Anda di halaman 1dari 17

BAB III

KAJIAN TEORI

1. Lean Manajemen

1.1 Konsep dan Definisi Lean

Konsep Lean Process atau Lean berakar dari konsep sistem manajemen Toyota
yang dikembangkan dan diperluas, sistem manajemen Toyota ditunjukan dalam
bagan berikut:

Gambar 1.1 Konsep Lean


Dari bagan di atas tampak bahwa sistem manajemen Toyota bertujuan untuk
mencapai QCD (Quality, Cost, Delivery) melalui memperpendek aliran produksi
dan eliminasi pemborosan. Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan
sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan
(waste) atau beberapa aktivitas yang tidak bernilai tambah (non- value-adding
activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous
improvement) dengan cara mengalirkan produk dan informasi menggunakan sistem
tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan
dan kesempurnaan.
APICS Dictionary (2005) mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis yang
berlandaskan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu)
dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada idetifikasi dan eliminasi
aktivitas- aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain,
produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply
chain management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan.

Menurut Taiichi Ohno dalam Graban (2009), waste adalah masalah yang
mengganggu orang melakukan pekerjaan mereka secara efektif atau aktivitas
apapun yang tidak memberikan nilai bagi pelanggan. Mengurangi waste
mengurangi penundaan dan meningkatkan kualitas, membuat organisasi dibayar
lebih cepat untuk bahan yang mereka beli dan pekerjaan yang mereka lakukan.

Karyawan rumah sakit biasanya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk


kegiatan yang sia-sia. Misalnya, perawat di satu unit rawat inap hanya
menghabiskan 25-50% dari waktu mereka untuk merawat pasien secara langsung,
termasuk: memeriksa status pasien, memberikan pengobatan, menjawab pertanyaan,
memberikan bimbingan medis. Ketika karyawan, departemen, atau rumah sakit
terlalu banyak bekerja, kita perlu mengurangi pemborosan daripada hanya meminta
lebih banyak sumber daya dan manusia. Mengurangi waste juga memungkinkan
kami melakukan lebih banyak pekerjaan tanpa menambahkan jumlah kepala,
melakukannya dengan cara yang tidak membuat karyawan kami stres.
Menghilangkan waste memungkinkan kami untuk mengurangi biaya, memberikan
lebih banyak layanan, meningkatkan kualitas, dan meningkatkan kepuasan
karyawan, itu baik untuk semua pemangku kepentingan rumah sakit kami. Ohno
mendefinisikan tujuh tipe waste, sementara publikasi selanjutnya mencantumkan
delapan jenis :
a. Defects
Defects dapat didefinisikan sebagai aktivitas kerja apapun yang tidak
dilakukan dengan benar saat pertama kali. Defects yang lebih serius dalam
pengaturan rumah sakit dapat menyebabkan cedera atau kematian. Defects tidak
harus menyebabkan kerusakan. Defects proses meliputi hal-hal yang salah yang
menyebabkan pengerjaan ulang atau penyelesaian masalah, Institute of Medicine
memperkirakan 400.000 kasus terkait obat yang dapat dicegah terjadi setiap
tahun, masing-masing dapat diklasifikasikan sebagai cacat, dengan penyebab
tulisan tangan tidak terbaca, titik desimal salah tempat, atau cacat dalam proses
untuk mendapatkan obat kepada pasien (Graban, 2009). Contoh defects adalah
kesalahan medis, kesalahan invoices, informasi dan forms yang sudah tidak valid
(Rona, 2018)

b. Overproduction

Overproduction dapat didefinisikan sebagai memproduksi terlalu banyak


produk (lebih dari keinginan pelanggan) atau memproduksi lebih awal dari yang
dibutuhkan oleh pelanggan. Memberikan obat terlalu dini dapat dianggap
overproduction ketika beberapa obat akhirnya dikembalikan ke apotek. Alasan
untuk ini mungkin termasuk pasien yang dipulangkan atau perintah yang diubah
oleh dokter. Overproduction menyebabkan jenis waste lainnya, karena karyawan
farmasi menghabiskan total 11 jam per hari untuk memproses obat yang
dikembalikan (Graban, 2009). Contoh overproduction adalah obat dan operasi
yang tidak perlu, mensalin semua e-mails, terlalu banyak rapat (Rona, 2018).
c. Transportation
Bentuk waste ini mengacu pada pergerakan berlebihan produk melalui suatu
sistem. Sejumlah transportasi mungkin diperlukan mengingat konteks tata letak
rumah sakit saat ini. Waste transportasi dapat berlaku bahkan untuk pasien
(Graban, 2019). Contoh transportation adalah pasien terlalu banyak berpindah,
perpindahan alat. (Rona, 2018)
d. Waiting
Waiting dapat didefinisikan, secara sederhana, sebagai waktu ketika tidak ada
yang terjadi. Pasien menunggu langkah selanjutnya di jalur pasien mereka.
Karyawan menunggu karena masalah sistemik atau karena beban kerja yang tidak
merata (Graban, 2019). Contoh waiting adalah menunggu hasil laboratorium,
menunggu dokter, menunggu perawat, menunggu pasien (Rona, 2018).
e. Inventory
Persediaan berlebihan adalah pemborosan, artinya kita memiliki lebih banyak
persediaan daripada yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan kita. Ketika
persediaan terlalu tinggi, biaya rumah sakit terikat pada persediaan yang ada di
rak, atau kelebihan persediaan mungkin expired, termasuk persediaan dan obat-
obatan (Graban, 2009). Contoh inventory adalah terlalu banyak persediaan, terlalu
banyak informasi, terlalu banyak forms (Rona, 2018).
f. Motion
Sementara limbah transportasi difokuskan pada produk (termasuk pasien),
limbah motion mengacu pada karyawan. Rumah sakit harus mengurangi jumlah
motion yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan. Ini
memberikan banyak manfaat, termasuk mengurangi kelelahan fisik karyawan dan
meluangkan lebih banyak waktu untuk pekerjaan bernilai tambah, termasuk
perawatan pasien (Graban, 2019). Contoh motion adalah berjalan sepanjang hari,
berdiri sepanjang hari, duduk sepanjang hari (Rona, 2018).
g. Overprocessing
Overprocessing mengacu pada melakukan sesuatu ke tingkat kualitas yang
lebih tinggi daripada yang dibutuhkan oleh pelanggan, atau melakukan pekerjaan
yang tidak perlu. Seringkali, hasil yang berlebihan dari miskomunikasi dalam
handoff antara orang atau departemen (Graban, 2019). Contoh overprocessing
bertanya pada pasien dengan pertanyaan yang sama 20 kali, memasukkan
informasi pasien berulang-ulang kali (Rona, 2018).
h. Talent
Bentuk waste ini tidak selalu diakui dalam literatur Lean. Beberapa sumber
hanya menyebutkan tujuh yang pertama dan membenarkan hal ini dengan
mengatakan waste potensi manusia tertanam dalam jenis waste lainnya. Jika
karyawan yang sangat terampil dipaksa untuk mencari persediaan, kami tidak
mendapatkan yang terbaik dari potensi mereka, juga tidak melakukan pekerjaan
apapun yang dapat mengembangkan keterampilan atau karier mereka (Graban,
2009).
1.2 Tujuan Lean

Tujuan utama Lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui


peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-towaste
ratio). Tujuan dari Lean Hospital adalah untuk meningkatkan customer value yaitu
pasien melalui peningkatan terus menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the
value to waste-ratio). Banyak rumah sakit di seluruh dunia yang telah menerapkan
Lean Hospital dan menghasilkan banyak manfaat. Diantaranya mengurangi waktu
tunggu pasien, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien, meningkatkan nilai
keterlibatan karyawan dan dapat mendeteksi waste yang terjadi di rumah sakit sehingga
dapat meminimalkan biaya operasional (Usman & Ardiyana, 2017).

1.3 Prinsip Lean

a. Menentukan nilai bagi konsumen

Nilai hanya dapat ditentukan oleh pelanggan utama. Dan itu hanya bermakna
ketika dinyatakan dalam hal produk tertentu (barang atau jasa, dan seringkali
keduanya sekaligus) yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan harga tertentu
pada waktu tertentu . Nilai atau value tercipta ketika produk atau jasa yang
diberikan kepada pasien adalah sesuatu yang membuat pasien atau pelanggan mau
untuk membayar produk atau jasa tersebut (Grunden & Hagood, 2012).

Dalam pengaturan rumah sakit, kami mungkin memiliki banyak pelanggan untuk
setiap kegiatan atau perawatan yang diberikan. Pelanggan “akhir” yang paling jelas
adalah pasien. Sebagian besar kegiatan dan prioritas kerja harus dipusatkan di
sekitar pelanggan itu. Pelanggan lain mungkin termasuk keluarga pasien, dokter,
karyawan rumah sakit, dan pembayar. Masing-masing pelanggan yang berbeda ini
dapat menentukan nilai dengan cara yang berbeda (Graban, 2009)

b. Mengidentifikasi langkah dalam value stream

Value stream adalah serangkaian semua tindakan spesifik yang diperlukan untuk
membawa produk tertentu (apakah barang, layanan, atau, semakin, kombinasi
keduanya) melalui tiga tugas manajemen kritis dari bisnis apa pun: tugas pemecahan
masalah berjalan dari konsep melalui desain terperinci dan rekayasa ke peluncuran
produksi, tugas manajemen informasi berjalan dari pengambilan pesanan melalui
penjadwalan rinci untuk pengiriman, dan tugas transformasi fisik mulai dari bahan
baku ke produk jadi di tangan pelanggan.

Dalam bukunya Graban (2009), Metodologi Lean memberi kita beberapa aturan
khusus untuk digunakan dalam menentukan kegiatan apa yang bernilai tambah (VA)
atau tidak bernilai tambah (NVA). Tiga aturan yang harus dipenuhi agar suatu
kegiatan dipertimbangkan sebagai nilai tambah adalah:

1. Pelanggan harus bersedia membayar untuk kegiatan tersebut.

2. Aktivitas harus mengubah produk atau layanan dengan cara tertentu.

3. Kegiatan harus dilakukan dengan benar pertama kali.

Jika salah satu dari ketiga aktivitas tersebut tidak dapat dipenuhi maka termasuk ke
dalam aktivitas non value-added.

c. Melakukan One Piece Flow

Flow / aliran dalam prinsip Lean dimaksud adalah kegiatan-kegiatan sepanjang


value stream yang dimulai dari proses desain sampai produksi diterima konsumen
tanpa ada hambatan, kesalahan, dan pengulangan. Dengan menggunakan value
stream, akan terlihat pemborosan yang terdapat di berbagai tahap proses produksi
barang dan jasa. Proses yang mengalir disini sebagai inti dari organisasi lean, yaitu
mempersingkat waktu yang diperlukan mulai dari awal produksi hingga menjadi
suatu produk, memunculkan kualitas terbaik, biaya rendah dan waktu pengiriman
singkat dan tepat waktu.

d. Menerapkan Sistem Tarik

Terdapat dua pendekatan yang dipakai dalam sistem produksi untuk melakukan
perencanaan dan penjadwalan produksi yaitu produk push dan market pull. Produk
push adalah produksi dibuat sebanyak mungkin sesuai kapasitas mesin atau tenaga
kerja, dan ketersediaan bahan baku. Sedangkan market pull adalah barang yang
diproduksi didasarkan pada permintaan sales (sales order).

Sistem Tarik atau pull system memiliki makna bahwa nilai tambah dalam proses
pelayanan harus dilihat dari sudut pandang dan kebutuhan konsumen. Sistem tarik
merupakan suatu proses yang oleh konsumen dipandang tidak perlu atau tidak
memberikan nilai tambah kepada kepuasan konsumen, maka sebaiknya proses
tersebut di hilangkan atau minimalisir agar produk yang disediakan ideal.

e. Perbaikan Berkelanjutan

Perbaikan berkelanjutan perlu dilakukan berulang secara terus–menerus sehingga


membentuk suatu siklus. Keadaan terakhir dari siklus pertama menjadi inisial
tindakan bagi proses siklus kedua. Dengan begitu perbaikan akan berproses secara
terus–menerus dan dapat ditemukan cara–cara terbaik seiring dengan tumbuhnya
suatu perusahaaan.

1.3.1 Prinsip Lean Thinking untuk Rumah Sakit

Menurut Graban (2009) dalam bukunya yang berjudul Lean Hospitals


Improving Quality, Patient Safety, and Employee Satisfaction, Lean Hospital adalah
suatu aturan yang merupakan suatu sistem manajemen dan juga suatu filosofi yang
dapat merubah cara pandang suatu rumah sakit agar lebih teratur dan terorganisir
dengan memperbaiki kualitas layanan untuk pasien dengan cara mengurangi
kesalahan dan mengurangi waktu tunggu.

Dalam Graban (2009), 5 prinsip Lean yang diadaptasi ke dalam sistem pelayanan di
rumah sakit.
Tabel 1.1 Prinsip Lean Thinking untuk Rumah Sakit

Prinsip Lean Hospitals Must:


Value Menentukan value dari sudut pandang pelanggan terakhir
(pasien).
Value Stream Mengidentifikasi semua langkah value added pada semua lintas
departemen, mengeliminasi langkah-langkah yang tidak
menghasilkan value.
Flow Tetap menjaga proses berjalan lancar dengan mengeliminasi
penyebab dari keterlambatan, seperti masalah kualitas.
Pull Hindari mendorong pekerjaan ke proses selanjutnya atau
departemen, biarkan perkerjaan dan persediaan ditarik, sesuai
yang dibutuhkan.
Perfection Kejar kesempurnaan melalui perbaikan terus menerus
1.4 Metode dan Tools Lean Manajemen

Dalam menerapkan manajemen lean, maka dibutuhkan metode dan tools yang sesuai.
Beberapa metode dan tools yang digunakan dalam lean manajemen adalah sebagai
berikut:
 Value Stream Mapping Tools
Value Stream Analysis Tools adalah tools yang dikembangkan oleh (Hines, P., & Rich
1997) untuk mempermudah pemahaman dari value stream yang sudah dibuat dan
membantu dalam proses perbaikan pemborosan yang ada di dalam value stream. Value
stream mapping (VSM) merupakan alat (diagram) yang digunakan untuk membantu
dalam melihat dan memahami aliran dari material dan informasi suatu produk di dalam
value stream (Mike dan John, 2003). Value Stream Mapping juga dipakai dalam
melakukan pemetaan berkaitan dengan aliran produk dan aliran informasi mulai dari
pemasok, produsen, dan konsumen dalam suatu gambar untuk meliputi semua proses
dalam satu sistem (Agustiningsih 2011). (Gaspers.V & Fontana.A. 2011)
mendefinisikan value stream sebagai proses untuk membuat, memproduksi dan
menyerahkan produk ke pasar. Analisis value stream dapat mengidentifikasi tiga jenis
aksi sepanjang value stream yaitu:
a. Value-Added, Kegiatan-kegiatan atau proses yang menghasilkan nilai.
b. Necessary but Non Value-Added, Tahap yang tidak menghasilkan nilai namun
tidak dapat dihindari dengan teknologi dan sumber daya yang ada.
c. Non Value-Added, Tahap yang tidak menghasilkan nilai dan bisa dihindari.
Pada tahun 1980-an produsen mobil Toyota menggunakan value strean mapping untuk
pertama kalinya yang disebut dengan Material and Information Flow Mapping. Value
Stream Mapping mampu memvisualisasikan aliran produk dan mengidentifikassi
waste. Value Stream Mapping juga membantu dalam kegiatan memprioritaskan
masalah yang akan diselesaikan.
Menurut Liker dalam Ars Agustiningsih, terdapat keuntungan-keuntungan dalam
menerapkan value stream, diantaranya adalah :
a. Kualitas yang inheren
b. Menciptakan fleksibilitas yang sebenarnya
c. Menciptakan produktivitas yang lebih tinggi
d. Mengosongkan ruang kerja
e. Meningkatkan keselamatan kerja
f. Semangat kerja yang meningkat
g. Mengurangi biaya persediaan.
Menurut (Hines, P., & Rich 1997) Value stream mapping mempunyai tujuh tools yang
dapat digunakan, anatara lain :
1. Process Activity Mapping
Tool ini memberikan gambaran aliran fisik dan informasi, waktu yang diperlukan
untuk setiap aktivitas, jarak yang ditempuh dan tingkat persediaan produk dalam
setiap tahapan produksi. Kemudahan identiifkasi aktivitas terjadi karena adanya
penggolongan aktivitas menjadi lima jenis yaitu, operasi, transportasi, inpeksi,
delays, dan penyimpanan.
2. Supply Chain Response Matrix
Tool ini merupakan sebuah diagram yang menggambarkan hubungan antara
inventory dan lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui adanya
peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan dan waktu distribusi pada tiap
area dalam supply chain. Tool ini juga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan
pencapaian lead time yang pendek. Tools ini digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan service level kepada konsumen pada tiap jalur distribusi dengan
biaya yang rendah.
3. Production Variety Funnel
Tool ini merupakan suatu teknik pemetaan visual dengan cara melakukan plot
pada sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap manufaktur. Tool ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bagian mana sebuah produk generic diproses
menjadi beberapa produk yang spesifik. Dan tool ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui area bottleneck pada desain proses. Kemudian dapat digunakan untuk
merencanakan perbaikan kebijakan inventory dan membuat perubahan pada
sebuah produk.
4. Quality Filter Mapping
Tool ini digunakan untuk mengidentifikasi letak permasalahan defect pada
kualitas di supply chain. Evaluasi hilangnya kualitas yang sering terjadi dilakukan
untuk pengembangan jangka pendek. Masalah kualitas tersebut berupa product
defect, scrap defect, dan service defect.
5. Demand Amplification
Tool ini digunakan untuk memvisualisasikan perubahan demand di supply chain
dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan digunakan untuk
mengambil keputusan dan melakukan analisa lebih lanjut untuk mengantisipasi
terjadinya perubahan demand, mengatur fluktuasi, serta evaluasi kebijakan
inventory.
6. Decision Point Analysis
Tool ini memnunjukkan berbagai pilihan sistem produksi yang berbeda, dengan
trade off antara lead tme masing-masing pilihan dengan tingkat inventory yang
diperlukan untuk meng-cover selama proses lead time.
7. Physical Structure
Tool ini digunakan untuk memahami supply chain di level produksi. Hal ini
diperlukan untuk memahami kondisi industri tersebut, bagaimana operasinya, dan
dalam mengarahkan perhatian pada area yang belum mendapatkan perhatian yang
cukup untuk pengembangan. Penelitian tentang lean hospital merupakan penelitian
yang masih jarang dalam dunia manajemen operasi terutama di Indonesia karena
perkembangan masyarakat di Indonesia masih berfokus untuk menggunakan lean
hanya pada operasi di bidang produksi daripada operasi di bidang jasa. Padahal hal
ini sangat penting untuk memperbaiki kinerja jasa, terutama pada pelayanan di
rumah sakit.
Cara melakukan metode value stream mapping ini adalah sebagai berikut:
1. Memetakan semua kegiatan yang terdapat pada sistem, mulai dari akhir aliran nilai
pelanggan.
2. Memberikan keterangan performansi untuk setiap kegiatan.
3. Memetakan pergerakan produk dan aliran informasi yang mengatur aliran nilai.
4. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah mencari inti atau hal yang paling
utama dari nilai aliran tersebut.
 Takt Time
“Takt” berasal dari bahasa Jerman yaitu “takzeit”yang berarti waktu siklus yang tepat,
ritme atau interval, juga dapat berarti tongkat conductordalam suatu orchestra dan
tempo (beat) dari music (Wada, 1995 dalam Zokaei & Simons, 2006). Menurut Ohno
(1988) dalam Koskela et al (2013), menghitung takt time dapat menunjukkan apa yang
dibutuhkan sehingga dapat memproduksi sesuai dengan yang diinginkan, satu per satu.
Takt time digunakan sebagai tolak ukur untuk menyatakan berapa satuan waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk pada proses (Widjaja & Rahardjo, 2013).
Dengan perhitungan sebagai berikut (Abdelhadi & Shakoor, 2013). :
a. Waktu Operasional = Waktu Produksi –Istirahat
b. Produksi yang Diinginkan (required production) = Volume Produksi
Cycle Time
Cycle time (CT) atau process time adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu produk, terdiri dari aktivitas value addeddan non value added
(Abdelhadi & Shakoor, 2013; Martin & Osterling, 2014).
Perbandingan Takt Time dengan Cycle Time
Menurut Eaton (2009), manfaat diketahuinya takt time dan cycle time adalah :
1. Takt time adalah waktu yang diminta oleh pelanggan (pasien) untuk menghasilkan
satu produk atau jasa.Karena diminta pelanggan, maka waktunya tidak tetap.
2. Jika tidak dapat memenuhi takt time, maka akan terjadi masalah antrian,
keterlambatan, kemacetan, atau lebih buruk lagi tidak semua pelanggan dapat
dilayani.
3. Perhitungan takt time dapat digunakan untuk merencanakan penyediaan produk
atau jasa secara berkesinambungan, lancar, tanpa hambatan.
4. Takt time dapat menghindarkan kita dari pemborosan akibat produksi yang
berlebihan, dengan cara memproduksi barang atau jasa sesuai dengan permintaan
pelanggan.
5. Takt time membantu untuk membangun sistim dan cara bekerja yang terstandar,
sehingga meningkatkan mutu dan efisiensi.
6. Memungkinkan dalam menetapkan target waktu yang tepat untuk produksi dengan
cara, yakni memberikan gambaran yang jelas bagi staf pelaksana tentang waktu
yang harus dicapai oleh staf pelaksana untuk menghasilkan suatu produk atau jasa.
7. Memudahkan penetapan berbagai kemungkinan skenario produksi yang berubah-
ubah sesuai permintaan pelanggan.
Dengan membandingkan kedua waktu tersebut, dapat diketahui penilaian dasar
mengenai jumlah minimal petugas atau sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu proses sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa banyak
sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses (Eaton,
2009). Dalam Constantine (2012), analisis takt time dan cycle timedapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Takt Time ≠ Cycle Time → terjadi ketidakseimbangan dalam sistem operasional.
2. Cycle Time ≤ Takt Time → hasil produksi akan dapat memenuhi permintaan
pelanggan.
3. Cycle Time > Takt Time → hasil produksi tidak dapat memenuhi permintaan
pelanggan.
 Kanban
Kanban adalah system sinyal visual ketika bagian, persediaan atau layanan baru
dibutuhkan, dalam hal jumlah yang dibutuhkan, dan waktu yang dibutuhkan (Lawal et
al, 2014). Kanban merupakan suatu tools yang mengatur aliran suatu produk baik
dalam lantai produksi maupun dengan pemasok luar (supplier) dan konsumen. Sistem
Kanban yang paling sering digunakan di suatu perusahaan adalah tiga bin sistem yang
mana satu bin untuk demand point, satu bin berada di pabrik, dan satu bin berada di
supplier, yang mana bin tersebut berisi kartu yang berisi rincian dari produk dan
informasi yang relevan. Saat terjadi demand maka bin kosong dan Kanban diserahkan
ke pabrik yang kemudian akan memproduksi dan mengisi bin dengan produk yang
tercantum pada kartu Kanban, hal ini menyebabkan bin yang ada di pabrik menjadi
kosong sehingga pabrik akan menyerahkan bin kosong dan Kanban kepada supplier
yang akan mengisi bin dan mengembalikan ke pabrik bersama dengan Kanban-nya.
Tujuan dari Kanban adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan overproduction
dan inventory. Berikut ini merupakan enam aturan utama dalam implementasi Kanban,
yaitu:
a. Jangan mengirim barang defect ke proses setelahnya.
b. Proses hanya mengambil barang sesuai kebutuhannya.
c. Produksi hanya sesuai kebutuhan dan jumlah yang diambil oleh pelanggan.
d. Kapasitas antar proses merata.
e. Kanban adalah alat untuk fine tuning.
f. Proses harus distabilkan.
 5S
Perusahaan-perusahaan Lean memulai program peningkatan terus-menerus secara
mendasar melalui perbaikan housekeeping menggunakan prinsip 5S untuk
menciptakan dan memelihara agar tempat kerja menjadi teratur, bersih, aman, dan
memiliki kinerja tinggi. 5S, yang memungkinkan setiap orang memisahkan kondisi-
kondisi normal dan abnormal, merupakan landasan untuk peningkatan terus-menerus,
zero defect, reduksi biaya, dan untuk menciptakan area kerja yang aman dan nyaman.
5S merupakan pendekatan sistematik untuk meningkatkan lingkungan kerja, proses-
proses, dan produk dengan melibatkan karyawan di lantai pabrik atau lini produksi
(production line) maupun dikantor. (Gasperz, 2011) 5S adalah program peningkatan
terus-menerus yang memiliki akronim sebagai berikut (Gasperz, 2011):
a. Seiri (Sort): Secara tegas memisahkan item yang dibutuhkan dari item yang tidak
dibutuhkan, kemudian menghilangkan atau membuang item yang tidak diperlukan
dari tempat kerja. Tujuan: Menyingkirkan atau membuang dari tempat kerja semua
item yang tidak digunakan lagi dalam pelaksanaan tugas atau aktivitas. Jika suatu
item diragukan apakah masih digunakan atau tidak, item tersebut perlu
disingkirkan dari tempat kerja, dan disimpan digudang. Apabila tidak digunakan
lagi, item itu dibuang. Implementasi S1 (Sort) dapat menggunakan “Red Tag
System”, yaitu metode untuk mengidentifikasi informasi dan barang-barang dalam
area kerja yang tidak diperlukan lagi dalam pekerjaan sehari-hari. Setiap red-
tagged item dicatat tanggalnya dan dipisahkan ke area penyimpanan atau gudang.
Jika item itu tidak digunakan setelah periode waktu tertentu, katakanlah antara satu
sampai enam bulan, maka item itu dapat dibuang.
b. Seiton (Stabilize, Straighten, Set in order, Simplify): Menyimpan item yang
diperlukan di tempat yang tepat agar mudah diambil jika akan digunakan. Tujuan:
Mengatur atau menyusun item-item yang diperlukan dalam area kerja, kemudian
mengidentifikasi dan memberikan label atau tanda, sehingga setiap orang dapat
menemukan item-item itu secara mudah dan cepat.
c. Seiso (Shine, Sweep): Mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan rapih.
Tujuan: Menjaga atau memelihara agar area kerja tetap bersih dan rapih (bersinar).
d. Seiketsu (Standardize): Melakukan standardisasi terhadap praktek 3S (Seiri,
Seiton, dan Seiso) diatas. Tujuan: Menstandardisasikan atau menciptakan
konsistensi implementasi S1 (Sort), S2 (Stabilize, Straighten, Set ini order,
Simplify), S3 (Shine, Sweep). Hal ini berarti mengerjakan sesuatu yang benar
dengan cara yang benar setiap waktu (doing the right things, the right way, every
time). Beberapa tips untuk Standardize:
1. Meninjau-ulang prosedur-prosedur yang dilakukan untuk Sort, Stabilize, dan
Shine (3S) dan memasukkan elemen-elemen 3S itu ke dalam aktivitas harian.
2. Menggunakan Visual Process Controls dan petunjuk-petunjuk visual apa saja
yang tepat untuk membantu orang mengingat atau memahami tentang hal-hal
yang terjadi dan mempertahankan 3S yang telah diterapkan.
3. Menciptakan 5S Agreements untuk merefleksikan keputusan-keputusan tentang
siapa yang akan bertanggung jawab untuk tugas apa, dll.
e. Shitsuke (Sustain, Self-Discipline): Membuat agar kedisiplinan menjadi suatu
kebiasaan melalui mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Tujuan:
Menjamin keberhasilan dan kontinuitas program 5S sebagai suatu disiplin. Kondisi
lingkungan pabrik yang tidak teratur dan tidak bersih akan menimbulkan
pemborosan (waste) terjadi dan kebanyakan perusahaan berpikir bahwa keadaan
yang berantakan akan menyembunyikan masalah. Oleh karena itu, program 5S
dipandang sebagai usaha untuk memunculkan masalah yang selama ini
tersembunyi dari para pemecah masalah, sehingga penataan dan pemeliharaan
wilayah kerja akan menjadi bersih dan rapih setelah menerapkan program 5S
tersebut.
 Heijunka
Menurut Liker (2006), Heijunka adalah suatu tools untuk meratakan beban kerja atau
jadwal produksi baik dari segi volume maupun bauran produk. Tidak membuat
produk berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat naik dan turun
secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan dalam suatu periode dan
meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama setiap hari.
Heijunka pada umumnya berupa jadwal yang terpasang di dinding dan terbagi ke
dalam kotak-kotak atau set rumah merpati berbentuk persegi panjang. Setiap kolom
kotak mewakili suatu periode waktu tertentu yang mana jadwal dibagi secara visual
berdasarkan shift, harian atau mingguan. Kartu warna mewakili pekerjaan tertentu
(kartu Kanban) ditempatkan pada setiap kotak untuk memberi tahu secara visual
mengenai produksi apa yang akan dijalankan. Heijunka bertujuan untuk menciptakan
aliran produksi yang mengalir lancar (smoothing) sehingga dapat mengurangi lead
time dan inventory.
 Kaizen
Menurut (Liker, 2006), Kaizen adalah penigkatan secara berkesinambungan yang
melibatkan operator untuk bekerja sama secara proaktif dengan melakukan perbaikan
dan pengembangan secara berkelanjutan (continuous improvement) dalam proses
produksi. Peningkatan berkesinambungan (kaizen) hanya dapat terjadi setelah proses
sudah stabil dan terstandardisasi. Ketika perusahaan membuat proses-proses menjadi
stabil dan mempunyai proses untuk membuat pemborosan dan inefisiensi terlihat di
depan umum, perusahaan berkesempatan untuk terus menerus belajar dari
peningkatan yang telah dibuat. Istilah kaizen sendiri berasal dari bahasa Jepang yaitu
kata Kai (berubah) dan Zen (baik), yang mana apabila diartikan secara langsung maka
arti dari kaizen adalah “Merubah menjadi lebih baik”. Tujuan dari penerapan tools ini
adalah:
a. Menghindari biaya yang mungkin akan muncul dari seven waste dalam proses
produksi.
b. Memberikan nilai tambah (value added) pada setiap operasi dalam proses produksi
sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dengan biaya terendah dan
memperpendek waktu pengiriman kepada pelanggan.
c. Dapat melakukan perubahan dalam waktu yang relatif singkat dan biaya yang
rendah.

 Standardized Work
Standardized Work merupakan suatu tools yang berupa prosedur terdokumentasi
untuk setiap operasi dalam proses produksi yang memberikan penjelasan mengenai
apa saja yang harus dilakukan pada proses operasi tersebut. Tools ini bertujuan untuk
mengurangi kesalahan kerja akibat dari ketidak tahuan operator dan untuk
meminimalisir kemungkinan adanya waste over processing dan motion.

2. Waktu Tunggu Pelayanan

2.1. Definisi Waktu Tunggu Pelayanan

Waktu tunggu pelayanan merupakan masalah yang sering menimbulkan keluhan


pasien di beberapa rumah sakit. Lamanya waktu tunggu pasien mencerminkan bagaimana
Rumah Sakit tersebut mengelola komponen pelayanan yang diseusaikan dengan situasi dan
harapa pasien. Pelayanan yang baik dan bermutu tercermin dari pelayanan yang ramah,
cepat, dan nyaman (Utami, 2015).

Menurut Kemenkes RI Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008 tentang waktu tunggu pelayanan,


waktu yang diperlukan mulai dari pasien mendaftar di tempat pendaftaran pasien rawat jalan,
sampai dilayani oleh dokter di poliklinik lanjutan, dengan kategori cepat biasanya
berlangsung sekitar kurang lebih atau sama dengan 60 menit. Rata-rata responden dalam
masalah waktu tunggu sebagian besar terjadi selama lebih kurang atau sama dengan 60
menit.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu

Fetter dalam Rr. Ratna Arietta (2012), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
waktu tunggu pasien menjadi tiga seperti berikut

1. First waiting time adalah waktu yang dikeluarkan pasien sejakdatang sampai jam
perjanjian.

2. True waiting time adalah waktu yang dikeluarkan pasien sejak jam perjanjian sampai
pasien diterima atau diperiksa dokter.

3. Total primary waiting time adalah waktu tunggu pasien keseluruhan sebelum bertemu
dokter

Anda mungkin juga menyukai