Bahan Ajar Kompetensi Abad 21, HOTS, Dan Model Pembelajaran
Bahan Ajar Kompetensi Abad 21, HOTS, Dan Model Pembelajaran
2018
HOTS, KETERAMPILAN ABAD 21 DAN
MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK
Pengantar
Peningkatan kualitas penjaminan mutu pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satu faktor yang paling dominan adalah kualitas kurikulum dengan
pengimplementasian model-model pembelajaran saintifik yang dapat digunakan untuk
mengembangkan proses kognisi pada level berfikir tinggi (High Order Thinking Skills), dan
Ketrampilan abad 21.
Tenaga pendidik di sekolah adalah sebagai agen perubahan yang dapat meningkatkan
kualitas mutu pendidikan dengan merancang, melaksanakan proses, dan menilai hasil
pembelajaran yang dilakukan di sekolah melalui pengembangan kurikulum. Keberhasilan
tenaga pendidik dalam mengelola dan mendayagunakan semua potensi yang ada, akan
berpengaruh besar terhadap iklim kerja dalam peningkatan mutu sekolah.
Keberadaan bahan ajar ini sangat penting untuk membantu dan memfasilitasi tenaag
pendidik di sekolah dalam mengelola kinerjanya, khususnya dalam peningkatan kualitas
kurikulum pembelajaran yang terkait dengan penumbuhan karakter pada dirinya. Bahan
ajar ini dirancang dengan memperhatikan aspek keterlaksanaan dan manfaat bagi tenaga
pendidik di sekolah yang memiliki tugas dan tanggungjawab dalam peningkstsn mutu.
Keseluruhan pelatihan bahan ajar ini diakhiri dengan pos tes, yang digunakan untuk
mengetahui pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tenaga pendidik merancang
kurikulum, mengimplementasikan dan menilai pendidikan proses pembelajaran.
Target Kompetensi
Target kompetensi pada pelatihan dengan bahan ajar ini adalah untuk memberdayakan
sekolah dalam dalam meelaksanakan sis5em penjaminan mutu sekolah secara internal
dalam organisasi, kenijakan, dan proses yang terkait dengan penjaminan mutu
pendiidkamn ujtuk mewujutkan pendidikan yang bernutu dalkam rangka memenuhi atau
melampaui SNP. (khususnya sumberdaya sekolah seperti yang dirumuskan pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan) Dasar dan menegah. Penumbuhan Budi Pekerti, dan Nomor
13 Tahun 2007, terkait dengan mengelola perubahan dan pengembangan, menciptakan
budaya dan iklim, dan mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran
sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bahan ajar ini, diharapkan SDM sekolah dapat:
2
a. Memahami dan menetapkan standar mutu sekolah sesuai dengan UU No 20 tahun
2003, tentang SNP.
b. Memahami dan melakukan pemetaan mutu sekolah melalui kegiatan evaluasi diri.
c. Memahami dan menyusun rencana pemenuhan mutu berdasar hasil pemetaan.
d. Memahami dan melaksanakan pemenuhan mutu sesuai dengan perencanaan.
e. Memahami dan melakukan evaluasi/ audit mutu dalam pelaksaaan proses
pemenuhan mutu sekolah.
Organisasi Pembelajaran
Bahan ajar untuk sumberdaya manusia di sekolah ini terdiri atas 3 bagian yaitu: Penjelasan
Umum Bahan Ajar, Kegiatan Pelatihan yang memuat lembar kerja, dan Bahan Bacaan.
Pada kegiatan ini, Saudara akan mendapatkan gambaran dan bekal yang memadai, terkait
dengan topik yang ada pada bahan ajar. Topik 1, Kompetensi Kognisi tentang Hight Order
Thinking Skills (HOTS); Topik 2. Keterampilan Abad 21 (4 C); 3. Model-Model Pembelajaran.
Saudara mendapat kesempatan untuk melakukan diskusi, praktik, dan presentasi. Saudara
diharuskan memberikan laporan proses maupun hasil pelatihan ini sebagai dasar dalam
mengevaluasi dan menyempurnakan layanan pelayanan di tempat saudara bekerja.
Untuk memperkaya pengetahuan dan pemahaman serta meningkatkan profersionalisme
dalam penjminan mutu internal sekolah, Saudara diharapkan membaca bahan bacaan
yang tersedia dalam bahan ajar ini maupun sumber lain, misalnya dari internet,
perpustakaan, dan media cetak.
Jumlah 60 mnt
Strategi Pelatihan
Strategi pelatihan yang digunakan dalam bahan ajar ini adalah: diskusi kelompok, kerja
individu, pelaporan, dan presentasi.
3
KEGIATAN PELATIHAN
Pengantar
BSNP (2010), merumuskan tujuan Pendidikan Nasional Abad-21 dalam mewujudkan cita-
cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui
pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu
pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita
bangsanya.
Terkait dengan pengembangan kognisi dalam pembelajaran, diharapkan peserta didik
terlibat dalam proses kognisi tingkat tinggi (High Order Thinking Skills).
Pelatihan pada kegiatan topik ini bertujuan agar tenaga pendidik:
1. Menjelaskan level proses kognisi dalam pembelajaran.
2. Menjelaskan hubungan proses dan isi kognisi dalam pembelajaran.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia tenaga pendidik tidak terlepas dari pemahaman
konsep high order thinking skills (HOTS) dan hubunganya dengan isi kognisi dalam
pembelajaran, sehingga harus menelaahnya. Kemampuan sumberdaya manusia tenaga
pendidik dalam memahami proses dan isi kognisi akan berdampak pada efektifitas
pembelajaran. Topik bahasan ini terdiri dari kegiatan: (1) Identifikasi dan analisis konsep
proses kognisi dan isi kognisi ; (2) Analisis hubungan proses kognisi dan isi kognisi.
Sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut, Saudara diminta untuk mengidentifikasi dan
menganalisis konsep proses kognisi dan isi kognisi. Bentuklah kelompok dan diskusikan
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Jawaban tersebut dapat ditulis pada LK 1, sebelum
di presentasikan. Gunakan bacaan yang tersedia atau mencari bahan lain melalui internet.
LK 1. Identifikasi dan Analisis Konsep Proses Kognisi dan Isi Kognisi
Nama peserta : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nama desa : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. Berdasarkan taksonomi Anderson dan Krathwohl terjadi perbedaan klasifikasi proses
kognisi dengan Bloom. Jelaskan pengertian dan urutan hirarhi tingkatan proses
kognisinya.
4
2. Berdasarkan level proses kognisinya Anderson dan Krathwohl membagi kedalam tiga
level. Sebutkan tahapan level proses kognisi dan apa tahapannya?
3. Pada isi kognisi taksonomi Anderson dan Krathwohl membedakan empat bentuk isi
kognisi. Jelaskan perbedaan ke empat isi kognisi tersebut!
Kegiatan 2. Mengidentifikasi dan Menganalisis hubungan proses dan Isi Kognisi (Diskusi
kelompok, 1 x 45 menit)
Nama peserta : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nama desa : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. Mungkinkah setiap isi kognisi dapat dikaitkan dengan level kognisi, jelaskan!
2. Jelaskan hubungan high order thinking skills dengan isi kognisi! Buatlah matriknya!
5
TOPIK 2. KETERAMPILAN ABAD 21
Pengantar
Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam komponen dan aspek pertumbuhan
bangsa, karena merupakan pelaku utama dari berbagai proses dan aktivitas kehidupan.
Oleh sebab itu sumberdaya manusia harus memiliki karakter manusia di Abad-21. 21st
Century Partnership Learning Framework”, merumuskan sejumlah kompetensi dan/atau
keahlian yang harus dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM)di Abad-21, yaitu: 1)
Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving
Skills)– mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks
pemecahan masalah; 2) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication
and Collaboration Skills) - mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan
berbagai pihak; 3) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation
Skills) – mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan
berbagai terobosan yang inovatif; 4) Literasi teknologi informasi dan komunikasi
(Information and Communications Technology Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari; 5)
Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas
pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi; dan 6)
Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) – mampu
memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
Pelatihan pada kegiatan topik ini bertujuan agar tenaga pendidik:
1. Mengetahui latar belakang dan urgensi Pentingnya C4.
2. Memahami konsep dasar C4.
3. Memahami cara pengembangan C4.
Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia Tenaga pendidik tidak terlepas dari
pemahaman latar belakang, konsep dan pengembangan C4, sehingga tenaga pendidik
harus menelaahnya. Kemampuan tenaga pendidik terhadap latar belakang, konsep dan
pengembangan C4 akan berdampak pada efektifitas pencapaian tujuan pendidikan.
6
ini. Jawaban tersebut dapat ditulis pada LK 1, sebelum di presentasikan di depan kelas.
Gunakan bacaan yang tersedia atau mencari bahan lain melalui internet.
Jika tidak memungkinkan diskusi karena keterbatasan jumlah peserta, Saudara dapat
bekerja secara individual.
7
LK 2. Identifikasi dan Analisis Konsep C4 dalam Pembelajaran.
Nama peserta : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nama sekolah : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. Jelaskan empat ketrampilan abad 21 yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran!
8
TOPIK 3. MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK
Pengantar
Pengembangan kompetensi abad 21 pada peserta didik, sangat tergantung pada bentuk
belajar yang dilakukannya. Pembelajaran dengan mengalami akan memberikan
pengalaman yang lebih inten dalam meningkatkan kapasitas memeori dan aktivitas
belajarnya.
9
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas.
Nama peserta : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nama sekolah : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
10
Kegiatan 3. Mengembangkan Perencanaan Pembelajaran. ( Diskusi kelompok, 1 x 45
menit)
Selanjutnya Saudara diminta untuk mengembangkan perencanaan pembelajaran. Jika Saudara
mempunyai rekan sejawat dalam mata pelajaran yang sama, bentuklah kelompok dan diskusikan
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Jawaban tersebut dapat ditulis pada LK 3, sebelum di
presentasikan di depan kelas. Gunakan bacaan yang tersedia atau mencari bahan lain melalui
internet.
Jika tidak memungkinkan diskusi karena keterbatasan jumlah peserta, Saudara dapat bekerja
secara individual.
Nama peserta : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nama sekolah : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. Pilihkan Topik pembelajarn dari KD mata perlajaran yang Saudara ampu. Tetapkan bentuk
kegiatan peserta didik dan kompetensi afeksi yang akan terbentuk dengan memadukan
indicator pengetahuan dan keterampilan.
2. Buatlah perencanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan!
11
BAGIAN III BAHAN BACAAN
Bahan Bacaan 1.
A. TUJUAN BELAJAR
1. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani dari kata “taxis” yang berarti pengaturan, dan kata “nomos”
yang berarti ilmu pengetahuan. Taksonomi merupakan sistem klasifikasi berhirarki dari sesuatu
atau prinsip yang mendasari klasifikasi, atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang
klasifikasi.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan tahun 1956 oleh Benjamin
S. Bloom, seorang ahli psikologi bidang pendidikan, beserta dengan
kawan-kawannya antara lain Cronbach, Ebel, Krathwohl, Furst,
McGuire, Gage dan Tyler., Affective Domain”; Tahun 1956, terbit
karya “The Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of
Educational Goals”. Handbook I tentang Cognitive Domain; Handbook
II tentang “Taxonomy of Educational, Objectives dan Handbook III
tentang “Taxonomy of Educational, objective, Psychomotor
Benyamin. S. Bloom Domain”.
Kemudian pada tahun 1971 dia menulis “Handbook on Formative and Summative Evaluation of
Student Learning”, dan pada tahun 1985 dia menulis “Developing Talent in Young People”.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan secara komprehensif dibagi menjadi beberapa ranah (domain)
dan setiap domain tersebut dibagi-bagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci. Taksonomi
ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain: cognitive, affective,
dan psychomotoric, dan pada setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang
lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Adapun taksonomi atau klasifikasi Bloom tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Taxonomi Tujuan Pendidikan Bloom
12
Berikut disajikan tujuan pendidikan Bloom menurut domainnya, berserta deskripsi perilaku,
contoh aktivitas dan bukti pengukuran, dan deskripsi kata kunci yang dilatihkan.
a. Cognitive domain (Ranah Kognitif)
Ranah kognitif merupakan segi kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek pengetahuan,
penalaran, atau pikiran. Taksonomi kognisi Bloom beserta deskripsi perilakunya sebagai berikut:
Tabel 1.2 Taxonomi Tujuan Pendidikan Bloom Domain Kognisi
13
LEVEL KATAGORI DESKRIPSI PERILAKU
Bloom menyajikan taksonomi ini, dengan urutan hirarkis dari level yang rendah ke level paling
tinggi, seperti gambar berikut.
Evaluation
6
Synthesis
5
Analysis
4
Application
3
Comprehension
2
Knowledge
1
Gb. 1.2 Hirarki Jenis Perilaku dan Kemampuan Cognitive menurut Taksonomi Bloom
Dari gambar 1.2 dapat diketahui bahwa untuk memperbaiki kemampuan dari kemampuan awal,
menuju kemampuan yang tergolong tinggi harus melalui pendidikan di sekolah. Bloom menyajikan
taksonomi ini, dengan urutan hirarkis dari level yang rendah (pengetahuan, pemahaman) menuju
level lebih tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi).
b. Affective domain (ranah afektif)
Domain afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi
yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.
Domain afektif terdiri dari lima katagori yang berhubungan dengan respon emosional terhadap
tugas. Pembagian katagori afektif ini disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol, antara
lain:
1) Receiving (penerimaan).
Adalah kemampuan seseorang untuk peka terhadap suatu rangsang dan rela untuk
memperhatikan rangsangan itu. Kerelaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di
lingkungannya. Dalam belajar ujutnya dengan memperhatikan, dan mempertahankan.
2) Responding (menaggapi).
14
Adalah kemampuan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk memperhatikan secara
aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Hal ini dinyatakan dalam memberikan suatu
reaksi terhadap rangsangan yang disajikan, meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan
dalam memberikan tanggapan.
3) Valuing (penentuan Sikap).
Adalah kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri, sesuai
dengan penilaian itu. Dari penilaian akan dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau
mengabaikan.
4) Organization (organisasi)
Adalah kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan
dalam kehidupan. Penempatan nilai pada suatu skala nilai ini, untuk dijadikan pedoman
dalam bertindak secara bertanggungjawab.
5) Characterization by a value (pembentukan Pola Hidup)
Adalah kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi milik pribadi
(internalisasi), menjadi pegangan nyata untuk mengatur kehidupannya sendiri. Juga
dimilikinya sistem nilai yang mengendalikan tingkah laku gaya hidupnya dalam berbagai
bidang.
Berikut adalah gambar domain afektif yang hirarkis.
Organization
4
Valuing
3
Responding
2
Receiving
1
Gb 1.3 Hirarki Jenis Perilaku dan Kemampuan Afektif menurut Taksonomi Krathwohl dan Bloom
dkk
Dari gambar 1.3 dapat diketahui bahwa peserta didik dalam belajar akan memperbaiki
kemampuan-kemampuan afektifnya, mulai dari nilai receiving hingga menuju nilai characterization
by value set. Kelima jenis tingkatan tersebut di atas bersifat hirarki.
c. Psychomotoric Domain (ranah psikomotor)
Tentang ranah psikomotor ini, kebanyakan orang menghubungkan aktivitas motoris dengan
pendidikan fisik dan atletik. Kawasan psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan jasmani.
Rician domain psikomotor ini adalah:
1) Perception (persepsi).
Adalah kemampuan untuk menggunakan isyarat- isyarat sensoris dalam memandu aktivitas
motoriknya. Penggunaan alat indera sebagai rangsangan untuk memilih isyarat menuju
respon motorik.
15
2) Set (kesiapan).
Adalah kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai sesuatu gerakan, kesiapan
fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
3) Guided Response (gerakan terbimbing).
Adalah kemampuan untuk melakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh yang diberikan. Ini
sebagai tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang komplek, termasuk di dalamnya
imitasi dan gerakan coba-coba.
4) Mechanical Response (gerakan yang terbiasa)
Adalah kemampuan untuk melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang
diberikan. Terjadi pembiasaan pada gerakan-gerakan yang telah dipelajarinya sehingga tampil
dengan meyakinkan dan cakap.
5) Complex Response (gerakan yang komplek)
Adalah kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap
dengan lancar, tepat dan efisien. Terjadi gerakan motorik yang terampil dan berwujut pola-
pola gerakan yang komplek.
6) Adjusment (penyesuaian pola gerakan).
Adalah kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerakan dengan
persyaratan khusus yang berlaku. Terjadi pengembangan keterampilan yang disesuaikan
dalam berbagai situasi.
7) Creativity (kreativitas).
Adalah kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar prakarsa atau inisiatif
sendiri. Berikut adalah gambar domain psikomotorik yang hierarkis:
7
Creativity
6
Adjusment
5
Complex Respon
Mechanical 4
Mecanical Respon
Guided Respon
3
Set
2
Perception 1
Dari gambar 1.4 bahwa kemampuan psikomotorik merupakan proses belajar berbagai kemampuan
gerak, dimulai dengan kepekaan memilih-milih sampai dengan kreativitas pola gerakan baru. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan psikomotirk mencakup fisik dan mental. Ketujuh kompetensi
tersebut berurutan yang juga bersifat hirarki.
16
hal tersebut Taksonomi Bloom menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas
dalam jangka waktu yang lama.
Dalam perkembangan pendidikan terjadi perubahan dalam pemikiran dan prakteknya, sehingga
Taxonomy Bloom kemudian direvisi oleh L.W. Anderson, Krathwohl, Air Asian, Cruikshank, Mayer,
Pintrich, Raths, dan Wittrock. Menurut Anderson dan teman-temannya bahwa revisi Taksonomi
Bloom dikarenakan adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan
pemikiran baru dalam sebuah kerangka katagorisasi tujuan pendidikan. Selain itu, taksonomi
merupakan sebuah kerangka berpikir khusus yang menjadi dasar untuk mengklasifikasikan tujuan-
tujuan pendidikan.
Dengan dilakukan revisi, menurut Anderson taksonomi yang baru ini merefleksikan bentuk sistem
berpikir yang lebih aktif dan akurat dibandingkan dengan taksonomi sebelumnya dalam
menciptakan tujuan-tujuan pendidikan. Revisi yang dilakukan ini khusus dalam domain kognitifnya.
Hasil revisinya dipublikasikan tahun 2001 dalam buku yang berjudul “A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assesing: A. Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives” yang disusun
oleh Lorin W. Anderson dan David R. Karthwohl.
Pada revisi ini, ada perubahan terminologi dalam taksonomi yang dilakukan Anderson dan
Krathwohl, antara lain:
1) Tingkatan pada Taksonomi Bloom yang lama menggunakan kata benda sedangkan
Anderson dan Krathwohl mengubahnya menjadi kata kerja.
2) Tingkatan terendah Taksonomi Bloom pada tingkatan pengetahuan diganti dengan
mengingat, yang sekarang menggunakan kata kerja.
3) Tingkat komprehensi dalam Taksonomi Bloom diubah menjadi memahami dan sintesis
juga diubah menjadi mencipta.
4) Urutan sintesis yang diubah menjadi mencipta letaknya paling tinggi, dan mengevaluasi
di bawahnya. Berikut adalah gambar perubahan struktur Taksonomi Bloom:
Creating
6
Evaluating
5
Analysing
4
Applying
3
Understanding
2
Remembering
1
Gb 1.5 Hirarki Proses Kognisi menurut Lorin W. Anderson dan David R. Karthwohl.
Dari gambar 1.5 Karthwohl menyajikan taksonomi ini, dengan urutan hirarki dari level yang rendah
(mengingat, memahami) menuju level lebih tinggi (mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta). Domain proses kognisi dibedakan kedalam level berfikir rendah (lower oder thinking)
yaitu untuk katagori Remembering, level berfikir menengah (medium order thinking) yaitu untuk
katagori understanding dan applying, dan level berfikir tinggi (higher order thinking) untuk
katagori analyzing, evaluating, dan creating.
17
Berikut pada domain kognisi secara lengkap dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses
kognisi dan isi pengetahuan. Adapun taksonomi proses kognisi W. Anderson dan David R.
Karthwohl beserta deskripsinya sebagai berikut:
Tabel 1.3 Taxonomi Proses Kognisi menurut Anderson dan Karthwohl.
18
LEVEL KATAGORI DESKRIPSI PERILAKU
Adapun dimensi isi pengetahuan disusun dalam empat dimensi yaitu pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Menurut W.
Anderson dan David R. Karthwohl dimensi dan deskripsinya sebagai berikut:
19
Tabel 1.4 Dimensi Isi Pengetahuan menurut Anderson dan Karthwohl.
DIMENSI DEFINISI
Pengetahuan Fakta (Factual Adalah unsur dasar yang harus diketahui peserta didik untuk
Knowledge) mengenal atau mangalami sesuatu atau memecahkan suatu
masalah.
Pengetahuan Konsep Adalah hubungan diantara unsur-unsur dasar dengan suatu
(Conceptual Knowledge) struktur yang lebih besar sehingga dapat berfungsi bersama
diantara mereka.
Metakognisi dapat diasumsikan sebagai pengetahuan, kesadaran dan kontrol pada seseorang
dalam proses berfikir dan belajarnya (Flavell 1977; 1981; Schraw and Moshman 1995).
Metakognisi berisi dua komponen yaitu pengetahuan sebagai kognisi, dan regulasi kognisi (Schraw
1998). Ini termasuk pengetahuan tentang strategi yang akan digunakan untuk mengerjakan suatu
tugas, dalam kondisi apa strategi itu paling tepat, dan sejauh apa strategi itu efektif dapat
digunakan. Pintrich (2002) menyebutkan ada 3 metakognisi:
1) Pengetahuan strategi, yaitu pengetahuan tentang macam strategi yang tepat untuk
digunakan, misal strategi untuk menghafal dengan menggunakan peta konsep.
2) Pengetahuan tentang tugas kognisi, yaitu tentang bagaimana menggunakan suatu
strategi yang cocok untuk menyelesaikan tugas.
3) Pengetahuan diri (self knowledge), yaitu kesadaran diri atas kemampuan dan
kelemahan dalam menyelesaikan tugas. Peserta didik dapat mengukur kemampuannya
dan berusaha menyelesaikan tugas ketika mengalami kesulitan (self-efficacy).
Yoko. Rimy & Wahyu Broto. (2018). Pembelajaran Saintifik . Yogyakartas : Liberty Publishing.
20
Terkait dengan berbagai fenomena, serta paradigma dan tujuan pendidikan nasional di Abad-21,
maka kita menghadapi berbagai tantangan yang tentu saja tidak semuanya bisa dibahas pada
kesempatan kali ini. Berikut akan dibahas lima tantangan Pendidikan di Abad-2, yang meliputi:
A. Pergeseran Paradigma Pendidikan
B. Penyiapan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Abad-21,
C. Tantangan yang Terkait dengan Pengembangan Kurikulum 2013 Sebagai Upaya
Penyesuaian Terhadap Tantangan Pendidikan di Abad-21, dan
A. Pergeseran Paradigma Pendidikan
Pendidikan di Abad-21 perlu mempertimbangkan berbagai hal, baik kompetensi lulusan, isi/konten
pendidikan, maupun proses pembelajarannya, sehingga pendidikan di Abad-21 harus
memperhatikan hal-hal berikut: (1) Pemanfaatan Teknologi Pendidikan, (2) Peran Strategis
Guru/Dosen dan Peserta Didik, (3) Metode Belajar Mengajar Kreatif, (4) Materi Ajar yang
Kontekstual, dan(5) Struktur Kurikulum Mandiri berbasis Individu. (BSNP, 2010: 46-47)
Terkait dengan Pergeseran Paradigma Pendidikan di Abad-21, BNSP merumuskan 16 prinsip
pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad ke-21, yaitu: (1) dari berpusat
pada guru menuju berpusat pada siswa, (2) dari satu arah menuju interaktif, (3) dari isolasi menuju
lingkungan jejaring, (4) dari pasif menuju aktif-menyelidiki, (5) dari maya/abstrak menuju konteks
dunia nyata, (6) dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim, (7) dari luas menuju perilaku khas
memberdayakan kaidah keterikatan, (8) dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala
penjuru, (9) dari alat tunggal menuju alat multimedia, (10) dari hubungan satu arah bergeser
menuju kooperatif, (11) dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, (12) dari usaha sadar
tunggal menuju jamak, (13) dari satu ilmu dan teknologi bergeser menuju pengetahuan disiplin
jamak, (14) dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan, (15) dari pemikiran faktual
menuju kritis, dan (16) dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. (BSNP,
2010: 48-50).
Sementara hal yang senada dikemukakan dalam Pemendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar
Proses, yang merumuskan 14 prinsip pembelajaran, terkait dengan implementasi Kurikulum 2013,
yang meliputi: (1) dari pesertadidik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu; (2) dari guru
sebagai satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis aneka sumberbelajar; (3) dari
pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4) dari
pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; (5) dari pembelajaran
parsial menuju pembelajaran terpadu; (6) daripembelajaran yang menekankan jawaban tunggal
menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7) dari pembelajaran
verbalisme menuju keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan
fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); (9) pembelajaran yang mengutamakan
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; (10)
pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing ngarso sung tulodo),
membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); (11) pembelajaranyang berlangsung di rumah, di
sekolah, dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah
guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. (13) Pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan (14) Pengakuan
atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
21
B. Penyiapan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Abad-21
Dari seluruh komponen dan aspek pertumbuhan yang ada, manusia merupakan faktor yang
terpenting karena merupakan pelaku utama dari berbagai proses dan aktivitas kehidupan. Oleh
karena itulah maka berbagai negara di dunia berusaha untuk merumuskan karakteristik manusia di
Abad-21.Menurut “21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat sejumlah kompetensi
dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM)di Abad-21, yaitu:
1. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving
Skills)– mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks
pemecahan masalah;
2. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills) -
mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;
3. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) – mampu
mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang
inovatif;
4. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology
Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
kinerja dan aktivitas sehari-hari;
5. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas
pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi;
6. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) – mampu
memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak. (BSNP,
2010: 44-45)
C. Tantangan yang Terkait dengan Pengembangan Kurikulum 2013 Sebagai Upaya
Penyesuaian Terhadap Tantangan Pendidikan di Abad-21
1. Urgensi Pengembangan Kurikulum 2013
Kondisi nyata pendidikan saat ini, masih jauh dari berjalannya fungsi dan tercapainya tujuan
pendidikan nasional. Mutu lulusan pendidikan nasional belum menunjukkan kemampuan
berpikir kritis-kreatif-inovatif-produktif-solutif, kepribadian mereka juga belum seutuh dan
sekokoh yang diinginkan. kurang memiliki kepekaan sosial-budaya, rendah rasa
kebangsaannya, dan rendah kesadaran globalnya. Lulusan dengan mutu rendah seperti ini
pasti kurang mampu dalam memberi kontribusi pada pemenuhan kebutuhan hidup
bermartabat pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional meskipun bangsa ini
memiliki SDA yang melimpah.
Sementara persyaratan untuk melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan
kemerdekaan NKRI, diperlukan pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghasilkan
lulusan yang memiliki: kemampuan berpikir tingkat tinggi (kritis-kreatif-inovatif-produktif-
solutif), berkepribadian Indonesia (Pancasilais, yaitu beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
YME, berperikemanusiaan, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, demokratis, dan adil),
menjunjung tinggi budaya bangsa, memiliki kemampuan sosial-budaya, dan memiliki
kesadaran global.
Lulusan yang demikian akan mampu berkontribusi kepada upaya untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan bangsa yang bermartabat pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
22
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dengan menerapkan ilmu dan teknologi
dengan memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan
2. Makna Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum sering dimaknai secara sempit, sebagai pergantian kurikulum.
Padahal sesungguhnya terdapat sejumlah istilah yang setara dengan pengembangan
kurikulum tersebut, di antaranya: Pengembangan kurikulum (Curriculumdevelopment),
merupakan istilah yang lebih komprehensif, di dalamnya termasuk perencanaan, penerapan,
dan evaluasi dan berimplikasi pada perubahan dan perbaikan: Perbaikan kurikulum
(Curriculum improvement), sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum, walaupun
beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan; dan Perencanaan
kurikulum (Curriculum planning), yang lebih dimaknai sebagai fase berfikir atau fase desain.
Ada sejumlah alasan mengapa kurikulum harus senantiasa dikembangkan, disempurnakan,
diubah, diganti, atau istilah-istilah sejenis lainnya, di antaranyadisebabkan karena
Perkembangan Ilmu, Teknologi dan Seni (ITS), Perubahan Sosial, serta perubahan tatanan
kehidupan global itu sendiri. Perubahan itu terjadi secara cepat dan terus-menerus dan oleh
karena itu diperlukan adanya upaya-upaya secara terus menerus, berkesinambungan untuk
melakukan pengembangansecara adaptif, dan kreatif pada perubahan itu sendiri.
Oleh karena itu dalam konteks Perjalanan Panjang menuju Perbaikan Kualitas Pendidikan yang
senantiasa harus disesuaikan dengan tuntutan era, sesungguhnya“Mitos” Ganti menteri
ganti Kurikulum Tidak Pernah Ada.
Mukminan. (2014). Tantangan Pendidikan di Abad 21. Makalah Seminar Nasional Teknologi
Pendidikan 2014 . Surabaya: Prodi Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana - Universitas
Negeri Surabaya
Bahan Bacaan 3.
23
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya
pendidikan karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan
pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
b. Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter,
Kementerian Pendidikan Nasional bergerak mengkonsolidasi diri di tingkat internal dengan
melakukan upaya-upaya pengembangan regulasi untuk memberikan payung hukum yang
kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
c. Pengembangan kapasitas
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan melakukan upaya-
upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan satu
sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan menjadi
pelaku terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai karakter.
d. Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan
pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
e. Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan melakukan monitoring dan
evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja
baik di Unit Utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta pemangku
kepentingan pendidikan lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam
mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
24
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk mendukung
terlaksananya pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan
tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinerjikan
semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk melibatkan instansi-instansi lain yang
terkait dan dapat menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat
dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan karakter.
2. Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum
mencirikan kekhasan daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan
penambahan baik indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu
juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan
menyebarkan bahan – bahan yang dimaksud (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di
lingkungan masyarakat luas).
3. Pemberian dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat provinsi dan
kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang
diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas
pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional tingkat daerah seperti TPK
Provinsi dan kabupaten/kota.
4. Pemberian Dukungan Sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha
dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.
5. Sosialisasi ke masyarakat, Komite Pendidikan, dan para pejabat pemerintah di lingkungan dan di
luar diknas
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari
program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam
pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Agar
pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter diimplementasikan
melalui langkah-langkah berikut:
1. Sosialisasi ke stakeholders (komite sekolah, masyarakat, lembaga-lembaga)
2. Pengembangan dalam kegiatan sekolah sebagaimana tercantum dalam Tabel 1
Tabel 1. Implementasi Pendidikan Karakter dalam KTSP
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KTSP
1. Integrasi dalam Mata Mengembangkan Silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada
Pelajaran sesuai dengan nilai yang akan diterapkan
25
3. Kegiatan Pembudayaan dan Pembiasaan
Pengembangan Diri Pengkondisian
Kegiatan rutin
Kegiatan spontanitas
Keteladanan
Kegiatan terprogram
Ekstrakurikuler
Pramuka; PMR; UKS; Olah Raga; Seni; OSIS
Bimbingan Konseling
Pemberian layanan bagi peserta didik yang mengalami masalah.
3. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan pendekatan belajar aktif seperti pendekatan belajar kontekstual, pembelajaran
kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
pelayanan, pembelajaran berbasis kerja, dan ICARE (Intoduction, Connection, Application,
Reflection, Extension) dapat digunakan untuk pendidikan karakter.
4. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu:
a. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas,
berdo’a sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu
guru, tenaga pendidik, dan teman.
Untuk PKBM (Pusat Kegiatan Berbasis Masyarakat) dan SKB (Sanggar Kegiatan Belajar)
menyesuaikan kegiatan rutin dari satuan pendidikan tersebut
b. Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya,
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk
masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
Merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan
contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi
peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin ( kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta
didik) , kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras dan
percaya diri.
d. Pengkondisian
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan
karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah,
halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.
26
Terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter
memerlukan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia,
dan revitalisasi kegiatan yang sudah dilakukan sekolah.
6. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang
dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat. Sekolah dapat
membuat angket berkenaan nilai yang dikembangkan di sekolah, dengan responden keluarga
dan lingkungan terdekat anak/siswa.
E. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan
dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan
pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-
langkah berikut:
1. Mengembangkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
27
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4. Melakukan analisis dan evaluasi
5. Melakukan tindak lanjut
Bahan Bacaan 3
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
A. Konsep
1. Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik, antara peserta didik dan
pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar
yang berlangsung secara edukatif, agar peserta didik dapat membangun sikap,
pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Selaras
dengan itu pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilaianuntuk mencapai perubahan
tingkahlaku sebagai hasil pengalaman.
28
atau prinsip, melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan
atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarikkesimpulan,
dan mengkomunikasikan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk
mencapai tujuan belajar yang menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi dan sistem
pendukung (Joice&Wells). Sedangkan menurut “Arends dalam Trianto”, mengatakan
“model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas”.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu:
a. Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. Model
pembelajaran mempunyai teori berfikir yang masuk akal. Maksudnya para pencipta
atau pengembang membuat teori dengan mempertimbangkan teorinya dengan
kenyataan sebenarnya serta tidak secara fiktif dalam menciptakan dan
mengembangankannya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran
yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa
yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik
serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran.
c. Tingkahlaku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkahlaku mengajar yang diperlukan
sehingga apa yang menjadi cita-cita mengajar selama ini dapat berhasil dalam
pelaksanaannya.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman,
sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu aspek penunjangapa yang selama
ini menjadi tujuan pembelajaran. (Trianto, 2010).
B. Deskripsi
1. Prinsi-prinsip pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi PMK
meliputi:
Prinsip umum(1) Pembelajaran sepanjang hayat;(2) Menerapkan pendekatan ilmiah; (3)
Menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ingngarsa sung tuladha),
membangun kemauan (ingmadyamangunkarsa), dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran (tut wurihandayani); (4) Menerapkan pembelajaran
secara terpadu dan tuntas (mastery learning); (5) Memperhatikan keseimbangan antara
hard skills dan soft skills; (6) Menggunakan berbagai sumber belajar; (7) Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi; (8) Menerapkan metode pembelajaran yang
mendorong peserta didik lebih aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan serta
mempertimbangkan karakteristik peserta didik; dan (9) Menerapkan strategi pembelajaran
berbasis kompetensi, dan model-model belajar inkuiri, discovery learning, pembelajaran
berbasis masalah, pembelajaran berbasis produk dan pembelajaran berbasis proyek.
29
PSG; dan (7) Menerapkan sistem penyelenggaraan pendidikan terbuka (Multi Entry-Multi
Exit System/MEMES) dan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL);
30
siswa lainnya dan atau kepada diri sendiri dengan bimbingan guru hingga siswa dapat
mandiri dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan dan tulisan
serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap aktif dan gembira.
Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat hipotesis. Hasil belajar dari
kegiatan menanya adalah siswa dapat merumuskan masalah dan merumuskan
hipotesis.
c. Mengumpulkan data, yaitu kegiatan siswa mencari informasi sebagai bahan untuk
dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan data dapat dilakukan dengan cara
membaca buku, mengumpulkan data sekunder, observasi lapangan, uji coba
(eksperimen), wawancara, menyebarkankuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari
kegiatan mengumpulkan data adalah siswa dapat menguji hipotesis.
d. Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk serangkaian aktivitas
fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu. Bentuk kegiatan mengolah data
antara lain melakukan klasifikasi, pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan
menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data
sehingga lebih bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat
tabel, grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa
menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data
yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditariksimpulan dan atau
ditemukannya prinsip dan konsep penting yang bermakna dalam menambah skema
kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari
kegiatan menalar/mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian dari
hipotesis.
e. Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan menyampaikan hasil
temuannya dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan dan mengolah data,
serta mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan
dalam bentuk diagram, bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat
teknologi sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasil belajar dari
kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan
mempertanggungjawabkanpembuktianhipotesis.
6. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Guna memperkuat pendekatan saintifik serta pendekatan rekayasa dan teknologi serta
mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya nyata, baik individual maupun
kelompok, maka diterapkan strategi pembelajaran menggunakan model model
pembelajaran penyingkapan (inquiry learning), pembelajaran penemuan (discovery
learning) dan pendekatan pembelajaran berbasis hasil karya yang meliputi pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) serta pelatihan berbasis produk (production
based training) dan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) serta teaching
factorysesuai dengan karakteristik pendidikan menengah kejuruan.
7. Jenis dan sintaksis model pembelajaran
a. Model Pembelajaran Penemuan(Discovery Learning))
Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) adalah memahami konsep, arti,
dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa hukum, konsep dan
prinsip, melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi
31
(pengambilan keputusan/kesimpulan). Proses tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concepts and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219). Sebagai Contoh
penerapan model ini melalui strategi deduktifdimana peserta didik diberikan tugas
untuk menentukan rumus luas lingkaran melalui permainankertas berbentuk lingkaran
yang dibagi dalam n sektor yang sama besar, kemudian menyusunnyasedemikian rupa
sehingga berbentuk seperti persegipanjang dan rumus keliling sudah diketahui
sebelumnya. Dari permainankertas tersebut peserta didik dapat menemukan bahwa
luas lingkaran adalah..............;
Tujuan pembelajaran model Discovery Learning
Meningkatkan Kesempatan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran
Peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak
Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan
Membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi serta mendengarkan dan menggunakan ide-ide orang lain
Meningkatkan Keterampilan konsep dan prinsip peserta didik yang lebih bermakna
Dapat mentransfer keterampilan yang dibentuk dalam situasi belajar penemuan ke
dalam aktivitas situasi belajar yang baru
Sintak model Discovery Learning
Pemberian rangsangan(Stimulation);
Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
Pengumpulan data (Data Collection);
Pembuktian (Verification), dan
Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
ModelInquiry Learning Terbimbing dan Sains Model pembelajaran yang dirancang
membawa peserta didik dalam proses penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan
dalam setting waktu yang singkat (Joice&Wells, 2003).
Model pembelajaran Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
sesuatu secara sistematis kritis dan logis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
temuannya dari sesuatu yang dipertanyakan. Sedangkan Inkuiri Sains esensinya adalah
melibatkan siswa pada kasus yang nyata di dalam penyelidikan dengan
caramengkonfontasi dengan area yang diselidiki, dengan cara membantu mereka
mengidentifikasi konsep atau metodologi pada area investigasi serta mendorong
dalam cara-cara mengatasi masalah.
Tujuan Pembelajaran Inquiry untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara
sistimatis, logis dan kritis sebagai bagian dari proses mental.
Sintak/tahap model inkuiri terbimbing meliputi:
Orientasi masalah;
Pengumpulan data dan verifikasi;
Pengumpulan data melalui eksperimen;
Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
Analisis proses inkuiri.
Sintak/tahap model inkuiri Sains (Biology)
Menentukan area investigasi termasuk metodologi yang akan digunakan
Menstrukturkan problem/masalah
32
Mengidentifikasi problem-problem yang kemungkinan terjadi dalam proses
investigasi
Menyelesaikan kesulitan/masalah dengan melakukan desain ulang,
mengumpulkan dan mengorganisir data dengan cara lain dan sebagainya.
b. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Merupakan pembelajaran yang menggunakans berbagai kemampuan berpikir dari
peserta didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata (autentik)
untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan
OnnSeng, 2000).Problem Based Learning untuk pemecahan masalah yang komplek,
problem-problem nyata dengan menggunakan pendekataan studi kasus.Peserta didik
melakukan penelitian dan menetapan solusi untuk pemecahan masalah. (Bernie
Trilling & Charles Fadel, 2009: 111).
TujuanPembelajaran PBL untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan
konsep-konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep High Order
Thinking Skills (HOT’s) yakni pengembangan kemampuan berfikir kritis, kemampuan
pemecahan masalah dan secara aktif mengembangkan keinginan dalam belajar
dengan mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and
Schmidt).Pengembangan kemandirian belajar dapat terbentuk ketika peserta didik
berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber-sumber belajar
yang relevan untuk menyelesaikan masalah.
Sintak model Problem Based Learning dari Bransford and Stein (dalam Jamie Kirkley,
2003:3) terdiri atas:
Mengidentifikasi masalah;
Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi informasi-
informasi yang relevan;
Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif, tukar-
pikiran dan mengecek perbedaan pandang;
Melakukan tindakan strategis, dan
Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan.
Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H. Jonassen,
2011:93) terdiri atas:
Merumuskan uraian masalah;
Mengembangkan kemungkinan penyebab;
Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
Mengevaluasi.
c. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).
Model pembelajaran PjBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek
nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan menantang,
tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan kompetensi yang
dilakukan secara kerja sama dalam upaya memecahkan masalah (Barel, 2000 and
Baron 2011).
Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan motivasi belajar, team work,
keterampilan kolaborasi dalam pencapaian kemampuan akademik level tinggi/
taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan pada abad 21 (Cole &Wasburn Moses,
2010).
Sintak/tahapan model pembelajaran Project Based Learning, meliputi:
Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question);
33
Mendesain perencanaan proyek;
Menyusun jadwal (Create a Schedule);
Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project);
Menguji hasil (Assess the Outcome), dan
Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).
d. Model Pembelajaran Production Based Training/ Production Based Education
Training
Model inimerupakan proses pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses
produksi, dimana peserta didik diberikan pengalaman belajar pada situasi yang
kontekstual mengikuti aliran kerja industri mulai dari perencanaan berdasarkan
pesanan, pelaksanaan dan evaluasi produk/kendali mutu produk, hingga langkah
pelayananpasca produksi.
Tujuan penggunaan model pembelajaran PBT/PBET adalah untuk menyiapkan peserta
didik agar memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi teknis serta
kemampuan kerjasama(berkolaborasi) sesuai tuntutan organisasi kerja.
Sintaks/tahapan model pembelajaran Production Based Trainning meliputi:
Merencanakan produk;
Melaksanakan proses produksi;
Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
Mengembangkan rencana pemasaran.
(Diadaptasi dari Ganefri; 2013; G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).
e. Model Pembelajaran Teaching Factory
Pembelajaran teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis
produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan
dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri.Pelaksanaanteaching
factorymenuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai
kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan teaching factory (TEFA) juga harus
melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan
regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.
Pelaksanaanteaching factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi atas 4
model, dan dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan
TEFA. Adapun model tersebut adalah sebagai berikut:
1) Model pertama, Dual Sistemdalam bentuk praktek kerja industri yaitu pola
pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based
training atau enterprise based training.
2) Model Kedua, Competency Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis
kompetensi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada metode ini, penilaian peserta didik
dirancang sehingga dapat memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang
ditempuh.
3) Model ketiga Production Based Education and Training (PBET) merupakan
pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh
peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan memberikan
pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan
masyarakat).
34
4) Model keempat, Teaching Factoryadalah konsep pembelajaran berbasis industri
(produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan
yang kompeten dengan kebutuhan pasar.
Tujuan Pembelajaran Teaching Factory
1) Mempersiapkan lulusan SMK menjadi pekerja, dan wirausaha;
2) Membantu siswa memilih bidang kerja yang sesuai dengan kompetensinya.
3) Menumbuhkankreatifitas siswa melalui learning by doing.
4) Memberikan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
5) Memperluas cakupan kesempatan rekruitmen bagi lulusan SMK
6) Membantu siswa SMK dalam mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja, serta
membantu menjalinkerjasama dengan dunia kerja yang aktual, dll
7) memberi kesempatan kepada siswa SMK untuk melatih keterampilannya sehingga
dapat membuat keputusan tentang karier yang akan dipilih.
Tujuan yang selaras tentang pembelajaran teaching factory (Sema E. Alptekin, Reza
Pouraghabagher, atPatriciaMcQuaid, and Dan Waldorf; 2001) adalah:
1) Menyiapkan lulusan yang lebih profesional melalui pemberian konsep
manufakturmoderen sehingga secara efektif dapat berkompetitif di industri.
2) Meningkatkan pelaksanaan kurikulum SMK yang berfokus pada konsep
manufakturmoderen.
3) Menunjukan solusi yang layak pada dinamika teknologi dari usaha yang terpadu
4) Menerima transfer teknologi dan informasi dari industri pasangan terutama pada
aktivitas peserta didik dan guru saat pembelajaran.
Sintaksis Teaching Factory
Pembelajaran teaching factory dapat menggunakan sintaksis PBET/PBT atau dapat juga
menggunakan sintaksis yang diterapkan di Cal Poly-San Luis Obispo USA (Sema E.
Alptekin: 2001) dengan langkah-langkah:
Merancang produk
Membuat prototype
Memvalidasi dan memverifikasi prototype
Membuat produk masal
Berdasarkan hasil penelitian, DadangHidayat (2011) mengembangkan langkah-langkah
pembelajaran Teaching Factory sebagai berikut:
Menerima Order
Menganalisis order
Menyatakan Kesiapan mengerjakan order
Mengerjakan order
Mengevaluasi produk
Menyerahkan order
8. Analisis Pemilihan Model Pembelajaran
Memilih atau menentukan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh karakteristik
Kompetensi Dasar (KD), tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran, sifat dari materi yang
akan diajarkan, dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu, setiap model
pembelajaran mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan peserta didik dengan
bimbingan guru
Pemilihan suatu model belajar sangat ditentukan oleh isi rumusan Kompetensi
Dasar/materi pembelajaran.Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk
materi pembelajaran tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat
berhasil maksimal jika menggunakan model pembelajaran tertentu pula. Guruharus
35
menganalisis rumusan pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada pembelajaran
penyingkapan (Discovery/Inquiry Learning) atau pada pembelajaran hasil karya (Problem
Based Learning dan Project Based Learning).
Rumusan KD yang mengarah pada pembentukan penguasaan konsep dan prinsip tentu
sangat tepat menggunakan model pembelajaran Inquiry atau model pembelajaran
discovery learning karena ke dua model pembelajaran tersebut membentuk kemampuan
eksplanasi terhadap konsep phenomena alam dan sosial yang terjadi. Guru pada saat akan
memilih model belajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut di antaranya:
a. Menganalisis rumusan pernyataan setiap KD
b. Membaca tujuan dari setiap model belajar
c. Menentukan apakah rumusan KD cenderung pada pembentukan konsep/prinsip atau
pada pembentukan hasil karya
d. Kompetensi Dasar (KD-di KI-3; KD-di KI-4) pada kelompok mata pelajaran Dasar
Kejuruan (C1) dan kelompok mata pelajaran Dasar Keahlian (C2) yang cenderung pada
penguasaan konsep/prinsip yang membentuk kemampuan eksplanasi sangat tepat
menggunakan model pembelajaran Inquiry/Discovery learning sebagai fondasi mata
pelajaran kelompok Kompetensi Keahlian (C3).
e. Kompetensi Dasar (KD-di KI-3; KD-di KI-4) pada kelompok mata pelajaran kompetensi
keahlian (C3) yang cenderung membentuk kemampuan solusi-solusi teknologi dan
rekayasa atau hasil karya dapat menggunakan model belajar Problem based learning,
Production based Trainning, Project Based Learning dan Teacfing Factory.
36