Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Selanjutnya, pada umat Islam terlihat ketidakmurnian amalan Islam, meluasnya pengaruh
kristenisasi, sementara lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam yang akan mencerdaskan
kehidupan bangsa sangat terbatas dan belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban
misi selaku khalifah Allah di muka bumi. Pada waktu itu, menurut Abuddin Nata sistem pendidikan
ditandai dengan adanya sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan
umum. Di satu segi terdapat pendidikan agama tanpa mengajarkan pengetahuan umum, dan di satu
sisi terdapat pendidikan umum yang tidak mengajarkan agama.
Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi sosial tersebut, dan telaah terhadap ajaran Islam
serta pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh pembaharuan Islam Timur Tengah seperti Ibn Qoyyim al-
Jauziyah, Ibn Taiymiyah, Syekh Muhammad Abduh Rasyid Ridho dan lain-lain, serta didorong oleh
teman-teman dari Budi Utomo, maka K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah.
Melalui lembaga inilah beliau melaksanakan ide pembaharuan di segala bidang terutama bidang
pendidikan. Sebab menurut K.H. Ahmad Dahlan agama Islam tidak akan bisa tegak tanpa
diperjuangkan melalui organisasi yang rapi. Demikian pula untuk membebaskan bangsa Indonesia
dari penjajahan Belanda, harus dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan melalui
lembaga pendidikan. Itulah sebabnya gerakan Muhammadiyah pada awal kelahirannya
memprioritaskan kegiatannya pada bidang pendidikan. Bahkan sampai sekarang amal usaha
Muhammadiyah bidang pendidikan lebih banyak dari pada bidang sosial lainnya yaitu memiliki 5755
lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD sampat ke Perguruan Tinggi dan belum termasuk Taman
Kanak-Kanak. Sedangkan amal usaha bidang sosial dan ekonomi berupa, rumah sakit, balai
kesehatan, poliklinik, panti asuhan dan santunan keluarga, bank perkreditan rakyat, baitut tamwil
Muhammadiyah (BMT) koperasi warga Muhammadiyah, BUMM berupa PT berjumlah 1579 buah.
Begitu banyaknya amal usaha Muhammadiyah terutama bidang pendidikan seorang
antropolog Amerika James Peacock menyatakan bahwa apa yang dikerjakan Muhammadiyah
merupakan sesuatu yang pernah dikerjakan oleh para misionaris, para pendidik dan ahli strategi
dinegaranya. Muhammadiyah benar-benar menunjukkan sebagai sebuah organisasi moderen yang
ada di Indonesia. Bahkan, pada saat ini ide Muhammadiyah juga diterima dan dikembangkan oleh
umat Islam di beberapa negara tetangga dan belahan dunia. Muhammadiyah berdiri di Singapura,
Malaysia, Mesir, Belanda dan Australia.
Oleh karena seluruh amal usaha Muhammadiyah terutama bidang pendidikan merupakan
kontribusi Muhammadiyah terhadap agama bangsa dan negara, maka pemerintah menetapkan K.H.
Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional, dan beliau juga dipandang sebagai tokoh pembaharuan
pendidikan Islam di Indonesia.
Berdasarkan hal yang demikian, maka mengkaji pemikiran K.H. Ahmad Dahlan sebagai
tokoh pembaharuan pendidikan Islam merupakan kajian menarik dan penting apalagi dalam
pengembangan pendidikan Islam dewasa ini.
Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada tanggal
1923. Sewaktu kecil ia diberi nama Muhammad Darwis. Ia berasal dari keluarga didaktis dan
terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib
masjid besar Kraton Yogyakiarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri K.H. Ibrahim yang
pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.
Sejak kecil Ahmad Dahlan dididik oleh ayahnya K.H. Abu Bakar seorang imam dan khatib
masjid besar Kraton Yogyakarta. Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar pendidikan dasarnya dimulai
dengan belajar membaca dan menulis, mengaji Al-Qur an dan kitab-kitab agama. Kemudian, beliau
juga belajar dengan K.H. Muhammad Saleh (ilmu Fiqh), K.H. Muhsin (ilmu Nahwu), KH. R. Dahlan
(ilmu falak), K.H. Mahfuz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri
(qiraat al-Qur an) serta beberapa guru lainnya.
Selanjutnya Ramayulis dan Samsul Nizar mengungkapkan, setelah beberapa tahun belajar
dengan gurunya beliau berangkat ke tanah suci pada tahun 1890 dan bermukim di sana selama
setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya itu, pada tahun 1903 ia berangkat kembali dan
menetap di sana selama dua tahun. Selama berada di Mekkah ini ia banyak bertemu dan
bermuzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim disana, di antaranya Syekh
Muhammad Khatib Al-Minangakabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah dan Kiyai
Fakih Kembang. Pada saat itu pula ia mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan
melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh refomer Islam seperti Ibn Taimiyah, Ibn
Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Melalui penganalisaan
kitab-kitab yang dikarang oleh ulama reformer tersebut telah membuka wawasan Dahlan tentang
universalitas Islam. Ide-ide reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur an dan
Sunnah.
Ide pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, apalagi bila
melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang sngat stagnan. Untuk itu, atas saran beberapa orang
murid dan anggota Budi Utomo, maka Dahlan merasa perlu merealisasikan ide-ide pembaharuannya.
Untuk itu, pada tanggal 18 November 1912 beliau mendirikan organisasi Muhammadiyah di
Yogyakarta. Di samping Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan organisasi wanita
yaitu ’Aisyiyah pada tahun 1917. Organisasi ini merupakan wadah untuk kegiatan perempuan dalam
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara murni dan konsekwen. Berdirinya
organisasi ini diawali dengan sejumlah pengajaran yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan mengenai
perintah agama. Kursus tersebut diadakan dalam perkumpulan ”Sopo Tresno” pada tahun 1914.
Perkumpulan inilah nanti yang berganti nama dengan ’Aisyiyah.
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah, faktor
subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad Dahlan terhadap frrman Allah
surat An-Nisa’ ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24 serta surat Ali Imran ayat 104. Faktor objektif
yang bersifat internal dan eksternal. Faktor objektif internal yaitu kondisi kehidupan masyarakat
Indonesia antara lain; ketidakmurnian pengamalan Islam akibat tidak dijadikan Al-Qur an dan as-
Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Kemudian, lembaga
pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban
misi selaku Khalifah Allah di atas bumi. . Karena itu, Muhammadiyah menitik beratkan gerakannya
kepada sosial keagamaan dan pendidikan.
Adapun faktor objektif yang bersifat eksternal antara lain, semakin meningkatnya Gerakan
Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, dan penetrasi bangsa-bangsa Eropah, terutama
bangsa Belanda ke Indonesia.
Di samping itu, politik kolonialis Belanda mempunyai kepentingan terhadap penyebaran
agama Kristen di Indonesia. Dengan program ini akan didapat nilai ganda yaitu di samping bernilai
keagamaan dalam arti telah dapat menyelamatkan domba-domba yang hilang, juga bernilai politis,
karena betapa eratnya hubungan agama (Kristen) dengan pemerintahan (Hindia Belanda) setelah
penduduk bumi putra masuk Kristen akan menjadi warga-warga yang loyal lahir dan batin bagi
pemerintah.
K.H. Sahlan Rosidi secara rinci menyebutkan faktor-faktor yang mendorong K.H.Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah, ialah: taklid yang begitu membudaya dalam
masyarakat Islam, khurafat dan syirik telah bercampur dengan akidah, sehingga kemurnian akidah
sudah tidak tampak lagi, bid’ah yang terdapat pada pengamalan ibadah, kejumudan berfikir dan
kebodohan umat, sistem pendidikan yang sudah tidak relevan, timbulnya kelas elit intelek yang
bersikap sinis terhadap Islam dan orang Islam, rasa rendah diri di kalangan umat Islam, tidak ada
program perjuangan umat Islam yang teratur dan terencana khususnya dalam pelaksanaan dakwah
Islam, tidak ada persatuan umat Islam, kemiskinan umat bila dibiarkan akan membahayakan karena
mudah dirongrong oleh golongan kafir yang kuat ekonominya, politik kolonialisme Belanda yang
menekan dan menghambat hidup dan kehidupan umat Islam di Indonesia, politik kolonialisme
Belanda menunjang kristenisasi di Indonesia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dan dorongan
orang-orang Budi Utomo dan Syekh Ahmad Syurkati K.H.Ahmad Dahlan dengan dibantu oleh
murid-muridnya, mendirikan organisasi yang diberi nama Muhammadiyah. Menurut catatan Alfian,
ada sembilan orang tokoh pendiri Muhammadiyah yaitu; K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj,
Raden Ketib Cendana Haji Ahmad, Haji Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H.
Djaelani, H. Anis, dan H. Muhammad Fakih.
Organisasi Muhammadiyah sampai tahun 1917 belum membuat pembagian kerja yang jelas.
Hal ini disebabkan wilayah kerjanya hanya Yogyakarta saja. Dalam kurun ini K.H. Ahmad Dahlan
sendiri aktif berdakwah, mengajar di sekolah Muhammadiyah dan memberikan bimbingan kepada
masyarakat seperti shalat dan bantuan kepada fakir miskin
Kemudian, pada tahun-tahun berikut, Muhammadiyah mengembangkan sayap operasi,
bahkan pada tahun 1921 telah meliputi seluruh Indonesia, Cabang utama dan pertama yang berdiri di
luar pulau Jawa adalah Minangkabau sekitar tahun 1923, Bengkulu, Banjarmasin dan Amuntai
sekitar tahun 1927 dan Aceh bersamaan dengan Makasar sekitar tahun 1929.
Dalam melaksanakan roda organisasi K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian, ia dibantu
oleh kawan-kawannya dari Kauman, seperti H. Sijak, H. Fakhruddin, H. Tamim, H. Syarkawi, dan
H. Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Utomo yang keras mendukung segera mendirikan sekolah
agama yang bersifat moderen adalah Mas Rasyidi dan R. Sosrosugondo. Kemudian, setelah
organisasi Muhammadiyah didirikan dan melaksanakan amal usahanya di bidang pendidikan, dan
sosial sampai tahun meninggalnya K.H. Ahmad Dahlan yaitu tanggal 23 Februari 1923.

DASAR PEMIKIRAN PEMBERDAYAAN KH. AHMAD DAHLAN


Andai saja pada tahun 1868 tidak lahir seoranng bayi bernama Darwis di kampung Kauman
sebelah barat alun- alun utara, Yogyakarta tetaplah tidak memiliki keistimewaan lain. Namun sejarah
mencatat lain.Kampung Kauman menjadi sebuah nama besar sebagai kampumng kelahiran seorang
pahlawan kemerdekaan nasional indonesia, KH.Ahmad Dahlan dan lahirnya persyarikatan
muahammadiyah pada 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912.
Interaksinya dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia islam di Makkah, seperti:
Ibnu taimiyah, muhammad abdul al- afghoni, rasyid ridho.Buah pemikiran tokoh- tokoh islam inilah
telah yang berpengaruh besar pada Ahmad Dahlan. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh
tokoh-tokoh pembaharu ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama
yaitu melalui pendirian muhammadiyah.
Dengan mewujudkan berdirinya muahammadiyah inilah Ahmad Dahlan berkeinginan untuk
memperbaharui pemikiran agama (keislaman)di sebagian besar wilayah indonesia yang saat itu
masih banyak berfikir otodok (kolot)tentang pemahaman agama islam. Dari sifat ortodok inilah
dipandang akan menimbulkan kebekuan ajran islam, serta stagnasi dan
deknensi(keterbelakangan)umat islam sendiri. Oleh karena itu pemahaman agama yang statis ini
harus diubah dan diperbaharui dengan purifikasi ajaran islamdengan kembali kepada al-quran dan al-
hadits.
Ahmad Dahlan adalah orang yang sangat berhati-hati dengan kehidupan sehari-hariya.
Dahlan berfikir bahwa setiap orang harus mencari bekal kehidupan akhirat itu dengan
memperbanyak ibadah, amal sholeh, menyiarkan dan membela agama Allah serta memimpin umat
menuju jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimat
Allah. Dengan demikian untuk mencapai bekal kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai
kesadaraan kolektif, artinya upaya- upaya tersebut diserukan(didakwahkan)kepada seluruh umat
manusia melalui upaya- upaya yang sistematis dan kolektif. Kesadaran seperti itulah yang
menyebabkan dahlan sangat merasakan kemundura umat islam di tanahair. Hal itu merisaukan
hatinya, ia merasa bertanggung jawab untuk membangun menggerakkan dan memajukan
umat.Kesadaran Dahlan bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan sendiri tetapi harus
dilaksanakan sendiri tetapi harus dilaksanakn oleh beberapa orang yang di atur secara seksama.
Kerjasama antar beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Untuk membangun upaya
dakwah dan pemberdayaan pemikiran putra-putra bangsa yang telah lama terbelunggu.
Pemberdayaan yang Dahlan lakukan pertama-tama adalah permberdayaan kaum muda yang
dengan gigih dibinanya untuk turut dakwah bersama-sama juga untuk meneruskan dan
melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan
kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan umat Islam di Indonesia.
Strategi awal yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang
gerakan Dakwah Muhammdiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat)
yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Leweekschool Jetis
Yogyakarta. Selain mengajarkan ilmu-ilmu agama Dahlan juga berharap akan mempercepat proses
transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, jadi Dahlan mengajarkan Islam dan tidak
lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
Dengan dirikannya Muhammadiyah pada 1912 berharap dapat melaksanakan cita-cita
pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam
cara berfikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia berkeinginan mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al Qur’an dan Al Hadits.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapat resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Gagasan pembaharuan Muhammadiyah
disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga
melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Awal berdirinya Muhammadiyah banyak terjadi pertentangan karena akan adanya anggapan
bahwa ideologi yang dibawa Ahmad Dahlan telah menyerang aliran yang mapan. (tradisionalis-
konservatif)
Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya itu dianggap membangun madhab baru diluar empat
madhab yang telah ada dan mapan. Bahkan dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang
menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang.
Menanggapi serangan tersebut Ahmad Dahlan hanya menjawab dengan “Muhammadiyah berusaha
bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan keterbelakangan. Banyak penganut Islam yang
menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Al Qur’an dan Hadits. Harus mempelajari langsung
dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir.”
Misi Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah adalah “Berusaha bercita-cita mengangkat
agama Islam dari keadaan keterbelakangan. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir
para ulama daripada Al Qur’an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Al Qur’an dan Hadits.
Harus mempelajari langsung dari sumbernya dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir.”
Jika kita amati ada kalimat “….berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan
keterbelakangan….” Terbukti realisasi awal berdirinya Muhammadiyah Ahmad Dahlan lebih banyak
mengadakan pendidikan untuk para pemuda terutama ilmu agama selain juga transformasi ide
gagasan pembaharuannya. Hal itu merupakan salah satu pemberdayaan Ahmad Dahlan di dunia
pendidikan dalam mengentaskan kebodohan putra bangsa. Hal itu pula yang pada akhirnya ide
pemikirannya menjadi pondasi awal sistem pendidikan di Muhammadiyah.
Pemikiran-pemikiran Ahmad Dahlan pun tak urung lepas dari fiksi-fiksi dengan kaum Islam
ortodoks. Terjadi banyak tuduhan akan penyimpangan faham baru Ahmad Dahlan yang dianggap
membangun madhab baru juga mendapat tuduhan akan penyimpangan pada tafsir Al Qur’an. Di
awal berdirinya Muhammadiyah Ahmad Dahlan harus berjuang keras menjadikan Muhammadiyah
sebagai gerakan purifikasi (pemurnian) terhadap praktek TBC (tahayul, bid’ah, dan churofat) yang
menyeleweng jauh dari Al Qur’an dan Hadits.
Catatan historis itulah yang mencerminkan kegigihan ah dalam memperjuangkan
pemberdayaan pemikirannya dalam bidang agama dan pendidikan. Sejarah berdirinya
Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari gagasan dan pikiran pendirinya, sebab orang-orang yang
kemudian bergabung menjadi anggota secara sadar telah menyepakati dasar dan tujuan
Muhammadiyah. Haji Hadid salah seorang murid KH. Ahmad Dahlan mengatakan, bahwa Ahmad
Dahlan berorganisasi berpegang pada prinsip :
a. Enantiasa mempertanggungjawabkan tindakannya kepada Allah.
b. Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran.
c. Perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus-menerus menambah ilmu sehingga
dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
d. Ilmu harus diamalkan.
e. Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju keadaan yang lebih
baik.
f. Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran, ikhlas, dan bersih.
Jika diurutkan dari tuntutan peristiwa berdirinya Muhammadiyah, yang pada mulanya
berdirinya lebih pada pemberdayaan dalam bidang agama dan pendidikan, maka beda pula antara
masa tempo dulu dan sekarang. Bila dulu lahan garapan/ranah Muhammadiyah hanya pada ranah
agama dan pendidikan maka seiring jalan ranah pergerakan Muhammadiyah pun tak hanya itu,
Muhammadiyah pun mengembangkan sayap dari sang pemikir ke dalam pemberdayaan masyarakat
(Sosial Masyarakat) mendirikan banyak AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) seperti PKU, sekolah-
sekolah Muhammadiyah, koperasi, rumah sakit, dan sebagainya.
Seiring berjalan waktu Muhammadiyah menjadi organisasi besar di Indonesia pun tantangan
dakwah Muhammadiyah yang hampir berusia satu abad pun bertambah berat bukan hanya tuduhan
tapi tantangan dakwah Muhammadiyah disaat ini adalah perang pemikiran (Ghozul Fikr)/ideologi
antar pergerakan.
Tak luput banyak warga Muhammadiyah jatuh hati pada pergerakan lain, yang menganggap
Muhammadiyah sudah tidak dapat memenuhi hasrat keinginan tuk berdakwah dan berorganisasi.
Entah apakah Muhammadiyah telah jauh menyeleweng dari awal pemikiran pendirinya atau memang
sudah menjadi hukum perhelatan gerakan. Seorang tokoh Muhammadiyah (Imam Hanafi: Migrasi
Jama’ah) mengatakan bahwa injeksi virus yang halus menyusup memasuki aliran darah
Muhammadiyah dengan modus melakukan penyusupan ke amal-amal usaha Muhammadiyah apabila
tidak disadari lama kelaman akan terus menggerogoti otak ideologi Muhammadiyah melunturkan
sense of belonging warganya.

Tiga identitas Muhammadiyah :


1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran
Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al
Qur’an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata
untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit.
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul
sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun
sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf
nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai
dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan
keterbelakangan atau kebodohan massif.
Tidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan
tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi
kemasyarakatan.
3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)
Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid
atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi
istilah tajdid memiliki dua arti yakni :
a) Pemurnian
b) Peningkatan, pengembangna, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila
“pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan
sumber Al Qur’an dan As Sunnah shahih
Sedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran
pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur’an dan AS
Sunnah shahih.
Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk menjawab
tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju.
Pemurnian (Purifikasi)
Tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang
mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.
Peningkatan, pengembangan, modernisasi
Tak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai
tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang
baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah.
Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi
global sebagai tameng kebodohan massif Muhammadiyah.
Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama kali berdirinya,
tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untnuk beridentitas ideologi baru
namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi sosial
kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi.

KESIMPULAN
Dengan melihat gejala yang ada, yang berkelut di tubuh muhammadiyah mau tidak mau harus
segera di cari obat penawar agar muhammadiyah tetap dapat sehat seperti sedia kala, sementara di
sisi ideologi muhammadiyah sudah semestinya penyimpang dari pondasi awal pemikiran
pemberdayaan Ahmad Dahlan perlu adanya purifikasi kembali, agar nantinya tidak terjadi “matinya
institusi organisasi dalam hal ini muhammadiyah (The Death of Muhammadiyah) bukan hal yang
mustahil akan terjadi manakala muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab
tantangan zaman. Lebih-lebih, bila tidak punya sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap
organisasi karena lemahnya ideologi dan minimnya informasi serta wawasan tentang ke-
muhammadiyahan.
Dengan demikian warga muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pemikiran
KH.Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaiatn dengan masalah sholat tepat waktu dan pengamalan
ayat-ayat al-qur’an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk
memberi makna kreatif dan inotvatif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

- Din Syamsuddin (Ed), Muhammadiyah, Kini & Esok, (Jakarta : Panjimas, 1990

- Mushtafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gera- kan
Islam, Dalam Perspektif Historis dan Idilogis, Yogyakarta, 2000.

- M. Yunan Yusuf, dkk. Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta : PP. Muhammadiyah &


Grafindo Persada, 2005

- Mulkham, Abdul Munir, Pemikiran, K.H. Ahmad Dahlan, dan Muhammadiyah Da- lam
Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta : Bumi Aksara, 1990.

- Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dahlan, dan dan Amal Muhammadiyah, Yogyakarta,
Percetakan Persatuan 1990

- Noer, Deliar,Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta : LP3ES, 1985.

- Nata, Abuddin, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta :


Grafindo Persada, 2003

- Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh
Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, Jakarta: Quantum Teaching, 2005

- Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era
Awal dan Indonesia, Jakarta : Quantum Teaching, 2005

- Sahlan Rosidi, Kemuhammadiyaan Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Jilid I, Solo :


Mutiara, 1982

- Sirajuddin Zar, dkk Muhammmadiyah di Indonesia 1959-1966, Perkembangan Pemikiran


Keagamaan Serta Perannya Dalam Gerakan Sosial dan Politik (Laporan Penelitian) Padang:
IAIN IB, 1998

- Syukriyanto AR & Abdul Munir Mulkham (Ed), Pergumulan Pemikiran Dalam


Muhammadiyah, Yogyakarta, SIPRES, 1990
- Yunahar Ilyas, dkk (Ed), Muhammadiyah dan NU: Reorientasi Wawasan Keislaman,
Yogyakarta:LPPI UMYLKPSM NU dan PP-Al-Muhsin Yogyakarta, 1994

- Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara Bekerjasama dengan Depag
RI, 1997.

- PP. Muhammadiyah, Profil Muhammadiyah 2005, Yogyakarta, 2005

- Mushtafa Kamal Pasha, Bed dan Ahmad Adabi Darban, SU, Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Islam, Dalam Perspektif Historis dan Ideologis, Yogyakarta : LPPI, 2000

- Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta,


Rajagrafindo Persada, 2005

- Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh
Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, Jakarta: Quantum Teaching, 2005

- Profil Muhammadiyah 2005, Yogyakarta, PP. Muhammadiyah 2005

- Suara Muhammadiyah, No. 05 TH Ke-92/1-15 Maret 2007, Sajian Utama, Istiqamah


Bermuhammadiyah, Yogyakarta : PP Muhammadiyah, 2007.

- Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era
Awal dan Indonesia, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005.

- K.H. Sahlan Rosidi, Kemuhammadiyaan Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Jilid I


Solo : Mutiara, 1982

- Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 Jakarta : LP3ES, 1982

- Fakhry Ali, dan Bakhtiar Efendi, Merambah Jalan Baru Islam, Rekonstruksi Pemikiran
Indonesia, Masa Orde Baru, Bandung : Mizan, 1986.

Anda mungkin juga menyukai