Kajian Teori Lean
Kajian Teori Lean
KAJIAN TEORI
1. Lean Manajemen
Konsep Lean Process atau Lean berakar dari konsep sistem manajemen Toyota
yang dikembangkan dan diperluas, sistem manajemen Toyota ditunjukan dalam
bagan berikut:
Menurut Taiichi Ohno dalam Graban (2009), waste adalah masalah yang
mengganggu orang melakukan pekerjaan mereka secara efektif atau aktivitas
apapun yang tidak memberikan nilai bagi pelanggan. Mengurangi waste
mengurangi penundaan dan meningkatkan kualitas, membuat organisasi dibayar
lebih cepat untuk bahan yang mereka beli dan pekerjaan yang mereka lakukan.
b. Overproduction
Nilai hanya dapat ditentukan oleh pelanggan utama. Dan itu hanya bermakna
ketika dinyatakan dalam hal produk tertentu (barang atau jasa, dan seringkali
keduanya sekaligus) yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan harga tertentu
pada waktu tertentu . Nilai atau value tercipta ketika produk atau jasa yang
diberikan kepada pasien adalah sesuatu yang membuat pasien atau pelanggan mau
untuk membayar produk atau jasa tersebut (Grunden & Hagood, 2012).
Dalam pengaturan rumah sakit, kami mungkin memiliki banyak pelanggan untuk
setiap kegiatan atau perawatan yang diberikan. Pelanggan “akhir” yang paling jelas
adalah pasien. Sebagian besar kegiatan dan prioritas kerja harus dipusatkan di
sekitar pelanggan itu. Pelanggan lain mungkin termasuk keluarga pasien, dokter,
karyawan rumah sakit, dan pembayar. Masing-masing pelanggan yang berbeda ini
dapat menentukan nilai dengan cara yang berbeda (Graban, 2009)
Value stream adalah serangkaian semua tindakan spesifik yang diperlukan untuk
membawa produk tertentu (apakah barang, layanan, atau, semakin, kombinasi
keduanya) melalui tiga tugas manajemen kritis dari bisnis apa pun: tugas pemecahan
masalah berjalan dari konsep melalui desain terperinci dan rekayasa ke peluncuran
produksi, tugas manajemen informasi berjalan dari pengambilan pesanan melalui
penjadwalan rinci untuk pengiriman, dan tugas transformasi fisik mulai dari bahan
baku ke produk jadi di tangan pelanggan.
Dalam bukunya Graban (2009), Metodologi Lean memberi kita beberapa aturan
khusus untuk digunakan dalam menentukan kegiatan apa yang bernilai tambah (VA)
atau tidak bernilai tambah (NVA). Tiga aturan yang harus dipenuhi agar suatu
kegiatan dipertimbangkan sebagai nilai tambah adalah:
Jika salah satu dari ketiga aktivitas tersebut tidak dapat dipenuhi maka termasuk ke
dalam aktivitas non value-added.
Terdapat dua pendekatan yang dipakai dalam sistem produksi untuk melakukan
perencanaan dan penjadwalan produksi yaitu produk push dan market pull. Produk
push adalah produksi dibuat sebanyak mungkin sesuai kapasitas mesin atau tenaga
kerja, dan ketersediaan bahan baku. Sedangkan market pull adalah barang yang
diproduksi didasarkan pada permintaan sales (sales order).
Sistem Tarik atau pull system memiliki makna bahwa nilai tambah dalam proses
pelayanan harus dilihat dari sudut pandang dan kebutuhan konsumen. Sistem tarik
merupakan suatu proses yang oleh konsumen dipandang tidak perlu atau tidak
memberikan nilai tambah kepada kepuasan konsumen, maka sebaiknya proses
tersebut di hilangkan atau minimalisir agar produk yang disediakan ideal.
e. Perbaikan Berkelanjutan
Dalam Graban (2009), 5 prinsip Lean yang diadaptasi ke dalam sistem pelayanan di
rumah sakit.
Tabel 1.1 Prinsip Lean Thinking untuk Rumah Sakit
Dalam menerapkan manajemen lean, maka dibutuhkan metode dan tools yang sesuai.
Beberapa metode dan tools yang digunakan dalam lean manajemen adalah sebagai
berikut:
Value Stream Mapping Tools
Value Stream Analysis Tools adalah tools yang dikembangkan oleh (Hines, P., & Rich
1997) untuk mempermudah pemahaman dari value stream yang sudah dibuat dan
membantu dalam proses perbaikan pemborosan yang ada di dalam value stream. Value
stream mapping (VSM) merupakan alat (diagram) yang digunakan untuk membantu
dalam melihat dan memahami aliran dari material dan informasi suatu produk di dalam
value stream (Mike dan John, 2003). Value Stream Mapping juga dipakai dalam
melakukan pemetaan berkaitan dengan aliran produk dan aliran informasi mulai dari
pemasok, produsen, dan konsumen dalam suatu gambar untuk meliputi semua proses
dalam satu sistem (Agustiningsih 2011). (Gaspers.V & Fontana.A. 2011)
mendefinisikan value stream sebagai proses untuk membuat, memproduksi dan
menyerahkan produk ke pasar. Analisis value stream dapat mengidentifikasi tiga jenis
aksi sepanjang value stream yaitu:
a. Value-Added, Kegiatan-kegiatan atau proses yang menghasilkan nilai.
b. Necessary but Non Value-Added, Tahap yang tidak menghasilkan nilai namun
tidak dapat dihindari dengan teknologi dan sumber daya yang ada.
c. Non Value-Added, Tahap yang tidak menghasilkan nilai dan bisa dihindari.
Pada tahun 1980-an produsen mobil Toyota menggunakan value strean mapping untuk
pertama kalinya yang disebut dengan Material and Information Flow Mapping. Value
Stream Mapping mampu memvisualisasikan aliran produk dan mengidentifikassi
waste. Value Stream Mapping juga membantu dalam kegiatan memprioritaskan
masalah yang akan diselesaikan.
Menurut Liker dalam Ars Agustiningsih, terdapat keuntungan-keuntungan dalam
menerapkan value stream, diantaranya adalah :
a. Kualitas yang inheren
b. Menciptakan fleksibilitas yang sebenarnya
c. Menciptakan produktivitas yang lebih tinggi
d. Mengosongkan ruang kerja
e. Meningkatkan keselamatan kerja
f. Semangat kerja yang meningkat
g. Mengurangi biaya persediaan.
Menurut (Hines, P., & Rich 1997) Value stream mapping mempunyai tujuh tools yang
dapat digunakan, anatara lain :
1. Process Activity Mapping
Tool ini memberikan gambaran aliran fisik dan informasi, waktu yang diperlukan
untuk setiap aktivitas, jarak yang ditempuh dan tingkat persediaan produk dalam
setiap tahapan produksi. Kemudahan identiifkasi aktivitas terjadi karena adanya
penggolongan aktivitas menjadi lima jenis yaitu, operasi, transportasi, inpeksi,
delays, dan penyimpanan.
2. Supply Chain Response Matrix
Tool ini merupakan sebuah diagram yang menggambarkan hubungan antara
inventory dan lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui adanya
peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan dan waktu distribusi pada tiap
area dalam supply chain. Tool ini juga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan
pencapaian lead time yang pendek. Tools ini digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan service level kepada konsumen pada tiap jalur distribusi dengan
biaya yang rendah.
3. Production Variety Funnel
Tool ini merupakan suatu teknik pemetaan visual dengan cara melakukan plot
pada sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap manufaktur. Tool ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bagian mana sebuah produk generic diproses
menjadi beberapa produk yang spesifik. Dan tool ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui area bottleneck pada desain proses. Kemudian dapat digunakan untuk
merencanakan perbaikan kebijakan inventory dan membuat perubahan pada
sebuah produk.
4. Quality Filter Mapping
Tool ini digunakan untuk mengidentifikasi letak permasalahan defect pada
kualitas di supply chain. Evaluasi hilangnya kualitas yang sering terjadi dilakukan
untuk pengembangan jangka pendek. Masalah kualitas tersebut berupa product
defect, scrap defect, dan service defect.
5. Demand Amplification
Tool ini digunakan untuk memvisualisasikan perubahan demand di supply chain
dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan digunakan untuk
mengambil keputusan dan melakukan analisa lebih lanjut untuk mengantisipasi
terjadinya perubahan demand, mengatur fluktuasi, serta evaluasi kebijakan
inventory.
6. Decision Point Analysis
Tool ini memnunjukkan berbagai pilihan sistem produksi yang berbeda, dengan
trade off antara lead tme masing-masing pilihan dengan tingkat inventory yang
diperlukan untuk meng-cover selama proses lead time.
7. Physical Structure
Tool ini digunakan untuk memahami supply chain di level produksi. Hal ini
diperlukan untuk memahami kondisi industri tersebut, bagaimana operasinya, dan
dalam mengarahkan perhatian pada area yang belum mendapatkan perhatian yang
cukup untuk pengembangan. Penelitian tentang lean hospital merupakan penelitian
yang masih jarang dalam dunia manajemen operasi terutama di Indonesia karena
perkembangan masyarakat di Indonesia masih berfokus untuk menggunakan lean
hanya pada operasi di bidang produksi daripada operasi di bidang jasa. Padahal hal
ini sangat penting untuk memperbaiki kinerja jasa, terutama pada pelayanan di
rumah sakit.
Cara melakukan metode value stream mapping ini adalah sebagai berikut:
1. Memetakan semua kegiatan yang terdapat pada sistem, mulai dari akhir aliran nilai
pelanggan.
2. Memberikan keterangan performansi untuk setiap kegiatan.
3. Memetakan pergerakan produk dan aliran informasi yang mengatur aliran nilai.
4. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah mencari inti atau hal yang paling
utama dari nilai aliran tersebut.
Takt Time
“Takt” berasal dari bahasa Jerman yaitu “takzeit”yang berarti waktu siklus yang tepat,
ritme atau interval, juga dapat berarti tongkat conductordalam suatu orchestra dan
tempo (beat) dari music (Wada, 1995 dalam Zokaei & Simons, 2006). Menurut Ohno
(1988) dalam Koskela et al (2013), menghitung takt time dapat menunjukkan apa yang
dibutuhkan sehingga dapat memproduksi sesuai dengan yang diinginkan, satu per satu.
Takt time digunakan sebagai tolak ukur untuk menyatakan berapa satuan waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk pada proses (Widjaja & Rahardjo, 2013).
Dengan perhitungan sebagai berikut (Abdelhadi & Shakoor, 2013). :
a. Waktu Operasional = Waktu Produksi –Istirahat
b. Produksi yang Diinginkan (required production) = Volume Produksi
Cycle Time
Cycle time (CT) atau process time adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu produk, terdiri dari aktivitas value addeddan non value added
(Abdelhadi & Shakoor, 2013; Martin & Osterling, 2014).
Perbandingan Takt Time dengan Cycle Time
Menurut Eaton (2009), manfaat diketahuinya takt time dan cycle time adalah :
1. Takt time adalah waktu yang diminta oleh pelanggan (pasien) untuk menghasilkan
satu produk atau jasa.Karena diminta pelanggan, maka waktunya tidak tetap.
2. Jika tidak dapat memenuhi takt time, maka akan terjadi masalah antrian,
keterlambatan, kemacetan, atau lebih buruk lagi tidak semua pelanggan dapat
dilayani.
3. Perhitungan takt time dapat digunakan untuk merencanakan penyediaan produk
atau jasa secara berkesinambungan, lancar, tanpa hambatan.
4. Takt time dapat menghindarkan kita dari pemborosan akibat produksi yang
berlebihan, dengan cara memproduksi barang atau jasa sesuai dengan permintaan
pelanggan.
5. Takt time membantu untuk membangun sistim dan cara bekerja yang terstandar,
sehingga meningkatkan mutu dan efisiensi.
6. Memungkinkan dalam menetapkan target waktu yang tepat untuk produksi dengan
cara, yakni memberikan gambaran yang jelas bagi staf pelaksana tentang waktu
yang harus dicapai oleh staf pelaksana untuk menghasilkan suatu produk atau jasa.
7. Memudahkan penetapan berbagai kemungkinan skenario produksi yang berubah-
ubah sesuai permintaan pelanggan.
Dengan membandingkan kedua waktu tersebut, dapat diketahui penilaian dasar
mengenai jumlah minimal petugas atau sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu proses sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa banyak
sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses (Eaton,
2009). Dalam Constantine (2012), analisis takt time dan cycle timedapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Takt Time ≠ Cycle Time → terjadi ketidakseimbangan dalam sistem operasional.
2. Cycle Time ≤ Takt Time → hasil produksi akan dapat memenuhi permintaan
pelanggan.
3. Cycle Time > Takt Time → hasil produksi tidak dapat memenuhi permintaan
pelanggan.
Kanban
Kanban adalah system sinyal visual ketika bagian, persediaan atau layanan baru
dibutuhkan, dalam hal jumlah yang dibutuhkan, dan waktu yang dibutuhkan (Lawal et
al, 2014). Kanban merupakan suatu tools yang mengatur aliran suatu produk baik
dalam lantai produksi maupun dengan pemasok luar (supplier) dan konsumen. Sistem
Kanban yang paling sering digunakan di suatu perusahaan adalah tiga bin sistem yang
mana satu bin untuk demand point, satu bin berada di pabrik, dan satu bin berada di
supplier, yang mana bin tersebut berisi kartu yang berisi rincian dari produk dan
informasi yang relevan. Saat terjadi demand maka bin kosong dan Kanban diserahkan
ke pabrik yang kemudian akan memproduksi dan mengisi bin dengan produk yang
tercantum pada kartu Kanban, hal ini menyebabkan bin yang ada di pabrik menjadi
kosong sehingga pabrik akan menyerahkan bin kosong dan Kanban kepada supplier
yang akan mengisi bin dan mengembalikan ke pabrik bersama dengan Kanban-nya.
Tujuan dari Kanban adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan overproduction
dan inventory. Berikut ini merupakan enam aturan utama dalam implementasi Kanban,
yaitu:
a. Jangan mengirim barang defect ke proses setelahnya.
b. Proses hanya mengambil barang sesuai kebutuhannya.
c. Produksi hanya sesuai kebutuhan dan jumlah yang diambil oleh pelanggan.
d. Kapasitas antar proses merata.
e. Kanban adalah alat untuk fine tuning.
f. Proses harus distabilkan.
5S
Perusahaan-perusahaan Lean memulai program peningkatan terus-menerus secara
mendasar melalui perbaikan housekeeping menggunakan prinsip 5S untuk
menciptakan dan memelihara agar tempat kerja menjadi teratur, bersih, aman, dan
memiliki kinerja tinggi. 5S, yang memungkinkan setiap orang memisahkan kondisi-
kondisi normal dan abnormal, merupakan landasan untuk peningkatan terus-menerus,
zero defect, reduksi biaya, dan untuk menciptakan area kerja yang aman dan nyaman.
5S merupakan pendekatan sistematik untuk meningkatkan lingkungan kerja, proses-
proses, dan produk dengan melibatkan karyawan di lantai pabrik atau lini produksi
(production line) maupun dikantor. (Gasperz, 2011) 5S adalah program peningkatan
terus-menerus yang memiliki akronim sebagai berikut (Gasperz, 2011):
a. Seiri (Sort): Secara tegas memisahkan item yang dibutuhkan dari item yang tidak
dibutuhkan, kemudian menghilangkan atau membuang item yang tidak diperlukan
dari tempat kerja. Tujuan: Menyingkirkan atau membuang dari tempat kerja semua
item yang tidak digunakan lagi dalam pelaksanaan tugas atau aktivitas. Jika suatu
item diragukan apakah masih digunakan atau tidak, item tersebut perlu
disingkirkan dari tempat kerja, dan disimpan digudang. Apabila tidak digunakan
lagi, item itu dibuang. Implementasi S1 (Sort) dapat menggunakan “Red Tag
System”, yaitu metode untuk mengidentifikasi informasi dan barang-barang dalam
area kerja yang tidak diperlukan lagi dalam pekerjaan sehari-hari. Setiap red-
tagged item dicatat tanggalnya dan dipisahkan ke area penyimpanan atau gudang.
Jika item itu tidak digunakan setelah periode waktu tertentu, katakanlah antara satu
sampai enam bulan, maka item itu dapat dibuang.
b. Seiton (Stabilize, Straighten, Set in order, Simplify): Menyimpan item yang
diperlukan di tempat yang tepat agar mudah diambil jika akan digunakan. Tujuan:
Mengatur atau menyusun item-item yang diperlukan dalam area kerja, kemudian
mengidentifikasi dan memberikan label atau tanda, sehingga setiap orang dapat
menemukan item-item itu secara mudah dan cepat.
c. Seiso (Shine, Sweep): Mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan rapih.
Tujuan: Menjaga atau memelihara agar area kerja tetap bersih dan rapih (bersinar).
d. Seiketsu (Standardize): Melakukan standardisasi terhadap praktek 3S (Seiri,
Seiton, dan Seiso) diatas. Tujuan: Menstandardisasikan atau menciptakan
konsistensi implementasi S1 (Sort), S2 (Stabilize, Straighten, Set ini order,
Simplify), S3 (Shine, Sweep). Hal ini berarti mengerjakan sesuatu yang benar
dengan cara yang benar setiap waktu (doing the right things, the right way, every
time). Beberapa tips untuk Standardize:
1. Meninjau-ulang prosedur-prosedur yang dilakukan untuk Sort, Stabilize, dan
Shine (3S) dan memasukkan elemen-elemen 3S itu ke dalam aktivitas harian.
2. Menggunakan Visual Process Controls dan petunjuk-petunjuk visual apa saja
yang tepat untuk membantu orang mengingat atau memahami tentang hal-hal
yang terjadi dan mempertahankan 3S yang telah diterapkan.
3. Menciptakan 5S Agreements untuk merefleksikan keputusan-keputusan tentang
siapa yang akan bertanggung jawab untuk tugas apa, dll.
e. Shitsuke (Sustain, Self-Discipline): Membuat agar kedisiplinan menjadi suatu
kebiasaan melalui mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Tujuan:
Menjamin keberhasilan dan kontinuitas program 5S sebagai suatu disiplin. Kondisi
lingkungan pabrik yang tidak teratur dan tidak bersih akan menimbulkan
pemborosan (waste) terjadi dan kebanyakan perusahaan berpikir bahwa keadaan
yang berantakan akan menyembunyikan masalah. Oleh karena itu, program 5S
dipandang sebagai usaha untuk memunculkan masalah yang selama ini
tersembunyi dari para pemecah masalah, sehingga penataan dan pemeliharaan
wilayah kerja akan menjadi bersih dan rapih setelah menerapkan program 5S
tersebut.
Heijunka
Menurut Liker (2006), Heijunka adalah suatu tools untuk meratakan beban kerja atau
jadwal produksi baik dari segi volume maupun bauran produk. Tidak membuat
produk berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat naik dan turun
secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan dalam suatu periode dan
meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama setiap hari.
Heijunka pada umumnya berupa jadwal yang terpasang di dinding dan terbagi ke
dalam kotak-kotak atau set rumah merpati berbentuk persegi panjang. Setiap kolom
kotak mewakili suatu periode waktu tertentu yang mana jadwal dibagi secara visual
berdasarkan shift, harian atau mingguan. Kartu warna mewakili pekerjaan tertentu
(kartu Kanban) ditempatkan pada setiap kotak untuk memberi tahu secara visual
mengenai produksi apa yang akan dijalankan. Heijunka bertujuan untuk menciptakan
aliran produksi yang mengalir lancar (smoothing) sehingga dapat mengurangi lead
time dan inventory.
Kaizen
Menurut (Liker, 2006), Kaizen adalah penigkatan secara berkesinambungan yang
melibatkan operator untuk bekerja sama secara proaktif dengan melakukan perbaikan
dan pengembangan secara berkelanjutan (continuous improvement) dalam proses
produksi. Peningkatan berkesinambungan (kaizen) hanya dapat terjadi setelah proses
sudah stabil dan terstandardisasi. Ketika perusahaan membuat proses-proses menjadi
stabil dan mempunyai proses untuk membuat pemborosan dan inefisiensi terlihat di
depan umum, perusahaan berkesempatan untuk terus menerus belajar dari
peningkatan yang telah dibuat. Istilah kaizen sendiri berasal dari bahasa Jepang yaitu
kata Kai (berubah) dan Zen (baik), yang mana apabila diartikan secara langsung maka
arti dari kaizen adalah “Merubah menjadi lebih baik”. Tujuan dari penerapan tools ini
adalah:
a. Menghindari biaya yang mungkin akan muncul dari seven waste dalam proses
produksi.
b. Memberikan nilai tambah (value added) pada setiap operasi dalam proses produksi
sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dengan biaya terendah dan
memperpendek waktu pengiriman kepada pelanggan.
c. Dapat melakukan perubahan dalam waktu yang relatif singkat dan biaya yang
rendah.
Standardized Work
Standardized Work merupakan suatu tools yang berupa prosedur terdokumentasi
untuk setiap operasi dalam proses produksi yang memberikan penjelasan mengenai
apa saja yang harus dilakukan pada proses operasi tersebut. Tools ini bertujuan untuk
mengurangi kesalahan kerja akibat dari ketidak tahuan operator dan untuk
meminimalisir kemungkinan adanya waste over processing dan motion.
Fetter dalam Rr. Ratna Arietta (2012), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
waktu tunggu pasien menjadi tiga seperti berikut
1. First waiting time adalah waktu yang dikeluarkan pasien sejakdatang sampai jam
perjanjian.
2. True waiting time adalah waktu yang dikeluarkan pasien sejak jam perjanjian sampai
pasien diterima atau diperiksa dokter.
3. Total primary waiting time adalah waktu tunggu pasien keseluruhan sebelum bertemu
dokter