelecehan seksual; eksploitasi seksual;
pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan aborsi; perkosaan; pemaksaan perkawinan; pemaksaan
pelacuran; perbudakan seksual; dan penyiksaan seksual; (4) Mencakup juga pemidanaan
khusus bagi pelaku korporasi, pelaku yang menghambat, bertindak lalai menjalankan
kewajiban untuk penanganan kasus kekerasan seksual, serta sanksi administratifnya; (5)
Memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan
seksual; (6) Menegaskan pengaturan layanan pemerintah maupun layanan negara yang
sinergi dengan masyarakat dan LSM sebagai upaya pemulihan korban.

D. Virus Omnibus Law


1. Menolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja beserta seluruh peraturan turunannya yang
berpotensi melahirkan PHK Sepihak, Outsourcing, Kontrak seumur hidup, dan politik upah
murah;
2. Berikan Kepastian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta wujudkan Jaminan Hak-hak
Normatif buruh.
E. Konflik Agraria Perampasan Ekologi
1. Menolak eksploitasi dan privatisasi secara berlebihan sehingga mengakibatkan
ketimpangan dan kerusakan lingkungan. Hentikan Proyek Pembangunan Geotermal Arjuno,
pembukaan Lahan Sawit Kapubaten Malang dan proyek pariwisata Bromo yang mengancam
sosioekologi masyarakat sekitar.
2. Hentikan segala bentuk Proyek Pembangunan yang merusak, dan merampas hak Rakyat
atas lingkungan Hidup. Menolak setiap pembangunan yang menancam Ekosistem dan
sumber mata air di Jawa Timur dan Secara Khusu Malang Raya.
3. Menuntut pemerintah dan DPR untuk menyusun atau mengesahkan RUU Masyarakat Adat;
4. Melaksanakan Reforma Agraria Sejati dalam hal ini penataan ulang struktur kepemilikan
dan penguasaan tanah agar lebih berkeadilan (redistribusi lahan); Menyelesaikan konflik
agraria yang terjadi di Indonesia
F. Pembungkaman Kebebasan Akdemik.
1. Mengecam segala bentuk pemberangusan Kebebasan Akademik di Institusi Pendidikan dan
Wujudkan Hak atas Pendidikan yang layak dan terjangkau bagi seluruh rakyat;
2. Menolak Korporatisasi dan Komersialisasi Pendidikan.

Seruan

Pekan Rakjat.
Dari Paparan diatas menunjukan berbagai permasalahan Fundamental Warga Negara yang
saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya terhadap Pelemahan
Demokrasi serta bertolak belakang dari amanat Reformasi.Hal tersebut menunjukan bahwa
Negara gagal dalam menjalankan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945 yang dalam
pelaksanaannya Negara justru terbelenggu oleh lingkaran Oligarkhi sehingga kekuasaan
dijalankan bertentangan dengan Filosofis kewajiban Negara dalam menjaga Demokrasi dan
Hak-hak Rakyat. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh elemen Rakyat pro-HAM dan
Demokrasi untuk bersama-sama bersolidaritas dan menggalangkan persatuan serta
melepaskan Ego-sektoral untuk memperjuangkan Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat yang
terbelengu oleh Lingkaran Kekuasaan dan Oligarkhi.

Malang, 12 Desember 2021

Aliansi Soeara Rakjat (ASURO) Malang:

1. BEM FH UB
2. Komite Aksi Kamisan Malang
3. Malang Corruption Watch
4. HMI Hukum UB
5. HMI Pertanian UB
6. HMI Syariah Ekonomi UIN Malang
7. PMII Al-Hikam FH UNISMA
8. Forma PK FH UB
9. LYMI Malang
10. Kohati Hukum Brawijaya

Pekan Rakjat.
#HamInternasional#MenolakLupa#ReformasiDikorupsi#VirusOmnibusLaw#TWKKPK#LawanOligar
ki#TolakPerusakanLingkungan#ReformaAgrariaSejati#PerempuanMelawan#LawanPembungkaman
KebebasanAkademik

Pekan Rakjat.

Anda mungkin juga menyukai