Anda di halaman 1dari 5

Information for Decision Making and The Decision-Theory Approach

Sudah umum diketahui bahwa data akuntansi digunakan untuk proses decision making atau
untuk tujuan evaluasi di entitas tertentu. Hal ini diawali dengan fungsi data akuntansi sebagai
fungsi stewardship Di masa kini, manajer bertanggung jawab terhadap equityholders perusahaan.
Informasi bagaimana manajer tidak melaksanakan tanggung jawab stewardshipnya dapat
digunakan sebagai bahan evaluasi performa manajer dan perusahaan itu sendiri.

Information for decision making secara tidak langsung mencakup lebih luas dari informasi
mengenai stewardship. Pertama, karena pengguna dari financial information luas dan mencakup
seluruh menyedia sumber daya. Kedua, informasi akuntansi dilihat sebagi input data untuk
prediksi model bagi users. Maka, kita harus memastikan data apakah yang benar-benar dibutuhkan
untuk memprediksi performa masa depan dan posisinya. Ketiga, ketika stewardship berfokus pada
kejadian di masa lalu untuk melihat apa saja yang sudah dicapai, prediksi berpatokan pada masa
depan. Informasi akuntansi untuk pihak eksternal memang berdasarkan kejadian di masa lalu,
namun masa depan tidak dapat diabaikan begitu saja ketika masa depan secara tegas dijadikan
objective of accounting.

Sedangkan, decision-theory sangat bermanfaat untuk mengecek apakah akuntansi mencapai


tujuannya atau tidak. Jika individual systems dapat menyediakan informasi yang berguna, maka
teori yang mendasari sistem tersebut dapat dikategorikan efektif, atau valid.

Overall
Accounting THE DECISION THEORY PROCESS
Theory

Individual Prediction Model Decision Model of


Accounting System of User User

Secara keseluruhan, dapat dipahami mengapa pengembangan conceptual framework di level


nasional menjadi sangat sulit. Godfrey berpendapat bahwa dalam pengembangannya, conceptual
framework harus lebih menitikberatkan pada rasionalisasi penggunaan masa kini dibanding
reafirmasi framework di aspek hukum, sosial dan ekonomi dalam fungsi akuntansi. Selain itu,
conceptual framework masa kini juga agar mencari lebih dalam dalam mengembangan
constitution-based framework untuk akuntansi dibanding fokus pada konsep pondasi hal-hal
sehari-hari. Karena, hal-hal tersebut akan lebih sulit dibuat ketika terjadi perbedaan antarnegara.

Jones dan Wolnizer memberi saran agar conceptual framework harus memiliki peran yang
penting dalam mengemukakan persetujuannya dalam scope, objectives, qualitative, dan
measurement characteristics dari akuntansi yang terpengaruh dengan standard setting. Walau
demikian, mereka juga berargumen mengenai konvergensi dengan IASB framework, bahwa hal
ini akan menurukan inisiasi dan inovasi dalam pengembangan conceptual framework itu sendiri,
karena negara tidak lagi bekerja secara independen.

International Developments: The IASB and FASB Conceptual Framework

Pada Oktober 2004, FASB dan IASB bekerja sama untuk mengembangkan conceptual
framework. FASB menyatakan bahwa project tersebut akan melakukan:

a. Fokus pada perubahan dalam environment sejak orginal frameworks pertama kali diisukan,
demikian juga terhadap kelalaian di original frameworks, dengan tujuan untuk dapat
menciptakan framework yang berkembang, utuh, dan dapat mencakup frameworks yang
telah ada secara efektif dan efisien

b. Memberikan prioritas untuk menujukan dan mendiskusikan tiap isu di setiap fase yang
memiliki kemungkinan menguntungkan Boards dalam jangka pendek; yakni cross-cutting
issues yang memberi dampak tertentu dalam project mereka, baik untuk standar baru
maupun standar yang sudah direvisi. Sekaligus, tahap dari project tersebut akan dilakukan
secara simultan dan Boards akan mengharapkan keuntungan dari terlaksananya project
tersebut

c. Mulanya, mempertimbangkan konsep yang dapat diaplikasikan di private sector business


entities. Selanjutnya, Boards akan bergabung dalam mempertimbangkan aplikasi dari
konsep tersebut ke private sector not-for-profit organizations. Representatif dari public
sector standard-setting Boards akan memonitor projects tersebut, dan di kasus-kasus
tertentu akan mempertimbangkan dampak potensial dari diskusi private sector untuk public
entities.

IASB/FASB CONCEPTUAL FRAMEWORK PROJECT

Fase Topik

A Objective and Qualitative Characteristics

B Elements and Recognition

C Measurement

D Reporting Entity

E Presentation and Disclosure, including Financial Reporting Boundaries


(Inactive)

F Framework Purpose and Status in GAAP Hierarchy (Inactive)

G Applicability to the Not-for-Profit Sector (Inactive)

H Remaining Issues (Inactive)

Entity vs Proprietorship Perspective

Board merekomendasikan financial report harus dibuat dari perspektif entitas dibanding
perspektif dari pemilik. Hal ini disetujui banyak pihak karena pemilik dan entitas secara tegas
merupakan dua pihak yang berbeda. Pihak lain menyatakan keberatan karena menganggap Board
tidak menyediakan informasi yang cukup untuk membenarkan rekomendasi tersebut (seperti
dalam peraturan proprietorship dan parent company perspectives). Maka, perspektif mengenai
entitas sudah tercantum di Fase D, sedangkan alternative lain mengenai pemilik masih
didiskusikan.

Primary User Group


Board menujukan primary user group untuk tujuan umum financial reporting adalah untuk
penyedia modal masa kini dan potensial. Penyedia modal mencakup equity investors, lenders, dan
penyedia jasa kredit lain. Namun, ada juga pihak yang mengkhawatirkan bahwa beragamnya jenis
primary group dapat kelewat menyederhanakan hubungan antara entitas dan individual users.
Responden lain mengkhawatirkan fokus dari primary user group dan efeknya terhadap pihak lain,
seperti saat amal dan corporate governance monitoring group.

Decision Usefulness and Stewardship

Berdasarkan Boards, tujuan dari financial reporting harus “cukup luas untuk mencakup
semua keputusan yang dibuat oleh equity investors, lenders, dan kreditor lain dengan kapasitas
mereka sebagai capital providers, termasuk keputusan alokasi sumber daya dan keputusan yang
dibuat untuk menjaga dan mempertinggi nilai investasi mereka”. Pendapat ini disetujui banyak
pihak, namun juga mendapat sanggahan dari pihak-pihak lain karena dikhawatirkan tujuan dari
stewardship tidak cukup ditekankan, ketika fungsi financial statements untuk menyediakan info
bagi pengguna dan dapat memprediksi masa depan terlalu ditekankan. Menurut Whittington,
fungsi stewardship terlalu dikesampingkan. Padahal di negara-negara Eropa, stewardship adalah
kunci dari corporate governance dan peraturan perusahaan.

Qualitative Characteristics

IASB Framework mencantukam empat prinsip qualitative characteristics, yakni


understability, relevance, reliability, dan comparability. Sedangkan dalam Exposure Draft
dicantumkan bahwa qualitative characteristics yang membuat informasi menjadi berguna adalah
relevance, faithful representation, comparability, verifiability, timeliness, dan understability, dan
pervasive constraints dari financial reporting adalah materiality dan cost. Selain itu, qualitative
characteristics juga dibedakan menjadi fundamental (relevance, faithful representation) atau
enhancing (comparability, verifiability, timeliness, dan understability) tergantung bagaimana
mereka memberi dampak terhadap laporan keuangan.

Banyak pihak yang menyetujui hal ini, namun banyak juga yang menyarankan agar
understability dan verifiability lebih ditinggikan porsinya, demikian juga untuk substance over
form, true and fair view, dan transparency. ED menolak konsep pruedence karena tidak konsisten
dengan konsep neutrality. Whittington sendiri sangsi terhadap penghapusan pruedence karena
pentingnya pruedence dalam menahan management opportunism,

IASB dan FASB harus membuat progress dalam conceptual framework karena hal ini
fundamental dalam mengembangkan standar dan menjadi penyokong dalam upaya konvergensi
peraturan. Selain itu, Boards juga perlu membuat pengukuran untuk konsensus dan mendukung
objectives of financial reporting dan qualitative characteristics of financial information dapat
mengeluarkan framework chapters yang dapat diketrima di konstituen.

Anda mungkin juga menyukai