Anda di halaman 1dari 15

MEMAHAMI KLAUSA DAN KALIMAT DALAM BAHASA JAWA

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Bahasa Jawa
Dosen Pengampu : Abdul Rozaq, M. Pd.

Disusun Oleh :
Rijal Robbi Sulthoni 1910310124
Sisca Putri Pratiwi 1910310138
Nur Roihanatus Zahro 1910310155

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan ridho Allah
SWT, karena tanpa rahmat dan ridhonya kami tidak dapat menelesaikan makalah
ini dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Abdul Rozaq, M. Pd.
Selaku dosen mata kuliah Bahasa Jawa. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman kami yang sennatiasa mendukung kami dan membantu kami
dalam proses penegrjaan makalah ini.

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu siapapun yang
membaca. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh sebeb itu
dimohon saran dan kritik dari teman-teman yang membaca maupun dosen, untuk
kebaikan kami di masa mendatang dalam pembuatan makalah.

Kudus, 7 Maret 2022

Pemakalah
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam struktur tatanan Bahasa Jawa terdapat tatanan kata, frasa, klausa,
kalimat, dan wacana. Struktur tatanan dalam Bahasa jawa tentunya penting
semua. Salah satunya adalah klausa dan kalimat. Klausa merupakan bagian
dari kalimat. Kalimat terdapat juga kalimat luasan yaitu kalimat yang terdiri
dari dua klausa atau lebih. Dalam kalimat luasan terdapat satu klausa inti dan
satu bukan klausa inti sebagai klausa subordinatif.
Sebagai mahasiswa tentunya perlu memahami betul tentang apa itu klausa
dan kalimat, agar dapat berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah Bahasa yang telah ditetapkan. Klausa dan kalimat dalam Bahasa jawa
memang sama dengan klausa dan kalimat dalam Bahasa Indonesia akan tetapi
dalam hal ini dibutuhkan pemahaman tersendiri. Dengan memahami klausa
dan kalimat dalam Bahasa Indonesia itu akan memudahkan kita dalam
mempelajarai kalsua dan kalimat dalam Bahasa jawa. Seperti yang sudah
dijelaskan diaaatas bahwasannya klausa dan kalimat dalam Bahasa Indonesia
maupun Bahasa jawa itu sama. Maka dalam makalah ini akan menjelaskan
tentang klausa dan kalimat dalam Bahasa jawa, yang maretinya sama dengan
klausa dan kalimat dalam Bahasa Indonesia akan tetapi kami paraphrase
sehingga menjadi sebuah makalah yang berjudul klausa dan kalimat dalam
Bahasa jawa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian klausa dan kalimat dalam Bahasa Jawa ?
2. Bagaimana ka rakteristik klausa dalam Bahasa Jawa?
3. Bagaimana karakteristik kalimat dalam Bahasa Jawa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian klausa dan kalimat dalam Bahasa Jawa.
2. Untuk mengetahui karakteristik klausa dalam Bahasa Jawa.
3. Untuk mengetahui karakteristik kalimat dalam Bahasa Jawa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian klausa dan kalimat dalam Bahasa Jawa

1. klausa dalam bahasa jawa

Klausa merupakan satuan lingual yang sekurang-kurangnya terdiri dari


satu predikat (Cook, 1969:65). Berdasarkan pengertian itu, maka klausa
berupa satu prediat dan predikat tersebut didominan oleh kata kerja.
Predikat yang berupa kata kerja itu mempunyai kemungkinan diikuti oleh
lebih dari satu unsur penyerta. Dalam tataran semantic disebut argument
dan dalam tataran sintaktik disebut frase nominal.
Berdasarkan pada konstruksi kalimat, klausa digolongkan menjadi dua
tipe yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas merupakan klausa
yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat, sedangkan klausa terikat
termasuk di dalamnya adalah klausa relative yaitu klausa yang tidak dapat
berdiri sendiri sebagai kalimat mayor atau kalimat sempurna, walaupun
mempunyai potensi menjadi kalimat minor atau kalimat sempurna jika
disertai dengan intonasi final (Cook, 1969:73).

terdapat beberapa definisi klausa dari para pakar namun pada dasarnya
memiliki kesamaan tersendiri, sebuah klausa biasanya terdiri dari subjek
dan predikat. Tetap unsur wajib ada dalam predikat. Berikut beberapa
definisi dari klausa menurut para pakar bahasa :
Chaer (2003), klausa sebagai satuan sintaksis berupa runtunan kata-
kata berkonstruksi predikatif. Maksudnya di dalam konstruksi itu ada
komponen, berupa kata atau frasa, yang memiliki fungsi sebagai predikat;
dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai keterangan.

Kridalaksana (2008), klausa sebagai satuan gramatikal berupa


kelompok kata yang terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat. Hal sama juga dikemukakan oleh (Ramlan,
2005) bahwa klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri atas subjek
dan predikat baik disertai objek, pelaku. Dan keterangan ataupun tidak.

Ba’dulu dan Herman (2005), klausa adalah sebagai satuan gramatikal


yang terdiri atas subjek dan predikat atau predikat saja tanpa adanya
intonasi final. Pengertian klausa mencakup induk kalimat dan anak
kalimat.
Pike dan Pike (dalam Soeparno, 2002) yang memiliki definisi yang
agak berbeda yaitu klausa merupakan satuan gramatikal terkecil yang
menyatakan proposisi. Klausa dapat saja tanpa subjek atau tanpa predikat,
bahkan dapat juga tanpa subjek dan predikat.

Dapat dikemukakan bahwa sebuah klausa pada dasarnya merupakan


sebuah rangkaian kata atau frasa yang terdiri atas subjek dan predikat, atau
hanya predikat saja. Yang terdapat potensi menjadi kalimat. Yang menjadi
pembeda pada klausa dan kalimat pada penekanan akhirnya (intonasi
final). Apabila sebuah klausa yang terdiri dari subjek dan predikat diberi
intonasi final, seperti intonasi deklaratif, interogratif, atau interjektif,
secara satuan gramatikal dapat dikatakan sebagai kalimat minor.

2. kalimat dalam bahasa jawa


Menurut Wedhawati (2006) Kalimat adalah satuan lingual yang
mengungkapkan pikiran (cipta, rasa, dan karsa) yang utuh.

Menurut Harimurti Kridalaksana kalimat merupakan konstruksi


gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola
tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satuan (2001:71).

Menurut Hasan (2000) Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil,


dalam wujud lisan atau tulisan, yan mengungkapkan pikiran yang utuh.

Menurut Abdul Chaer (2007) kalimat merupakan satuan sintaksis


yang telah disusun dari konstituen dasar, yang berupa klausa, dilengkapi
konjungsi bila diperlukan, dan disertai dengan intonasi final.

Menurut Bloomfield dalam John Lyons (1995) kalimat merupakan


sesuatu bentuk bahasa yang bebas, yang dikarenakan suatu konstruksi
gramatikal tidak termasuk dalam suatu bentuk bahasa yang lebih besar.

Berdasarkan pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa,


kalimat merupakan konstiten dasar dan intonasi final dibagi menjadi tiga
macam antara lain :
1) intonasi deklaratif, dalam bahasa tulisan dilambangkan dengan titik

2) intonasi interogatif, ditandai dengan tanda tanya

3) intonasi seru, ditandai dengan tanda seru

Menurut Wedhawati (2006) kalimat bahasa Jawa diklasifikasikan menjadi


tiga macam, yaitu :

a. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa
klausa terikat. Dikarenakan terdiri dari satu klausa, kalimat tunggal hanya
memiliki satu proposisi dan karena itu predikatnya hanya satu.

b. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih,
kalimat itu dapat dipilah menjadi tiga jenis, yaitu (1) kalimat majemuk
setara, (2) kalimat majemuk bertingkat, dan (3) kalimat majemuk gabung.

c. Kalimat beruas adalah kalimat yang tersusun dari setidaknya dua ruas
(satuan gramatikal) dengan jeda wajib sebagai pemisah antar ruas.

B. Karakteristik klausa dalam Bahasa Jawa


Adapun ciri-ciri klausa sebagai berikut:
1. Klausa mengisi slot dalam tatanan kalimat sehingga dapat
menduduki fungsi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan.
2. Klausa minimal terdiri dari satu predikat.
3. Klausa mungkin memiliki gatra seperti predikat ( hal ini dapat
terjadi dalam klausa ekuasional) maksudnya klausa yang
predikatnya berupa nominal, misalnya dhewekw guru artiya dia
guru.
Berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat, klausa terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Klausa Bebas
Klausa bebas merupakan klausa yang secara potensial dapat
berdiri sendiri sebagai kalimat. Klausa bebas dapat
dikelompokkan berdasarkan transivitas, meliputi interansitif,
transitif, dan ekuasional. Voice, meliputi aktif, medial, pasif,
dan resiprokal. Negasi, meliputi klausa afirmatif dan negative.1
Klausa intransitive adalah klausa yang mengandung verba
intransitive, verba tersebut tidak memerlukan objek, contoh
bapakne lungo artinya bapaknya pergi. Dalam klausa ini tidak
terdapat objek karena lungo atau pergi merupakan verba
intransitif.
Klausa transitif adalah klausa yang mengandung verba
transitif, yaitu verba yang berkapasitas memiliki satu atau lebih
objek, contohnya aku nukokake buku adhiku artinya saya
membelikan adik saya buku.
Klausa ekuasional adalah klausa yang berpredikat nomina
atau verba yang mengandung ciri dari salah satu argumennya.
Verba tersebut menghubungkan subjek dnegan atribut predik
yang dapat berupa predikat nominal, adjectival, dan adverbal.
Contoh : anake dadi pragawati artinya anaknya menjadi
pragawati.
Klausa aktif adalah klausa yang menunjukan bahwa subjek
mengerjakan pekerjaan sebagaimana disebutka dalam
verbalnya, seperti contoh berikut; tutuk nembang dan bocah
cilik kuwi tansah nangis, artinya tutuk menyanyi dan anak kecil
itu senantiasa menangis.
Klausa medial adlah klausa yang menunjukkan bahwa
subjek merupakan pelaku dan sekaligus sasaran dari pekerjaan
dalam predikat verbalnya, contoh : dheweke lagi dandan dan

1
Herwati, dkk Klausa Pemerlengkapan Dalam Bahasa Jawa, Jakarta;
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2000, hal 12-15
wong lanang kuwi cukur artinya dia sedang berhias dan orang
laki-laki iti bercukur.
Klausa pasif merupakan klausa transitif yang menunjukkan
bahwa subjek merupakan tujuan dari tindakan predikat
verbalnya. Contoh sikilku kesandung watu gede dan maling kwi
dikecrek pulisi, artinya kaki saya tersandung batu besar dan
pencuri itu diborgol polisi.
Kalusa resiprokal merupakan klausa alternatif yang
menunjukkan bahwa subjek pluralis melakukan tindakan
berbalasan seperti dinyatakan dalam predikat verbalnya, dan
subjek singgularis melakukan tindakan berbalasan dengan
objek. Contoh : bocah-bocah SMU padha antem-anteman dan
presiden nyalami pelajar teladhan kuwi artinya anak-anak
SMU saling melempar dan presiden bersalaman dengan pelajar
teladan itu.
Klausa alternative merupakan klausa yang tidak memiliki
kata-kata negatif yang secara gramatik mengaktifkan atau
mengingkarkan predikat. Contoh bapak lagi gerah artinya
bapak sedang sakit.
Klausa negatif merupakan klausa yang memiliki kata
negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat. Contoh
wong tuwa kuwi ora duwe anak artinya orang tua itu tidak
punya anak. Pada kata ora menegatifkan kata duwe.2
2. Klausa Terikat
Klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat berdiri sendiri
sebagai kalimat lengkap, akan tetapi dengan intonasi final
mempunyai potensi sebagai kalimat tak sempurna.
Klausa terikat mengisi posisi subordinatif dalam kalimat
kompleks sehingga dinamakan klausa subordinatif. Proses

2
Bambang Yulianto, Perkembangan Fonologis Bahasa Anak. Surabaya;
Unesa University Press. Hal. 55
untuk menyubordinasikan suatu klausa dinamakan proses
penyematan, karena klausa tersebut disematkan atau
dimasukkan pada salah satu unsur atau konsitituen kalimat
yang lebih besar.
Klausa subordinatif dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
klausa modifikasi dan klausa peerlengkapan. Klausa
modifikasi merupakan klausa yang kehadirannya mewatasi,
mempertegas atau memperempit makna kata atau frasa yang
diikutinya, kehadiran klausa modifikasi ini bersifat tidak wajib.
Contoh klausa modifikasi Bu Karti maringi putrane dolanan
sing digawe saka plastik artinya Bu Karti memberi anaknya
mainan yang dibuat dari plastik. Klausa modifikasinya adalah
sing digawe saka plastik, apabila klausa modifikasinya
dihilangkan akan menjadi Bu Karti maringi putrane dolanan.
C. Karakteristik kalimat dalam Bahasa Jawa
Jenis-jenis Kalimat dalam Bahasa Jawa
Definisi kalimat dalam Paramasastra Gagrag Anyar Bahasa
Jawa(2001:140) adalah “Ukara iku mujudake rerangkening tembung kang
bisa ngundharake sawijining karep ganep sabab” atau yang merupakan
definisi umum yang biasa kita jumpai adalah “susunan kata-kata yang
teratur yang berisi pikiran yang lengkap” , selain itu kalimat dapat
didefinisikan dalam satuan bahasa yang relative dapat berdiri sendiri ,
terdiri dari rangkaian kata-kata yang ditandai dalam intonasi akhir dan
terdiri dari klausa ( Dr.Endang Nurhayati, M,Hum & Siti Mulyani,
M.Hum, 2006:122).sehingga kalimat didefinisikan dengan rangkaian kata
yang teratur serta berisi pikiran lengkap yang ditandai dengan satuan
bahasa, rerangkaian kata-kata yang relatif dapat berdiri sendiri.
Menurut Wedhawati (2006) kalimat yaitu satuan lingual yang
mengungkapkan pikiran ( cipta, rasa dan karsa) yang utuh. Secara
struktural kalimat tersusun dari klausa, klausa tersusun dari satu subjek
dan satu predikat. Selain klausa kalimat juga bisa tersusun oleh frasa.
Frasa adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang tidak mengandung
unsur predikat. 3
Kalimat dijeniskan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Kalimat tunggal yaitu kalimat yang tersusun dari satu klausa sedangkan
kalimat majemuk yaitu kalimat yang tersusun dari dua klausa atau lebih..
Ciri-ciri kalimat dalam Bahasa Jawa
1. Dapat berdiri sendiri
2. Terdiri dalam satu klausa atau lebih yaitu jejer (subjek) dan wasesa
(predikat)
3. Dalam tulisan awal kalimat diawali dengan huruf kapital (Aksara
Murda) dan akhir kalimat diberi tanda titik, koma, titik, koma, tanda
seru dan tanya tanya.
4. Adanya intonasi (laguning pocapan)

Jenis kalimat dalam Bahasa Jawa:

a. Jumlah dan jenis klausanya


b. Struktur internal dan klausa utama
c. Jenis responsi yang diharapkan

Dilihat dari jumlah dan jenis klausa kalimat dibagi menjadi dua :

1. Kalimat tunggal (Ukara Lamba) adalah kalimat yang


mempunyai satu klausa bebas atau mempunyai sedikitnya
fungtor subjek (jejer) dan predikat (wasesa) contohnya:
2. Sri masak
3. Rudi turu

Seringkali fungtor yang ada diperluas dengan adanya objek lesan


dan keterangan- katrangan .

Contoh :

4. Sri masak sayur gandul


5. Rudi turu ono dipan

Kalimat tunggal dibedakan menjadi kalimat verbal kriya dan non


verbal saliyaning kriya/bawa. Kalimat verbal adalah kalimat yang

3
Wedhawati, Nurlina, W. E., Setiyanto, E., Suketi, R., Marsono, &
Baryadi, I. Tata Bahasa Jawa Mutakhir Edisi Revisi. Yogyakarta : Kanisius.
predikatnya kerja, sedangkan kalimat nominal adalah kalimat yang
berpredikat non kerja : benda, sifat dan keadaan.

Contoh :

 Sarni nulis laying (kalimat verbal kriya)


 Sawahe jembar banget (non verbal saliyaning kriya/bawa)
a. Ukara Cambor adalah kalimat majemuk yang mempunyai
hubungan kalusa setara atau hubungan klausanya tidak ada
yang membawahi salah satunya. Contoh :
 Sartini garap PR dene adine gawe layangan
 Ibu goring krupuk dene aku ngrajang brambang
b. Ukara Camboran Susun adalah kalimat yang mempunyai
hubungan klausa bawah membawahi. Maksudnya ialah salah
satu klausanya sebagai keterangan yang lain. Sedangkan
ditinjau dari satu fungtor kalimat dalam Bahasa Jawa disebut
gatra : jejer, wasesa, lesan, dan keterangan .

Contoh :

 Pancen dheweke sugih , nanging cethil banget


 Motorku reget busine, tur asat bensine uga mati
lampoon
Dilihat dari segi struktur internal klausa kalimat dibedakan menjadi :
a. Kalimat sempurna / Ukara samprna yaitu kalimat yang terdiri
dari minimal satu klausa bebas oleh karenanya kalimat
sempurna dapat berupa kalimat tunggal dan kelompok.

Contoh :

 Aku lagi ngliwet


 Bapaku nguras kolah, kangmasku sing nimba .
b. Kalimat tak Sempurna/ Ukara Gothang yaitu kalimat yang
terdiri dari satu klausa atau sama sekali tidak ada klausanya dan
hanya terdiri dari satu fungtor kalimat. Kalimat ini terdiri dari
kalimat urutan, seruan jawaban.
Contoh :
1) Sapa ?
2) Kanca.
3) O, ya ?
4) Sapa maneh ?
Dilihat dari jenis Responsi yang diharapkan dibagi beberapa yaitu :

1. Kalimat pernyataan atau berita (ukara carita) yaitu kalimat yang


berfungsi untuk memberi informasi.
Contoh : Aku ora munggah kelas, dheweke tuku soto.
2. Kalimat pertanyaan (ukara pitakon) yaitu ukara yang dibentuk
untuk memancing response berupa jawaban atau kalimat yang
memerlukan jawaban dari pendengar.
Contoh : kowe gawa apa ? , apa kowe gelem melu aku ?
3. Kalimat perintah (ukara perintah) yaitu kalimat yang isinya
memerlukan responsi berupa tindakan atau perbuatan.
Contoh :
a. Putri, masaka jangan dhisik !
b. Gawanen sepeda kuwi !
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Klausa merupakan satuan lingual yang sekurang-kurangnya terdiri dari


satu predikat (Cook, 1969:65). Berdasarkan pengertian itu, maka klausa berupa
satu prediat dan predikat tersebut didominan oleh kata kerja. Predikat yang berupa
kata kerja itu mempunyai kemungkinan diikuti oleh lebih dari satu unsur penyerta.
Dalam tataran semantic disebut argument dan dalam tataran sintaktik disebut frase
nominal. Sedangkan kalimat merupakan sesuatu bentuk bahasa yang bebas, yang
dikarenakan suatu konstruksi gramatikal tidak termasuk dalam suatu bentuk
bahasa yang lebih besar.
Berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat klausa di bagi enjadi dua
bagian yaitu klausa bebas dan terikat. Klausa bebas diklasifikasikan berdasarkan
transitivitas yang meliputi klausa intransitif, transitif, dan ekuasional. Berdasarkan
voice meliputi klausa aktif, medial, pasif dan resiprokal. Berdasarkan negasi
dibedakan menjadi Klausa afirmatif dan negatif. Sedangkan klausa terikat mengisi
posisi subordinatif. Klausa subordinatif dibedakan menjadi dua yaitu klausa
modifikasi dan klausa pemerlengkapan. Adapun ciri-ciri klausa adalah Klausa
mengisi slot dalam tatanan kalimat sehingga dapat menduduki fungsi subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Klausa minimal terdiri dari satu
predikat. Klausa mungkin memiliki gatra seperti predikat ( hal ini dapat terjadi
dalam klausa ekuasional) maksudnya klausa yang predikatnya berupa nominal,
misalnya dhewekw guru artiya dia guru.

Kalimat dijeniskan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk.


Kalimat tunggal yaitu kalimat yang tersusun dari satu klausa sedangkan kalimat
majemuk yaitu kalimat yang tersusun dari dua klausa atau lebih
DAFTAR PUSTAKA

Herwati, dkk Klausa Pemerlengkapan Dalam Bahasa Jawa, Jakarta; Pusat


Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2000.

Firman, D., & Tenggara, K. B. S. (2016). Klasifikasi dan analisis klausa


bahasa culumbatu. Kandai, 12(2),

Partana, P. KLAUSA RELATIF BAHASA JAWA: Studi Awal


Kesemestaan Bahasa.

Parananingsih, R. (2009). Verba bervalensi dua dalam kalimat Bahasa


Jawa (kajian struktur dan makna).

Tubiyono et.al. (2001). Struktur Semantis Verba dan Aplikasinya Pada


Struktur Kalimat Dalam Bahasa Jawa. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.

Wedhawati, Nurlina, W. E., Setiyanto, E., Suketi, R., Marsono, & Baryadi,
I. (2006). Tata Bahasa Jawa Mutakhir Edisi Revisi. Yogyakarta : Kanisius.

Yulianto, Bambang Perkembangan Fonologis Bahasa Anak. Surabaya;


Unesa University Press.

Anda mungkin juga menyukai