Anda di halaman 1dari 139

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA Ny. M.K DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2


DI RUANGAN ST. AGUSTINUS ANGELA
RUMAH SAKIT UMUM
GUNUNG MARIA
TOMOHON

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
HANNA AGNESIA DOPONG
NIM: 2019025

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG MARIA


TOMOHON
2022
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA Ny. M. K DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RUANGAN ST. AGUSTINUS ANGELA
RUMAH SAKIT UMUM
GUNUNG MARIA
TOMOHON

OLEH :
HANNA AGNESIA DOPONG
NIM: 2019025

Sebagai Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan


Ahli Madya Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Gunung Maria

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG MARIA TOMOHON


2022
CURICULLUM VITAE

Identitas Penulis

Nama : Hanna Agnesia Dopong


NIM : 2019025
Tempat/Tanggal Lahir : Tombatu, 14 Agustus 2002
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Alamat : Tombatu III, Jaga IV, Kec. Tombatu Utara
Nomor Handphone : 085242204358
Email : hannaagnesiadopong@gmail.com

Riwayat Pendidikan

SD Gmim 2 Tombatu Tamat Tahun 2013

SMP Negeri 1 Tombatu Tamat Tahun 2016

SMA Negeri 1 Tombatu Tamat Tahun 2019

STIKes Gunung Maria Tomohon Tamat Tahun 2022


KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas segala tuntunan dan penyertaan-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Studi Kasus Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Sistem Endokrin Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang
Irina St. Agustinus Angela Rumah Sakit Umum Gunung Maria Tomohon.
Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program Diploma tiga Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Gunung Maria serta dapat dijadikan pedoman bagi perawat dan
mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe 2. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak
bantuan dan motivasi dari keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, doa serta
dukungan material selama penulis menjalani pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Gunung Maria hingga dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Henny Y. Pongantung, Ns., MSN., DN.Sc sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Gunung Maria, yang sudah memberikan kesempatan dan motivasi
kepada penulis selama menjalani pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Gunung Maria.
2. Sr. Brigitte Y. David, SJMJ, S.Kep.,Ns.,M.Kes sebagai direktur Akademi
Keperawatan Gunung Maria, yang sudah memberikan semangat dan motivasi
bagi penulis.
3. Dr. Vione D.O Sumakul, S.Kep., Ns., M.Kep sebagai pembimbing Karya Tulis
Ilmiah yang telah membantu dan memotivasi penulis selama menempuh
pendidikan dan dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
4. Vina P. Patandung S.Kep., Ners., M.Kep sebagai Pembimbing Akademik
sekaligus Penguji II yang selalu memberikan motivasi dan semangat bagi
penulis.
5. Brigita M. Karrow S.Kep., Ners sebagai wali kelas selama tingkat 1 dan Pricilia
M. Toreh S.Kep., Ners sebagai wali kelas tingkat 2 sampai tingkat 3 yang selalu
sabar mendampingi dan memberi motivasi bagi penulis.
6. Seluruh staf dosen yang telah mendidik dan menuntun penulis selama proses
pembelajaran di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gunung Maria.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Gunung Maria Tomohon, yang sudah
memberikan kesempatan untuk melaksanakan praktek klinik di rumah sakit
dan kepada kepala ruangan, instruktur klinik dan para perawat yang ada di
rumah sakit khususnya di ruang Irina St. Agustinus Angela, atas bimbingan
dan kerjasama selama penulis melaksanakan praktik klinik dan dalam
pengambilan kasus karya tulis ilmiah.
8. Ny. M.W sebagai pasien yang telah bersedia selama tiga hari untuk dilakukan
penelitian dalam pengambilan karya tulis ilmiah.
9. Ucapan terima kasih penulis ucapkan untuk Papa Markus dan Mama Renny,
Kaka Merry, Kaka Fhelmy, Mama Mesen serta seluruh anggota keluarga dan
orang-orang tercinta yang telah memberikan dukungan kepada saya baik
dukungan moril maupun dukungan materil penulis selama menempuh
pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gunung Maria.
10. Teman-teman angkatan ke-XVIII Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gunung
Maria serta sahabat-sahabat di luar angkatan XVIII, yang saling memberikan
motivasi dan masukan selama proses perkuliahan sampai pada penyusunan
karya tulis ilmiah.
Demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini penulis sangat membutuhkan
masukan dan saran bagi karya tulis ilmiah ini, oleh karena itu besar harapan penulis
semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua dalam pengembangan dan
pengetahuan ilmu keperawatan.

Tomohon, Juni 2022

Penulis
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA Ny. M.K DENGAN DIABETES MELIUS TIPE 2
DI RUANGAN ST. AGUSTINUS ANGELA
RUMAH SAKIT UMUM
GUNUNG MARIA
TOMOHON
(Hanna Agnesia Dopong, 2022)
ABSTRAK
Latar belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit menahun degeneratif
yang di tandai dengan adanya kenaikan kadar gula di dalam darah yang disebabkan
oleh kerusakan kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon insulin sehingga terjadi
gangguan metabolisme karohidrat, lemak, dan protein yang dapat menimbulkan
berbagai kelelahan serta komplikasi. Peningkatan penderita Diabetes Melitus terus
beambah jika hal tersebut tidak di tangani dengan benar maka akan menyebabkan
komplikasi yang lebih memperburuk kesehatan. Dari pengambilan data penyakit di
Sulawesi Utara menurut RISKESDAS Sulut pada tahun 2018 dengan jumlah
25,661 Jiwa penderita DM. Metode: Penulis menggnakan metode deskripsi,
adapun sampelnya adalah Ny. M.W, dan data ini diperoleh dengan cara yaitu :
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi aktivitas, memperoleh catatan dan laporan
diagnostik, bekerja sama dengan perawat. Hasil: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 hari diagnosa yang muncul 5 yaitu : ketidakstabilan kadar glukosa
darah, gangguan pola tidur, gangguan integritas kulit/jaringan, risiko infeksi. Dalam
implementasi sebagian besar telah sesuai dengan rencana tindakan yang telah
diterapkan. Kesimpulan: Kerjasama antar tim kesehatan dan pasien atau keluarga
sangat diperlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien sehingga
pada pasien sehingga masalah keperawatan pasien mengenai ketidakstabilan kadar
glukosa darah, gangguan pola tidur, kerusakan integrtas kulit/jaringan, dan risiko
infeksi dapat dilaksanakan dengan baik dan sebagian besar masalah belum teratasi.
Kata kunci: Diabetes Melitus, Ulkus Pedis, Ketidakstabilan kadar glukosa darah
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ v
CURRICULUM VITAE .................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
2.1 Konsep Penyakit ............................................................................. 6
2.1.1 Definisi ................................................................................... 6
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus................................................... 7
2.1.3 Etiologi ................................................................................... 8
2.1.4 Penyebab dan Gejala .............................................................. 11
2.1.5 Anatomi Fisiologi ................................................................... 12
2.1.6 Faktor Resiko .......................................................................... 18
2.1.7 Patofisiologi ............................................................................ 20
2.1.8 Skema Patofisiologi ................................................................ 23
2.1.9 Manifestasi Klinik .................................................................. 25
2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik ....................................................... 26
2.1.11 Pencegahan ........................................................................... 28
2.1.12 Penanganan / Pengobatan ..................................................... 29
2.1.13 Perawatan ............................................................................ 33
2.1.14 Komplikasi ........................................................................... 35
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ........................................................ 40
2.2.1 Pengkajian .............................................................................. 40
2.2.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................... 41
2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................... 42
2.2.4 Diagnosis Keperawatan .......................................................... 43
2.2.5 Intervensi ............................................................................... 44
2.2.6 Evaluasi .................................................................................. 46
BAB III METODOLOGI PENULISAN ...................................................... 47
1.1 Jenis/Desain Penulisan .................................................................. 47
1.2 Subjek Studi Kasus........................................................................ 47
1.3 Definisi Operasional ...................................................................... 47
1.4 Lokasi dan Waktu Studi Kasus ..................................................... 48
1.5 Proses Pengumpulan Data ............................................................. 49
1.6 Penyajian Data............................................................................... 50
1.7 Etika Penelitian ............................................................................. 51
3.7.1 Prinsip Respect To Person ...................................................... 51
3.7.2 Prinsip Benefience .................................................................. 51
3.7.3 Prisip Justice ........................................................................... 52

BAB IV TINJAUAN KASUS ........................................................................ 53


4.1 Pengkajian ...................................................................................... 53
4.1.1 Identitas .................................................................................. 53
4.1.2 Data Medik ............................................................................. 54
4.1.3 Keadaan Umum ...................................................................... 54
4.1.4 Genogram ............................................................................... 55
4.1.5 Pemeriksaan Fisik Head To Toe ............................................. 56
4.1.6 Pengkajian 11 Pola Persepsi Kesehatan ................................. 58
4.1.7 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 64
4.1.8 Terapi Obat ............................................................................. 68
4.1.9 Klasifikasi Data ...................................................................... 69
4.1.10 Analisa Data ......................................................................... 70
4.2 Diagnosis Keperawatan .................................................................. 74
4.3 Intervensi-Implementasi-Evaluasi .................................................. 75
4.4 Catatan Perkembangan ................................................................... 91
4.5 Evaluasi .......................................................................................... 99
BAB V PEMBAHASAN................................................................................. 106
5.1 Pengkajian....................................................................................... 106
5.2 Diagnosa Keperawatan................................................................... 108
5.3 Intervensi, Implementasi, Evaluasi Keperawatan........................... 110
BAB VI PENUTUP ..................................................................... ................... 113
6.1 Kesimpulan..................................................................................... 113
6.2 Saran ............................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 116
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas ....................................................................... 12

Gambar 4.1 Pemeriksaan EKG ........................................................................ 67


DAFTAR TABEL

Halaman

Daftar Tabel 4.1.7.1. Kadar Glukosa Sewaktu................................................. 64

Daftar Tabel 4.1.7.2. Kadar Glukosa Puasa ..................................................... 64

Daftar Tabel 4.1.7.2. Kimia Klinik .................................................................. 64

Daftar Tabel 4.1.7.3. Hematologi .................................................................... 65

Daftar Tabel 4.1.7.4. Urinalisa ......................................................................... 66

Daftar Tabel 4.1.7.5. Kimia Klinik .................................................................. 67


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit menahun degeneratif yang
ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula didalam darah yang disebabkan oleh
kerusakan kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon insulin sehingga terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dapat menimbulkan
berbagai kelelahan serta komplikasi (Irwan, 2016).
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok gangguan metabolisme
ditandai dengan terjadinya hiperglikemia disebabkan oleh kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (American diabetes Association, 2013

dalam Sanjaya, Yanti, & Puspita, (2019). Gangguan kesehatan ini disebut
dengan penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang akan mengalami
peningkatan di masa depan. Hal mengakibatkan komplikasi yang bersifat
menahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2035 akan mengalami
peningkatan menjadi 592 juta orang penderita DM (Nur et al., 2021).
Diabetes melitus terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2. Namun,
yang paling umum terjadi yaitu diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2
sering dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun ke atas, tetapi bisa juga timbul pada
usia di atas 20 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko timbulnya diabetes
melitus tipe 2 adalah faktor keturunan dari keluarga atau genetik, ras atau etnis,
obesitas, gaya hidup yang tidak sehat dan sindrom metabolik. Berdasarkan
penelitian, salah satu penyebab kematian terbesar di dunia yaitu penyakit
kardiovaskuler, dan lebih dari 50% diantaranya berkaitan erat dengan penyakit
diabetes melitus. Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa terdapat 1 orang per
6 detik atau 10 orang per menit yang meninggal karena penyakit diabetes melitus
(Tandara, H, 2017).
Meski sama-sama berhubungan kelebihan gula dalam darah, Diabetes
Melitus Tipe 1 dan Diabetes Melitus Tipe 2 mempunyai beberapa perbedaan yang
sangat mendasar. DM Tipe 1 sering disebut juga sebagai Diabetes bergantung
insulin, hal tersebut disebabkan oleh kondisi pankreas yang tidak dapat
menghasilkan insulin dalam jumlah normal dan tubuh tidak bisa secara efektif
menggunakan insulin, sehingga membuat pankreas di dalam tubuh selalu
bergantung dengan insulin hingga kekurangan. DM Tipe 2 merupakan kondisi
dimana gula darah mengalami kenaikan yang disebabkan oleh sel beta pankreas
memproduksi insulin dalam jumlah sedikit dan juga adanya gangguan pada fungsi
insulin atau resistensi insulin. DM Tipe 2 terdiri dari serangkaian disfungsi yang
ditandai dengan hiperglikemia dan akibat kombinasi resistensi terhadap aksi insulin
yang tidak adekuat, dan sekresi glukagon yang berlebihan atau tidak tepat (Haryono
& Susanti, 2019).
Peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus di dunia pada tahun 2019
sebanyak 463 juta jiwa dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 578 juta jiwa
hingga pada tahun 2045 diperkirakan mencapai 700 juta jiwa. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus di dunia sebesar
51%. Di ASEAN, pada tahun 2019 terdapat 88 juta jiwa yang menderita diabetes
melitus, dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 115 juta jiwa yang menderita
diabetes melitus dan pada tahun 2045 diperkirakan mencapai 153 juta jiwa. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi prevalensi penyakit diabetes melitus di ASEAN
sebesar 74%. Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes
melitus , yaitu pada tahun 2019 terdapat 10,7 juta jiwa . Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus di indonesia sebesar
64,5%. Berdasarkan prevalensi tersebut, indonesia termasuk dalam peringkat
ketujuh sebagai negara dengan prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia.(
International Diabetes Federation, 2019).
Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di indonesia pada tahun 2013 sampai
tahun 2018 mengalami peningkatan dengan prevalensi yaitu dari 1,5% menjadi
2,0%. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki presentasi lebih tinggi
dengan 1,8% dibanding dengan laki-laki dengan 1,2%. Alasannya berkaitan dengan
indeks massa tubuh pada perempuan dan sindrom siklus haid serta ketika
menopause mengakibatkan mudah tertumpuknya lemak akibat terhambatnya
pengangkutan glukosa. Dilihat dari data riskesdas hampir semua provinsi
mengalami peningkatan penderita diabetes melitus rentang tahun 2013-2018
kecuali provinsi nusa tenggara timur (NTT) (RISKESDAS, 2018). Sulawesi Utara
termasuk dalam urutan ketiga tertinggi berdasarkan data yang didapat dengan
prevalensi sebesar 2,27% pada semua golongan usia. Berdasarkan data yang
didapat kabupaten Minahasa dengan prevalensi sebesar 2,29% pada golongan
semua usia. Dari hasil prevalensi diatas dapat dilihat bahwa peningkatan penderita
diabetes melitus terus bertambah jika hal tersebut tidak ditangani dengan benar
maka akan menyebabkan komplikasi yang lebih memperburuk kesehatan.
(RISKESDAS Sulut, 2019).
Asuhan keperawatan adalah salah satu indikator dalam menentukan kualitas
pelayanan dari suatu rumah sakit. Perawat yakni profesi yang memberikan
pelayanan keperawatan kepada pasien, dimana salah satu aspek terpenting dari
kerjanya adalah pendokumentasian asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
merupakan proses atau rangkaian secara langsung kepada klien atau pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Proses keperawatan adalah suatu metode
ilmiah yang sistematis dan terorganisir dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang berfokus pada respon individu terhadap gangguan kesehatan yang
dialami. (Elfira E., Dkk, 2021).
Berdasarkan data tersebut sehingga penulis tertarik mengangkat kasus
penyakit DM Tipe 2 sebagai bahan studi kasus. Karena berdasarkan hasil dari data
tersebut bisa dilihat secara terus-menerus meningkatnya prevalensi DM dari tahun
ke tahun. Adapun manfaat asuhan keperawatan yaitu agar pasien dapat diberikan
perawatan yang tepat lewat penyusunan intervensi, implementasi sampai evaluasi
hasil dari asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Data di atas menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan, dan apabila tidak segera diatasi dapat menyebabkan
komplikasi yang serius. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk mengangkat
kasus Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Ny. M.W Dengan Masalah Utama Diabetes melitus Tipe 2 di Rumah sakit
Gunung Maria Tomohon.
Harapan yang hendak dicapai oleh penulis ialah memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif kepada pasien, meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga tentang DM Tipe 2 serta menambah wawasan bagi pembaca
serta pengalaman bagi penulis dalam memberikan pelayanan keperawatan bagi
pasien DM Tipe 2.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pemberian Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Endokrin pada Ny. M.W di ruangan St. Agustinus Angela Rumah Sakit Umum
Gunung Maria Tomohon selama 4 hari 3 malam yaitu mulai dari tanggal 25 sampai
28 Maret 2022 mulai dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi keperawatan.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Diperolehnya kemampuan dalam mendeskripsikan hasil pelaksanaan
asuhan keperawatan medikal bedah sistem endokrin penyakit dm Tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Gunung Maria Tomohon.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Diperolehnya kemampuan dalam melakukan pengkajian data pada
Ny. M.K dengan masalah utama.
2. Diperolehnya kemampuan dalam menyusun dan menetapkan prioritas
diagnosa keperawatan pada pasien Ny. M.W DM Tipe 2.
3. Diperolehnya kemampuan dalam menyusun rencana keperawatan
pasien DM Tipe 2.
4. Diperolehnya kemampuan dalam melaksanakan rencana keperawatan
pasien DM Tipe 2.
5. Diperolehnya kemampuan dalam melakukan evaluasi terhadap hasil
implementasi asuhan keperawatan pada pasien DM Tipe 2.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Pasien dan keluarga
Untuk meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit DM
Tipe 2 dan meningkatkan kemampuan bagi pasien maupun keluarga dalam
melakukan perawatan terhadap diri sendiri maupun terhadap anggota
keluarga yang menderita DM Tipe 2 baik di rumah sakit maupun di rumah.
1.4.2 Pelayanan keperawatan
Sebagai masukkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan DM Tipe
2.
1.4.3 Institusi pendidikan
Untuk dapat dipakai sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa untuk proses
pembelajaran dalam upaya meningkatkan pengetahuan serta menjadi
referensi dalam menyusun asuhan keperawatan secara khusus pada pasien
dengan DM Tipe 2.
1.4.4 Penulis
Untuk menyelesaikan studi pada program Diploma III di Sekolah Tinggi
Ilmu Keperawatan Gunung Maria Tomohon, serta dapat memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan DM Tipe 2.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin,
gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang
dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, cara yang, serta
hiperglikemia (American Diabetes Association, 2020).
Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling umum, terhitung
sekitar 90% dari semua kasus diabetes. Hal ini umumnya ditandai dengan resistensi
insulin, dimana tubuh tidak sepenuhnya merespon insulin. Karena insulin tidak
dapat bekerja dengan baik, kadar glukosa darah terus meningkat, melepaskan lebih
banyak insulin. Untuk beberapa orang dengan DM Tipe 2 ini akhirnya dapat
menguras pankreas, mengakibatkan tubuh memproduksi insulin lebih sedikit,
menyebabkan kadar gula darah lebih tinggi (hiperglikemia). DM Tipe 2 paling
sering didiagnosis pada orang dewasa yang lebih tua, tetapi semakin terlihat pada
anak-anak, remaja dan dewasa muda karena meningkatnya tingkat obesitas,
aktivitas fisik dan pola makan yang buruk. Landasan manajemen DM Tipe 2 adalah
diet sehat, peningkatan aktivitas fisik dan menjaga berat badan yang sehat. Obat
oral dan insulin juga sering diresepkan untuk membantu mengontrol kadar glukosa
darah. (International Diabetes Federation, 2020).
Diabetes melitus atau sering disebut " penyakit gula "merupakan suatu
keadaan dimana seseorang memiliki kadar gula darah tinggi. Sebagian besar
makanan yang kita makan dipecah menjadi sejenis gula yang dikenal dengan
glukosa. Sel manusia mengambil glukosa dan menggunakannya untuk kebutuhan
tubuh seperti energi. Untuk mengambil glukosa sel tubuh manusia
membutuhkan insulin atau hormon yang diproduksi oleh pankreas. Seperti kunci
yang membuka gerbang dalam dinding sel manusia, dan tubuh manusia
menggunakan glukosa sebagai energi. (Patandung, 2019).
2.1.2. Klasifikasi Penyakit Diabetes Melitus
Menurut American diabetes Association (ADA) tahun 2020, klasifikasi diabetes
melitus yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus
gestasional, dan diabetes melitus tipe lain. Namun jenis diabetes melitus yang
paling umum yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.
1. Diabetes melitus tipe 1 (Diabetes melitus Bergantung Insulin)
Diabetes melitus tipe 1 merupakan proses autoimun atau
idiopatik dapat menyerang orang semua golongan semua umur,
namun lebih sering terjadi pada anak-anak. Penderita diabetes melitus
tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol
glukosa darahnya (IDF, 2019) ini sering disebut juga insulin
dependent diabetes melitus (IDDM), Yang berhubungan dengan anne-
marie body berupa islet cell antibodies (ICA), insulin autoantibodies
IAA), glutamic acid decarboxylase antibodies (GADA). 90% anak-
anak penderita IDDM mempunyai jenis antibodi ini (Bustan et al.,
2017).
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Tidak Bergantung Insulin)
DM Tipe 2 juga disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDIM) atau Adult Onset Diabetes. jumlah
penderita DM tipe 2 merupakan kelompok yang terbesar, hampir
mencapai 90-95% dari seluruh kasus DM, terjadi pada usia dewasa
yaitu usia pertengahan kehidupan dan peningkatannya lebih tinggi
pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Karena resistensi insulin, jumlah reseptor insulin pada
permukaan sel berkurang, walaupun jumlah insulin tidak berkurang.
Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
meskipun insulin tersedia. Keadaan ini disebabkan obesitas terutama
tipe sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurangnya
aktivitas fisik serta faktor keturunan.
Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab pasti dan
mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui
sebagai faktor terjadinya resistensi terhadap insulin. Alasan ini
dikaitkan dengan pengeluaran kelompok hormon tertentu yang
merusak toleransi glukosa. 90% pasien DM Tipe 2 ditemukan
mengalami obesitas sentral (obesitas dengan penumpukan lemak di
daerah perut) (Suryati , 2021).
3. Diabetes melitus gestasional
Wanita hamil yang belum pernah mengidap DM, tetapi
memiliki angka gula darah cukup tinggi selama kehamilan dapat
dikatakan telah menderita diabetes gestasional.
Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga
kehamilan dan tidak mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan.
(American Diabetes Association, 2020).
4. Diabetes melitus tipe lain
Penyakit DM Tipe lainnya dapat berupa DM yang spesifik yang
disebabkan oleh berbagai kondisi seperti yang disebabkan oleh
berbagai kondisi seperti kelainan genetik yang spesifik (kerusakan
genetik sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas,
gangguan endokrin lain, infeksi, obat-obatan dan beberapa bentuk
lainnya yang terjadi.
Contoh dari diabetes melitus tipe lain (American Diabetes
Association, 2020) yaitu:
a. Sindrom diabetes monogenik ( diabetes neonatal)
b. Penyakit pada pankreas
c. Diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan
glukokortikoid pada HIV atau AIDS atau setelah transplantasi
organ).
2.1.3. Etiologi
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM)
Penyebab rusaknya sel beta pada pankreas yang menimbulkan
DM Tipe 1 pada tubuh belum diketahui secara pasti, akan tetapi ada
kemungkinan bahwa sebab dari penyakit ini adalah faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
seseorang terserang penyakit DM Tipe 1 itu meliputi faktor infeksi
dari virus tertentu yang menyerang tubuh, atau bisa juga dikarenakan
obat-obatan yang mengandung senyawa kimia yang dapat merusak
sel-sel di pankreas. Selain itu, penyebab dari Dm Tipe 1 bisa juga
dikarenakan oleh beberapa hal seperti Rubella, human coxsackievirus
B4, rusaknya genetik dari sel beta dari aksi insulin, serta adanya
penyakit di pankreas misalnya pankreatitis trauma, atau neoplasma
(Haryono & Susanti, 2019).
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Non Insulin dependent Diabetes Melitus
(NIDDM)
Diabetes Melitus dikenal sebagai the silent killer , karena DM
bisa berdampak pada semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai
macam keluhan. Sekitar 90-95% pasien DM memiliki DM Tipe 2. Hal
ini terjadi karena ada penurunan sensitivitas dari insulin (Resistensi
terhadap insulin), atau semacam penurunan produksi jumlah insulin.
Sejatinya penyakit ini berasal dari adanya gangguan pada
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen. DM
Tipe 2 merupakan jenis Diabetes yang tidak tergantung insulin.
Penyakit DM Tipe 2 umumnya menyerang pada orang dewasa
dengan umur sekitar 30 tahun ke atas, meskipun begitu remaja
maupun anak-anak juga masih memiliki peluang untuk
mengalaminya. Umumnya, berdasarkan banyaknya kasus yang
ditemukan, DM Tipe 2 sangat mudah menyerang orang-orang yang
memiliki berat badan berlebih atau obesitas, karena gangguan
kelebihan berat badan merupakan sebuah kondisi yang dapat
menurunkan jumlah penyerapan dari sel target insulin di seluruh
tubuh. Penyebab pasti yang dapat menyebabkan seseorang
mengembangkan DM Tipe 2 hingga saat ini belum diketahui secara
jelas. Meski begitu berdasarkan beberapa kasus yang dilaporkan, ada
beberapa faktor tertentu yang dapat meningkatkan risiko seseorang
mengidap Diabetes Tipe ini. ( Haryono & Susanti, 2019).
Faktor-faktor tersebut meliputi :
a. Usia
Faktor risiko terkena DM Tipe 2 dapat meningkat seiring
bertambahnya usia, terutama pada orang yang menginjak
usia 45 tahun ke atas. Hal tersebut disebabkan karena
orang berumur 45 tahun keatas cenderung atau kurang
rutinitas berolahraga atau melakukan aktivitas fisik,
kehilangan massa otot, dan adanya peningkatan pada berat
badan seiring bertambahnya usia meskipun begitu, saat ini
jumlah penderita DM Tipe 2 juga meningkat secara drastis
di kalangan anak-anak, remaja, dan orang dewasa muda.
b. Riwayat keluarga (Genetik)
Risiko DM Tipe 2 cenderung diturunkan atau diwariskan,
bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM
memiliki DM memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota
keluarga yang tidak menderita DM.
c. Distribusi lemak
Jika tubuh menyimpan lemak terutama di perut, risiko DM
Tipe 2 lebih besar dari pada jika tubuh menyimpan lemak
di tempat lain, seperti pinggul dan paha.
d. Obesitas
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama dari
adanya DM Tipe 2. Obesitas mengakibatkan sel-sel beta
pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh
terhadap penurunan produksi insulin. Dengan semakin
banyaknya jaringan lemak yang dimiliki seseorang, maka
semakin banyak juga sel yang berubah menjadi insulin.
Namun, demikian seseorang tidak harus mengalami
obesitas untuk mengembangkan DM Tipe 2.
e. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini
berakibat pada penurunan fungsi pankreas. ( Haryono &
Susanti, 2019).
2.1.4. Penyebab dan Gejala
Diabetes sering disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau gaya hidup
sehat seseorang. Selain itu faktor lingkungan sosial dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan juga menimbulkan penyakit diabetes dan komplikasinya. Diabetes dapat
mempengaruhi berbagai sistem organ tubuh manusia dalam jangka waktu tertentu,
yang disebut komplikasi. Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi pembuluh
darah mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk
kerusakan sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan
kerusakan mata (retinopati) (Rosyanda, 2013).
Faktor risiko penyakit Diabetes Tipe 2 antara lain usia, aktifitas fisik,
terpapar asap rokok, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup,
adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat
ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktivitas fisik, umur, stres,
tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2, dan
orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,4 kali terkena
penyakit DM tipe 2 jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan
ideal atau normal.
Gejala lain dari penyakit DM yaitu antara lain :
1. Poliuria (sering buang air kecil)
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari
(poliuria), hal ini dikarenakan kadar glukosa darah melebihi ambang
ginjal (>180 mg/dL), sehingga gula akan dikeluarkan melalui urine.
Guna menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh akan
menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam
jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil, haluaran
urine harian sekitar 1,5 liter tetapi pada pasien DM yang tidak
terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini.
2. Polidipsi (Sering merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak
mungkin)
Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan
rasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air
dingin, manis, segar dan air dalam jumlah banyak.
3. Polifagi ( cepat merasa lapar )
Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin
menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga memasukkan gula
kedalam sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk-pun menjadi
kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa kurang
tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga
berpikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh
kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan alarm rasa lapar.
4. Berat badan menurun
Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula
karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan
protein yang ada dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam
sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa
kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam urine per 24 jam (setara
dengan 2000 kalori perhari hilang dari tubuh). Kemudian gejala lain
atau gejala tambahan yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan
karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang
tidak kunjung sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah
selangkangan ( pruritus vulva) dan pada pria ujung penis terasa sakit
(balanitis) (Simatupang,2017).
2.1.5 Anatomi Fisiologis Sistem Endokrin
1. Anatomi
2. Fisiologis
a. Pankreas
Pankreas terletak melintang di bagian otak abdomen di
belakang Gaster di retroperitoneal di sebelah kiri ekor pankreas
mencapai hilus limpa di arah kranial dorsal bagian atas kiri
kaput pankreas dihubungkan dan corpus pankreas oleh leher
pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm. Arteri dan vena mesenterika superior berada
di dorsal leher pankreas. duodenum bagian horizontal dan
bagian dari penonjolan posterior bagian kiri bawah kaput
pankreas ini disebut prosesus unsinatus pankreas, melingkari
arteri dan vena tersebut.
Pankreas adalah organ pipih yang terletak di belakang dan
sedikit di bawah lambung dan abdomen. Didalamnya terdapat
Kumpulan sel yang berbentuk seperti Pulau pada peta yang
berisi Sel Beta yang mengeluarkan hormon insulin, yang saat
berperan dalam mengatur kadar glukosa darah, Sel Beta
mensekresi insulin yang menurunkan kadar glukosa darah, juga
sel Delta yang mengeluarkan somatostatin. Pankreas terdiri dari
lobus lobus masing-masing terdiri dari 1 pembuluh kecil yang
mengarah pada duktus utama dan berakhir pada jumlah
alveolus. Alveoli dilapisi oleh sel-sel yang mensekresi enzim
yang disebut tripsinogen, amilase, dan lipase. (Wijaya & Putri,
2013).
Pankreas terdiri dari lobus-lobus, masing-masing terdiri
dari satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan
berakhir pada jumlah alveolus dilapisi oleh sel-sel yang
mensekresi enzim yang disebut tripsinogen, amilase dan lipase.
1) Adapun batas-batas dari bagian pankreas adalah sebagai
berikut, kaput pankreas meluas ke kanan sampai pada
lengkungan duodenum terletak sebelah anterior dari vena
cava superior dan vena renalis kiri.
2) Processus uncinatus yang merupakan bagian dari
pankreas terletak di bawah vena mesenterika superior.
3) Kolum pankreas yang merupakan hubungan antara korpus
dan kaput pankreas terletak di atas pembuluh darah
mesenterika superior dan vena porta.
4) Korpus pankreas berbentuk segitiga dan meluas hingga ke
hilus ginjal kiri terletak di atas aorta, vena renalis kiri,
pembuluh darah limpa dan pangkat vena mesenterika
inferior.
5) Kauda pankreas terletak pada ligamentum lienorenal dan
berakhir pada hilus limpa.
b. Enzim-enzim terdiri dari :
1) Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh
enterokinase, enzim yang disekresi usus halus dalam
bentuk aktifnya, tripsin mengubah pepton dan protein
menjadi asam amino.
2) Amilase mengubah zat Pati, baik yang masak dan tidak
masak, menjadi maltosa.
Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol
setelah empedu mengemulsi lemak yang meningkatkan
area permukaan. (Wijaya & Putri, 2013)
Ada lima hormon yang meningkatkan kadar glukosa
darah:
a) Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar
glukosa dalam darah dibentuk oleh sel-sel beta
Pulau langerhans pankreas.
b) Glukosa yang yang disekresi oleh sel-sel Alfa Pulau
langerhans berfungsi meningkatkan kadar glukosa
dalam darah.
c) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan
jaringan kromafin lain, berfungsi meningkatkan
kadar glukosa dalam darah.
d) Glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal.
e) Growth hormon yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis anterior, glukagon, epinefrin
glukokortikoid dan growth hormon, membentuk
suatu perlawanan mekanisme regulator yang
mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh
insulin.
Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri
dari eksokrin dan endokrin 99% dari kelenjar
merupakan eksokrin yang terdiri atas sel-sel asinus
pankreas dan duktus pankreas dan 1% lainnya
merupakan endokrin oleh sel-sel langerhans.
c. Sekresi eksokrin
Sekresi pankreas mengandung enzim untuk mencernakan 3
jenis makanan utama:
1) Protein ( tripsin, kimotripsin, karboksi polipeptidase)
2) Karbohidrat ( amilase pankreas)
3) Lemak ( lipase pankreas)
Disintesis oleh sel asinus pankreas dan kemudian
dikeluarkan Melalui duktus pankreatikus. Sel pankreas
mengeluarkan cairan elektrolit dan enzim sebanyak 1500-
2500 mL. Sehari 8-8,3. Sekresi eksokrin pankreas diatur
oleh mekanisme humoral dan neural dalam tiga fase yaitu:
fase sefalik melalui asetilkolin yang dibebaskan ujungnya.
Vagus merangsang sekresi enzim pencernaan pankreas
pada fase gastrik dengan adanya protein dalam
makanan akan merangsang keluarnya gastrin yang juga
merangsang keluarnya enzim pencernaan ke dalam
duodenum, dan ketika kimus yang bersifat
asam memasuki duodenum pada fase intestinal.
Membran mukosa duodenum menghasilkan hormon
peptida sekretin ke aliran darah, hormon ini kemudian
akan menstimulasi sekresi pankreas yang mengandung
ion dan konsentrasi tinggi.
d. Sekresi endokrin
Sekresi hormon dihasilkan oleh sel islet dari Langerhans.
Setiap Pulau berdiameter 75-150 macron berjumlah sekitar 1
sampai 2 juta yang dikelilingi oleh sel-sel asinus pankreas,
disekelilingnya terdapat kapiler darah khusus dengan pori-pori
yang besar. Sel-sel islet pankreas mempunyai tiga tipe sel
mayor, yang masing-masing memproduksi endokrin yang
berbeda yaitu sel alfa (20%) terletak di perifer dan memproduksi
glukagon, sel beta (75%) terletak di sentral memproduksi
hormon insulin, sel delta (5%) yang mensekresi hormon
somatostatin, dan sisanya yang memproduksi pankreas
polipeptida (Wijaya & Putri, 2013).
e. Insulin
Pengeluaran insulin oleh sel beta dirangsang oleh
kenaikan glukosa dalam darah yang ditangkap oleh reseptor
glukosa pada sitoplasma permukaan sel beta akan merangsang
pengeluaran ion kalsium dalam sel. Ion Kalsium akan
meningkatkan eksositosis dari vesikel sekresi yang berisi insulin
dan meningkatkan jumlah insulin dalam beberapa detik. Jika
keadaan hiperglikemia masih bertahan maka M-RNA akan
dibentuk dalam nukleus dan berpindah ke sitoplasma untuk
selanjutnya meningkatkan sintesis dari rantai polipeptida
tunggal (proinsulin) didalam RE, dan selama pembentukan
dalam aparatus golgi. Proinsulin ini akan diikat oleh 2 disulfida
yang oleh enzim protease akan diubah menjadi insulin dan
disimpan dalam vesikel sekresi yang jika dibutuhkan akan
dikeluarkan melalui proses eksostosis. Insulin bekerja dengan
jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel target. Mekanisme kerja insulin dapat berlangsung
segera dalam beberapa detik, dalam beberapa menit, atau dalam
beberapa jam (Wijaya & Putri, 2013).
f. Glukagon
Glukagon mempunyai fungsi yang berlawanan dengan
hormon insulin yaitu meningkatkan konsentrasi glukosa.
Efek glukagon pada metabolisme glukosa adalah:
1) Pemecah glikogen di hati (glikogenolisis)
2) Meningkatkan glukoneogenesis pada hati
Glukagon juga meningkatkan lipolisis, menghambat
penyimpanan trigliserida dan efek ketogenik. Selain itu
glukagon konsentrasi tinggi mempunyai efek inotropik
pada jantung, juga meningkatkan sekresi empedu dan
menghambat sekresi asam lambung (Wijaya & Putri,
2013).
g. Somatostatin
Somatostatin merupakan polipeptida dengan 14 asam amino dan
berat molekul 1640 yang dihasilkan sel-sel P. Langerhans.
Hormon ini juga berhasil diisolasi di hipotalamus, bagian otak
lainnya dan saluran cerna. Sekresi Somatostatin ditingkatkan
oleh :
1) Meningkatkan konsentrasi gula darah
2) Meningkatkan konsentrasi asam lemak
3) Meningkatkan konsentrasi asam amino
4) Meningkatkan konsentrasi beberapa hormon saluran
cerna yang dilepaskan pada saat makan.
Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulin
dan glukagon hormon ini juga mengurangi motilitas lambung,
duodenum dan kandung empedu sekresi dan absorbsi saluran
cerna juga dihambat. Selain itu somatostatin menghambat
sekresi hormon pertumbuhan yang dihasilkan hipofise anterior
(Wijaya & Putri, 2013).

h. Pankreas Polipeptida
Hormon ini terdiri dari 36 asam amino dengan berat
molekul 4200. Sampai saat ini proses sintesisnya belum jelas.
Sekresinya dipengaruhi oleh hormon kolinergik, dimana
konsentrasinya dalam plasma menurun setelah pemberian
atropine. Sekresi juga menurun pada pemberian somatostatin
glukosa intravena. Sekresinya meningkat pada pemberian
protein, prasa, latihan fisik dan keadaan hipoglikemia akut
(Wijaya & Putri, 2013).
2.1.6. Faktor Risiko
Sudah lama diketahui bahwa DM merupakan salah satu penyakit yang
diturunkan dari orang tua kepada anak. Bila orang tua menderita Diabetes, maka
anak-anaknya akan menderita Diabetes, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup,
diperlukan adanya faktor pencetus atau faktor risiko seperti pola makan yang salah,
gaya hidup, aktivitas kurang gerak, infeksi dan lain-lain. Faktor risiko DM Tipe 2
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah :
a. Umur
Umur merupakan faktor pada orang dewasa, dengan semakin
bertambahnya umur kemampuan jaringan mengambil glukosa
darah semakin menurun. Penyakit ini lebih banyak terdapat
pada orang berumur di atas 40 tahun dari pada orang yang lebih
muda.
b. Keturunan
DM Tipe II bukan penyakit menular tetapi diturunkan. Namun
bukan berarti anak dari kedua orang tua yang diabetes pasti akan
menginap diabetes juga, sepanjang bisa menjaga dan
menghindari faktor risiko yang lain. Sebagai faktor risiko secara
genetik yang perlu diperhatikan apabila kedua atau salah
seorang dari orang tua, saudara kandung, anggota keluarga
dekat mengidap diabetes. pola genetik yang kuat pada DM Tipe
2. Seseorang yang memiliki saudara kandung mengidap DM
Tipe 2 memiliki risiko yang jauh lebih tinggi menjadi pengidap
diabetes (Suryati I, 2021).
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi/diubah :
Faktor risiko yang berawal dari perilaku, sehingga memiliki
kemungkinan atau memberi peluang untuk diubah dan
dimodifikasi.
a. Pola makan yang salah
Pola makan yang salah dan cenderung berlebih menyebabkan
timbulnya obesitas. Obesitas sendiri merupakan faktor
predisposisi utama dari penyakit DM Tipe 2.
b. Aktivitas fisik kurang gerak
Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kurangnya pembakaran
energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan
disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh. Penyimpanan yang
berlebihan akan mengakibatkan obesitas.
c. Obesitas
Diabetes terutama DM Tipe 2 sangat erat hubungannya dengan
obesitas. Laporan International Diabetes Federation (IDF)
tahun 2004 menyatakan bahwa 80% dari penderita diabetes
ternyata mempunyai berat badan yang berlebihan.
d. Stress
Reaksi setiap orang ketika stress melanda berbeda-beda.
Beberapa orang mungkin kehilangan nafsu makan sedangkan
orang lainnya cenderung makan lebih banyak. Stress mengarah
pada kenaikkan berat badan terutama karena kortisol, hormon
stress yang utama. Kortisol yang tinggi menyebabkan
peningkatan pemecahan protein tubuh, manifestasinya
meningkatkan trigliserida dan gula darah atau yang dikenal
dengan istilah hiperglikemia.
e. Pemakaian obat-obatan
Memiliki riwayat menggunakan obat golongan kortikosteroid
dalam jangka waktu lama (Suryati, 2021).
2.1.7. Patofisiologi
1. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1
Manifestasi DM Tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran-membran sel ke dalam
sel. Molekul mukosa menumpuk dalam peredaran darah,
mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke
dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah meningkatkan
aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik
osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran
urine. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah
melebihi ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL glukosa
diekskresikan dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria.
Penurunan volume intraseluler dan peningkatan haluaran urine
menyebabkan dehidrasi, mulut menjadi kering dan sensor haus
diaktifkan, yang menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang
banyak polidipsia (Maria I, 2021).
Glukosa tidak dapat masuk kedalam sel tanpa insulin. produksi
energi menurun. Penurunan energi ini menstimulasi rasa lapar dan
orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan
meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air
dan memecah protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber
energi. Malaise dan keletihan menyertai penurunan energi.
Penglihatan yang buram juga umum terjadi, akibat pengaruh osmotik
yang menyebabkan pembengkakkan lensa mata (Maria I, 2021).
Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidispia,
dan polifgia, desertai dengan penurunan berat badan, malaise dan
keletihan. Bergantung pada tingkat kekurangan insulin,
manifestasinya bervariasi dari ringan hingga berat. Orang dengan DM
Tipe 1 membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk
mempertahankan hidup (Maria I, 2021)
.
2. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2:
Patogenesis DM Tipe 2 berbeda signifikan dari DM Tipe 1.
Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi
faktor mayor dalam perkembangan. Sel beta terpapar secara kronis
terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang
efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena
ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar
glukosa. Rasio proinsulin (prekursor insulin) terhadap insulin
disekresi juga meningkat (Maria I, 2021).
DM Tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang
terjadi meski tersedia insulin endogen, kadar insulin yang dihasilkan
pada DM Tipe 2 berbeda-beda dan meski ada, fungsinya dirusak oleh
resistensi insulin di jaringan perifer. Hati memproduksi glukosa darah
lebih normal, karbohidrat dalam makanan tidak dimetabolisme
dengan baik, dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah insulin
yang kurang dari yang dibutuhkan (Maria I, 2021).
Faktor utama perkembangan DM Tipe 2 adalah resistensi selular
terhadap efek insulin. resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan,
tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan pertambahan usia. Pada
kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk
mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot
rangka, dan jaringan adiposa. Hiperglikemia meningkat secara
perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum DM di diagnosis,
sehingga kira-kira separuh diagnosis baru DM Tipe 2 yang baru di
diagnosis sudah mengalami komplikasi (Maria I,2021).
Proses patofisiologi dalam DM Tipe 2 adalah resistensi terhadap
aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer.
Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Orang dengan DM Tipe
2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa,
yang mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan
sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan
ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan
ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin perifer tidak
jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berkaitan terhadap
reseptor pada muka sel.
Insulin adalah hormon pembangun (anabolik). Tanpa insulin,
tiga masalah metabolik mayor terjadi : (1) penurunan pemanfaatan
glukosa, (2) peningkatan mobilisasi lemak, dan (3) peningkatan
pemanfaatan protein (Maria I, 2021).
Luka diabetes (diabetic ulcers) seringkali disebut diabetic foot
ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropati. Luka diabetes atau
neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetik
melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik. Luka diabetes
adalah luka yang terjadi pada kaki penderita diabetes, dimana terdapat
kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus yang tidak
terkendali. Kelainan kaki diabetes melitus dapat disebabkan adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan adanya infeksi.
(Lede M.J, Hariyanto T, 2018).
2.1.9. Manifestasi klinis
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.
Kencing yang sering dan dalam jumlah yang banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
1. Banyak kencing (poliuria) kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah yang banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama
pada waktu malam hari.
2. Banyak minum (polidipsia) rasa haus amat sering dialami penderita
karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini
justru sering disalah tafsirkan karena penyebab rasa haus dianggap
karena udara yang panas atau beban kerja yang berat.
3. Banyak makan (polifagia) rasa lapar yang semakin besar sering timbul
pada penderita DM karena pasien mengalami ketidakseimbangan
kalori, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar.
4. Penurunan berat badan dan rasa lemah badan. Penurunan berat badan
yang berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan
kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus (Wijaya & putri, 2013).
Selain itu gejala dan tanda umum yaitu luka yang sukar untuk sembuh, tubuh mudah
terserang infeksi, merasa gatal-gatal, perubahan pada mata seperti peradangan yang
mulai kabur, dan merasa kelelahan meski sudah memiliki waktu istirahat yang
cukup. Sementara pada beberapa kasus, dengan kadar gula darah yang terus-
menerus mengalami peningkatan hingga pasien mengalami hiperglikemia, maka
akan muncul tanda-tanda dan gejala lebih lanjut seperti:
1. Mulut terasa kering
2. Selalu ingin minum meski merasa sudah cukup asupan cairannya
3. Kehilangan kesadaran
4. Hipotensi
5. Infeksi yang teru-menerus kambuh, seperti ISK atau terserang infeksi
mulut/sariawan (Haryono & susanti 2019)

2.1.10. Pemeriksaan Diagnostik


1. Kadar glukosa darah
Tabel 2.1 : Kadar glukosa darah sewaktu dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah
DM Belum pasti DM
Sewaktu (mg/dl)

Plasma Vena >200 100-200

Darah Kapiler >200 80-100

Tabel 2.2 : Kadar glukosa darah puasa dengan metode enzimatik


sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Puasa
DM Belum Pasti DM
(mg/dl)

Plasma vena >120 110

Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dL (7,2 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (1 jam post prandial
(pp) >200 mg/dL).
3. Tes A1C
Tes A1C mengukur kadar glukosa darah selama 2 hingga 3 bulan.
Keuntungan diagnosis dengan cara ini adalah bahwa pasien tidak
perlu berpuasa sebelum pemeriksaan. Diabetes didiagnosis A1C
apabila kadar yang lebih besar atau sama dengan 6,5%

Tabel 2.3 : Tes A1C


Hasil A1C

Normal <5.7%

Prediabetes 5.7%-6.4%

Diabetes ≥6.5%

4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)


TTGO adalah tes dua jam yang memeriksa kadar glukosa yang manis
glukosa darah sebelum dan setelah 2 jam pasien minum-minuman
khusus. Hal ini untuk mengetahui bagaimana tubuh merespons
glukosa. Diabetes di diagnosis apabila glukosa darah lebih besar dari
atau sama dengan 200 mg/dL 2 jam setelah tes dilakukan.
Tabel 2.4 tes TTGO
Hasil TTGO

Normal <100 mg/dL

Prediabetes 100-125 mg/dL

Diabetes ≥126 mg/dL

5. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk melihat adanya komplikasi.
6. Tes saring
Tes-tes saring DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urin :
1) Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
2) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
7. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa
darah 2 jam postprandial), glukosa jam ke 2 TTGO
8. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah :
a. GDP : Plasma Vena, darah kapiler
b. GD2PP : plasma vena, darah kapiler
c. A1C : darah, vena kapiler
9. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin : asam urat
c. Kolesterol total : plasma ena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa) (Nurarif & kusuma, 2016).

2.1.11. Pencegahan
Melakukan modifikasi gaya hidup, diantaranya menurunkan berat badan,
latihan fisik dan mengurangi konsumsi lemak dan kalori. Menurut (Suryati I, 2021)
secara terinci upaya pencegahan yang perlu dilakukan adalah :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah seseorang terserang
penyakit diabetes, meliputi :
a. Membiasakan makan dengan pola makan gizi seimbang
b. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
c. Menghindari zat atau obat yang dapat mencetuskan timbulnya
diabetes.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mendeteksi diabetes
secara dini, mencegah penyakit tidak menjadi lebih para dan
mencegah timbulnya komplikasi. Hal yang perlu dilakukan adalah :
a. Tetap melakukan pencegahan primer
b. Pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi diabetes
c. Mengatasi gula darah dan obat-obatan baik oral maupun suntik
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kecacatan
lebih lanjut dari komplikasi yang sudah terjadi, seperti
pemeriksaan pembuluh darah pada mata (pemeriksaan funduskopi
tiap 6-12 bulan), pemeriksaan otak, ginjal serta tungkai kaki.
(Suiraoka, 2012).
2.1.12. Penanganan/pengobatan
Diabetes Melitus Tipe 2 ini dirawat dengan cara melakukan diet dan
olahraga. Serta ada juga perawatan menggunakan oral hypoglycemic sesuai dengan
apa yang dibutuhkan. Selain pengobatan tersebut, ada 13 pengobatan yang dapat
diterapkan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2, yaitu :
1. Metformin
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah glucophage,
glumetza, dan masih banyak jenis lainnya. Jenis obat-obatan yang
terkandung dalam metformin adalah obat yang dianjurkan pertama
kali dalam peresepan pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Obat ini bekerja
dengan meningkatkan sensitivitas jaringan tubuh terhadap insulin
sehingga tubuh menggunakan insulin lebih efektif. Selain itu,
metformin juga memiliki fungsi sebagai penurun produksi glukosa di
hati. Pada saat penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek
samping seperti mual dan diare. Efek samping ini biasanya akan
hilang saat tubuh sudah terbiasa dengan obat. Jika metformin dan
perubahan gaya hidup tidak cukup untuk mengontrol kadar gula
darah, obat oral atau suntikan lainnya dapat ditambahkan (Haryono
& Susanti, 2019).
2. Pioglitazone
Pioglitazone memiliki fungsi sebagai pemicu sel-sel tubuh
untuk dapat memiliki kesensitifan yang lebih terhadap insulin,
sehingga akan ada banyak glukosa yang bisa dialirkan dari dalam
darah. Umumnya pioglitazone dikonsumsi dengan metformin,
sulfonilurea, atau bisa juga dikonsumsi keduanya sekaligus. Pada saat
penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek samping seperti
bertambahnya berat badan, dan adanya pembengkakkan di
pergelangan kaki. Bagi orang yang memiliki riwayat jantung atau
mempunyai risiko tinggi terkena patah tulang, maka sangat tidak
dianjurkan untuk mengonsumsi pioglitazone (Haryono & Susanti,
2019).
3. Nateglinide dan Repaglinide
Kedua obat ini sangat dianjurkan pada pasien yang mempunyai
jadwal makan di jam-jam yang tidak menentu atau tidak pada
umumnya. Fungsi dari kedua obat tersebut adalah melakukan
rangsangan terhadap pankreas agar bisa menghasilkan insulin lebih
banyak ke dalam aliran darah. Nateglinide dan repaglinide memiliki
efek samping yang cukup membuat khawatir pasiennya, yaitu
hipoglikemia dan kenaikan berat badan (Haryono & Susanti, 2019).
4. Sulfonilurea
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah glyburide
(DiaBeta, Glynase), glipizide (Glucotrol) dan glimepiride (Amaryl).
Obat-obatan jenis ini memiliki fungsi sebagai pembantu tubuh dalam
memproduksi insulin lebih banyak. Pada saat penggunaan,
kemungkinan akan ditemukannya efek samping seperti gula darah
rendah dan peningkatan berat badan (Haryono & Susanti, 2019).
5. Meglitinid
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah repaglinide
(prandin) dan nateglinide (starlix) yang memiliki fungsi sama seperti
sulfonilurea yaitu melakukan perangsangan terhadap pankreas untuk
dapat menghasilkan lebih insulin banyak. Meski dikatakan mirip
dengan sulfonilurea, obat-obatan jenis ini memiliki tindakan yang
lebih cepat, dan durasi efek dalam tubuh lebih pendek. Pada saat
penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek samping seperti
risiko tinggi terserangnya gula darah rendah, dan bertambahnya berat
badan (Haryono & Susanti, 2019).
6. Gliptin
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini meliputi linagliptin,
saxagliptin, sitagliptin, dan vildagliptin. Obat jenis ini dikenal dengan
sebutan lain sebagai obat penghambat DPP-4 dalam mencegah
pemecahan hormone glucagon-likepeptide-1 (GLP-1). GLP-1
merupakan hormon yang berfungsi di produksi insulin saat kadar gula
darah dalam keadaan tinggi. Gliptin memiliki fungsi utama sebagai
pembantu dalam meningkatkan kadar insulin di saat kadar gula naik.
Selain itu, yang membuat obat ini dianjurkan adalah fungsinya dalam
melakukan penghambatan pada meningkatnya kadar gula darah
tinggi tidak akan mengakibatkan hipoglikemia, dan tidak akan
membuat pasien yang mengonsumsinya mengalami kenaikan berat
badan. Obat jenis ini umumnya dianjurkan pada pasien yang tidak
mampu mengkonsumsi obat jenis sulfonilurea atau glitazone
(Haryono & Susanti, 2019).
7. Thiazolidinedione
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah metformin atau
yang tergolong dalam rosiglitazone (avandia) dan pioglitazone
(actos). Obat-obatan jenis ini memiliki fungsi sebagai pemicu pada
jaringan tubuh agar menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Pada saat
penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek samping seperti
bertambahnya berat badan, dan efek samping lain yang lebih serius,
seperti peningkatan risiko gagal jantung dan patah tulang. Karena
risiko-risikonya obat-obat jenis ini tidak dianjurkan untuk menjadi
perawatan pilihan pertama (Haryono & Susanti, 2019).
8. DPP-4 Inhibitor
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah sitagliptin
(Januvia), saxagliptin (Onglyza) dan linagliptin (Trajenta). Obat jenis
ini memiliki fungsi sebagai pembantu dalam mengurangi kadar gula
darah. Pada saat penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya efek
samping yang sederhana, seperti gatal-gatal, dan pembengkakan pada
wajah, bibir, atau bisa juga pada tenggorokan (Haryono & Susanti,
2019).
9. Agonis Reseptor GLP-1
Obat-obatan yang tergolong dalam jenis ini adalah exenatide
(byetta) dan liraglutide (victoza) yang memiliki fungsi sebagai obat
yang memperlambat pencernaan, dan membantu menurunkan kadar
gula darah. Pada saat penggunaan, kemungkinan akan ditemukannya
efek samping seperti mual, penurunan berat badan, dan peningkatan
risiko pankreatitis. Jenis obat ini tidak direkomendasikan untuk
digunakan sendiri (Haryono & Susanti, 2019).
10. Inhibitor SGLT2
Salah satu jenis obat diabetes yang terbaru di pasaran. inhibitor
SGLT2 berfungsi sebagai pencegah pada ginjal agar tidak menyerap
kembali gula ke dalam darah. Sebaliknya, gula diekskresikan dalam
urine. Obat yang tergolong dalam jenis ini adalah canagliflozin
(Invokana) dan dapagliflozin (Farxiga). Pada saat penggunaan,
kemungkinan akan ditemukannya efek samping seperti infeksi ragi,
infeksi saluran kemih, peningkatan buang air kecil, dan hipotensi
(Haryono & Susanti, 2019).
11. Terapi Insulin
Pada beberapa orang yang menderita penyakit Diabetes Melitus Tipe
2 membutuhkan pengobatan dan terapi insulin, yang umumnya
digunakan sebagai upaya terakhir dalam pengobatan pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya kasus
Diabetes Melitus Tipe 2, terapi insulin saat ini lebih sering diresepkan
di awal pengobatan karena sudah terbukti manfaatnya. Suntikan
insulin melibatkan penggunaan jarum harus dan syringe atau suntikan
insulin pen-alat yang terlihat mirip dengan pena tinta yang diisi
dengan insulin. Ada banyak jenis insulin, masing-masing bekerja
dengan cara yang berbeda. Jenis tersebut adalah: insulin glulisine
(Apidra), insulin lispro (Humalog), insulin aspart (Novolog), insulin
glargine (Lantus), insulin detemir (Levemir), insulin isophane
(Humulin N, Novolin N) (Haryono & Susanti, 2019).
12. Obat-obat lain
Obat-obat lain yang dianjurkan biasanya berguna untuk
mengurangi risiko komplikasi pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2,
seperti risiko tinggi penyakit jantung, penyakit ginjal, dan stroke.
Berikut beberapa obat yang dianjurkan pada pasien Diabetes Melitus
Tipe 2, yakni:
a. Statin
Obat yang tergolong dalam jenis statin seperti simvastatin yang
memiliki fungsi untuk bisa menurunkan kadar kolesterol yang
tinggi.
b. Obat penurun hipertensi
Obat-obatan yang dianjurkan seperti angiotensin receptor
blockers (ARBs), diuretik serupa dengan tiazid, dihidropiridin.
c. ACE Inhibitor
Obat-obatan yang tergolong jenis ACE Inhibitor seperti
lisinopril, enalapril, dan ramipril (Haryono & Susanti, 2019)
Penanganan :
1. Minum obat secara teratur sesuai dengan yang diinstruksikan oleh
dokter.
2. Jangan berhenti minum obat tanpa berkonsultasi dengan dokter
3. Jika lupa minum obat pada waktu yang telah dijadwalkan minumlah
obat segera setelah anda mengingatnya. Tapi, jika waktunya dekat
dengan jadwal minum obat berikutnya maka minumlah obat hanya
pada jadwal berikutnya. Jangan mengadakan dosis obat.
4. Memastikan untuk memberitahu obat-obatan yang sementara di
konsumsi saat ini jika mengunjungi dokter lain.
5. Menyimpan obat di tempat yang sejuk dan kering. Simpan obat secara
terpisah dengan tulisan atau label aslinya.
6. Jangan menggabungkan obat ke dalam satu tempat. (Patandung,
2019).
2.1.13. Perawatan pada pasien DM Tipe 2
Menjaga gula darah pada tingkat optimal yaitu tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah.
Cara menangani diabetes :
1. Mengelola stress
Ketika stress hormon stress akan dilepaskan dan akan
meningkatkan kadar glukosa darah. Stress juga dapat
mempengaruhi penyakit diabetes.
Cara mengelola stress :
a. Lakukan latihan nafas dalam dengan cara menarik nafas dalam
melalui hidung, kemudian keluarkan perlahan-lahan melalui
mulut
b. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai
c. Ceritakan kekhawatiran/masalah pada seseorang
d. Belajar untuk mengekspresikan apa yang sedang
dipikirkan/dirasakan
e. Berolahraga secara teratur untuk menghilangkan stress
f. Istirahat dan tidur yang cukup
g. Belajar untuk mengatur waktu.
2. Mempertahankan berat badan yang optimal
Menghitung IMT (indeks massa tubuh). IMT dikatakan normal
apabila 18,5-23.
Rumus IMT :
Berat badan (kg)/ tinggi badan (m) x tinggi badan (m) misalnya, berat
badan anda 60kg dan tinggi badan anda 160 cm maka IMT anda :
60 kg/(1,60 m x 1,60 m) = 60/2,66 = 22,5.
3. Latihan/olahraga
Olahraga dapat membuat tubuh tetap sehat dan bugar. Namun, bukan
berarti harus berolahraga berjam-jam setiap hari.
Olahraga dapat mengelola diabetes lebih baik hanya dengan menjadi
aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan berjalan beberapa menit sehari,
atau bahkan bersepeda selama 5 menit setiap hari.
Olahraga teratur meningkatkan dan mengontrol diabetes dengan cara
:
a. Menurunkan kadar gula darah anda
b. Melancarkan aliran darah
c. Mengontrol berat badan
d. Dan banyak manfaat lainnya
Jenis latihan yang bisa dilakukan :
a. Latihan aerobik
Disebut juga latihan kardiovaskular, seperti berjalan, jogging,
berenang, senam aerobik, dan bersepeda
b. Latihan fleksibilitas
Seperti peregangan, yang membantu meregangkan otot dan
persendian. Lakukan latihan ini secara perlahan. Pegang setiap
renggangan selama beberapa detik. (Patadung, 2019).

2.1.14. Komplikasi
1. Luka kaki diabetes
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dapat menurunkan suplai
darah ke kaki, dan dapat merusak saraf.
Hal ini dapat menyebabkan :
a. Luka pada kaki yang lama sembuh
b. Kaki mati rasa, tidak merasakan sakit sehingga tidak sadar
bahwa kaki sedang terluka
c. Melindungi kaki dengan mengontrol kadar glukosa darah dan
melakukan perawatan kaki yang tepat.
2. Masalah pada mata
Pendarahan di mata bisa terjadi sangat tiba-tiba. Oleh karena itu,
lakukan pemeriksaan mata secara rutin setiap tahun. Masalah mata
dapat diketahui dan ditangani sejak dini.
3. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah dibawah normal atau kurang dari 80 mg/dL
Gejala yang timbul bila kadar glukosa darah normal :
a. Keringat dingin
b. Tangan gemetar
c. Detak jantung cepat atau dada terasa berdebar-debar
d. Merasa sangat lapar
e. Penglihatan ganda
f. Lemah/kelaparan
g. Pusing/sakit kepala.
Untuk orang yang sering mengalami hipoglikemia dan sudah
menderita diabetes dalam waktu yang lama, seringkali tidak ada
gejala khas yang mungkin dialami. Hal ini dikenal sebagai
ketidaksadaran hipoglikemia. Oleh karena itu penting untuk
memeriksa gula darah secara teratur untuk deteksi dini. Jangan
abaikan hipoglikemia karena kadar glukosa darah anda dapat terus
turun, dan hal ini berbahaya karena dapat menyebabkan anda
kehilangan kesadaran.
4. Krisis hiperglikemik (hyperglycemic hyperosmolar non-ketotic
syndrome)
Krisis hiperglikemik adalah keadaan dimana kadar glukosa darah
terlalu tinggi dalam waktu yang lama, dan tubuh anda menjadi
sangat dehidrasi. Ini terjadi secara bertahap ketika tubuh anda tidak
memiliki cukup insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel untuk menghasilkan energi.
Tanda-tandanya :
a. Sering buang air kecil
b. Sering lapar dan haus
c. Kelelahan
d. Berat badan turun
e. Tidak sadarkan diri (Patandung, 2019).
Komplikasi lain pada pasien penderita Diabetes Melitus Tipe 2 juga terbagi atas :
1) Mata
Diabetes Melitus Tipe 1 dan Diabetes Melitus Tipe 2 dapat
menimbulkan rusaknya pembuluh darah retina pada penderita yang
mampu meningkatkan risiko kondisi penglihatan serius seperti
katarak dan glaukoma. Diabetes Melitus yang menyerang mata juga
sering disebut sebagai diabetes retinopati. Selain dapat menimbulkan
katarak, Diabetes Melitus Tipe 2 juga bisa berpotensi membuat
pasiennya mengalami kebutaan (Haryono & Susanti, 2019).

2) Pendengaran
Pada umumnya, masalah pendengaran yang ditemui pada kasus-kasus
lebih sering terjadi pada penderita diabetes (Haryono & Susanti,
2019).
3) Kulit
Seseorang yang terserang Diabetes Melitus Tipe 2 dapat membuatnya
lebih rentan terhadap masalah kulit, seperti infeksi karena bakteri dan
jamur (Haryono & Susanti, 2019).
4) Kaki
Penyakit Diabetes Melitus dapat mengakibatkan adanya kerusakan
saraf di kaki dan aliran darah yang buruk ke kaki. Hal tersebut mampu
meningkatkan risiko berbagai komplikasi pada daerah kaki seperti
luka dan lecet yang bisa berubah menjadi infeksi serius. Bahkan dapat
mengakibatkan kerusakan parah yang mungkin akan memerlukan
perawatan lebih serius seperti amputasi kaki (Haryono & Susanti,
2019).
5) Seksual
Diabetes Melitus pada pasien pria dapat menyebabkan rusaknya
pembuluh darah halus serta saraf pada penderitanya, terlebih jika
pasien adalah seorang perokok aktif. Pada pasien pria dapat
mengakibatkan disfungsi ereksi. Sementara itu, Diabetes Melitus pada
pasien wanita dapat menyebabkan beberapa masalah ringan pada
seksualnya terganggu, meliputi kepuasan seksualnya yang menurun,
kekurangan gairah seks, vagina yang kering, atau mungkin gagalnya
pasien mencapai orgasme (Haryono & Susanti, 2019).
6) Penyakit Alzheimer
Diabetes Melitus Tipe 2 juga dapat meningkatkan risiko adanya
penyakit alzheimer. Dengan semakin buruknya kontrol gula darah
pada pasien, akan membuat pasien memiliki peluang yang semakin
besar untuk terserang Alzheimer (Haryono & Susanti, 2019).

7) Saraf Neuropati
Penyebab diabetes yang ditandai dengan kelebihan gula dapat melalui
dinding pembuluh darah kecil atau kapiler. Sementara itu, pembuluh
darah adalah salah satu organ penting yang menjaga kesehatan saraf,
terutama pembuluh darah yang berada di kaki. Diabetes Melitus Tipe
2 biasanya dapat membuat penderitanya merasakan berbagai hal
seperti :
a. Kesemutan
b. Mati rasa
c. Rasa terbakar
d. Nyeri dari ujung jari kaki hingga ke atas (Haryono & Susanti,
2019).
8) Ginjal (Nefropati)
Ginjal merupakan organ yang mengandung jutaan gugus pembuluh
darah kecil yang menyaring limbah dan darah, dan penyakit Diabetes
Melitus bisa mengakibatkan rusaknya sistem penyaringan ini.
Kerusakan parah yang diakibatkan dari diabetes dapat menyebabkan
masalah serius seperti:
Gagal ginjal, bahkan penyakit ginjal stadium akhir yang ireversibel,
dan sering kali membutuhkan pasiennya menjalani atau transplantasi
ginjal (Haryono & Susanti, 2019).
9) Kardiovaskuler
Adanya penyakit Diabetes Melitus mampu meningkatkan risiko yang
menyerang system kardiovaskuler, seperti:
a. Penyakit arteri koroner
b. Nyeri dada (angina)
c. Serangan jantung
d. Stroke/penyempitan arteri (aterosklerosis)
e. Tekanan darah tinggi (Haryono & Susanti, 2019)
10) Sindrom Cushing
Sering kali penderita diabetes melitus tidak menjaga pola makan yang
teratur, akibatnya mengkonsumsi kadar gula berlebihan, dan tidak
menjaga kebugaran tubuh. Kemudian tubuh yang lemah melemah dan
kadar gula yang tinggi membuat adrenal mengonsumsi kortisol
berlebihan untuk mengatasi masalah di dalam tubuhnya. Dengan
paksaan memproduksi lebih kortisol, kelenjar adrenal sebagai
mesinnya menjadi tidak stabil, terus-menerus memproduksi kortisol
hingga mengalami over (Haryono & Susanti, 2019).
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan dasar yang paling utama, serta menjadi
bagian awal dari sebuah proses keperawatan. Dalam pengkajian dibutuhkan
ketelitian dalam bertanya dan mencatat datanya, sebab dengan mengumpulkan data
yang akurat, serta sistematis, akan sangat membantu untuk menentukan status
kesehatan. Pola pertahanan pasien dari berbagai penyakit yang mendera dirinya
juga akan semakin terbaca.
Proses pengkajian ini juga dapat memetakan juga mengantisipasi berbagai
kekuatan, pertahanan serta kelemahan yang ada pada pasien. Selain itu, pengkajian
ini juga dapat membantu perawat dalam merumuskan diagnosis keperawatan yang
sesuai, pada pasien DM Tipe 2 pengkajian data dasar meliputi :
1. Keluhan utama
Pada bagian ini, perawat meninjau kembali kesehatan pasien. Perawat
juga meninjau kembali indikator yang dapat memungkinkan
terjadinya penyakit Diabetes Melitus. Serta perawat harus teliti dalam
bertanya dan mencatat datanya, dikarenakan keluhan utama sangat
penting untuk dikaji. Keluhan utama dari Diabetes Melitus Tipe 2
biasanya meliputi :
a. Luka sukar sembuh
b. Intensitas BAK di malam hari tinggi
c. Berat badan berkurang
d. Haus meski cukup cairan
e. Lelah meski cukup istirahat.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Tahap ini, perawat akan mengkaji, riwayat penyakit yang pernah
dialami pasien di masa lalu, yang memungkinkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Bagian pengkajian riwayat keluarga juga tidak kalah penting untuk
dilakukan pengkajian yang akan mendukung riwayat kesehatan pasien
karena tahap ini masih sangat erat dengan kemungkinan adanya
penyebab Diabetes Melitus tipe 2 adalah faktor keturunan.
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan pemeriksaan berbagai data dasar dari pasien Diabetes
Melitus, perawat melakukan pemeriksaan untuk tahap selanjutnya. Tahap
selanjutnya adalah pemeriksaan fisik pasien. Pemeriksaan fisik pada pasien
Diabetes Melitus dilakukan secara menyeluruh sehingga bagian dari tubuh pasien
dapat dijangkau. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum dari fisik pasien, tanda-
tanda vital pasien, kesadaran pasien baik secara psikologis maupun sosial kultural,
lalu berbagi tanda vital pada vital pada tubuh pasien yang dijangkau dari kepala
hingga ujung kaki.
Tahap pemeriksaan fisik juga tidak kalah penting dari pengkajian, nantinya
tahap ini perawat akan mencari tanda-tanda dan gejala pada tubuh pasien. Berikut
pemeriksaan fisik yang dilakukan perawat pada pasien dengan gangguan sindrom
cushing, yakni :
1. Pola aktivitas
a. Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak, sehingga sulit berjalan
serta terjadi kram otot, tonus menurun.
b. Tanda : Takikardi dan takipnea ketika beraktivitas,
letargi/disorientasi, penurunan kekuatan otot.
2. Pola istirahat
a. Gejala : gangguan tidur atau istirahat
b. Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat
3. Pola sirkulasi
a. Gejala : adanya riwayat hipertensi, MCI (Miocard infark),
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, dan penyembuhan
luka atau penyakit yang lama.
b. Tanda : Takikardia, hipertensi, nadi yang menurun, kulit terasa
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
4. Pola eliminasi
a. Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturi, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), (ISK) infeksi
saluran kemih, baru atau berulang, nyeri saat abdomen ditekan,
diare.
b. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemik berat) ;
urine berkabut dan berbau busuk (terjadi infeksi) ; abdomen
keras, adanya asites ; bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare).
5. Pola Asupan nutrisi dan cairan
a. Gejala : Nafsu makan hilang, mual muntah; tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat; penurunan
berat badan dari periode beberapa hari/minggu; haus berlebihan;
penggunaan diuretic (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor kulit terlihat jelek,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah); kekuatan/distensi abdomen, muntah;
bau halitosis, bau buah (napas aseton)
6. Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum. Bisa karena adanya infeksi atau tidak.
b. Tanda : Lapar udara, atau kekurangan udara; batuk
dengan/tanpa sputum purulen (infeksi); frekuensi pernapasan
yang tidak teratur.
2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi fisik pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 secara umum.
1. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
2. Asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mmol/L
4. Kandungan elektrolit :
a. Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
b. Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
c. Fosfor : Lebih sering menurun
5. Hemoglobin glikosilat : Kadar hemoglobin ini meningkat 2-4 kali
lipat dari kurang normal. Hal ini mencerminkan kontrol Diabetes
Melitus yang kurang selama 4 bulan terakhir. Oleh karena itu ini
sangat bermanfaat serta membedakan DKA (dermatitis kontak alergi)
dengan kontrol tidak adekuat versus DKA (dermatitis kontak alergi)
yang berhubungan dengan insiden (misalnya ISK Infeksi saluran
kemih baru).
6. Gas darah arteri : Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
7. Trombosit darah : Ht (hematokrit) mungkin meningkat (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap respons
atau infeksi.
8. Ureum atau kreatinin : Bisa jadi meningkat atau mungkin dalam
kondisi normal. Ada kondisi dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal.
9. Amilase darah : Mungkin mengalami peningkatan, hal ini
mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab DKA
(dermatitis kontak alergi).
10. Insulin darah : Mungkin mengalami penurunan, atau normal sampai
tinggi. Hal ini mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resistensi insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi
(autoantibodi)
11. Urine : dalam urine positif ditemukan kandungan gula serta seton.
Pada kondisi ini berat jenis dan osmolalitas mungkin mengalami
peningkatan.
2.2.4. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) berhubungan dengan
disfungsi pankreas
2. Gangguan pola tidur (D.0055) berhubungan dengan hambatan
lingkungan
3. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) berhubungan dengan
kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan
4. Risiko infeksi (D.0142) ditandai dengan risiko penyakit kronis
5. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0038)
6. Keletihan (D.0057)
7. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
8. Nyeri akut (D.0077)
9. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
10. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
11. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif (D0013)
12. Risiko perfusi miokard tidak efektif (D.0014)
13. Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015)
14. Risiko perfusi renal tidak efektif (D.0016)
15. Risiko disfungsi neurovaskuler (D.0067)
16. Risiko disfungsi seksual (D.0072)
17. Gangguan rasa nyaman (D.0074)
18. Ansietas (d.0080)
19. Keputusasaan (D.0088)
20. Perilaku cenderung berisiko (D.0099)
21. Defisit pengetahuan (D.0111)
22. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (D.0112)
23. Ketidakpatuhan (D.0114)
24. Risiko gangguan integritas kulit (D.0139)
2.2.5. Intervensi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
a. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
b. Monitor kadar glukosa darah
c. Berikan asupan cairan oral
d. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
e. Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga
f. Tatalaksana pemberian insulin
2. Gangguan pola tidur
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
b. Identifikasi faktor pengganggu tidur
c. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
d. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
e. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Kerusakan integritas kulit
a. Monitor karakteristik luka (mis; drainase, luka, warna, ukuran, bau)
b. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
c. Bersihkan dengan NaCl
d. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
e. Pasang balutan sesuai jenis luka
f. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
g. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
4. Risiko infeksi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Jelaskan cara mencuci tangan dengan benar.
2.2.6. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah sebuah fase dimana perawat
melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Implementasi dapat melakukan pendokumentasian yang merupakan tindakan
keperawatan khusus digunakan untuk melaksanakan intervensi. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik, yang dapat menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

2.2.7. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien
dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan. Evaluasi keperawatan
adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN

3.1. Jenis/desain penulisan


Jenis penelitian ini adalah studi kasus deskriptif (case studies), yang
bertujuan untuk menjelaskan secara rinci tentang satu kasus asuhan keperawatan
medikal bedah sistem endokrin untuk memperoleh pemahaman terhadap fenomena
yang terjadi pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) serta manfaat
terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan di sarana pelayanan kesehatan rumah
sakit.
3.2. Subjek Studi Kasus
Subjek studi kasus dalam karya tulis ilmiah ini adalah individu atau pasien
yang mengalami gangguan sistem endokrin yaitu penyakit DM Tipe 2 yang
termasuk dalam bagian keperawatan medikal bedah.
3.3. Definisi Operasional
1. Asuhan keperawatan : Asuhan keperawatan adalah suatu rangkaian
kegiatan praktik keperawatan yang diberikan secara langsung pada
pasien/klien dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
yang berpedoman pada standar keperawatan yang dilandasi dengan
kode etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawab keperawatan.
2. Keperawatan medikal bedah : Keperawatan medikal bedah adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan ilmu dan teknik
keperawatan medikal bedah yang ditunjukkan pada orang dewasa
yang mengalami gangguan fisiologi yaitu gangguan pada sistem
endokrin.
3. Sistem endokrin : Sistem endokrin adalah kelenjar yang mengirimkan
hasil sekresinya secara langsung kedalam darah yang beredar dalam
jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil
sekresinya disebut hormon.
4. Diabetes melitus tipe 2 : DM Tipe 2 merupakan diabetes tidak
tergantung insulin yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
insulin yang diproduksi, dapat juga menyebabkan komplikasi jangka
panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahun-tahun.
5. Diagnosis keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi dimana
kadar gula mengalami kenaikan atau penurunan dari rentang
normal yaitu mengalami hiperglikemia atau hipoglikemia.
Yang dibuktikan oleh pasien mengatakan sering merasa
lelah, sering merasa haus, sering BAK, lemah badan, kaki
kesemutan, merasa pusing, merasa mengantuk, Pemeriksaan
GDP 234 mg/dL
b. Gangguan pola tidur adalah kondisi seseorang mengalami
kelainan pada tidurnya dan mempengaruhi kualitas tidur.
Yang dibuktikan oleh pasien mengatakan sulit tidur, istirahat
tidak merasa cukup, pola tidur berubah, tidur tidak merasa
puas, pasien tampak gelisah dan sering menguap.
c. Gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis,
epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan ligamen).
Dibuktikan oleh pasien mengatakan kaki melepuh akibat
memakai mesin terapi yang terlalu panas, sering merendam
kaki di air panas, terdapat luka di atas punggung kaki sebelah
kiri, luka tampak kemerahan.
d. Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan
multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu
kesehatan.
3.4. Lokasi Dan waktu studi kasus
Tempat pengambilan studi kasus Karya Tulis Ilmiah ini yaitu instalasi rawat
inap St. Agustinus Angela, Rumah sakit umum Gunung Maria Tomohon. Waktu
pelaksanaan pengambilan studi kasus yaitu pada bulan Maret 2022, dan dilakukan
selama 3 kali 24 jam perawatan secara menyeluruh mulai hari Jumat 25 Maret 2022
sampai 29 Maret 2022.
3.5. Proses Pengumpulan Data
3.5.1. Kepustakaan
1. Literatur Buku
Penulis menggunakan buku-buku keperawatan medikal bedah, buku
asuhan keperawatan sistem endokrin, Buku 3S (SIKI,SDKI,SLKI)
2. Literatur jurnal online
Penulis menggunakan berbagai jurnal online dari jurnal ilmiah
kesehatan yang diterbitkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
3. Literatur internet
Penulis juga menggunakan literatur dari internet yaitu website, world
health organization (WHO), international diabetes federation (IDF),
dan riset kesehatan dasar (riskesdas).
3.5.2 Kasus Asuhan Keperawatan
1. Wawancara
Penulis mengadakan wawancara langsung pada pasien dan
keluarga sesuai dengan format pengkajian keperawatan untuk
menggali masalah kesehatan yang ada pada pasien.
2. Observasi
Penulis melakukan observasi langsung kepada pasien selama 3 hari
perawatan
3. Pemeriksaan fisik
Penulis melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien yang mencakup
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi

4. Implementasi tindakan keperawatan


Penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai
dengan intervensi keperawatan yang telah ditetapkan.
5. Pendokumentasian
Penulis melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
diberikan setiap hari selama merawat pasien yaitu selama kurang lebih
3 hari perawatan, mencakup seluruh perkembangan atau keberhasilan
dari tindakan keperawatan yang diberikan maupun keadaan lainnya
yang terjadi selama perawatan.
6. Diskusi
Penulis berdiskusi dengan keluarga, pasien, serta tenaga medis yang
mengetahui masalah kesehatan pasien dalam rangka merawat dan
memenuhi kebutuhan pasien.
3.6. Penyajian data
1. Narasi
a. Pengkajian Head to toe
Penulis melakukan pengkajian head to toe yaitu pemeriksaan
dari ujung kepala sampai dengan kaki kepada pasien kelolaan
dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi.
b. Pola Kesehatan
Penulis melakukan kajian pola kesehatan mencakup pola
persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan
metabolik, pola eliminasi, pola aktivitas, latihan dan perawatan
diri, pola tidur dan istirahat, pola persepsi kognitif, pola persepsi
dan konsep diri, pola peran dan hubungan dengan sesama, pola
reproduksi dan seksualitas, pola mekanisme koping dan
toleransi terhadap stress dan pola sistem nilai kepercayaan.
c. Hasil pemeriksaan diagnostik
Penulis mencantumkan hasil pemeriksaan laboratorium
mencakup: pemeriksaan hematologi rutin dan kimia klinik

d. Penatalaksanaan terapi pengobatan


Penulis merencanakan obat-obatan yang diberikan kepada
pasien yang meliputi nama obat, dosis yang diberikan ke pasien,
indikasi, kontraindikasi, dan efek samping.
2. Tabel
Penulis menyajikan data tentang pemeriksaan laboratorium
(hematologi rutin dan kimia klinik) klasifikasi data, analisa data
proses asuhan keperawatan (diagnosis keperawatan, tujuan atau
kriteria, intervensi, rasional, implementasi, dan evaluasi keperawatan)
serta catatan perkembangan pasien dalam bentuk tabel.
3.7 Etika Penelitian
3.7.1 Prinsip Respect to person (hormat)
1. Teori informed consent (IC)
Informed consent merupakan suatu kesepakatan atau persetujuan dari
pasien untuk upaya medis yang akan dilakukan oleh petugas
kesehatan kepala pasien, disertai informasi mengenai segala risiko
yang mungkin akan terjadi selama pemberian tindakan medis
(Ramadhani D, 2017)
Dalam kasus ini, sebelum penulis memberikan asuhan keperawatan
kepada Pasien, penulis meminta persetujuan dan membina hubungan
yang saling percaya disertai dengan komunikasi yang baik kepada
Pasien dan keluarga Pasien.
2. Prinsip tanpa nama (Anonymity)
Anonymity merupakan cara untuk menjaga kerahasiaan, dengan tidak
mencantumkan nama responden (Adi R, 2015).
Dalam penulisan KTI, penulis tidak mencantumkan nama, penulis
hanya menggunakan inisial Pasien dan keluarga.
3. Prinsip kebebasan (autonomy)
Autonomy merupakan prinsip untuk menghargai harkat dan martabat
manusia sebagai individu yang dapat menentukan hal yang terbaik
untuk dirinya sendiri (Adi R, 2015).
Dalam studi kasus ini, penulis berusaha untuk menghargai Pasien
dalam memilih dan menetapkan tindakan perawatan yang akan
dijalankan.
3.7.2 Prinsip Beneficence (bermanfaat)
Beneficence yaitu prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak
merugikan orang lain (Adi R, 2015).
Dalam pengambilan kasus ini penulis memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien agar asuhan keperawatan dapat bermanfaat dengan baik bagi
pasien dan keluarga.
3.7.3 Prinsip Justice (Keadilan)
Justice merupakan prinsip moral yang berlaku adil untuk semua orang
(Adi R, 2015).
Dalam pengambilan kasus ini penulis akan bertindak seadil-adilnya tanpa
membedakan status pasien satu dengan pasien yang lain.
BAB IV
TINJAUAN KASUS

Ruang Perawatan : St. Agustinus Angela Autoanamnesa :√


Kamar : VIP 2 Alloanamnesa :√
Tgl Masuk RS : 22/03/2022 Tgl Pengkajian :25/03/2022
Pukul : 07:30 Pukul : 09:00
Nomor RM : 381879 Nomor Register : 02276

4.1. PENGKAJIAN
4.1.1. Identitas
1. Pasien
Nama (Initial) : Ny. M.K
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Jumlah Anak :4
Agama/Suku : Kristen Protestan/Minahasa
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT
Alamat Rumah : Tataaran 2
2. Penanggung jawab
Nama Initial : Ny. A.K
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tataaran 2
Pekerjaan :-
Hubungan Keluarga : Anak
4.1.2. Data Medik
Diagnosa Medik
Saat Masuk : DM Tipe II, CKD ( Chronic Kidney Disease), ISK
(Infeksi Saluran Kemih)
Saat Pengkajian : Diabetes Melitus Tipe 2, Ulkus pedis
4.13 Keadaan Umum
1. Keadaan Sakit
Pasien tampak sakit : Pasien sakit sedang
Alasannya :
Keadaan umum lemah, pasien terbaring di tempat tidur, pasien
terpasang IVFD NaCL 0,9% lengan sebelah kiri 14 Tetes/menit,
aktivitas pasien sebagian dibantu oleh perawat dan keluarga, hasil
pemeriksaan gula darah puasa 314 mg/dl.
2. Kesadaran
a. Kualitatif : Compos mentis (Sadar Penuh)
b. Kuantitatif
Skala Koma Glasgow (GCS)
Respon Motorik : 6 (mampu mengikuti perintah
sederhana : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari
dari angka yang disebut oleh pemeriksa, melepaskan
genggaman)
Respon Bicara : 5 (orientasi penuh)
Respon Membuka Mata : 4 (membuka mata spontan)
Jumlah : 15
Kesimpulan : Pasien sadar penuh
3. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
Posisi : Supin (pasien terlentang)
Lokasi : Di lengan kanan atas
MAP :
𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙+(2𝑥 𝑑𝑖𝑎𝑠𝑡𝑜𝑙) 110 +(2 𝑥 70) 110 + 140 250
= = = =83,33
3 3 3 3
mmHg
Kesimpulan : Perfusi darah ke ginjal memadai, dimana
MAP adalah 83,33 mmHg (Normal 70-110 mmHg)
b. Suhu : 370C
Lokasi : Temporal
c. Pernapasan : 20x/Menit
Irama : Reguler
Jenis : Dada
d. Nadi : 86 x/Menit
Irama : Teratur
Kekuatan : Kuat
e. Pengukuran
Tinggi Badan : 158 Cm
Berat Badan : 56 Kg
𝐵𝐵 56 56
Indeks Massa Tubuh : 𝑇𝐵2 = 1582 =2.49 = 22.48 𝑘𝑔/𝑚2

Kesimpulan : Berat badan pasien tergolong dalam


berat badan ideal ( 18,5-24,9)
4.1.4 Genogram
A B

C D

P:53 Tahun
P

Keterangan :
A : Orang tua ayah pasien = Laki-laki
B : Orang tua ibu pasien = Perempuan
C : Saudara sekandung ayah pasien = Meninggal
D : Saudara sekandung ibu pasien = Pasien
P
E : Saudara sekandung pasien
= Hubungan pernikahan
= Keturunan
Kesimpulan : Pasien merupakan anak terakhir dari 6 bersaudara dan
memiliki Penyakit keturunan Diabetes Melitus Tipe 2 dari orang tua ibu
pasien (dalam genogram terdapat dalam bagian B).
4.1.5. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Keadaan Rambut dan Hygiene Kepala:
Bentuk kepala mesocephal, tidak ada luka di kulit kepala, tidak ada
benjolan, penyebaran rambut merata, warna rambut hitam, tidak
mudah rontok, tidak ada ketombe, tidak berbau, rambut pendek
sebahu, tidak ada nyeri tekan.
2. Hidrasi Kulit daerah dahi
Tidak ada tanda dehidrasi, kulit teraba hangat, warna kulit putih pucat,
tidak ada lesi kulit, kulit bersih.
Pemeriksaan Mata
Palpebra tidak ada edema, sklera ainkterik, konjungtiva anemis,
tekanan bola mata (TIO) tidak meningkat, tekanan intrakuler kiri dan
kanan sama, refleks cahaya positif, pergerakan bola mata tampak
sama.
3. Hidung
Septum hidung lurus di tengah, hidung bersih, tidak terdapat sekret,
tidak ada perdarahan, fungsi penciuman baik.
4. Telinga
Telinga bersih, tidak ada serumen, canalis bersih, tidak ada
peradangan tidak ada luka/ lesi, fungsi pendengaran baik.
5. Mulut
Mulut pasien bersih, tidak terdapat karang gigi, gigi bagian bawah
tersisa 10, dan gigi bagian atas tersisa 14, lidah kotor, tidak terdapat
peradangan, tidak terdapat sariawan, tidak ada pembesaran tonsil,
fungsi perasa baik.
6. Leher
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada kelenjar getah bening, tidak ada
kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan, fungsi menelan baik.
7. Toraks dan fungsi pernapasan
Bentuk dada tampak simetris kiri dan kanan, bunyi nafas vesikuler,
tidak ada suara nafas tambahan, jumlah pernapasan 20 kali/menit
8. Abdomen
Bentuk abdomen tampak datar, umbilikus tidak menonjol, peristaltik
usus terdengar 28 kali/menit, tidak ada nyeri tekan, suara perkusi
normal thympani.
9. Jantung
Tampak iktus kordis, teraba iktus kordis
10. Kelenjar limfe inguinal, genetalia dan anus : Tidak ada pembesaran,
tidak ada nyeri tekan, pada genetalia pasien mengatakan tidak merasa
gatal, tidak ada benjolan, pada anus tidak ada hemoroid.
11. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas kiri dan kanan
Tidak ada edema, tidak ada luka, terpasang Ns 0,9% 14
tetes/menit di tangan kiri, uji kekuatan otot tangan kiri 5, kaki
kiri 5
b. Ekstremitas bawah kiri dan kanan
Tidak ada edema, tidak ada, tidak ada fraktur, terdapat luka di
punggung kaki sebelah kiri, besarnya luka sekitar 5cm, luka
berwarna kemerahan, luka dibalut dengan kasa, pasien
mengatakan saat disentuh luka di bagian kaki sudah tidak terasa,
pasien mengatakan kaki melepuh akibat memakai mesin terapi
terlalu panas, pasien mengatakan dirumah ia sering merendam
kaki di air panas, pasien mampu mengangkat kaki sebelah kanan
dan kaki sebelah kiri tanpa bantuan, pasien mengatakan kaki
sebelah kiri dan kanan sering merasakan kesemutan

Uji Kekuatan Otot

5 5

5 5

12. Kolum Vertebralis : bentuk normal, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri
tekan.
4.1.6. Pengkajian Pola Kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Keadaan sebelum sakit:
Pasien mengatakan ia melakukan aktivitas seperti biasa tanpa
bantuan dari anaknya, pasien sering melakukan pekerjaan
rumah seperti menyapu, memasak, mencuci baju dan mengurus
rumah.
b. Riwayat penyakit saat ini:
Pasien mengatakan lemah badan dan pusing sejak hari Minggu
20 Maret 2022
c. Keluhan utama:
Pasien mengatakan badan terasa lemah
d. Riwayat keluhan utama: Pasien mengatakan pada hari Minggu,
20 Maret 2022 pasien mengatakan badan terasa lemah dan
pusing. Pada hari Senin, 21 Maret 2022 pasien mengatakan
badan terasa lemah, pusing, kaki kiri dan kanan kesemutan, serta
selera makan berkurang sejak beberapa hari yang lalu. Pada
Selasa, 22 Maret 2022 pukul 07:30 pasien dibawah ke RSU
Gunung Maria Tomohon.

e. Keluhan lain yang menyertai:


Pasien kooperatif, pasien mengatakan pusing, kaki kesemutan
pada kaki kiri dan kaki kanan serta riwayat DM : insulin
Novomix seharusnya 2x tapi hanya suntik 1x karena merasa
setiap suntik lemah (14-0-14), saat perawatan hari pertama
pasien mengatakan sulit tidur, pasien mengatakan istirahat tidak
cukup, pusing, kaki sebelah kiri dan kanan sering kesemutan.
Pemeriksaan GDP : 314 mg/dL, pasien mengatakan nafsu
makan berkurang, pasien mengatakan sering merasa haus
terutama pada malam hari, pasien mengatakan sering BAK,
pasien makan sendiri, pasien kesusahan jika mengganti pakaian
sendiri, aktivitas sedikit terganggu, pasien mengatakan pola
tidur berubah, pasien mengatakan tidak puas tidur, waktu tidur
tidak menentu,pasien merasa gelisah.
f. Riwayat penyakit yang pernah dialami:
Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit yang sama di
tahun 2020 dan dibawah ke RSU Gunung Maria Tomohon.
Pasien mengatakan menderita penyakit Diabetes Melitus sudah
8 tahun sejak tahun 2014.
g. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan dalam keluarga
terdapat penyakit turunan dari orang tua/ ayah dan ibu yaitu
penyakit Diabetes Melitus.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali/hari. Jenis
makanan ikan laut, sayur, buah, minuman. Pasien mengatakan minum
3-4 gelas/ hari. Jenis minuman air putih.
Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan nafsu makan berkurang,
pasien makan 3 kali sehari tapi dalam porsi yang lebih sedikit kira-
kira 500cc, pasien mengatakan berat badan pasien menurun 5 tahun
yang lalu dari 83 kg menjadi 56 kg. Jenis makanan nasi, ikan, sayur,
buah. Pasien mengatakan sering merasa haus, pasien minum 4-5 gelas
sekitar 1000cc/hari, jenis minuman air putih.
3. Pola Eliminasi
Keadaan sebelum sakit :
Buang air besar : Pasien mengatakan BAB 1 kali/hari, tidak nyeri,
feses berwarna kuning tidak bercampur darah, konsistensi lembek,
bentuk normal sesuai diameter rektum, berbau khas feses.
Buang air kecil : Pasien mengatakan BAK 5-6 kali/hari, tidak ada
nyeri saat berkemih, warna kuning, tidak ada nyeri saat berkemih.
Keadaan sejak sakit :
Buang air besar : Pasien mengatakan 1 kali/2 hari, saat BAB tidak
nyeri, feses tidak bercampur darah, konsistensi lembek, warna feses
kuning, bentuk normal sesuai diameter rektum, berbau khas feses.
Buang air kecil : Pasien mengatakan sering BAK 6-7 kali/hari
terutama pada malam hari, tidak ada nyeri saat berkemih, warna
kuning, tidak nyeri saat berkemih, menggunakan pampers.
Pengkajian khusus gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit balance
cairan :
a. Intake cairan (cairan masuk)
Cairan oral : Makanan : 500cc
Minuman : 1000 cc
Cairan Parenteral : IVFD : 500cc
Total intake : 2000cc
b. Output Cairan (cairan keluar)
Urin : Jumlah : 900cc
BAB : Jumlah : 50cc
Muntah :-
Total output : 950cc
c. IWL = (15 x BB(kg) x Jam kerja )/24 Jam
= (15 x 56kg x 8)/24
= 280
Balance cairan : Intake-output-IWL
= 2000-950-280
= 770
Kesimpulan : Cairan yang masuk lebih banyak dibandingkan cairan
yang keluar
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Keadaan sebelum sakit:
Pasien mengatakan ia melakukan aktivitas seperti biasa secara
mandiri seperti, makan, mandi, mengganti pakaian, BAK BAB,
dan melakukan aktivitas harian lainnya secara mandiri , pasien
mengatakan tidak gangguan saat beraktivitas.
b. Keadaan saat sakit
Pasien mengatakan mudah merasa lelah, pasien makan dan
minum sendiri, pasien kesusahan jika mengganti pakaian
sendiri, pasien memakai pampers, pasien mengatakan aktivitas
sedikit terganggu.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan pola kebiasaan tidur tidak teratur, waktu tidur
tidak menentu, tidur kurang lebih 5-6 jam/hari, pasien mengatakan
sering mengantuk, pasien susah tidur.
Keadaan sejak sakit :
Observasi :
Ekspresi wajah pasien mengantuk, pasien menguap, konjungtiva
anemis, pasien gelisah.
Pola kebiasaan tidur : Tidak teratur, pasien mengatakan sulit tidur,
pasien mengatakan istirahat tidak merasa cukup, pasien mengatakan
pasien mengatakan pola tidur berubah, pasien mengatakan tidak pas
tidur , waktu tidur tidak menentu, pasien merasa gelisah.

6. Pola Kognitif dan Perseptual


Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan pasien sudah mengetahui
bahwa ia mengalami Diabetes Melitus. Pasien mengatakan kurang
menjaga kesehatan dan tidak mengatur pola makan dengan bagus.
Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan akan lebih memperhatikan pola hidup sehat dan
memperhatikan kesehatan agar cepat sembuh.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan merasa bangga dengan
dirinya karena dapat melakukan aktivitas sehari-hari untuk kebutuhan
keluarga, mengurus rumah tangga serta menjadi pengganti kepala
keluarga dalam keluarganya.
Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan pasien merasa tidak berdaya
karena tidak dapat mengurus dirinya sendiri dan keluarganya karena
pasien hanya terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit.
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan hanya tinggal bersama
dengan 2 anaknya dirumah karena 2 anaknya sudah menikah dan
suaminya sudah meninggal. Pasien juga mengatakan keluarganya
harmonis bahkan pasien juga aktif dalam berorganisasi di masyarakat.
Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga
dengan sesama baik, pasien juga mudah bekerja sama dengan perawat
dan tim medis. Pasien mengatakan saat ia masuk rumah sakit ia
kadang berkumpul dalam organisasi di masyarakat karena fisik dalam
keadaan lemah dan tidak memungkinkan.
9. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan ia memiliki 4 orang anak,
hubungan keluarga harmonis karena setiap masalah suka dan duka
selalu ditanggung bersama. Pasien juga mengatakan Suami sudah
meninggal pada tahun 2010.
Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan sejak sakit anak-anaknya
selalu menemani dan membantu merawatnya.
10. Pola Koping dan Toleransi terhadap stress
Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan merasa gembira karena
ia selalu merasa anak-anaknya selalu memperhatikan dan memberikan
dukungan semangat.
Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan selalu bergumul dan
memohon kepada Tuhan, pasien mengatakan yakin bahwa Tuhan
mampu menyembuhkan penyakitnya. Pasien mengatakan ia selalu
berdoa meminta kesembuhan lewat makan dan minuman serta obat-
obatan yang dikonsumsinya.
11. Pola Sistem Nilai Kepercayaan
Keadaan sebelum sakit : Pasien mengatakan aktif dalam berbagai
macam kegiatan di gereja. Pasien mengatakan ia percaya apapun yang
terjadi pasti atas izin Tuhan dan percaya setiap apapun yang terjadi
pasti Tuhan buka jalan. Pasien juga mengatakan bahwa ia tidak
mempercayai opini mengenai hal-hal mistis.
Keadaan sejak sakit : Pasien mengatakan sejak ia masuk rumah sakit
ia belum bisa mengikuti kegiatan gereja, pasien mengatakan ia selalu
berdoa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan.
4.1.7. Pemeriksaan Penunjang
4.1.7.1.Tabel pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan Gula Darah
Hari/tanggal
Jam pengambilan Hasil pemeriksaan
07:00 314
12:00 234
Jumat/25 maret 2022
18:00 168
22:00 167
06:00 164
Sabtu/26 maret 2022
18:00 242
06:00 153
Minggu/27 maret 2022 12:00 167
18:00 180
05:45 131
Senin/28 maret 2022
12:00 137

4.1.7.2. Tabel pemeriksaan Kimia Klinik : Tanggal 23 Maret 2022, Jam 07:32
HASIL NILAI
PEMERIKSAAN SATUAN KET
ANALISA NORMAL
HbA1c 8.4* % 4.4 – 5.7
AST (SGOT) 16 U/L <27
ALT (SGPT) 10 U/L <50
Uric Acid 8.1* mg/dL <5.7
Cholesterol Total 214* mg/dL <200
Trigliserida 384* mg/dL <150
HDL Cholesterol 25* mg/dL >35
LDL Cholesterol 98 mg/dL <155

4.1.7.3. Tabel pemeriksaan Hematologi : Pada hari senin, 22 Maret Jam 12:39
WBC 7.21 x 10^3/uL 4.00 – 10.00
Neu% 69.2% 50.0 – 70.0
Lym% 21.2% 50.0 – 70.0
Mon% 7.1% 3.0 – 12.0
Eos% 2.0% 0.5 – 5.0
Bas% 0.5% 0.0 – 1.1
Neu# 4.99 x 10^3/uL 2.00 – 7.00
Lym# 1.53 x 10^3/L 0.80 – 4.00
Mon# 0.51 x 10^3/uL 0.12 – 1.200
Eos# 0.14 x 10^3/uL 0.02 - 0.50
Bas# 0.14 x 10^3/uL 0.00 – 0.10
RBC L 3.39 x 10^6/uL 3.50 – 5.00
HGB L 10.1 g/dL 11.0 – 15.0
HCT L 28.3% 37.0 – 15.0
MCV 83.3 fL 80.0 – 100.0
MCH 29.8 pg 27.0 – 34.0
MCHC 35.8 g/dL 32.0 – 36.0
RDW-CV 11.6% 11.0 – 16.0
RDW-SD 41.0 fL 35.0 – 56.0
PLT B262 x 10^3/uL 100 – 300
MPV 8.5 fL 6.5 – 12.0
PDW 16.3 9.0 – 17.0
PCT 0.223% 0.108 – 0.282

4.1.7.4. Tabel Pemeriksaan Urinalisa : Pada hari Selasa, 22 Maret 2022 Jam 17:04
Pemeriksaan Nilai Keteranga
Hasil analisa Satuan
urinalisa normal n
Makroskopis
Warna KUNING Kuning
Kejernihan AGAK KERUH* Jernih
Kimia urine
Glukosa 3+* mg/dL Negatif
Bilirubin NEGATIF Negatif
Kelon NEGATIF mg/dL Negatif
1005-
Berat jenis 1.020*
1030
Darah/hb NEGATIF Negatif
Ph 5.5 4.5-8.0
Protein NEGATIF mg/dL Negatif
Urobilinogen 3.2 3.2-16.0
Nitrit NEGATIF Negatif
Leukosit
2+* Negatif
esterase
Sedimen
Leukosit 20-25* Sel/LPB 0-5
Eritrosit 2-3 SelLPB 0-3
Sel epitel 3-4* Sel/LPK
Kristal -* Negatif
Silinder GRANULAR:ADA* Sel/LPK
Bakteri -* Negatif
Mukus -* Negatif
Lain-lain -*
4.1.7.5. Tabel Pemeriksaan Kimia Klinik : pada hari Minggu, 27 Maret 2022 Jam
07:57
Pemeriksaan Hasil Nilai
Satuan Keterangan
Kimia Klinik Analisa Normal
Natrium 138 mEq/L 135-147
Kalium 3.1* mEq/L 3.5-5.5
Chlorida 100 mEq/L 98-106

.4.1.7.6. Hasil pemeriksaan EKG


4.1.8. Terapi
1. Obat
a. Nama Obat : Novorapid
b. Jenis : Insulin
c. Indikasi : Terapi/ pengobatan pada penderita
diabetes
d. Kontraindikasi : Hiperglikemia
e. Dosis untuk Pasien : 3x1 8u/sc, Naik 3x1 12u/sc
f. Cara pemberian : Lengan bagian atas dengan posisi
jarum 90 derajat
g. Efek samping : Gula darah yang turun terlalu rendah
atau hipoglikemia, ruam, benjolan atau pembengkakan di
tempat suntikan.
2. Obat
a. Nama Obat : Levemir
b. Jenis : Insulin
c. Indikasi : pengobatan diabetes mellitus
d. Kontraindikasi : Hiperglikemia
e. Dosis untuk Pasien : 1x1 14u/sc
f. Cara pemberian : Lengan bagian atas dengan posisi
jarum 90 derajat
g. Efek samping : Gula darah yang turun terlalu rendah
atau hipoglikemia, ruam, benjolan atau pembengkakan di
tempat suntikan.
3. Cairan
a. Jenis cairan : NaCl 0,9% 500 ml
b. Komposisi cairan : NaCl 0,9%. Setiap 500 ml mengandung : 4,5
natrium klorida (NaCl) air untuk injeksi ad 500ml
c. Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit
pada keadaan dehidrasi
d. Tetesan/menit : 14 Tetes/menit, Jumlah : 500ml/8 jam.
4.1.9. Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
a. Pasien mengatakan sering merasa a. Pasien tampak kooperatif
lelah b. Kesadaran compos mentis
b. Pasien mengatakan sering merasa c. Pasien tampak sakit sedang
haus d. Pasien tampak lemah
c. Pasien mengatakan sering BAK e. Kadar glukosa darah 314 mg/dL
d. Pasien mengatakan badan terasa f. HbA1c ↑ 8.4
lemah g. Pasien tampak terdapat luka yang
e. Pasien mengatakan kaki sebelah dibalut dengan kasa di atas
kiri dan kaki sebelah kanan sering punggung kaki sebelah kiri
kesemutan h. Luka berwarna kemerahan
f. Pasien mengatakan pusing i. Besarnya luka sekitar 5 cm, tidak
g. Pasien mengatakan sulit tidur berbau
h. Pasien mengatakan istirahat tidak j. Ekspresi wajah pasien tampak
merasa cukup mengantuk
i. Pasien mengatakan pola tidur k. Pasien tampak menguap
berubah l. Konjungtiva anemis
j. Pasien mengatakan tidur tidak m. Pasien tampak gelisah
puas n. Pasien terpasang IVFD NaCl 0,9%
k. Pasien mengatakan saat di sentuh 14 tetes/menit di tangan sebelah kiri
luka yang ada di bagian atas o. Tanda-tanda Vital :
punggung kaki sebelah kiri sudah p. TD : 110/70 mmHg
tidak terasa q. N : 86 kali/menit
l. Pasien mengatakan kaki melepuh r. R : 20 kali/menit
akibat memakai mesin terapi yang s. SB : 37oC
terlalu panas
m. Pasien mengatakan dirumah ia
sering merendam kaki di air panas

4.1.10. Analisis Data


No Data (Sign/Simptom) Penyebab Masalah
(Etiologi) (Problem)
1. Data Subjektif : Hiperglikemia Ketidakstabilan
a. Pasien mengatakan kadar glukosa
sering merasa lelah Tubulus renalis darah (D.0027)
b. Pasien mengatakan tidak mampu
sering merasa haus menyerap glukosa
c. Pasien mengatakan dalam darah
sering BAK
d. Pasien mengatakan Glukosuria
badan terasa lemah
e. Pasien mengatakan Diuresis osmotik
kaki sebelah kiri dan
kanan sering Poliuria
kesemutan
f. Pasien mengatakan Rangsangan haus
pusing
g. Pasien mengatakan Polydipsia
mengantuk

Data Objektif :
a. Kesadaran Compos
mentis
b. Pasien tampak sakit
sedang
c. Pasien tampak lemah
d. Kadar Glukosa Darah
: 314 mg/dl
e. HbA1c ↑ 8.4
f. Tanda-tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 86x/menit
R : 0x/menit
SB : 37oC
2. Data Subjektif : Hiperglikemia Gangguan Pola
a. Pasien mengatakan Tidur (D.0055)
sulit tidur Tubulus renalis
b. Pasien mengatakan tidak mampu
istirahat tidak merasa menyerap glukosa
cukup dalam darah
c. Pasien mengatakan
pola tidur berubah Glukosuria
d. Pasien mengatakan
tidur tidak puas Diuresis osmotik

Poliuria
Data Objektif :
a. Kesadaran Compos
mentis
b. Pasien tampak sakit
sedang
c. Pasien tampak lemah
d. Ekspresi wajah
pasien tampak
mengantuk
e. Pasien tampak
menguap
f. Konjungtiva anemis
a. Pasien tampak
gelisah
g. Pasien tampak
terpasang IVFD
NaCl 0,9% 14
Tetes/menit di tangan
sebelah kiri
h. Tanda-tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 86x/menit
R : 20x/menit
SB : 37oC
3. Data subjektif : Hiperglikemia Gangguan
a. Pasien mengatakan integritas kulit dan
kaki melepuh akibat Dalam jangka jaringan (D.0129)
memakai mesin terapi waktu yang lama
yang terlalu panas
b. Pasien mengatakan di kerusakan pada
rumah sering serabut saraf
merendam kaki di air
panas Neuropati diabetik
c. Pasien mengatakan
kaki sebelah kanan dan Neuropati perifer
kaki sebelah kiri sering
merasa kesemutan Kerusakan pada
d. Pasien mengatakan sistem saraf
luka yang ada di atas (tungkai dan kaki)
punggung kaki kiri
tidak terasa Kesemutan, kram

Data objektif : Terjadi luka tidak


a. Pasien tampak disadari
terdapat luka di
bagian punggung
kaki sebelah kiri
b. Luka di laki tampak
kemerahan
c. Besarnya luka sekitar
5 cm, tidak berbau
d. Kadar glukosa darah
314 mg/dL
e. Pasien terpasang
IVFD NaCl 0,9% 14
tetes/menit
f. Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
N : 86x/menit
R :20x/menit
SB : 37oC

4. Data Subjektif : Luka sukar Risiko infeksi


a. Pasien mengatakan sembuh (0142)
kaki sebelah kiri dan
kaki sebelah kanan Penyembuhan luka
sering kesemutan terhambat
b. Pasien mengatakan
saat di sentuh luka di
bagian kaki sudah
tidak terasa

Data Objektif :
a. Pasien tampak
terdapat luka di
punggung kaki
bagian kiri
b. Luka tampak dibaluti
dengan kasa
c. Kadar glukosa darah
314 mg/dL
d. Pasien tampak
terpasang IVFD NaCl
14 tetes/menit di
tangan sebelah kiri
e. Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 86x/menit
R : 20x/menit
f. SB : 37oC

4.2. PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d disfungsi pankreas
2. Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan
3. Gangguan integritas kulit dan jaringan b/d kurang terpapar informasi
tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan
4. Risiko infeksi d.d faktor risiko penyakit kronis
4.3 RENCANA KEPERAWATAN, TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI

N Diagnosa
Hari/tgl Tujuan Intervensi Jam Implementasi Evaluasi
o Keperawatan

1. Jumat/ Ketidakstabilan kadar Setelah 1. Identifikasi 10:00 1. Mengidentifikasi Sabtu 26 Maret


25 Maret glukosa darah (D.0027) dilakukan kemungkinan kemungkinan penyebab 2022
2022s berhubungan dengan tindakan penyebab hiperglikemia
Jam : 05:50
disfungsi pankreas keperawatan 3 Hiperglikemia Cara : menanyakan apakah
kali 24 jam pasien banyak mengonsumsi
Dibuktikan dengan :
diharapkan makanan yang mengandung
S:
masalah gula
Keperawatan a. Pasien
Data subjektif : Hasil : pasien tampak lemah
Ketidakstabila mengatakan
a. Pasien mengatakan n kadar Respon : pasien mengatakan sebelum masuk
sering merasa haus glukosa darah sebelum masuk RS ia RS ia
b. Pasien mengatakan dapat teratasi mengonsumsi makanan yang mengonsumsi
sering merasa BAK dengan kriteria mengandung banyak gula, dan makanan yang
c. Pasien mengatakan hasil : saat ini di RS ia hanya mengandung
sering merasa lelah mengkonsumsi makan yang banyak gula
d. Pasien mengatakan diberikan oleh petugas RS dan saat ini ia
badan terasa lemah 1. Keluhan hanya
2. Memonitor kadar glukosa
e. Pasien mengatakan pusing mengkonsumsi
darah (GDS)
kaki sebelah kanan menurun makan yang
dan kaki sebelah kiri 2. Keluhan Cara : mengecek memakai alat diberikan oleh
sering kesemutan merasa lelah tes ukur kadar strip gula petugas RS
2. Memonitor
f. Pasien mengatakan menurun b. Pasien
kadar glukosa Hasil : 234 mg/dL
pusing 3. Keluhan 11:30 mengatakan
darah
g. Pasien mengatakan mengantuk Respon : pasien mengatakan ia badan terasa
mengantuk menurun merasa lemah badan lemah
4. Kadar c. Pasien
3. Menganjurkan monitor kadar
glukosa mengatakan
Data objektif : glukosa darah secara mandiri
darah sering merasa
(jika pasien mempunyai alat
a. Kesadaran compos membaik lelah
strip gula) agar pasien dapat
mentis (kesadaran 5. Luka d. Pasien
mengetahui tinggi/rendah nilai
penuh) membaik mengatakan
gula darah pasien
b. Pasien tampak sakit 3. Anjurkan sering merasa
Hasil : pasien dan keluarga
sedang monitor kadar haus
pasien tampak menerima
c. Pasien tampak lemah glukosa darah e. Pasien
masukan dari perawat
d. Kadar glukosa darah secara mandiri 12:30 mengatakan ia
GDP 314 mg/dL 4. Menganjurkan kepatuhan diet masih merasa
e. Novorapid 3x8 unit dan olahraga pusing
Levemir 1x14 unit Cara memberi tahu kepada f. Pasien
pasien dan keluarga pasien mengatakan ia
f. Pasien terpasang
untuk mengkonsumsi mengantuk
IVFD NaCl 0,9% 14
makanan yang sehat seperti
tetes/menit di tangan
sayur-sayuran hijau yang
sebelah kiri
mengandung VitA, protein
g. HbA1c 8.4 ↑
h. Tanda-tanda vital : 4. Anjurkan tampak lemak, minum air O:
TD : 110/70 mmHg kepatuhan diet mineral yang cukup, dan
a. Pasien
dan olahraga olahraga yang cukup
N : 86 kali /menit kooperatif
(Berjalan) untuk membantu
b. Kesadaran
R : 20 kali/menit otot menyerap gula darah,
15:00 compos mentis
o mencegahnya menumpuk di
SB : 37 C (kesadaran
aliran darah agar kadar gula
penuh)
darah juga dapat terkontrol
c. Pasien sakit
Hasil : pasien dan keluarga sedang
tampak mendengarkan dan d. Pasien tampak
menerima arahan dari perawat lemah
e. Kadar glukosa
Respon : pasien mengatakan ia
darah (GDP)
sering merasa haus
164 mg/dL
5. Penatalaksanaan pemberian f. HbA1c 8.4 ↑
insulin dengan bertanya g. Pasien
kepada senior perawat diberikan
mengenai pemberian dosis insulin 2
apakah ada pengurangan macam :
/kenaikan dosis untuk pasien Novorapid 3x8
Hasil : pasien diberikan unit
insulin 2 macam (DM Kronis) h. Pasien
terpasang
1. Novorapid 3x8 unit
IVFD NaCl
2. Levemir 1x14 unit 0,9% 4
tetes/menit
ditangan kiri
i. Tanda-tanda
vital :
TD : 130/80
5. Tatalaksana mmHg
pemberian
N : 82
insulin
kali/menit
R : 20
kali/menit
17:00
SB : 36oC

A:
Masalah
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah belum
teratasi
18:00 P:
22:00 Intervensi lanjut :
1. Monitor kadar
glukosa darah
2. anjurkan
kepatuhan diet
dan olahraga
3. Tatalaksana
pemberian insulin

2. Jumat, Gangguan pola tidur (D- Setelah 1. Identifikasi 10:00 1. Mengidentifikasi pola Sabtu, 26 Maret
25 Maret 0055) berhubungan dilakukan pola aktivitas aktivitas pola dan tidur 2022
2022 dengan Hambatan tindakan dan tidur Cara : menanyakan dan
Jam : 08:00
lingkungan keperawatan 3 observasi pasien tidur dalam
kali 24 jam sehari berapa jam, dan
Dibuktikan dengan :
diharapkan aktivitas apa yang dilakukan
S:
pola tidur
Hasil : Pasien tampak kurang
membaik a. Pasien
Data subjektif : tidur, pada saat ditanyakan
dengan kriteria mengatakan
pasien tampak menguap,
a. Pasien mengatakan hasil : pola tidur tidak
gelisah dan tidak ada aktivitas
sulit tidur teratur
yang dilakukan di RS
b. Pasien mengatakan b. Pasien
istirahat tidak cukup mengatakan
c. Pasien mengatakan 1. Keluhan sulit Respon : Pasien mengatakan sering gelisah
pola tidur berubah tidur dalam pola tidur tidak teratur, dan banyak
menurun jam tidur malam dan siang pikiran
2. Keluhan hari tidak menentu, pasien c. Pasien
Data objektif
tidak puas juga mengatakan bahwa ia mengatakan ia
a. Kesadaran compos tidur sering merasa gelisah, khawatir
mentis (Kesadaran menurun aktivitas yang dilakukan dengan
penuh) 3. Keluhan pola hanya aktivitas ringan seperti kondisinya
b. Pasien sakit sedang tidur berubah makan dan minum sendiri dan saat ini
c. Pasien tampak lemah menurun aktivitas yang dilakukan juga d. pasien
d. Ekspresi wajah 4. Keluhan tidak mengganggu mengatakan
pasien mengantuk istirahat bahwa ia juga
2. Mengidentifikasi faktor
e. Pasien tampak tidak cukup sulit tidur
pengganggu tidur
menguap menurun sebelum
Cara : menanyakan dan
f. Konjungtiva anemis masuk RS
observasi kepada pasien apa
g. Pasien tampak e. pasien
yang menjadi penyebab tidak
terpasang IVFD mengatakan
bisa tidur
NaCl 0,9% 14 pola tidur tidak
tetes/menit di tangan Hasil : Pasien tampak gelisah teratur
sebelah kiri f. pasien
2. Identifikasi Respon : Pasien mengatakan
h. Tanda-tanda vital : mengatakan ia
faktor ia merasa gelisah, dan banyak
TD : 110/70 mmHg 10:30 melakukan
pengganggu pikiran karena saat ini ia
aktivitas
N : 86 kali/menit tidur
ringan seperti
R : 20 kali/menit menjadi Ibu sekaligus bapak makan dan
rumah tangga minum sendiri
SB : 37oC
3. Memfasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur O:
Cara : Mengalihkan dengan
a. pasien
menonton TV sebelum tidur
kooperatif
(Kamar VIP)
b. kesadaran
Hasil : Pasien tampak gelisah compos
saat menonton TV, terlihat mentis
tampak ada yang sedang c. pasien sakit
dipikirkan , pasien tampak sedang
3. Fasilitasi menguap d. pasien tampak
menghilangkan kurang tidur
Respon : Pasien mengatakan
stress sebelum e. pasien gelisah
ia khawatir dengan kondisinya
tidur 10:50 f. pasien tampak
saat ini
menguap
4. Menjelaskan pentingnya tidur g. pasien
cukup selama sakit terpasang
Cara : Menjelaskan kepada IVFD NaCl
pasien dan keluarga mengenai 0,9% 14
manfaat cukup tidur saat sakit tetes/menit di
seperti meningkatkan tangan
konsentrasi, meningkatkan sebelah kiri
suasana hati, meningkatkan h. tanda-tanda
daya ingat, mengontrol kadar vital :
gula dalam tubuh dan menjaga TD : 130/80
kesehatan jantung mmHg
Hasil : Pasien mendengarkan N : 79
dan mengerti apa yang kali/menit
4. Jelaskan
dijelaskan perawat
pentingnya R : 20
tidur cukup 5. Menganjurkan menepati kali/menit
selama sakit kebiasaan waktu tidur
Sb : 36oC
Cara : Menjelaskan kepada
pasien bahwa ketepatan waktu
11:15 tidur dapat membantu
meningkatkan proses
pemulihan dan mengontrol A:
pasien agar pasien dapat tidur
Masalah
tepat waktu
gangguan pola
Hasil : Pasien tampak tidur belum
mengerti dengan apa yang teratasi
dijelaskan
Respon : Pasien mengatakan
bahwa ia juga sulit tidur
sebelum masuk RS P:
Intervensi Lanjut :
5. Anjurkan 1. Identifikasi
menepati pola aktivitas
kebiasaan dan tidur
waktu tidur 2. Fasilitasi
menghilangka
n stress
sebelum tidur
3. Anjurkan
13:00
menepati
kebiasaan
waktu tidur

3. Jumat/25 Gangguan integritas Setelah 1. Monitor 17:00 1. Memonitor karakteristik luka Sabtu, 26 Maret
Maret kulit berhubungan dilakukan karakteristik Cara : Melihat dan mencatat 2022
2022 dengan kurang terpapar tindakan luka (mis : luka terdapat di atas
Jam : 10:00
informasi tentang upaya keperawatan 3 drainase, luka, punggung kaki sebelah kiri,
mempertahankan/ kali 24 jam warna, ukuran, warna kemerahan, besar luka
melindungi integritas diharapkan bau) sekitar 5 cm, tidak berbau
jaringan masalah
Hasil : Luka di kaki pasien
Gangguan
Dibuktikan dengan : tampak kemerahan
integritas kulit
S:
dapat teratasi
dengan kriteria Respon : Pasien mengatakan a. Pasien
hasil : kaki sebelah kiri dan kaki mengatakan
Data Subjektif :
sebelah kanan sering kaki sebelah
a. pasien mengatakan kesemutan, dan luka di atas kiri dan kaki
kaki melepuh akibat 1. Penyatuan punggung kaki tidak terasa sebelah kanan
mesin terapi yang kulit nyeri sering
terlalu panas meningkat kesemutan
2. Melepaskan balutan dan
b. pasien mengatakan 2. Penyatuan b. Pasien
plester secara perlahan
dirumah sering tepi luka mengatakan
Cara : Membuka plester
merendam kaki di air meningkat 2. Lepaskan luka yang ada
terlebih dahulu setelah itu
panas 3. Jaringan balutan dan di atas
lepaskan balutan, jika plester
c. pasien mengatakan granulasi plester secara punggung kaki
dan balutan terekat basahi
kaki sebelah kiri dan meningkat perlahan 17:15 sebelah kiri
dengan NaCl
kaki sebelah kanan 4. Edema saat di sentuh
sering kesemutan pada sisi Hasil : Pasien tampak tenang sudah tidak
d. pasien mengatakan luka saat plester dan pembalut terasa
luka yang ada di atas menurun dilepaskan tampak tidak
punggung kaki 5. Peradangan kesakitan
sebelah kiri tidak pada luka O:
3. Membersihkan dengan NaCl
sakit saat disentuh menurun
Cara : Membalut secara a. Pasien
6. Infeksi
perlahan dan hati-hati cairan kooperatif
menurun
NaCl dengan kasa steril b. Pasien
terdapat luka
Data Objektif :
di atas
a. pasien tampak 3. Bersihkan 4. Memberikan salep yang punggung
terdapat luka di dengan NaCl sesuai ke kulit/lesi kaki sebelah
bagian atas Cara : Mengoleskan secara kiri
punggung kaki perlahan-lahan di bagian luka c. Warna luka
sebelah kiri kemerahan,
17:20 5. Memasang balutan sesuai
b. luka di kaki tampak tidak berbau
jenis luka
kemerahan, tidak d. Besarnya luka
4. Berikan salep Cara : Memasang balutan
berbau sekitar 5 cm
yang sesuai ke kasa steril untuk menutupi
c. besarnya luka sekitar e. Saat
kulit/lesi luka
5 cm dilakukan
d. GDP : 314 mg/dL 6. Menjelaskan tanda dan gejala tindakan
e. Pasien terpasang infeksi perawatan
5. Pasang balutan
IVFD NaCl 0,9% 14 17:25 Cara : Menjelaskan tanda dan luka pasien
sesuai jenis
tetes/menit di tangan gejala kepada pasien dan tampak tidak
luka
sebelah kiri keluarga pasien seperti luka di kesakitan
f. Tanda-tanda vital : kulit kaki, pembengkakan f. pasien
TD : 110/70 mmHg atau peradangan, rasa sakit di diberikan
kaki, mati rasa, sering merasa perawatan
N : 86 kali/menit
6. Jelaskan tanda 17:30 kesemutan luka
R : 20 kali/menit dan gejala g. penyatuan
Hasil : Pasien dan keluarga
infeksi kulit tampak
SB : 37oC pasien tampak mendengarkan
belum ada
dan memperhatikan
peningkatan
Respon : Pasien mengatakan h. luka tampak
ia sering merasa kaki sebelah masih edema
17:35
kiri dan sebelah kanan sering i. luka tampak
kesemutan ada risiko
infeksi
7. Mengajarkan prosedur
j. GDP : 164
perawatan luka secara
mg/dL
mandiri
k. Pasien
Cara : Mengajari keluarga dan
terpasang
menganjurkan kepada
IVFD NaCl
keluarga untuk
0,9% 14 tetes/
memperhatikan perawat saat
menit di
sedang melakukan tindakan
tangan
perawatan luka. Caranya
sebelah kiri
seperti : Membuka balutan
l. Tanda-tanda
dan plester secara hati-hati,
vital :
bersihkan dengan NaCl dan
TD : 130/80
7. Ajarkan kasa steril, beri salep pada
mmHg
prosedur daerah luka, tutup dengan
perawatan luka balutan kasa steril dan plester N : 79
secara mandiri kali/menit
R : 20
kali/menit
SB : 36oC
17:40

A:
Masalah
gangguan
integritas kulit
belum teratasi

P:
Intervensi Lanjut :
1. Monitor
karakteristik
luka
2. Lepaskan
balutan dan
plester secara
perlahan
3. Bersihkan
dengan NaCl
4. Berikan salep
yang sesuai ke
kulit/lesi
5. Pasang balutan
sesuai jenis
luka

4. Jumat/ Risiko infeksi ditandai Setelah 1. Monitor tanda 10:00 1. Memonitor tanda dan gejala Sabtu, 26 Maret
25 Maret dengan risiko penyakit dilakukan dan gejala infeksi lokal sistematik 2022
2022 kronis tindakan infeksi lokal Hasil : Luka pada kaki
Jam : 07:00
keperawatan 3 sistematik tampak kemerahan dan
Dibuktikan dengan :
kali 24 jam bengkak
diharapkan
Respon : Pasien mengatakan S:
masalah risiko
Data subjektif : kaki sebelah kiri dan kaki
infeksi dapat a. Pasien
sebelah kanan sering
a. pasien mengatakan teratasi dengan mengatakan
kesemutan, pasien juga
kaki sebelah kiri dan kriteria hasil : kaki sebelah
mengatakan luka yang ada di
kaki sebelah kanan kiri dan kaki
atas punggung kaki saat
sering kesemutan sebelah kanan
disentuh sudah tidak terasa
b. pasien mengatakan sering
saat di sentuh luka di kesemutan
bagian kaki sudah 1. Demam 2. Mencuci tangan sebelum dan b. Pasien
tidak terasa menurun sesudah kontak dengan pasien mengatakan
(5) dan lingkungan sekitar luka yang ada
2. Kemerahan 2. Cuci tangan Cara : Mencuci tangan di atas
menurun sebelum dan dengan menggunakan 6 punggung kaki
10:20
(5) sesudah kontak langkah sebelah kiri
Data Objektif :
3. Bengkak dengan pasien saat di sentuh
Hasil : Pasien tampak
a. pasien tampak menurun dan lingkungan sudah tidak
memperhatikan prosedur 6
terdapat luka di atas (5) sekitar terasa
langkah mencuci tangan yang
punggung kaki
dilakukan perawat
sebelah kiri
b. luka berwarna 3. Menjelaskan tanda dan gejala
kemerahan, tidak infeksi O:
berbau Cara : Menjelaskan kepada
a. Pasien
c. besarnya luka sekitar pasien dan keluarga pasien
kooperatif
5cm tanda dan gejalanya seperti
b. Pasien sakit
d. Luka dibalut dengan luka di kulit kaki,
3. Jelaskan tanda sedang
kasa pembengkakan dan
dan gejala c. Pasien terdapat
e. GDP : 314 mg/dL peradangan, rasa sakit di kaki,
infeksi luka di atas
f. Pasien terpasang mati rasa, sering merasa
punggung kaki
IVFD NaCl 0,9 % 14 kesemutan
sebelah kiri
tetes/menit di tangan 10:35
Hasil : Warna luka d. Warna luka
sebelah kiri
kemerahan, besarnya sekitar 5 kemerahan,
g. Tanda-tanda vital :
cm, tidak berbau, luka tampak tidak berbau
TD : 110/70 mmHg ada edema, belum ada e. Besarnya luka
peningkatan sekitar 5 cm
N : 56 kali/menit
f. Luka pasien
4. Menjelaskan cara mencuci
R : 20 kali/menit tampak masih
tangan dengan benar
edema
SB : 37oC Cara : Mengajari cara
g. Luka belum
mencuci tangan 6 langkah :
ada
a. Tuang cairan handrub peningkatan
pada telapak tangan h. Pasien
kemudian usap dan gosok terpasang
kedua telapak tangan IVFD NaCl
secara lembut dengan 0,9% 14
arah memutar tetes/menit
i. Tanda-tanda
4. Jelaskan cara b. Usap dan gosok juga
vital :
mencuci kedua punggung tangan
TD : 130/80
tangan dengan secara bergantian
mmHg
benar c. Gosok sela-sela jari
tangan hingga bersih N : 79
d. Bersihkan ujung jari kali/menit
10:45 secara bergantian dengan
R : 20
posisi saling mengunci
kali/menit
e. Gosok dan putar kedua
ibu jari secara bergantian SB : 36oC
f. Letakkan ujung jari ke
telapak tangan kemudian
gosok perlahan
A:
Masalah risiko
infeksi belum
teratasi

P:
Intervensi Lanjut :
1. Monitor tanda
dan gejala
infeksi
2. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan
lingkungan
sekitar
3. Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
4.4 CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/tgl Diagnosis Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi

1. Sabtu, 26 Ketidakstabilan Kadar Glukosa darah 17:30 1. Memonitor kadar glukosa darah Minggu, 27 Maret 2022
Maret (D.0027) berhubungan dengan disfungsi menggunakan alat tes ukur kadar
06:00
2022 pankreas strip gula
Hasil : GDS : 242 mg/dL
Dibuktikan dengan :
Respon : pasien mengatakan ia S:
merasa lemah badan dan pusing
a. Pasien mengatakan lemah badan
2. Menganjurkan kepatuhan diet dan b. Pasien mengatakan pusing
Data Subjektif : olahraga c. Pasien mengatakan ia hanya
17:35 Cara : menjelaskan kepada mengonsumsi makanan yang ada di
a. Pasien mengatakan sebelum
keluarga dan pasien untuk rumah sakit
masuk RS ia mengonsumsi
mengkonsumsi makanan yang d. Pasien mengatakan ia sering
makanan yang mengandung
sehat seperti sayur-sayuran merasa haus
banyak gula dan saat ini ia hanya
berdaun hijau yang mengandung
mengkonsumsi makan yang
vitA, protein tanpa lemak, minum
diberikan oleh petugas RS
air mineral yang cukup, dan
b. Pasien mengatakan lemah badan
olahraga yang cukup (berjalan) O:
c. Pasien mengatakan sering merasa
untuk membantu otot menyerap
lelah a. Pasien kooperatif
gula darah, mencegahnya
d. Pasien mengatakan sering merasa b. Pasien compos mentis
menumpuk di aliran darah serta
haus c. Pasien lemah
d. GDP : 153 mg/dL
e. Pasien mengatakan ia masih dapat mengontrol kadar glukosa e. HbA1C 8.4
merasa pusing darah f. Pasien diberikan insulin 2 macam
f. Pasien mengatakan ia mengantuk (DM
Hasil : Pasien dan keluarga tampak
Kronis)
menerima dan memperhatikan
arahan dari perawat 1. Novorapid 3x10 unit
2. Levemir 1x14 unit
Respon : Pasien mengatakan ia
Data Objektif : g. Pasien terpasang IVFD NaCl
tidak ada selera makan, ia hanya
0,9% 14 tetes/menit
a. Pasien kooperatif makan makanan yang diberikan
h. Tanda-tanda vital :
b. Kesadaran compos mentis oleh petugas RS tidak ada makanan
TD : 105/65 mmHg
(kesadaran penuh) tambahan dari luar, pasien hanya
c. Pasien sakit sedang sering merasa haus N : 80 kali/menit
d. Pasien tampak lemah
3. Penatalaksanaan pemberian insulin R : 20 kali/menit
e. Kadar glukosa darah (GDP) 164
Cara : Bertanya kepada senior
mg/dL SB : 36oC
perawat mengenai pemberian
f. HbA1c 8.4 ↑
dosis apakah ada pengurangan
g. Pasien diberikan insulin 2 macam
/kenaikan dosis untuk pasien
Novorapid 3x8 unit A:
Levemir 1x14 unit Hasil : Pasien diberikan insulin 2
Masalah ketidakstabilan kadar glukosa
macam (DM Kronis)
h. Pasien terpasang IVFD NaCl darah belum teratasi
0,9% 4 tetes/menit ditangan kiri Novorapid 3x8 unit
i. Tanda-tanda vital :
Levemir 1x14 unit
TD : 130/80 mmHg P:
N : 82 kali/menit Intervensi Lanjut :
R : 20 kali/menit 17:40 1. Monitor kadar glukosa darah
2. Anjurkan kepatuhan diet dan
SB : 36oC
olahraga
3. Tatalaksana pemberian insulin

18:00
22:00

2. Sabtu, 26 Gangguan pola tidur berhubungan 09:00 1. Mengidentifikasi pola aktivitas Minggu, 27 Maret 2022
Maret dengan hambatan lingkungan dan tidur
Jam : 07:00
2022 Cara : Menanyakan dan observasi
Dibuktikan dengan :
pasien tidur dalam sehari berapa
jam, dan aktivitas apa yang
dilakukan
Data subjektif :
S:
Hasil : Pola tidur pasien tampak
a. Pasien mengatakan pola tidur tidak
belum teratur, saat observasi a. Pasien mengatakan dalam pola
teratur
tidur belum teratur
b. Pasien mengatakan sering gelisah pasien tampak menguap, pasien b. Pasien mengatakan jam tidur
dan banyak pikiran kurang tidur, pasien gelisah. malam dan siang hari masih tidak
c. Pasien mengatakan ia khawatir menentu
Respon : Pasien mengatakan
dengan kondisinya saat ini c. Pasien juga mengatakan bahwa ia
dalam pola tidur belum teratur,
d. Pasien mengatakan bahwa ia juga merasa gelisah
jam tidur malam dan siang hari
sulit tidur sebelum masuk RS d. Pasien mengatakan saat ini ia tidak
masih tidak menentu, pasien juga
e. Pasien mengatakan pola tidur tidak melakukan aktivitas yang lain, ia
mengatakan bahwa ia merasa
teratur hanya makan dan minum sendiri
gelisah, pasien mengatakan saat
f. Pasien mengatakan ia melakukan e. Pasien mengatakan ia khawatir
ini ia tidak melakukan aktivitas
aktivitas ringan seperti makan dan dengan keadaannya saat ini
yang lain, ia hanya makan dan
minum sendiri f. pasien mengatakan saat ini ia
minum sendiri
belum bisa tidur tepat waktu, tapi
2. Memfasilitasi menghilangkan ia akan berusaha menenangkan
Data Objektif :
stress sebelum tidur pikirannya agar bisa tidur tepat
a. Pasien kooperatif Cara : Menonton tv sebelum tidur waktu
b. Kesadaran compos mentis (kamar VIP)
c. Pasien sakit sedang
Hasil : Pasien tampak gelisah saat
d. Pasien tampak kurang tidur O:
menonton tv, terlihat tampak ada
e. Pasien gelisah
yang sedang dipikirkan a. Pola tidur pasien tampak belum
f. Pasien tampak menguap
teratur
g. Pasien terpasang IVFD NaCl 0,9% Respon : Pasien mengatakan ia
b. saat observasi pasien menguap
14 tetes/menit di tangan sebelah kiri 09:30 khawatir dengan keadaannya saat
c. Pasien kurang tidur
h. Tanda-tanda vital : ini
d. Pasien gelisah
TD : 130/80 mmHg
N : 79 kali/menit 3. Menganjurkan menepati e. Pasien gelisah saat menonton tv,
kebiasaan waktu tidur terlihat tampak ada yang sedang
R : 20 kali/menit
Cara menjelaskan kepada pasien dipikirkan
Sb : 36oC bahwa ketepatan waktu tidur f. Pasien belum bisa tidur tepat waktu
dapat membantu meningkatkan g. Pasien terpasang IVFD NaCl 0,9%
proses pemulihan dan berusaha 14 tetes/menit
mengontrol pasien agar pasien h. Tanda-tanda vital :
tepat waktu untuk tidur. TD : 105/65 mmHg
Hasil : Pasien tampak belum bisa N : 80 kali/menit
tidur tepat waktu
R : 20 kali/menit
Respon : Pasien mengatakan saat
SB : 36oC
09:40 ini ia belum bisa tidur tepat
waktu, tapi ia akan berusaha
menenangkan pikirannya agar
bisa tidur tepat waktu.
A:
Masalah Gangguan Pola Tidur belum
teratasi

P:
Intervensi Lanjut :
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Anjurkan menepati kebiasaan tidur

3. Sabtu, 26 Gangguan integritas kulit dan jaringan 16:30 1. Memonitor karakteristik luka Minggu, 27 Maret 2022
Maret berhubungan dengan kurang terpapar Cara melihat dan mencatat Luka
Jam : 07:00
2022 informasi tentang upaya terdapat di atas punggung kaki
mempertahankan/melindungi integritas sebelah kiri, warna kemerahan,
lingkungan besarnya luka sekitar 5 cm, tidak
berbau
Dibuktikan dengan :
S:
Hasil : Luka di kaki pasien
tampak masih kemerahan a. Pasien mengatakan kaki sebelah
kiri dan kaki sebelah kanan masih
Respon : Pasien mengatakan kaki
sering kesemutan
Data Subjektif : sebelah kanan dan kiri sebelah
b. Pasien mengatakan luka yang ada
kiri masih sering kesemutan, dan
a. Pasien mengatakan kaki sebelah kiri di atas punggung kaki sebelah kiri
luka di atas punggung kaki tidak
dan kaki sebelah kanan sering tidak nyeri
terasa nyeri
kesemutan
b. Pasien mengatakan luka yang ada di 2. Melepaskan balutan dan plester
atas punggung kaki sebelah kiri saat secara perlahan O:
di sentuh sudah tidak terasa Cara membuka plester terlebih
a. Pasien kooperatif
dahulu setelah itu lepaskan
b. Pasien tampak tenang saat
balutan, jika plester dan balutan
dilakukan tindakan perawatan luka
Data Objektif : 16:40 terekat pada luka basahi dengan c. Pasien tidak kesakitan
NaCl d. Pasien terdapat luka di atas
a. Pasien kooperatif
punggung kaki sebelah kiri
b. Pasien terdapat luka di atas Hasil : Pasien tampak tenang saat
e. Luka pasien masih kemerahan
punggung kaki sebelah kiri plester dan pembalut dilepaskan
f. Luka dibalut dengan kasa steril
c. Warna luka kemerahan, tidak berbau tampak tidak kesakitan.
g. Besarnya luka kira-kira 5 cm, tidak
d. Besarnya luka sekitar 5 cm
3. Membersihkan dengan NaCl berbau
e. Saat dilakukan tindakan perawatan
Cara membalut secara perlahan h. Pasien terpasang IVFD NaCl 0,9%
luka pasien tampak tidak kesakitan
dan hati-hati cairan NaCl dengan 14 tetes menit
f. Pasien diberikan perawatan luka
kasa steril. i. Tanda-tanda vital :
g. Penyatuan kulit tampak belum ada
TD : 105/65 mmHg
peningkatan 4. Memberikan salep yang sesuai
h. Luka tampak masih edema ke kulit/lesi pasang balutan N : 80 kali/menit
i. Luka tampak ada risiko infeksi sesuai jenis luka.
R : 20 kali/menit
j. GDP : 164 mg/dL Cara mengoleskan secara
k. Pasien terpasang IVFD NaCl 0,9% perlahan-lahan di bagian luka SB : 36oC
16:45
14 tetes/ menit di tangan sebelah kiri
5. Memasang balutan sesuai jenis
l. Tanda-tanda vital :
luka
TD : 130/80 mmHg
Cara : memasang balutan kasa
N : 79 kali/menit steril untuk menutupi luka A:
R : 20 kali/menit Masalah gangguan integritas kulit
16:50
belum teratasi
SB : 36oC
P:
Intervensi lanjut :
1. Monitor karakteristik luka
2. Lepaskan balutan dan plester
16:55 secara perlahan
3. Bersihkan dengan NaCl
4. Berikan salep sesuai jenis kulit/lesi
5. Pasang balutan sesuai jenis luka

4. Sabtu, 26 Risiko infeksi ditandai dengan faktor 16:00 1. Memonitor tanda dan gejala Minggu, 27 Maret 2022
Maret risiko penyakit kronis infeksi
08:00
2022 cara menanyakan keluhan kepada
Dibuktikan dengan :
pasien
Hasil : Luka tampak bengkak
Respon : Pasien mengatakan kaki S:
Data Subjektif : sebelah kiri dan sebelah kanan
a. Pasien mengatakan kaki sebelah
sering kesemutan, pasien juga
a. Pasien mengatakan kaki sebelah kiri dan sebelah kanan sering
mengatakan luka yang ada di atas
kiri dan kaki sebelah kanan sering kesemutan
punggung kaki saat dilakukan
kesemutan b. Pasien mengatakan luka yang ada
di atas punggung kaki sebelah kiri
b. Pasien mengatakan luka yang ada tindakan perawatan sudah tidak saat dilakukan tindakan perawatan
di atas punggung kaki sebelah kiri terasa/sakit sudah tidak terasa/sakit
saat di sentuh sudah tidak terasa c. Pasien mengatakan pasien bisa
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melihat luka yang ada di atas
kontak dengan pasien dan
punggung kaki tapi ia tidak merasa
lingkungan sekitar
kesakitan
Cara : Mencuci tangan
Data Objektif : 16:30
menggunakan hand sanitizer
a. Pasien kooperatif dengan menggunakan 6 langkah
b. Pasien sakit sedang
Hasil : Pasien tampak
c. Pasien terdapat luka di atas O:
memperhatikan prosedur mencuci
punggung kaki sebelah kiri
tangan 6 langkah yang dilakukan a. Pasien kooperatif
d. Warna luka kemerahan, tidak
oleh perawat b. Pasien tampak sakit sedang
berbau
c. Pasien terdapat luka di atas
e. Besarnya luka sekitar 5 cm 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
punggung kaki bagian kiri
f. Luka pasien tampak masih edema Cara : Menjelaskan kepada pasien
d. Warna luka tampak masih
g. Luka belum ada peningkatan dan keluarga pasien tanda dan
kemerahan
h. Pasien terpasang IVFD NaCl 0,9% gejalanya seperti luka di kulit kaki,
e. Besarnya luka 5cm
14 tetes/menit di tangan sebelah pembengkakan atau peradangan,
f. Luka tampak bengkak
kiri rasa sakit di kaki, mati rasa, sering
g. Tanda-tanda vital :
i. Tanda-tanda vital : merasa kesemutan
TD : 105/65 mmHg
TD : 130/80 mmHg
17:00 Hasil : Luka pasien tampak masih
N : 80 kali/menit
N : 79 kali/menit kemerahan,besarnya luka kira-kira
5 cm, R : 20 kali/menit
R : 20 kali/menit Respon : Pasien mengatakan SB : 36oC
pasien bisa melihat luka yang ada
SB : 36oC
di atas punggung kaki tapi ia tidak
merasa kesakitan

A:
Masalah risiko infeksi belum teratasi

P:
Intervensi Lanjut :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan sekitar
4.5 CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)

No Hari/Tgl Diagnosis Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi

1. Minggu, 27 Ketidakstabilan kadar glukosa 12:00 1. Memonitor kadar glukosa darah Senin, 28 Maret 2022
Maret 2022 darah berhubungan dengan Cara : Mengecek menggunakan
Jam : 12 : 00
disfungsi pankreas alat ukur kadar strip gula
Dibuktikan dengan : Hasil : GDS : 167 mg/dL
Respon : Pasien mengatakan
masih merasa pusing S:
2. Menganjurkan kepatuhan diet a. Pasien mengatakan pusing
Data Subjektif :
dan olahraga berkurang
12:10
a. Pasien mengatakan badan Cara : Menjelaskan kepada b. Pasien mengatakan kondisinya
terasa lemah pasien dan keluarga untuk mulai membaik
b. Pasien mengatakan pusing mengonsumsi makanan yang
c. Pasien mengatakan ia hanya sehat seperti sayur-sayuran
mengonsumsi makanan yang berdaun hijau yang
ada di rumah sakit mengandung vitA, protein O:
d. Pasien mengatakan ia sering tanpa lemak, minum air mineral
a. Kesadaran compos mentis
merasa haus yang cukup, dan olahraga yang
b. Keadaan umum mulai membaik
cukup (berjalan) untuk
c. Pasien tampak masih lemah
membantu otot menyerap gula
d. GDS : 137 mg/dL
darah, mencegahnya
e. HbA1C 8.4
Data Objektif : menumpuk di aliran darah serta f. Pasien diberikan insulin
mengontrol kadar gula darah 1. Novorapid 3x10 unit
a. Pasien kooperatif
g. Tanda-tanda vital :
b. Pasien compos mentis Hasil : Pasien dan keluarga
TD : 110/80 mmHg
c. Pasien lemah tampak menerima dan
d. GDP : 153 mg/dL memperhatikan arahan dari N : 82 kali/menit
e. HbA1C 8.4 perawat. Pasien tampak lebih
R : 20 kali/menit
f. Pasien diberikan insulin 2 baik dari sebelumnya, pasien
macam (DM tampak mulai ada selera makan SB : 36oC
Kronis)
Respon : Pasien mengatakan
1. Novorapid 3x10 unit kondisinya mulai membaik,
2. Levemir 1x14 unit pasien juga mengatakan ia bisa
g. Pasien terpasang IVFD NaCl berjalan ke WC tanpa bantuan A:
0,9% 14 tetes/menit
3. Tatalaksana pemberian insulin Masalah ketidakstabilan kadar
h. Tanda-tanda vital :
glukosa darah belum teratasi
TD : 105/65 mmHg cara bertanya kepada Senior
Perawat mengenai pemberian
N : 80 kali/menit
dosis apakah ada
P:
R : 20 kali/menit kenaikan/pengurangan dosis
untuk pasien Intervensi dihentikan.
SB : 36oC
Hasil : Pasien diberikan Insulin 2
macam ( DM Kronis)
1. Novorapid 3x10 unit
2. Levemir 1x14 unit

12:15

12:45
22:00

2. Minggu, 27 Gangguan pola tidur berhubungan 09:00 1. Mengidentifikasi pola aktivitas Senin, 28 Maret 2022
Maret 2022 dengan hambatan lingkungan dan tidur
Jam : 12 : 00
Cara : Menanyakan dan
Dibuktikan dengan :
observasi pasien tidur dalam
sehari berapa jam, dan aktivitas
apa yang dilakukan
S:
Hasil : Pola tidur tampak
Data Subjektif : a. pasien mengatakan pola tidur
membaik, pasien tampak fresh,
membaik,
a. Pasien mengatakan dalam pola pasien tampak semangat, pasien
b. Pasien mengatakan semalam ia
tidur belum teratur tampak lebih ceria
tidur sekitar jam 9 dan bangun
b. Pasien mengatakan jam tidur
Respon : Pasien mengatakan pola jam 5
malam dan siang hari masih
tidur membaik, pasien c. Pasien mengatakan keadaannya
tidak menentu
mengatakan semalam ia tidur saat ini sudah membaik
c. Pasien juga mengatakan
sekitar jam 9 dan bangun jam 5, d. pasien mengatakan bisa berjalan
bahwa ia merasa gelisah
pasien mengatakan keadaannya tanpa bantuan
d. Pasien mengatakan saat ini ia
saat ini sudah mulai membaik, e. Pasien mengatakan saat ini ia
tidak melakukan aktivitas
pasien mengatakan bisa berjalan sudah mulai bisa tidur tepat
yang lain, ia hanya makan dan
tanpa bantuan waktu
minum sendiri
f. pasien mengatakan pikirannya
e. Pasien mengatakan ia khawatir 2. Menganjurkan menepati
sudah tenang karena
dengan keadaannya saat ini kebiasaan tidur
keadaannya mulai membaik
f. Pasien mengatakan saat ini ia Cara : menjelaskan kepada
belum bisa tidur tepat waktu, pasien bahwa ketepatan waktu
tapi ia akan berusaha tidur dapat membantu
O:
menenangkan pikirannya agar meningkatkan proses pemulihan
bisa tidur tepat waktu dan berusaha mengontrol pasien a. Pola tidur tampak membaik
b. pasien tampak fresh, pasien
tampak semangat
Data Objektif : 09:20 agar pasien tepat waktu untuk c. Pasien tampak lebih ceria
tidur. d. Tanda-tanda vital :
a. Pola tidur pasien tampak
TD : 111/80 mmHg
belum teratur Hasil : Pola tidur pasien tampak
b. Saat observasi pasien sudah mulai membaik, pasien N : 82 kali/menit
menguap tampak ada perubahan, pasien
R : 20 kali/menit
c. Pasien kurang tidur tampak lebih ceria dan semangat
d. Pasien gelisah dari sebelumnya SB : 36oC
e. Pasien gelisah saat menonton
Respon : Pasien mengatakan saat
tv, terlihat tampak ada yang
ini ia sudah mulai bisa tidur tepat
sedang dipikirkan A:
waktu, pasien mengatakan
f. Pasien belum bisa tidur tepat
pikirannya sudah tenang karena Masalah gangguan pola tidur teratasi
waktu
keadaannya mulai membaik
g. Pasien terpasang IVFD NaCl
0,9% 14 tetes/menit
P :
h. Tanda-tanda vital :
TD : 105/65 mmHg Intervensi dihentikan.
N : 80 kali/menit
R : 20 kali/menit
SB : 36oC

3. Minggu, 27 Gangguan integritas kulit dan 10:00 1. Memonitor karakteristik luka Senin, 28 Maret 2022
Maret 2022 jaringan berhubungan dengan Hasil : luka terdapat di atas
Jam : 12:00
kurang terpapar informasi tentang punggung kaki sebelah kiri,
upaya warna kemerahan, besarnya luka
mempertahankan/melindungi sekitar 5 cm, tidak berbau
integritas jaringan
Respon : pasien mengatakan kaki
S:
Dibuktikan dengan : sebelah kiri dan kaki sebelah
kanan sering kesemutan, tapi saat a. Pasien mengatakan kaki
dilakukan tindakan perawatan sebelah kiri dan kaki sebelah
luka pasien tidak merasa sakit. kanan sering kesemutan
b. Pasien melakukan saat
Data Subjektif : 2. Melepaskan balutan dan plester
dilakukan tindakan perawatan
secara perlahan
a. Pasien mengatakan kaki luka pasien tidak merasa sakit
Cara : Membuka plester terlebih
sebelah kiri dan kaki sebelah
dahulu setelah itu lepaskan
kanan masih sering kesemutan
balutan, jika plester dan balutan
b. Pasien mengatakan luka yang
terekat pada luka basahi dengan
ada di atas punggung kaki 10:10
NaCl O:
sebelah kiri tidak nyeri
3. Membersihkan dengan NaCl a. luka terdapat di atas punggung
Cara : Membalut secara perlahan kaki sebelah kiri
dan hati-hati cairan NaCl dan b. warna kemerahan
O: kasa steril c. besarnya luka sekitar 5 cm,
tidak berbau
a. Pasien kooperatif 4. Memberikan salep yang sesuai
d. tanda-tanda vital :
b. Pasien tampak tenang saat jenis luka/lesi
TD : 110/80 mmHg
dilakukan tindakan Cara : Mengoleskan secara
perawatan luka perlahan-lahan di bagian luka N : 82 kali/menit
c. Pasien tidak kesakitan 10:15 5. Memasang balutan sesuai jenis R : 20 kali/menit
d. Pasien terdapat luka di atas luka
SB : 36oC
punggung kaki sebelah kiri Cara : Memasang balutan kasa
e. Luka pasien masih steril untuk menutupi luka
kemerahan
f. Luka dibalut dengan kasa
steril 10:20 A:
g. Besarnya luka kira-kira 5
Masalah gangguan integritas kulit
cm, tidak berbau
belum teratasi
Pasien terpasang IVFD
NaCl 0,9% 14 tetes menit
h. Tanda-tanda vital : P:
10:25
TD : 105/65 mmHg
Intervensi dihentikan.
N : 80 kali/menit
R : 20 kali/menit
SB : 36oC

4. Minggu, 27 Risiko infeksi ditandai dengan 09:00 1. Monitor tanda dan gejala Senin, 28 Maret 2022
Maret 2022 faktor risiko penyakit kronis infeksi
Jam : 12:00
Hasil : luka pasien tampak
Dibuktikan dengan :
kemerahan, besarnya luka
sekitar 5 cm
S:
Respon : Pasien mengatakan a. Pasien mengatakan kaki
kaki sebelah kiri dan kanan sebelah kiri dan kaki sebelah
Data Subjektif :
masih merasa kesemutan, kanan masih kesemutan
a. Pasien mengatakan kaki pasien juga mengatakan luka b. Pasien mengatakan luka yang
sebelah kiri dan sebelah kanan yang ada di atas punggung kaki ada di atas punggung kaki saat
sering kesemutan saat dilakukan tindakan dilakukan perawatan sudah
b. Pasien mengatakan luka yang perawatan sudah tidak tidak terasa/sakit
ada di atas punggung kaki terasa/sakit
sebelah kiri saat dilakukan
2. Cuci tangan sebelum dan
tindakan perawatan sudah
sesudah kontak dengan pasien
tidak terasa/sakit O:
dan lingkungan sekitar
c. Pasien mengatakan pasien bisa
Cara mencuci tangan a. Luka pasien di atas punggung
melihat luka yang ada di atas
menggunakan hand sanitizer kaki sebelah kiri
punggung kaki tapi ia tidak
dengan menggunakan 6 langkah b. Luka pasien berwarna
merasa kesakitan
kemerahan
Hasil : Pasien tampak
c. Besarnya luka 5 cm, tidak
memperhatikan prosedur
09:15 berbau
Data Objektif : mencuci tangan 6 langkah yang
d. Tanda-tanda vital :
dilakukan oleh perawat
a. Pasien kooperatif TD : 110/80 mmHg
b. Pasien tampak sakit sedang
N : 82 kali/menit
c. Pasien terdapat luka di atas
punggung kaki bagian kiri R : 20 kali/menit
d. Warna luka tampak masih
SB : 36oC
kemerahan
e. Besarnya luka 5cm
f. Luka tampak bengkak
A:
g. Tanda-tanda vital :
TD : 105/65 mmHg Masalah risiko infeksi belum teratasi
N : 80 kali/menit
R : 20 kali/menit P:
SB : 36oC Intervensi dihentikan.
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab ini dibahas tentang kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan
kasus.yang penulis peroleh saat melaksanakan studi kasus asuhan keperawatan
medikal bedah sistem endokrin Diabetes Melitus Tipe 2 pada Ny. M.W di Irina St.
Agustinus Angela Rumah Sakit Gunung Maria Tomohon selama 4 hari mulai dari
tanggal Jumat 25 Maret 2022 sampai Senin 28 Maret 2022, penulis menemukan
beberapa kesenjangan antara teori dan pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
5.1 Pengkajian
` Sekitar 90%-95% pasien Diabetes Melitus memiliki Diabetes Melitus Tipe
2. Hal ini terjadi karena adanya penurunan sensitivitas dari insulin (resistensi
terhadap insulin), atau semacam penurunan produksi jumlah insulin. Diabetes
Melitus Tipe 2 merupakan jenis diabetes yang tidak tergantung insulin. Penyakit
Dm tipe 2 merupakan jenis Diabetes yang tidak tergantung insulin. penyakit
Diabetes Melitus Tipe 2 umumnya menyerang pada pada orang dewasa dengan
umur sekitar 30 tahun keatas, meskipun begitu remaja maupun anak-anak juga
masih memiliki peluang untuk mengalaminya. Umumnya, berdasarkan banyaknya
kasus yang ditemukan, DM Tipe 2 sangat mudah menyerang orang-orang yang
memiliki berat badan berlebih atau obesitas, karena gangguan kelebihan berat
badan merupakan sebuah kondisi yang sangat menurunkan jumlah penyerapan
insulin dari sel target insulin di seluruh tubuh. Penyebab pasti yang dapat
menyebabkan seseorang mengembangkan Diabetes Melitus Tipe 2 hingga saat ini
belum diketahui secara jelas.
Faktor risiko pada tinjauan teori yaitu : usia >45 tahun, genetik, obesitas,
pola makan yang salah, aktivitas kurang, stres, riwayat keluarga. Yang ada pada
tinjauan kasus hampir sama dengan yang ada di teori yaitu usia 53 tahun (>45
tahun), ada faktor genetik dari orang tua pasien, pola makan pasien yang salah,
kurangnya perawatan dengan penyakit yang dideritanya. Semua hal tersebut
merupakan faktor pendukung terjadinya penyakit Diabetes Melitus Tipe 2.
Gejala lain dari penyakit DM yaitu antara lain : Poliuria (sering buang air
kecil) lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal ini
dikarenakan kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal (>180 mg/dL), sehingga
gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang
dikeluarkan, tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga
urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil, keluaran
urine harian sekitar 1,5 liter tetapi pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran
urine lima kali lipat dari jumlah ini. Polidipsi (Sering merasa haus dan ingin minum
air putih sebanyak mungkin) Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami
dehidrasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa
haus sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar
dan air dalam jumlah banyak. Polifagia ( cepat merasa lapar ) nafsu makan
meningkat (polifagia) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi bermasalah pada
penderita DM sehingga pemasukkan gula kedalam sel-sel tubuh kurang dan energi
yang dibentuk-pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa
kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin glua sehingga otak juga berpikir
bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar. Berat badan
menurun ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula
karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang
ada dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urine,
penderita DM yang tidak terkendali bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam
urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori perhari hilang dari tubuh). Kemudian
gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan
karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung
sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan ( pruritus vulva)
dan pada pria ujung penis terasa sakit.
Pada tinjauan teori terdapat kesamaan tanda dan gejala di tinjauan kasus
yaitu pasien mengalami Poliuria (sering kencing) pada pasien sering ditemukan
sering kencing pada malam hari, polidipsi (sering merasa haus) dan ingin minum
air putih sebanyak mungkin, berat badan menurun pasien mengalami penurunan
berat badan dari 5 tahun yang lalu berat badan dari 83 kg menjadi 56 kg.
Tanda dan gejala yang ada di tinjauan teori tapi tidak ada di tinjauan kasus
yaitu Polifagia (sering merasa lapar). Saat melakukan pengkajian pasien penulis
tidak menemukan tanda dan gejala seperti Polifagi (sering merasa lapar) karena
pasien sering mengeluh bahwa nafsu makannya menurun.
5.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan teori terdapat beberapa diagnosis keperawatan medikal bedah
menurut perumusan dari SDKI (Standar keperawatan diagnosis indonesia) 2017
yaitu sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) berhubungan dengan
disfungsi pankreas
2. Gangguan pola tidur (D.0055) berhubungan dengan hambatan
lingkungan
3. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129). berhubungan dengan
kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas kulit
4. Risiko infeksi (D.0142) ditandai dengan risiko penyakit kronis
5. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0038)
6. Keletihan (D.0057)
7. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
8. Nyeri akut (D.0077)
9. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
10. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
11. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif (D0013)
12. Risiko perfusi miokard tidak efektif (D.0014)
13. Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015)
14. Risiko perfusi renal tidak efektif (D.0016)
15. Risiko disfungsi neurovaskuler (D.0067)
16. Risiko disfungsi seksual (D.0072)
17. Gangguan rasa nyaman (D.0074)
18. Ansietas (d.0080)
19. Keputusasaan (D.0088)
20. Perilaku cenderung berisiko (D.0099)
21. Defisit pengetahuan (D.0111)
22. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (D.0112)
23. Ketidakpatuhan (D.0114)
24. Risiko gangguan integritas kulit (D.0139)
Diagnosis keperawatan yang ada di tinjauan teori dan tinjauan kasus yaitu :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas
Diagnosis keperawatan ini diangkat menjadi diagnosis keperawatan
utama karena pada pasien ditemukan tanda dan gejala berupa
tingginya kadar glukosa darah 314 mg/dL, mudah lelah, sering merasa
haus, sering BAK pada malam hari, badan terasa lemah, kaki sebelah
kiri dan kaki sebelah kanan sering kesemutan, pusing, mengantuk.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
Diagnosis ini di angkat karena pada pasien ditemukan tanda dan gejala
berupa sulit tidur, istirahat tidak cukup, pola tidur berubah, tidur tidak
puas, sering menguap, ekspresi wajah mengantuk.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurang terpapar
informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas kulit
Diagnosis ini diangkat karena pada pasien ditemukan tanda dan gejala
berupa luka seperti lepuhan di atas punggung kaki sebelah kiri
4. Risiko infeksi ditandai dengan risiko penyakit kronis
Diagnosis keperawatan yang ada di tinjauan teori tapi tidak ada dalam
tinjauan kasus yaitu :
1. Nyeri akut
2. keletihan
3. Risiko ketidakseimbangan cairan
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
6. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif (D0013)
7. Risiko perfusi miokard tidak efektif (D.0014)
8. Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015)
9. Risiko perfusi renal tidak efektif (D.0016)
10. Risiko disfungsi neurovaskuler (D.0067)
11. Risiko disfungsi seksual (D.0072)
12. Gangguan rasa nyaman (D.0074)
13. Ansietas (d.0080)
14. Keputusasaan (D.0088)
15. Perilaku cenderung berisiko (D.0099)
16. Defisit pengetahuan (D.0111)
17. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (D.0112)
18. Ketidakpatuhan (D.0114)
19. Risiko gangguan integritas kulit (D.0139)
Karena tidak ada data-data yang menunjang untuk diangkatnya diagnosis
tersebut.
5.3 Intervensi, Implementasi, Evaluasi keperawatan
Berdasarkan hasil pemeriksaan maka penulis menetapkan 4 diagnosis
keperawatan kepada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dan menyusun intervensi dan
mengimplementasikannya kepada pasien serta melakukan evaluasi terhadap
keadaan dan perkembangan kesehatan pasien.
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas, dibuktikan dengan : sering merasa lelah, sering merasa
haus, sering merasa BAK, lemah badan, kaki sebelah kanan dan
sebelah kiri sering kesemutan, merasa pusing.
Implementasi keperawatan yang telah diberikan kepada pasien :
Mengidentifikasi penyebab Hiperglikemia, Memonitor kadar glukosa
darah, Menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri,
Menganjurkan kepatuhan diet dan olahraga, Penatalaksanaan
pemberian insulin.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari maka
evaluasi yang diperoleh yaitu masalah Ketidakstabilan kadar glukosa
darah belum teratasi Pasien mengatakan masih merasa pusing, badan
masih lemah, GDS : 137 mg/dL.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan,
dibuktikan dengan : sulit tidur, istirahat tidak merasa cukup, pola tidur
berubah, tidur tidak puas.
Implementasi keperawatan yang telah diberikan kepada pasien :
Mengidentifikasi aktivitas dan tidur, mengidentifikasi faktor
pengganggu tidur, memfasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur,
menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, menganjurkan
menepati kebiasaan waktu tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari maka
evaluasi yang dilakukan yaitu masalah gangguan pola tidur teratasi :
Pasien mengatakan pola tidur membaik, pasien mengatakan tidur
sekitar jam 9 dan bangun sekitar jam 5, pasien mengatakan
keadaannya mulai membaik, pasien mengatakan sudah mulai bisa
tidur tepat waktu, pasien mengatakan pikirannya saat ini mulai tenang
karena keadaan mulai membaik.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurang terpapar
informasi dibuktikan dengan : Pasien mengatakan kaki melepuh
akibat mesin terapi yang terlalu panas, pasien mengatakan dirumah
sering merendam kaki di air panas, kaki sebelah kanan dan kaki
sebelah kiri sering kesemutan, luka di yang ada di atas punggung kaki
sebelah kiri tidak terasa.
Implementasi yang diberikan kepada pasien : Memonitor
karakteristik luka, (perawatan luka) melepaskan balutan dan plester,
membersihkan dengan NaCl, memberikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, memasang balutan sesuai jenis luka, menjelaskan tanda dan
gejala infeksi, mengajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari maka
evaluasi yang dilakukan yaitu masalah gangguan integritas kulit
belum teratasi : Luka pasien tampak masih kemerahan
4. Risiko infeksi ditandai dengan faktor risiko penyakit kronis
dibuktikan dengan : saat disentuh luka di bagian punggung kaki
sebelah kiri sudah tidak terasa, kaki sebelah kiri dan sebelah kanan
sering kesemutan.
Implementasi keperawatan yang diberikan kepada pasien :
Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik, mencuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
sekitar, menjelaskan cara mencuci tangan dengan benar.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari maka
evaluasi yang dilakukan yaitu masalah risiko infeksi belum teratasi :
Luka pasien tampak masih kemerahan, kaki masih kesemutan.
BAB VI
PENUTUP

Setelah membahas tinjauan kasus dan melakukan Asuhan Keperawatan


Gangguan Sistem Endokrin Diabetes Melitus Tipe 2 pada pasien Ny. M.W, di ruang
rawat inap St. Agustinus Angela Rumah Sakit Gunung Maria Tomohon maka
penulis mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Setelah dilakukan proses pengkajian keperawatan pada Ny. M.W, dengan
penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan tanda dan gejala khas Diabetes
Melitus yaitu Poliuria (Sering Kencing), Polidipsi (Sering merasa haus),
penurunan berat badan dan Ulkus Diabetik Grade 1 (klasifikasi ulkus kaki
diabetik) Wagner-Meggitt) pada permukaan kulit punggung kaki sebelah
kiri. Didapatkan tanda dan gejala lainnya yaitu sulit tidur, istirahat tidak
cukup, pusing, nafsu makan berkurang, pola tidur berubah, tidak puas tidur,
waktu tidur tidak menentu, gelisah.
6.1.2 Berdasarkan hasil pengkajian tersebut penulis menyusun 4 diagnosis
keperawatan yaitu, ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan disfungsi pankreas, gangguan pola tidur berhubungan dengan
hambatan lingkungan, gangguan integritas kulit berhubungan dengan
kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas kulit, risiko infeksi ditandai dengan faktor risiko penyakit kronis.
6.1.3. Dalam merawat pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 hal yang penting
untuk perawatan pasien adalah observasi tanda-tanda vital, monitor kadar
glukosa darah, anjurkan kepatuhan diet dan olahraga, tatalaksana pemberian
insulin, identifikasi faktor pengganggu tidur, fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur, anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, monitor karakteristik
luka (mis : drainase, luka, warna, ukuran, bau), jelaskan tanda dan gejala
infeksi, ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri, monitor tanda dan
gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien,
jelaskan cara mencuci tangan dengan benar.
6.1.4 Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-
masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
6.1.5 Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
dimana dalam metode ini menggunakan SOAP, pada kasus ini terdapat
empat diagnosis keperawatan yang muncul dan keempat diagnosis tersebut
belum teratasi sepenuhnya dan harus dilanjutkan intervensi untuk setiap
diagnosis.
6.2 Saran
6.2.1. Keluarga diharapkan selalu bekerja sama dengan tenaga kesehatan dalam
memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien selama di rawat di
rumah sakit maupun dirumah, serta pasien diharapkan dapat mematuhi
anjuran yang diberikan.
6.2.2. Pelayanan Keperawatan
Rumah sakit diharapkan menyediakan fasilitas yang lebih baik yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dan perlunya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi perawat, agar dapat
menganalisis dengan tepat setiap kasus asuhan keperawatan pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 2.
6.2.3. Institusi Pendidikan
Semoga proses pembelajaran yang ada selama ini lebih berkembang untuk
menghasilkan tenaga-tenaga keperawatan yang profesional, lebih
bertanggung jawab, penuh kejujuran, dalam setiap pekerjaan, lebih maju
dalam bidang kesehatan demi pelayanan kepada sesama, dan kiranya dapat
menambah referensi tentang asuhan keperawatan pada pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 serta disediakannya fasilitas kepada mahasiswa untuk dapat
mengakses jurnal-jurnal elektronik di perpustakaan.
6.2.4 Peneliti
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang disesuaikan dengan keluhan dan
keadaan pasien serta melakukan pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap
lagi seperti pemeriksaan GDP (glukosa darah puasa), HbA1c, pemeriksaan
urinalisa.
DAFTAR PUSTAKA

Adi R. (2015). Aspek Hukum Penelitian (1st ed). Pustaka Obor Indonesia.
American Diabetes Association. (2020). Diabetes Mellitus Type 2.
https://www.diabetes.org/diabetes/type-2
Bustan, R. S., Wasim, D., Yderstræde, K. B., & Bygum, A. (2017). Specific skin
signs as a cutaneous marker of diabetes mellitus and the prediabetic state - A
systematic review. Danish Medical Journal, 64(1).
Elfira E, Faswita W, Siregar A, Yuliani V, Tanjung P.G, S. M. (2021). Asuhan
Keperawatn Medikal Bedah 1. CV Media Sains Indonesia.
Haryono, R., & Susanti, B. (2019). Buku Ajar Asuhan keperewatan pada pasien
dengan gangguan sistem endokrin. EGC.
International Diabetes Federation. (2020). Type 2 Diabetes.
https://www.idf.org/aboutdiabetes/type-2-diabetes.html
Irwan. (2016). Epidemologi Penyakit Tidak Menular (1st ed.).
www.deepublish.co.id.
https://www.google.co.id/books/edition/Epidemiologi_Penyakit_Tidak_Men
ular/3eU3DAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=diabetes+mellitus+irwan+2016
&printsec=frontcover
Lathifah, N. (2017). Hubungan Durasi Penyakit dan Kadar Gula Darah dengan
Keluhan Subjektif Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Berkala Epidemologi,
Volume 5 N (Mei 2017), 231-239, 5.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.231-239
Latifah T I. (2017). MONITORING DAN EVALUASI CONINUITY OF CARE
PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAT
WILAYAH SURABAYA TIMUR YANG MENGGUNAKAN BPJS
KESEHATAN. http://repository.ubaya.ac.id/30078/1/F_4313_Abstrak.pdf
Maria I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus dan Asuhan Keperawatan
Stroke (1st ed.). CV Budi Utama.
Patandung V.P. (2019). Hidup Sehat Dengan Diabetes Mellitus (Patandung V.P
(Ed.)). PT. Isam Cahaya Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Dewan Pengurus Pusat.
PPNI, T. P. S. D. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Dewan Pengurus Pusat.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat.
Ramadhanti, D. (2016). Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Manajement
Pelayanan Hospital Home Care di RSUD AL-Ihsan Propinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.
Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Manajemen Pelayanan Hospital
Homecare Di Rsud Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat, 1–7.
http://repository.upi.edu/24691/6/D3_PER_1206765_Chapter3.pdf
RISKESDAS Sulut. (2019). LAPORAN PROVINSI SULAWESI UTARA
RISKESDAS 2018.
Suryati I. (2021). Buku Keperawatan Latihan Efektif Untuk Pasien Diabetes
Mellitus Berbasis Hasil Penelitian (1st ed.). CV Budi Utama.
Tandara H. (2017). Segala sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
PT Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya & Putri.(2013). Keperawatan Medikal Bedah 2 Keperawatan Medikal
Bedah. jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai