Institusi adalah suatu sistem hubungan sosial yang menciptakan keteraturan dengan mendefinisikan dan membagikan peran-peran yang saling berhubungan didalam institusi. Para pihak dalam institusi menempati dan menjalankan perannya masing-masing, sehingga mengetahui apa yang diharapkan orang darinya dan apa yang dapat diharapkannya dari orang Lain. Institusi tersusun dari : 1. Nilai 2. kaidah 3. peran 4. organisasi. Terdapat pertingkatan yang terdiri dari tingkatan makro, meso, dan mikro. Pada tingkatan makro, maka masyarakat terdiri dari berbagai institusi yang melayani kebutuhan masyarakat, seperti ekonomi, politik, hukum. Turun kepada tingkatan meso, maka kita berbicara mengenai susunan internal dari masing–masing institusi pada tingkatan makro tersebut. Disini institusi hukum terdiri antara lain dari pengadilan, advokat, dan kepolisian. Sedangkan, apabila kita turun lagi kepada tingkatan mikro, maka kita berbicara mengenai bekerjanya peran–peran di dalam suatu institusi hukum tertentu. Institusionalisasi adalah usaha untuk membuat institusi menjadi mapan. Persoalan yang dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya adalah bagaimana membuat hukum itu memiliki otonomi dan otoritas yang cukup agar mampu men- jalankan fungsinya dengan baik. dapat mengidentifikasi hukum sebagai suatu institusi yang kompleks, yang di dalamnya terdapat tingkat–tingkat institusionalisasi yang berbeda-beda. Dalam bidang peradilan, kita sekarang mulai berbicara apa yang disebut sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR), yaitu usaha untuk mencari cara–cara penyelesaian lain di luar putusan pengadilan yang lazim. Usaha tersebut dapat ditafsirkan sebagai hasil dari kegagalan institusi pengadilan untuk menyelesaikan fungsinya secara baik, sebab ternyata tidak semua perkara itu perlu diputus melalui prosedur yang disediakan bagi peradilan negara. Berbagai perkara dapat diselesaikan secara lebih memuaskan melalui institusi alternative ADR tersebut. Institusi hukum mengemban tugas untuk mewujudkan tujuan–tujuan hukum. Dalam tinjauan sosiologis, maka pekerjaan mewujudkan tujuan tersebut tidak berlangsung secara abstrak tetapi selalu dalam konteks sosial atau sosiologis tertentu. Variabel–variabel yang mengelilingi suatu institusi hukum menjadi faktor penentu yang penting bagi kehadiran dan bekerjanya hukum dalam masyarakat.
D. HUKUM SEBAGAI REKAYASA SOSIAL
Hukum sebagai rekayasa sosial atau sarana rekayasa sosial merupakan fenomena yang menonjol pada abad ke–20 ini. Tidak seperti halnya dalam suasana tradisional, di mana hukum lebih merupakan pembadanan dari kaidah–kaidah sosial yang sudah tertanam dalam masyarakat, hukum sekarang sudah menjadi sarana yang sarat dengan keputusan politik. Dengan demikian, hukum berubah menjadi sarana implementasi keputusan politik dan dengan demikian kehilangan akarnya pada kehidupan tradisional. Dewasa ini hukum tidak lagi melihat ke belakang, melainkan ke depan dengan cara banyak melakukan perubahan terhadap keadaan kini menuju kepada masa depan yang dicita–citakan. Dengan demikian, hukum bukan lagi memperahankan status quo, melainkan banyak melakukan perubahan sosial. Penggunaan paradigma rekayasa sosial menekankan pada efektivitas hukum, yang umunya diabaikan pada studi hukum tradisional yang lebih menekankan kepada struktur dan konsistensi rasional dari sistem hukum. Dengan memperhatikan perihal efektivitas hukum maka perhatian studi hukum menjadi melebar dan melampaui kajian tradisional yang hanya menekankan pada masalah legalitas dan legitimasi saja. Membicarakan efektivitas hukum hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologis, yaitu mengamati interaksi antara hukum dengan lingkungan sosialnya. Hukum tidak dilihat sebagai institusi yang steril, melainkan senantiasa diuji kehadirannya dan karya–karyanya dari hasil dan akibat yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat luas. Sesungguhnya proses rekayasa sosial dengan menggunakan hukum merupakan proses yang tidak berhenti pada pengukuran efektivitasnya, melainkan bergulir terus. Proses yang bersambungan terus itu mengandung arti, bahwa temuan–temuan dalam pengukuran akan menjadi umpan balik untuk semakin mendekatkan hukum kepada tujuan yang ingin di capainya.