Anda di halaman 1dari 2

BAB IV (BAGIAN C & D)

NAMA : MOH FARHAT B. MANABA NIM : D10121405

C. HUKUM SEBAGAI INSTITUSI


Institusi adalah suatu sistem hubungan sosial yang menciptakan keteraturan dengan
mendefinisikan dan membagikan peran-peran yang saling berhubungan didalam institusi. Para
pihak dalam institusi menempati dan menjalankan perannya masing-masing, sehingga
mengetahui apa yang diharapkan orang darinya dan apa yang dapat diharapkannya dari orang
Lain. Institusi tersusun dari :
1. Nilai
2. kaidah
3. peran
4. organisasi.
Terdapat pertingkatan yang terdiri dari tingkatan makro, meso, dan mikro. Pada tingkatan
makro, maka masyarakat terdiri dari berbagai institusi yang melayani kebutuhan masyarakat,
seperti ekonomi, politik, hukum. Turun kepada tingkatan meso, maka kita berbicara mengenai
susunan internal dari masing–masing institusi pada tingkatan makro tersebut. Disini institusi
hukum terdiri antara lain dari pengadilan, advokat, dan kepolisian. Sedangkan, apabila kita
turun lagi kepada tingkatan mikro, maka kita berbicara mengenai bekerjanya peran–peran di
dalam suatu institusi hukum tertentu.
Institusionalisasi adalah usaha untuk membuat institusi menjadi mapan. Persoalan yang
dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya adalah bagaimana membuat hukum itu
memiliki otonomi dan otoritas yang cukup agar mampu men- jalankan fungsinya dengan baik.
dapat mengidentifikasi hukum sebagai suatu institusi yang kompleks, yang di dalamnya
terdapat tingkat–tingkat institusionalisasi yang berbeda-beda. Dalam bidang peradilan, kita
sekarang mulai berbicara apa yang disebut sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR),
yaitu usaha untuk mencari cara–cara penyelesaian lain di luar putusan pengadilan yang lazim.
Usaha tersebut dapat ditafsirkan sebagai hasil dari kegagalan institusi pengadilan untuk
menyelesaikan fungsinya secara baik, sebab ternyata tidak semua perkara itu perlu diputus
melalui prosedur yang disediakan bagi peradilan negara. Berbagai perkara dapat diselesaikan
secara lebih memuaskan melalui institusi alternative ADR tersebut.
Institusi hukum mengemban tugas untuk mewujudkan tujuan–tujuan hukum. Dalam
tinjauan sosiologis, maka pekerjaan mewujudkan tujuan tersebut tidak berlangsung secara
abstrak tetapi selalu dalam konteks sosial atau sosiologis tertentu. Variabel–variabel yang
mengelilingi suatu institusi hukum menjadi faktor penentu yang penting bagi kehadiran dan
bekerjanya hukum dalam masyarakat.

D. HUKUM SEBAGAI REKAYASA SOSIAL


Hukum sebagai rekayasa sosial atau sarana rekayasa sosial merupakan fenomena yang
menonjol pada abad ke–20 ini. Tidak seperti halnya dalam suasana tradisional, di mana hukum
lebih merupakan pembadanan dari kaidah–kaidah sosial yang sudah tertanam dalam
masyarakat, hukum sekarang sudah menjadi sarana yang sarat dengan keputusan politik.
Dengan demikian, hukum berubah menjadi sarana implementasi keputusan politik dan dengan
demikian kehilangan akarnya pada kehidupan tradisional. Dewasa ini hukum tidak lagi melihat
ke belakang, melainkan ke depan dengan cara banyak melakukan perubahan terhadap keadaan
kini menuju kepada masa depan yang dicita–citakan. Dengan demikian, hukum bukan lagi
memperahankan status quo, melainkan banyak melakukan perubahan sosial.
Penggunaan paradigma rekayasa sosial menekankan pada efektivitas hukum, yang
umunya diabaikan pada studi hukum tradisional yang lebih menekankan kepada struktur dan
konsistensi rasional dari sistem hukum. Dengan memperhatikan perihal efektivitas hukum
maka perhatian studi hukum menjadi melebar dan melampaui kajian tradisional yang hanya
menekankan pada masalah legalitas dan legitimasi saja. Membicarakan efektivitas hukum
hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologis, yaitu mengamati interaksi antara hukum
dengan lingkungan sosialnya. Hukum tidak dilihat sebagai institusi yang steril, melainkan
senantiasa diuji kehadirannya dan karya–karyanya dari hasil dan akibat yang ditimbulkannya
dalam kehidupan masyarakat luas. Sesungguhnya proses rekayasa sosial dengan menggunakan
hukum merupakan proses yang tidak berhenti pada pengukuran efektivitasnya, melainkan
bergulir terus. Proses yang bersambungan terus itu mengandung arti, bahwa temuan–temuan
dalam pengukuran akan menjadi umpan balik untuk semakin mendekatkan hukum kepada
tujuan yang ingin di capainya.

Anda mungkin juga menyukai