Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KRIMINOLOGI

Dosen Pengampu:
Kosmas Minggu, S.H., M.Hum

OLEH:
Dinda Septiany (2021111086)

FAKULTAS HUKUM & SOSIAL HUMANIORA


UNIVERSITAS FLORES
ENDE

2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
penyertaan dan bimbingannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kriminologi.
Terimakasih kepada semua pihak yang juga ikut membantu dalam proses penyusunan
berupa usul dan saran untuk memperbaiki makalah ini. Dengan menyadari kekurangan,
kritik maupun saran sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini
sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Permohonan maaf yang sebesar-besarnya
saya sampaikan jika makalah ini masih belum mencapai kesempurnaan dan belum
sesuai dengan harapan.

Ende, 09 Mei 2024


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5

A. Kriminologi...................................................................................................................5
B. Perspektif Kriminologi..................................................................................................5
C. Teori Kriminologi.........................................................................................................6
D. Konteks sosial kejahatan...............................................................................................6
E. Contoh kasus...............................................................................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di televisi
yang menayangkan peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi di masyarakat.
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan beragam jenis dan beragam modus operandinya.
Masalah kejahatan merupakan masalah yang abadi dalam kehidupan umat manusia,
karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan tingkat peradaban umat manusia.
Artinya sejak berabad-abad tahun yang lalu kejahatan sudah dikenal dan menjadi
bagian dalam hidup manusia itu sendiri sebagai bentuk usaha manusia untuk
mempertahankan hidupnya dan usaha untuk mencapai tujuan tertentu bagi
sekelompok orang maupun perorangan.
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Terjadinya kejahatan bukan semata-mata
perbuatan yang ditentang masyarakat akan tetapi adanya dorongan dari pelaku untuk
melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Lebih dari dua pertiga
kejadian pembunuhan dan penganiayaan berat didahului adanya hubungan antara
pelaku dengan korban dalam kejadian tersebut sebelum berlangsung kejahatan.
Artinya tidak semua pelaku kejahatan pembunuhan dan penganiayaan berat begitu
saja melakukan kejahatan tersebut, namun juga ada peran yang berupa dorongan
(provokasi) dari korban yang dapat memancing amarah pelaku kejahatan sehingga
terjadilah kejahatan tersebut
Kejahatan yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai macam
faktor. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kejahatan antara lain:
1. Mengendornya ikatan sosial dan keluarga.
2. Masyarakat pada umumnya bertambah berat beban hidupnya. Bisa juga
dikarenakan beban ekonomi yang semakin menghimpit, hingga pada titik tertentu
mereka mengalami “stuck / hang” dan otak manusia tidak lagi mampu berpikiran
secara jernih.
3. Kekuatan religi atau agamis pada pribadi tidak lagi kuat melekat.
4. Faktor memanfaatkan keadaan dimana memanfaatkan beberapa kasus

1
kriminalitas yang terlihat tidak bisa dipecahkan oleh pihak yang bersangkutan, maka

2
kecenderungan untuk meniru dengan harapan dapat mengkambing hitamkan
kesalahan kepada orang lain nantinya bisa terjadi.Kejahatan yang terjadi dalam
masyarakat itu misalnya: pencurian, pemerkosaan, pembunuhan dan lain sebagainya.
Pembunuhan adalah bentuk dari kejahatan terhadap nyawa manusia berupa
menghilangkan nyawa orang lain.
Menghilangkan nyawa orang lain merupakan suatu bentuk kejahatan karena
sudah sejak dahulu nyawa manusia merupakan satu hal yang terpenting dan harus
dilindungi. Sehingga tidak seorangpun mempunyai hak untuk menghilangkan nyawa
orang lain apapun alasannya. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup, hal tersebut
secara tegas dinyatakan dalam pasal 28A Undang-undang Dasar negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu perlu adanya
penghormatan tentang hal tersebut
Hukum yang diciptakan manusia mempunyai keadaan teratur, aman, dan
tertib, demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat
oleh manusia mempunyai fungsi, fungsi umum dari hukum pidana sama dengan
fungsi hukum lainya ialah mengatur hidup kemasyarakatan dan menyelenggarakan
tata hidup didalam masyarakat. Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi
kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak merusaknya dengan sanksi
berupa pidana.
Pokok diadakannya hukum pidana ialah untuk melindungi kepentingan-
kepentingan masyarakat sebagai kelektivietit dari perbuatan-perbuatan yang
mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan
maupun kelompok atau organisasi. Secara umum kriminologi adalah ilmu yang
mempelajari kejahatan dari sudut pandang pelaku kejahatan, atau dengan kata lain
dapat disebut ilmu yang mempelajari sebab akibat mengapa terjadi kejahatan. Ilmu
kriminologi lebih menggunakan analisis dan fenomena kejahatan pada pelaku
kriminalitas. Kejahatan atau kriminalitas biasanya disebabkan oleh penyimpangan
yang dilakukan oleh masyarakat yang mana mereka dianggap ganjil, berbahaya,
asing,kasar dan lainnya yang merujuk pada perilaku kurang wajar yang dianut
masyarakat lain. Hal- hal yang dilakukan secara negatif dan berakibat pada kerugian
yang harus ditanggung pemerintah ataupun individu merupakan bentuk dari
kejahatan kriminal.
Laporan masyarakat menjadi tolok ukur bahwa terdapat keresahan yang ada

3
didalam masyarakat karena kriminalitas yang terjadi, walaupun tidak harus ada

4
laporan dari masyarakat untuk menyimpulkan bahwa suatu tindakan itu dinamakan
kriminalitas, seperti pada kejahatan terhadap nyawa tidak perlu adanya laporan
terlebih dahulu untuk memprosesnya pada jalur hukum. Pandangan legal murni
tentang kejahatan mendefinisikan kejahatan sebagai pelanggaran terhadap hukum
pidana.
Betapa pun keji dan tidak bisa diterimanya suatu perbuatan secara oral, itu
bukan kejahatan kecuali dinyatakan demikian oleh hukum pidana. Vernon Fox
mengemukakan ,”Kejahatan adalah sebuah peristiwa sosial politik, bukan sebuah
kondisi klinis. Kejahatan bukan kondisi klinis atau medis yang bisa didiagnosis dan
dirawat secara khusus”.Dalam pandangan ini, yang secara teknis benar, jika tidak
secara tegas dilarang oleh hukum pidana maka suatu perbuatan bukan kejahatan.
Tentu saja yang demikian sesuai dengan asas legalitas hukum yang boleh dikatakan
sebagai tiang penyangga hukum pidana. Asas ini tersirat dalam Pasal 1 KUHP yang
dirumuskan demikian:
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
(2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundangundangan,
dipakai yang paling ringan bagi terdakwa.
Tindakan pidana tidak lepas dari siapa yang melakukan (penjahat/pelaku).
Mengenai pertanyaan yang kelihatannya paling mudah “Siapakah penjahat itu?”
banyak yang akan berpendapat bahwa residivis kawakan yang berulang kali divonis
bersalah adalah penjahat.Sekecil apapun tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang
pelaku kejahatan dapat juga disebut penjahat, seperti pada penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu tentang vandalisme berupa grafaiti atau dengan kata lain
corat-coret sarana dan prasarana umum. Vandalisme melibatkan penghancuran
sengaja properti tanpa sepengetahuan pemilik atau agen pemilik.Istilah ini berasal dari
kata Vandal, sebuah suku barbar Teutonik yang memorak-porandakan Roma pada
abad kelima, yang tanpa keperluan apapun menghacurkan banyak karya seni yang tak
ternilai.Vandalisme sembarangan mencakup aksi-aksi destruktif yang tidak punya
tujuan dan tidak menghasilkan keuntungan moneter. Inilah aksi vandalism yang
paling lazim, penghancuran “tidak jelas” yang dilakukan remaja “untuk
senangsenang”.Vandalisme predatoris mencakup aksi-aksi destruktif demi
keuntungan, seperti “mengacak-acak” atau menghancurkan mesin penjualan untuk
mencuri isinya.

5
Kebanyakan aksi vandalisme sembarangan dilakukan oleh remaja, yang
menganggap aksi itu adalah perluasan aktivitas bermain, “membuang-buang waktu”,
atau “perayaan heboh”. A. L. Wide mendeskripsikan pola tipikal vandalism yang
meliputi:
● Menghabiskan waktu, menunggu sesuatu terjadi;
● Gerak isyarat mengamat-amati awal oleh salah seorang anggota;
● Saling ajak dengan orang lain untuk ikut serta;
● Eskalasi perilaku destruktif dari kerusakan property kecil ke yang lebih besar,
● Perasaan bersalah dan menyesal setelah kejadian bercampur kesenangan

Karena melakukan sesuatu yang “nakal”.Pandangan masyarakat pada suatu


bentuk gambar atau tulisan-tulisan yang biasanya terdapat pada dinding-dinding di
area umum sangat beragam, ada dari mereka yang beranggapan baik apabila dibuat
apabila mempunyai nilai estetika dan yang lebih penting adalah keberadaannya legal
melalui perizinan yang sah. Namun juga terdapat juga pandangan yang tidak
menyetujui argument tersebut, bagaimanapun mencoret-coret apa yang ada pada
sarana dan prasarana umum merupakan kesalahan atau kejahatan apabila tidak
melalui cara legal atau tidak berizin. Karena yang demikian memiliki arti merusak apa
yang telah ada dan disediakan oleh pemeritah guna membantu keberlangsungan hidup
atau memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kriminologi?
2. Apa saja persfektif dalam kriminologi?
3. Bagaimana teori yang ada dalam kriminalogi ?
4. Bagaimana konteks sosial kejahatan dalam kriminalogi ?

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriminologi
Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Crimen
berarti kejahatan, sementara logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara
harfiah, kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, atau lebih
tepatnya kriminologi mempelajari segala aspek tentang kejahatan. Kata
“kriminologi” pertama kali digunakan oleh antropolog Perancis bernama Paul
Topinard (1830-1911) yang meneliti dengan pendekatan antropologi fisik
bagaimana bentuk tubuh mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat.
Kriminologi dapat didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat,
jenis, penyebab, dan pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan,
kenakalan, serta pelanggaran hukum. Kriminologi adalah ilmu sosial terapan
di mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang kejahatan
dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris. Penelitian ini
membentuk dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi, pencegahan, dan
kebijakan dalam sistem peradilan pidana.

B. Persfektif Kriminologi
Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain,
kejahatan dapat didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah
menyarankan bahwa setidaknya terdapat empat perspektif definisional yang
dapat ditemukan dalam kriminologi yaitu: Legalistik, Sudut pandang
politik, Sosiologis, dan Psikologis. Dilihat dari perspektif legalistik, kejahatan
adalah perilaku manusia yang melanggar hukum pidana dalam suatu negara,
pemerintah federal, atau hukum yang tanpa membatasi bentuk perilaku
tertentu, tidak dapat menjadi kejahatan yurisdiksi lokal yang memiliki
kekuatan untuk membuat hukum seperti itu tanpa undang-undang yang
membatasi bentuk perilaku tertentu, maka tidak boleh ada kejahatan, tidak
peduli seberapa menyimpang perilaku tersebut. Perspektif kedua tentang
kejahatan adalah perspektif politik, di mana kejahatan adalah hasil dari
kriteria yang telah dibangun ke dalam undang- undang oleh kelompok-
7
kelompok kuat dan kemudian digunakan untuk melabeli bentuk-bentuk
perilaku yang tidak diinginkan sebagai ilegal. Mereka yang

menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah definisi dari perilaku
manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang yang terorganisir secara politik.
Dengan demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur
kekuasaan yang ada dalam masyarakat.
Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis. melihat kejahatan sebagai
tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau seharusnya diperlukan
untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.
Perspektif yang terakhir yaitu psikologis, perspektif ini mengatakan
bahwa kejahatan adalah bentuk penyesuaian sosial yang dapat ditunjuk
sebagai kesulitan yang dimiliki individu dalam bereaksi terhadap rangsangan
dari agar tetap serasi dengan lingkungan itu.

C. Teori Kriminologi
Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis
kriminologi yang paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas.
Teori ini sekadar menggambarkan kejahatan dan kejadiannya, mengajukan
penjelasan untuk perilaku kriminal. Don M. Gottfredson, mantan presiden dari
ASC, mengamati, Teori dalam kriminologi cenderung tidak jelas dalam hal
umum yang dapat dibenarkan. Ketika kita mempertimbangkan berbagai
perilaku yang dianggap sebagai kriminal dari pembunuhan hingga penggunaan
narkoba hingga kejahatan kerah putih hingga kejahatan sosial media itu
sepertinya sulit membayangkan satu teori yang bisa menjelaskan semuanya
atau bahkan mungkin menjelaskan jenis perilaku yang bervariasi. Namun,
banyak pendekatan teoretis masa lalu yang menyebabkan kejahatan yang unik
ketika mencoba untuk menjadi semua inklusif; yaitu, pendekatan-pendekatan
itu mengajukan satu identitas tunggal yang dapat diidentifikasi sumber untuk
semua perilaku menyimpang.

D. Konteks Sosial Kejahatan


Kejahatan tidak terjadi dalam ruang hampa. Setiap kejahatan memiliki
keunikan mulai dari serangkaian penyebab, konsekuensi, dan partisipan.
Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki dampak khusus
pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu sendiri.
8
Kejahatan pada umumnya menimbulkan reaksi dari para korbannya, dari

9
kelompok masyarakat yang peduli, dari sistem peradilan pidana, dan kadang-
kadang dari masyarakat sebagai keseluruhan, yang memanifestasikan
keprihatinannya melalui penciptaan aturan sosial.

1. Penyebab Dan Konsekuensi Dari Peristiwa Kriminal


Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi
sebagai peristiwa sosial. Kejahatan adalah konstruksi sosial bukan sesuatu
hal untuk mengurangi dampak dari pengalaman viktimisasi yang dialami
terlalu banyak orang dalam masyarakat.penyebab kejahatan dari aspek
sosiologis tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu : 1.
Anomie (ketiadaan norma) atau Strain (keterangan) 2. Cultural Deviance
(penyimpangan budaya) 3. Social Control (control sosial)

2. Pelaku Kejahatan
Dalam bukunya, definisi kejahatan ke dalam dua sudut pandang.
Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view).
Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang
melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan
sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan
pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan.
Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological point
of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan
yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.

3. Kejahatan dan Sistem Peradilan Pidana


Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya
beberapa lembaga penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut
meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara
berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang
dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem,
sehingga masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling
berhubungan dan pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Jadi fragmentasi

10
dalam arti masing-masing subsistem bekerja sendiri-sendiri dan tidak
memperhatikan antar hubungan diantara sub-subsistem yang ada harus
dihindari bilamana diinginkan suatu sistem peradilan pidana yang efektif.

4. Kejahatan dan Korban


Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang mengalam
penderitaan akibat dari terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan atau
menciptakan situasi dan kondisi yang menulitkan bagi korban untuk
kembali hidup sebagai warga masyarakat seperti sedia kala. Dalam hal ini
korban membutuhkan pendampingan dan pelayanan untuk dapat kelaur
dari kesulitannya tersebut. Argumentasi perlunya pendampingan dan
pelayanan terhadap korban itu adalah:

a. Karena SPP (Sistem Peradilan Pidana) telah memperlakukan korban


secara tidak profesional bahkan cenderung mengeksploiter
b. Karena tindakan pelaku menimbulkan penderitaan pada korban
c. Memberikan manfaat pada nirokrasi SPP (Sistem Peradilan Pidana),
aparat terbantu dengan korban, dan korban akan membantu kaena
telah diberi pendampingan dan pelayanan
d. Karena dugaan adanya progam pendampingan dan pelayanan tersebut,
korban akan terbantu untuk keluar dari penderitaannya.
e. Karena seringkali masyarakat dengan stigmanya, menempatkan
korban dalam posisi yang semakin menambah penderitaan korban
Bagi korban, mendapatkan pendampingan dan pelayanan akan
memberikan keadilan substantif bukan hanya sekedar keadilan
prosedural.

Pemaparan aquo membuktikan korban mempunyai peranan


fungsional dalam terjadinya tindak pidana. Tindak pidana dalam hal ini
kejahatan dapat terjadi karena ada pihak yang berperan, sadar atau tidak
sadar, dikehendaki atau tidak, sebagai korban dalam hal ini korban
persekusi. Pada dasarnya tidak ada orang menghendaki dirinya dijadikan
sasaran kejahatan, tetapi karena keadaan yang ada pada korban atau karena
sikap dan perilakunyalah ia dapat mendorong pelaksanaan niat jahat
pelaku, sama hal nya dengan persekusi, persekusi juga tidak

11
dikehendaki oleh

12
korban, tetapi aksi yang dilakukan oleh korban sering kali menjadi reaksi
bagi sekelompok masyarakat dan akhirnya terjadilah persekusi.

5. Faktor Kejahatan
Menurut walter Lunden. faktor-faktor yang berperan dan gejala yang
dihadapi Negara-negara berkembang saat ini dalam timbulnya kejahatan,
adalah sebagai berikut :

a. Gelombang urbanisai remaja dari desa kekota-kota jumlahnya cukup


besar dan sukar dicegah
b. Terjadi konflik antara norma adat pedesaan tradisonal dengan norma-
norma baru yang tumbuh dalam proses penggeseran sosial yang cepat,
terutama di kota-kota besar
c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada
pola kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat
terutama remanya menghadapi “samarpola” (ketidaktaatan pada pola)
untuk menentukan perilakunya.

Masalah sebab-sebab kejahatan selalu merupakan persoalan yang


sangat menarik. Berbagi teori yang menyangkut sebab kejahatan telah
diajukan oleh para ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu
pengetahuan. Namun, sampai dewasa ini masih belum juga ada satu
jawaban penyelesaian yang memuaskan. Meskipun demikian,para ahli
belum bisa menemukan faktor lingkungan apa den bagaimana, yang
menjadi sebab yang pasti daripada terjadinya kejahatan, bahwa
kriminologi saat ini belum sampai memungkinkan untuk dengan tegas
menentukan sebab-sebab orng melakukan pelanggaran norma hukum
(berbuat kejahatan). Tingkat pengetahuan kriminologi dewasa ini masih
dalam taraf mencari, melalui penelitian dan penyusunan teori.

13
Contoh Kasus
Kriminologi Pembunuhan

Remaja berinisial NF (15) menyerahkan diri kepada polisi dan mengaku telah
membunuh seorang anak berusia lima tahun yang merupakan tetangganya. Kejadian
diperkirakan berlangsung pada Kamis (5/3/2020) sore. Kejadian bermula saat NF
mengajak korban bermain pada Kamis sore. NF kemudian meminta korban
mengambil mainan yang sengaja ditaruhnya di kamar mandi. Setelah korban di kamar
mandi, pelaku melakukan aksinya. Korban ditenggelamkan di bak mandi berkali-kali
hingga lemas. Tak sampai di situ, pelaku juga melukai leher korban hingga
mengeluarkan banyak darah. Setelah korban tak sadarkan diri, pelaku mengangkat
dan menidurkannya. Awalnya mayat korban akan dibuang. Berhubung hari sudah
sore, mayat kemudian disembunyikan di lemari.

Keesokan harinya pelaku berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun di tengah


jalan pelaku kembali ke rumah kemudian menyerahkan diri ke polisi. Polsek Sawah
Besar yang menerima laporan kemudian bergegas ke rumah pelaku dan menemukan
mayat di lemari pakaiannya. Saat diperiksa pelaku mengaku membunuh karena
terinspirasi film berbau pembunuhan yang pernah dilihat. Saat diperiksa polisi, NF tak
sedikit pun menyatakan penyesalan. Bahkan pelaku merasa puas setelah melakukan
pembunuhan. Polisi masih mendalami kasus pembunuhan dengan pelaku anak di
bawah umur ini dan akan melakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku.

14
BAB III
PENUTUP

Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Kriminologi dapat
didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis, penyebab, dan pengendalian
dari perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta pelanggaran hukum.
Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk
membangun pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan
penelitian empiris.

Kriminologi jelas berkaitan dengan kejahatan. Seperti hal lain, kejahatan dapat
didefinisikan dalam beberapa cara, dan beberapa ahli telah menyarankan bahwa
setidaknya terdapat empat perspektif definisional yang dapat ditemukan dalam
kriminologi yaitu: Legalistik, Sudut pandang politik, Sosiologis, dan Psikologis.
Mereka yang menganut sudut pandang ini mengatakan bahwa kejahatan adalah
definisi dari perilaku manusia yang diciptakan oleh pihak yang berwenang yang
terorganisir secara politik.

Dengan demikian, Perspektif politik mendefinisikan kejahatan dalam hal struktur


kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Penganut perspektif ketiga yaitu sosiologis.
melihat kejahatan sebagai tindakan antisosial bahwa represinya diperlukan atau
seharusnya diperlukan untuk pelestarian sistem masyarakat yang ada.

Kriminologi teoretis, subbidang kriminologi umum, adalah jenis kriminologi yang


paling sering ditemukan di perguruan tinggi dan universitas. Kejahatan tidak terjadi
dalam ruang hampa. Kejahatan mempengaruhi beberapa orang lebih yang memiliki
dampak khusus pada mereka yang merupakan peserta langsung dalam tindakan itu
sendiri. Kejahatan bukan sebagai aktivitas individu yang terisolasi tetapi sebagai
peristiwa sosial.

dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point of view). Batasan kejahatan
dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana.
Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan
hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara
berurutan tersebut pada dasarnya menuju pada suatu tujuan bersama yang
dikehendaki. Korban dalam hal ini sebagi pihak langsung yang mengalam
15
penderitaan akibat dari

16
terjadinya tindak pidana, dapat menyebabkan atau menciptakan situasi dan kondisi
yang menulitkan bagi korban untuk kembali hidup sebagai warga masyarakat seperti
sedia kala. d.Karena dugaan adanya progam pendampingan dan pelayanan tersebut,
korban akan terbantu untuk keluar dari penderitaannya
DAFTAR PUSTAKA

Effrey H. Reiman, The Rich Get Richer and the Poor Get Prison, 4th ed. (Boston:
Allyn & Bacon, 1997)..

Frank Schmalleger, Criminology Today An Integrative Introduction, (Rachel Collett,


2009).

Piers Beirne, Inventing Criminology (Albany: State University of New York Press,
1993).

Charles F. Wellford, “Controlling Crime and Achieving Justice: The American


Society of Criminology 1996 Presidential Address,” Criminology, Vol. 35,
No. 1 (1997).

James F. Gilsinan, “They Is Clowning Tough: 911 and the Social Construction of
Reality,” Criminology, Vol. 27, No. 2 (May 1989).
Joan McCord, “Family Relationships, Juvenile Delinquency, and Adult Criminality,”
Criminology, Vol. 29, No. 3 (August 1991

19

Anda mungkin juga menyukai