Anda di halaman 1dari 22

MODUL

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
“MANAJEMEN PENERIMAAN DAERAH/ANGGARAN PENDAPATAN”

Dosen Pengampu:

1. Ir. Titik Poerwati, M.T


2. Ir. Wahyu Hidayat, MM

Disusun Oleh:

Kelompok 3:

1. Raymond Raditya M (2224011)


2. Muhammad Zaky Naufaldi (2224016)
3. Ester Parmanes (2224034)
4. Azra Ulfaturrahmah (2224035)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
MALANG
2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Sasaran ...................................................................................................... 3
BAB II PRINSIP MANAJEMEN PENERIMAN DAERAH DAN SISTEM
PERPAJAKAN DAERAH ...................................................................................... 4
2.1 Prinsip Manajemen penerimaan daerah......................................................... 4
2.2 Sistem perpajakan daerah .............................................................................. 6
2.2.1 Desentralisasi fiskal ................................................................................ 6
2.2.2 Kebijakan otonomi daerah ...................................................................... 7
2.2.3 Implementasi ........................................................................................... 7
2.2.4 Tujuan ..................................................................................................... 8
2.3 Hubungan manajemen penerimaan daerah dengan sistem perpajakan daerah
............................................................................................................................. 9
BAB III PENDAPATAN DAERAH / SUMBER – SUMBER PERMBIAYAAN
KONVENSIONAL ............................................................................................... 10
3.1 Definisi Pendapatan Daerah ........................................................................ 10
3.1.1 Jenis Jenis Pendapatan Daerah ............................................................. 10
3.2 Sumber – Sumber Pembiayaan Konvensional .............................................11
3.3 Studi Kasus .................................................................................................. 12
BAB IV PERAN PERENCANA DALAM MANAJEMEN PENERIMAAN
DAERAH DAN ANGGARAN PENDAPATAN .................................................. 14
4.1 Peran Perencana terhadap Manajemen Penerimaan Daerah dan Anggaran
Pendapatan......................................................................................................... 14
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 17
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 18

i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat
rahmat dan hidayah-Nya, kami kelompok 5 dapat menyelesaikan penyusunan
Modul yang berjudul “Manajemen Penerimaan Daerah/Anggaran Pendapatan”.
Penyusunan modul ini kami lakukan dan kerjakan sebagaimana untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pembiayaan Pembangunan. Selama proses-proses pengerjaan
modul ini, tidak luput dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari pihak-pihak
tertentu, oleh sebab itu, kami selaku peneliti mengucapkan banyak terima kasih
kepada:

1. Ibu Ir. Titik Poerwati, MT. dan Bapak Ir. Wahyu Hidayat, MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Pembiayaan Pembangunan sekaligus pemberi tugas ini
yang dengan sabar memberikan masukan-masukan dalam penyusunan tugas
ini.
2. Orang tua kami, yang telah memberikan semangat maupun pemenuhan fasilitas
pendukung dalam pelaksanaan tugas.
3. Teman-teman kelompok 3 atas semangat, kerjasama, dan kekompakannya.
4. Dan pihak lainnya yang telah membantu kami dalam penyusunan modul ini,
yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan modul ini kami sudah berusaha semaksimal mungkn


untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya. Namun, kami sadar bahwa kami
memiliki keterbatasan akan pengetahuan maupun pengalaman. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan modul ini dan kemajuan studi kami selanjutnya dan bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkepentingan, dan bagi mahasiswa Perencanaan Wilayah
dan Kota khususnya.

Malang, 1 April 2024

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah harus menjalankan
tugas pemerintahan dengan efektif dan efisien, dengan tujuan mendorong
partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Selain itu, Pemerintah Daerah harus
memperhatikan pemerataan dan keadilan untuk mengembangkan potensi di setiap
daerah. Salah satu aspek penting dalam pemerintahan daerah adalah penerimaan
daerah, yang menjadi sumber pendanaan untuk kegiatan daerah. Dengan adanya
otonomi daerah atau desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah diharapkan dapat
mengoptimalkan pendapatannya, terutama dari pajak yang merupakan sumber
utama pendapatan bagi pemerintah, baik daerah maupun pusat. Pajak ini merupakan
kontribusi utama dari masyarakat kepada pemerintah untuk membiayai berbagai
program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Menurut Mardiasmo (2018), salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan


dan memperkuat sistem tata kelola pemerintahan yang lebih efektif di Indonesia
adalah melalui penerimaan daerah. Konsep penerimaan daerah di Indonesia diatur
oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang
menjelaskan mengenai kewenangan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab
pemerintah daerah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Menurut Fitriani
dan Supriyadi (2019), manajemen penerimaan daerah mencakup tahapan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi kebijakan oleh pemerintah daerah dengan
tujuan mencapai hasil yang terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Manajemen Penerimaan Daerah adalah elemen krusial dalam implementasi


otonomi daerah. Ini melibatkan transfer kewenangan, tanggung jawab, dan sumber
daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dengan tujuan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengambilan keputusan serta penyelenggaraan layanan
publik di tingkat lokal. Anggaran Pendapatan Daerah adalah rencana keuangan
yang memuat perkiraan penerimaan yang akan diperoleh oleh suatu daerah dalam
satu periode tertentu. Anggaran ini mencakup berbagai jenis pendapatan yang
diperoleh oleh pemerintah daerah, seperti pajak, retribusi, bagi hasil dari

1
pemerintah pusat, serta pendapatan lainnya yang sah dan dapat digunakan untuk
membiayai berbagai kegiatan dan program pemerintahan di tingkat daerah.
Anggaran Pendapatan Daerah menjadi dasar untuk perencanaan pengeluaran serta
pengambilan keputusan terkait dengan alokasi dana untuk berbagai keperluan
pemerintah daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masyarakat setempat.

Manajemen penerimaan daerah dan sistem perpajakan daerah terdapat beberapa


prinsip dasar yang perlu diperhatikan pemerintah daerah dalam membangun sistem
manajemen penerimaan daerah dan sistem perpajakan daerah. Prinsip-prinsip ini
efektif memainkan peran krusial dalam memastikan keberlanjutan keuangan
pemerintah daerah serta memfasilitasi pelaksanaan program-program
pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga daerah.

Pendapatan daerah dan sumber-sumber pembiayaan konvensional memiliki


keterkaitan yang kuat dalam ranah keuangan pemerintah daerah. Pendapatan daerah
berperan sebagai sumber primer yang dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk
mendanai berbagai aktivitas pemerintahan dan pembangunan di tingkat lokal. Di
samping itu, sumber-sumber pembiayaan konvensional seperti pinjaman, dana
alokasi umum, dana bagi hasil, dan penerbitan obligasi juga menjadi tambahan yang
penting untuk mendukung kebutuhan keuangan yang lebih besar. Pendapatan
daerah dan sumber-sumber pembiayaan konvensional bekerja bersama untuk
mendukung keberlanjutan keuangan dan pembangunan di tingkat daerah. Dengan
menjaga keseimbangan antara kedua aspek ini, pemerintah daerah dapat
memastikan kelangsungan operasional dan pembangunan yang berkelanjutan
dalam jangka panjang.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah yang di temukan,
antara lain:

1. Bagaimana prinsip – prinsip manajemen penerimaan daerah dan sistem


perpajakan daerah?
2. Bagaimana pendapatan daerah dan sumber – sumber pembiayaan
konvensional dapat membiayai pembangunan daerah?

2
3. Bagaimana peran perencana dalam manajemen penerimaaan daerah dan
anggaran pendapatan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan modul ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
prinsip – prinsip manajemen penerimaan daerah, sistem perpajakan daerah, sumber
– sumber pembiayaan konvensional, dan peran perencana dalam manajemen
penerimaaan daerah dan anggaran pendapatan

1.4 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari modul ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui prinsip – prinsip manajemen penerimaan daerah dan


system perpajakan daerah.
2. Untuk mengetahui pendapatan daerah dan sumber – sumber pembiayaan
konvnsional dapat membiayai pembangunan daerah.
3. Untuk mengetahui peran perencana dalam manajemen penerimaan daerah
dan anggaran pendapatan.

3
BAB II
PRINSIP MANAJEMEN PENERIMAN DAERAH DAN SISTEM
PERPAJAKAN DAERAH
2.1 Prinsip Manajemen penerimaan daerah
Manajemen penerimaan daerah memiliki keterkaitan yang erat dengan
kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola potensi fiskalnya. Potensi fiskal
daerah merujuk pada kemampuan daerah dalam mengumpulkan pendapatan daerah
secara sah. Cara pemerintah daerah mengelola pendapatan tersebut akan
berpengaruh besar terhadap kesuksesan perolehannya. Menurut Mahmudi (2010),
terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah
dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah. Prinsip-prinsip tersebut
meliputi perluasan basis penerimaan, pengendalian terhadap kebocoran
pendapatan, peningkatan efisiensi administrasi pendapatan, serta peningkatan
transparansi dan akuntabilitas. Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan
Pemda dalam membangunsistem manajemen penerimaan daerah yaitu:

1) Perluasan basis penerimaan


Membuat usaha untuk memperluas basis penerimaan adalah salah satu cara
untuk meningkatkan pendapatan melalui kebijakan. Perluasan basis penerimaan
melibatkan langkah-langkah berikut:
- Mengidentifikasi kontributor pajak atau retribusi yang ada dan menarik
pemungut pajak atau retribusi baru.
- Meninjau kembali tarif pajak atau retribusi yang ada.
- Meningkatkan kualitas basis data objek pajak atau retribusi.
- Melakukan penilaian ulang terhadap pajak atau retribusi yang
dikenakan.)
2) Pengendalian asas kebocoran pendapatan
Agar dapat memaksimalkan penerimaan pendapatan, Pemerintah Daerah
(Pemda) perlu menjalankan pengawasan dan pengendalian yang efektif.
Berbagai sumber kebocoran harus diidentifikasi dan segera diselesaikan.
Kebocoran pendapatan dapat berasal dari berbagai faktor seperti penghindaran
pajak, penggelapan pajak, pungutan yang tidak sah, atau perilaku korupsi dari

4
petugas. Untuk mengurangi kemungkinan kebocoran, langkah-langkah berikut
dapat dilakukan:
- Melakukan audit secara teratur atau insidental.
- Meningkatkan efektivitas sistem akuntansi dalam mengelola
penerimaan daerah.
- Memberikan insentif yang sesuai bagi warga yang mematuhi
kewajiban pajak dan menegakkan hukuman yang tegas bagi yang
melanggar.
- Memperbaiki disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam
pemungutan pendapatan.
3) Peningkatan efesiensi administrasi pajak
Peningkatan efisiensi administrasi pajak memiliki dampak yang signifikan
terhadap kinerja penerimaan daerah. Pemda dapat mengimplementasikan
beberapa langkah untuk meningkatkan efisiensi administrasi pajak, seperti:
- Memperbaiki prosedur administrasi pajak agar menjadi lebih
sederhana dan mudah dipahami.
- Mengurangi biaya yang terkait dengan proses pemungutan
pendapatan.
- Membangun kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk bank,
kantor pos, koperasi, dan entitas lainnya, untuk memberikan
kemudahan dan kenyamanan dalam proses pembayaran pajak.
4) Transparansi dan akuntabilitas
Transparansi dan akuntabilitas menjadi faktor kunci dalam pengelolaan
penerimaan daerah. Kehadiran transparansi dan akuntabilitas tidak hanya
memperbaiki pengawasan dan pengendalian manajemen pendapatan daerah,
tetapi juga membantu dalam menekan kemungkinan kebocoran pendapatan.
Untuk menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, beberapa
persyaratan perlu dipenuhi, di antaranya:
- Implementasi teknologi informasi yang mendukung untuk
membangun sistem informasi manajemen pendapatan daerah.
- Ketersediaan staf yang memiliki kualifikasi dan keahlian yang
sesuai untuk tugas-tugas terkait.

5
- Kehadiran lingkungan yang bebas dari korupsi sistemik di dalam
entitas pengelola pendapatan daerah.

2.2 Sistem perpajakan daerah


Sistem perpajakan daerah adalah struktur dan mekanisme yang digunakan oleh
pemerintah daerah untuk mengenakan dan mengumpulkan pajak serta retribusi di
tingkat lokal atau daerah. Ini mencakup jenis-jenis pajak yang dikenakan oleh
pemerintah daerah, tarif pajak yang berlaku, prosedur pemungutan pajak, serta
regulasi terkait dengan administrasi perpajakan di tingkat lokal. Sistem perpajakan
daerah mencakup berbagai jenis pajak seperti pajak properti, pajak restoran, pajak
reklame, pajak hotel, dan pajak daerah lainnya yang dikenakan sesuai dengan
kebutuhan dan kewenangan pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dan
infrastruktur di wilayahnya. Sistem ini juga mencakup pengumpulan retribusi atas
pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat
atau pihak-pihak tertentu.

2.2.1 Desentralisasi fiskal


Desentralisasi fiskal merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan
desentralisasi di suatu negara. Ini mengacu pada proses devolusi tanggung
jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada tingkat pemerintahan di bawahnya,
seperti negara bagian, daerah, propinsi, distrik, dan kota. Namun, definisi ini
tidaklah cukup lengkap. Isu yang terkait dengan desentralisasi fiskal atau
federalisme fiskal lebih menekankan pada pemberian tanggung jawab fiskal
yang jelas pada tingkat pemerintahan yang sesuai. Menurut Syahruddin (2006),
desentralisasi fiskal melibatkan kewenangan dan tanggung jawab dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran daerah oleh pemerintah
daerah. Ini merupakan komponen penting dari desentralisasi, di mana
pemerintah daerah yang efektif dalam melaksanakan tugasnya dan memiliki
kemerdekaan dalam pengambilan keputusan dalam menyediakan layanan
publik, harus didukung oleh sumber daya keuangan yang memadai. Sumber
daya tersebut dapat berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk pajak
dan bukan pajak, pinjaman, serta bantuan dari pemerintah pusat. Menurut Lutfi
(2002), penerapan pajak daerah dalam konteks desentralisasi fiskal diharapkan
mampu memberikan penerimaan yang signifikan dan meningkatkan

6
kemampuan daerah dalam membiayai tanggung jawab fiskalnya. Untuk
mencapai penerimaan pajak daerah yang cukup signifikan dalam konteks
desentralisasi fiskal, daerah perlu memiliki kewenangan untuk menetapkan
tarif pajak daerah yang tepat.

2.2.2 Kebijakan otonomi daerah


Kebijakan otonomi daerah adalah suatu konsep atau pendekatan dalam
sistem pemerintahan di mana pemerintah daerah diberikan otoritas dan
kewenangan yang lebih besar untuk mengelola urusan dalam wilayahnya
sendiri. Dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah pusat cenderung
memberikan kekuasaan kepada pemerintah lokal untuk mengambil keputusan
dalam bidang-bidang tertentu seperti ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan,
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing. Otonomi
daerah bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah
untuk lebih menyesuaikan kebijakan dan program dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat setempat, serta untuk mempromosikan partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini juga diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan
daerah dalam menyelenggarakan layanan publik serta mempercepat
pembangunan di tingkat lokal.

2.2.3 Implementasi
Implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di
Indonesia mendorong perlunya pembentukan sistem perpajakan daerah. Proses
ini melibatkan penyerahan secara bertahap sumber-sumber pendapatan kepada
daerah. Sebagai bagian dari penyesuaian sistem perpajakan nasional, beberapa
jenis pajak provinsi dialihkan dan sebagian jenis pajak pusat dipindahkan
kepada kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk menetapkan jenis-jenis pajak
yang sesuai untuk dipungut oleh tingkat pemerintahan pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota. Kondisi ekonomi dan potensi pajak yang berbeda-beda di
setiap kabupaten/kota di Indonesia menunjukkan pentingnya strategi
pemerintah dalam memberikan bantuan dan dukungan kepada daerah-daerah
tertentu dalam melakukan pemungutan pajak daerah. Dalam konteks ini,

7
evaluasi dan peningkatan kebijakan perpajakan daerah terus diperlukan untuk
menciptakan sistem perpajakan yang efisien dan efektif di Indonesia.

Perjalanan perkembangan sistem perpajakan daerah di Indonesia dapat


dikelompokkan ke dalam empat fase yang berbeda:

1) Fase sebelum reformasi sistem perpajakan daerah (Pra Local Tax Reform),
yang terjadi dari masa kemerdekaan Indonesia hingga tahun 1997, selama
berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan
Umum Pajak Daerah.
2) Fase penyempurnaan sistem perpajakan daerah (Local Taxation Improvement),
dari tahun 1997 hingga 2000, ketika Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diberlakukan.
3) Fase otonomi daerah, dimulai setelah tahun 2000 seiring dengan penerapan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997.
4) Fase reformasi sistem perpajakan daerah (Local Taxation Reform), dari tahun
2010 hingga saat ini, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Setiap fase dalam
perkembangan sistem perpajakan daerah tersebut memiliki karakteristiknya
sendiri yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perkembangan ekonomi,
sosial, dan politik pada waktu yang bersangkutan.

2.2.4 Tujuan
Tujuan penyempurnaan sistem perpajakan daerah mengalami perubahan
ketika otonomi daerah diberlakukan pada tahun 2000. Melalui perubahan dan
tambahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000, daerah provinsi dan kabupaten/kota menuntut
pemberian kewenangan yang lebih besar dalam pengenaan pajak daerah yang
sesuai dengan keadaan dan karakteristik daerah masing-masing, dengan tujuan
utama meningkatkan pendapatan asli daerah. Dengan adanya Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000, daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan jenis
pajak daerah baru selama sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-
undang tersebut. Namun, langkah-langkah yang diambil ternyata belum

8
memadai untuk memastikan implementasi kebijakan perpajakan daerah yang
baru berjalan dengan baik. Terdapat dua indikator keberhasilan pembaharuan
sistem perpajakan daerah yang dapat digunakan, yaitu peningkatan pendapatan
asli daerah dan tidak adanya penurunan dalam kualitas layanan kepada wajib
pajak.

2.3 Hubungan manajemen penerimaan daerah dengan sistem perpajakan


daerah
Hubungan antara manajemen penerimaan daerah dan sistem perpajakan daerah
sangat erat karena sistem perpajakan daerah merupakan salah satu komponen utama
dalam pengelolaan penerimaan daerah. Berikut adalah beberapa hubungan antara
keduanya. Pertama, pengelolaan pendapatan terkait erat dengan cara pemerintah
daerah mengelola sistem perpajakan untuk memastikan pendapatan yang optimal.
Kedua, manajemen penerimaan daerah melibatkan perencanaan pendapatan daerah,
termasuk perencanaan pajak dan retribusi yang akan dikenakan. Sistem perpajakan
daerah harus dipertimbangkan dalam perencanaan ini untuk memastikan bahwa
sumber-sumber pendapatan tersebut efektif dan berkelanjutan. Ketiga, kebijakan
pajak yang diimplementasikan oleh pemerintah daerah akan mempengaruhi
penerimaan daerah. Manajemen penerimaan daerah bertanggung jawab untuk
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan pajak tersebut agar sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan daerah. Keempat, bagian dari manajemen penerimaan
daerah adalah memastikan efisiensi dalam pemungutan dan penagihan pajak.
Sistem perpajakan daerah harus didukung oleh proses yang efektif dalam
pemungutan pajak agar pendapatan dapat diperoleh tepat waktu dan sesuai dengan
target. Terakhir, manajemen penerimaan daerah juga mencakup evaluasi terhadap
kinerja sistem perpajakan daerah dan upaya untuk terus meningkatkan efisiensi dan
efektivitasnya. Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa sistem perpajakan
daerah dapat mendukung pencapaian tujuan penerimaan daerah secara keseluruhan.
Dengan demikian, manajemen penerimaan daerah dan sistem perpajakan daerah
saling terkait dan perlu dikelola secara integratif untuk mencapai tujuan
pengelolaan keuangan daerah secara efektif.

9
BAB III
PENDAPATAN DAERAH / SUMBER – SUMBER PERMBIAYAAN
KONVENSIONAL
3.1 Definisi Pendapatan Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD), merupakan pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah,
pendapatan transfer, pajak daerah propinsi dan kabupaten/kota, retribusi daerah,
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah.

3.1.1 Jenis Jenis Pendapatan Daerah


Jenis-jenis pendapatan asli daerah yang dikutip dari buku Ekonomi
Otonomi Daerah (2011) oleh Rudy Badrudin, jenis-jenis sumber pendapatan
asli daerah, antara lain:

1. Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi kemakmuran
rakyat. Pajak daerah ditinjau dari segi lembaga pemungut pajak dalam
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pajak daerah terdiri dari:
• Pajak hotel
• Pajak restoran
• Pajak hiburan
• Pajak reklame
• Pajak penerangan jalan
• Pajak pengambilan bahan galian golongan c
• Pajak pemanfaatan air bawah tanah

10
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan sebagai pembayaran dari jasa
dan pemberian izin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah
daera demi kepentingan orang pribadi atau hukum. Retribusi daerah
terdiri dari retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.
Retribusi daerah menjadi iuran daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah susunan kegiatan
dan tindakan yang meliputi perencanaan, penentuan kebutuhan,
pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, dan
perubahan status hukum serta penatausahaannya. Hasil pengelolaan
kekayaan yang dipisahkan meliputi bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik daerah dan bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik negara.

3. PAD Lain-lain
Beberapa jenis PAD lain yang juga sah, di antaranya:
• Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
• Jasa giro
• Pendapatan bunga
• Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
• Penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan pengadaan barang dan atau jasa
oleh daerah
• Penerimaan keuntungan dan selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing Pendapatan denda atas
pelaksanaan keterlambatan pekerjaan
• Pendapatan denda pajak Pendapatan denda retribusi

3.2 Sumber – Sumber Pembiayaan Konvensional


Berdasarkan sumbernya, pembiayaan pembangunan dibagi menjadi dua jenis
yaitu sumber pembiayaan pembangunan konvensional dan non-konvensional.

11
Sumber pembiayaan konvensional adalah yang bersumber dari pendapatan sebuah
negara atau daerah misalnya anggaran pemerintah seperti:

1. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)


APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD merupakan
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan
peraturan daerah. APBD disusun oleh Kepala Daerah, dibantu oleh Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
2. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
APBN adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci
yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari - 31 Desember) pajak dan restribusi.
Sedangkan sumber pembiayaan non-konvensional adalah pendapatan yang
bersumber dari kerjasama antara pemerintah dengan swasta ataupun
masyarakat misalnya joint venture dan perdagangan internasional.

3.3 Studi Kasus


“ANALISIS PROYEKSI UNTUK MEMPREDIKSI PENDAPATAN
ASLI DAERAH (PAD) DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA TAHUN 2019-2024 (Studi Kasus Kabupaten/Kota di
Provinsi DIY)”

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai peran sangat penting yang
berasal dari sumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah menggunakan metode analisis proyeksi. Penelitian
dilakukan di Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian
ini menggunkan data kuantitatif dengan metode pendekatan deskriptif. Data yang
digunakan dari tahun 2013 sampai 2018. Kemudian diproyeksikan untuk tahun
2019-2024, berupa data pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah.

12
Hasil penelitian menunjukkan capaian potensi pertumbuhan pada setiap daerah
berbeda-beda. Kabupaten Sleman berpotensi dalam pertumbuhan PAD pada tahun
2024 yaitu, sebesar Rp 1,513,360,234,756.27. Sedangkan perkiraan pemungutan
retribusi daerah yang berpotensi tahun 2024 adalah Kabupaten Bantul sebesar Rp
86,952,746,462.14. Kabupaten Sleman mengalami peningkatan yang signifikan
dan dapat diperkiran pada tahun 2024 dapat memungut hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan sebesar Rp 90,644,593,905.39. Sedangkan Kabupaten
Gunung Kidul dapat diperkirakan berpotensi dalam peningkatan Pendapatan Asli
Daerah tahun 2024 yaitu sebesar Rp 521,078,176,928.33.

13
BAB IV
PERAN PERENCANA
DALAM MANAJEMEN PENERIMAAN DAERAH
DAN ANGGARAN PENDAPATAN
4.1 Peran Perencana terhadap Manajemen Penerimaan Daerah dan Anggaran
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang
seharusnya didorong oleh kegiatan ekonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
memiliki posisi strategis karena merupakan salah satu pilar kemandirian suatu
daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah. Manajemen penerimaan daerah mencakup semua kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah. Ini
melibatkan proses perencanaan, pengumpulan, pengelolaan, dan pengawasan
terhadap pendapatan yang diperoleh dari berbagai sumber Sedangkan, Anggaran
Pendapatan adalah bagian dari anggaran pemerintah yang menggambarkan estimasi
pendapatan yang akan diperoleh oleh pemerintah dari berbagai sumber selama
periode waktu tertentu, biasanya satu tahun fiskal.

Dalam memanajemen anggaran pendapatan daerah, peran perencana sangatlah


penting. Peran perencana penting dalam memanajemen pendapatan daerah,
dikarenakan perencana dapat menjaga kestabilan keuangan pemerintah daerah serta
dalam mengarahkan pembangunan dan pelayanan publik yang berkualitas.
Perencana memiliki tanggung jawab besar dalam merumuskan strategi dan
kebijakan pendapatan yang tepat, yang meliputi analisis mendalam terhadap potensi
pendapatan dari berbagai sumber seperti pajak, retribusi, dan dana transfer. Melalui
pemahaman yang mendalam tentang kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat
setempat, perencana dapat mengidentifikasi potensi pendapatan baru atau
meningkatkan efisiensi pengumpulan pendapatan yang sudah ada.

Berikut merupakan beberapa peran Perencana dalam memanajemen penerimaan


daerah dan anggaran pendapatan.

14
1. Merencanakan Pendapatan
Perencana bertanggung jawab untuk merencanakan sumber-sumber
pendapatan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan dan program
pemerintah daerah. Mereka melakukan analisis menyeluruh terhadap potensi
pendapatan dari berbagai sumber seperti pajak, retribusi, dana transfer, dan
lain-lain.
2. Penyusunan Anggaran Pendapatan
Perencana memainkan peran kunci dalam penyusunan anggaran
pendapatan, yang melibatkan proyeksi pendapatan dari berbagai sumber serta
alokasi dana sesuai prioritas pembangunan.
3. Mengidentifikasi Potensi Pendapatan
Dengan pemahaman yang mendalam tentang kondisi ekonomi dan
kebutuhan masyarakat setempat, perencana dapat mengidentifikasi potensi
pendapatan baru atau meningkatkan efisiensi pengumpulan pendapatan yang
ada.
4. Menetapkan Kebijakan Pendapatan
Perencana berperan dalam menetapkan kebijakan pendapatan yang tepat,
termasuk penetapan tarif pajak dan retribusi serta kebijakan pengelolaan aset
keuangan daerah.
5. Mengelola Resiko Keuangan
Perencana membantu pemerintah daerah untuk mengelola risiko keuangan
dengan merencanakan cadangan dana darurat, merancang kebijakan pengelolaan
utang yang bijaksana, dan mengantisipasi potensi perubahan ekonomi yang
dapat mempengaruhi pendapatan daerah.
6. Pengawasan dan Evaluasi
Perencana melakukan pengawasan terhadap realisasi pendapatan,
memantau pencapaian target pendapatan, dan mengevaluasi efektivitas
kebijakan pendapatan yang telah diterapkan.
7. Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
Dengan merencanakan pendapatan secara efisien dan berkelanjutan,
perencana berperan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di tingkat
lokal. Pendapatan yang cukup dan terkelola dengan baik memungkinkan

15
pemerintah daerah untuk menyediakan layanan publik yang berkualitas serta
mendukung inisiatif pembangunan ekonomi dan sosial.

16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Manajemen penerimaan daerah dan anggaran pendapatan memiliki peran yang
sangat penting dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Manajemen
penerimaan daerah mencakup semua kegiatan terkait dengan pengelolaan sumber-
sumber pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah, sementara anggaran
pendapatan merupakan gambaran proyeksi pendapatan yang akan diperoleh oleh
pemerintah daerah dari berbagai sumber selama periode tertentu.

Dalam manajemen penerimaan daerah, peran perencana sangatlah krusial.


Mereka bertanggung jawab untuk merencanakan, mengelola, dan mengoptimalkan
sumber daya keuangan yang diperoleh oleh pemerintah daerah. Perencana
melakukan analisis mendalam terhadap kebutuhan keuangan daerah,
mengembangkan kebijakan pendapatan yang efektif, merencanakan pengumpulan
pendapatan dari berbagai sumber, dan melakukan pengawasan serta evaluasi
terhadap kinerja penerimaan daerah.

Sementara itu, anggaran pendapatan merupakan instrumen penting yang


membantu pemerintah daerah dalam merencanakan dan mengelola penggunaan
pendapatan yang diperoleh. Dalam penyusunan anggaran pendapatan, perencana
turut berperan dalam merancang anggaran yang realistis dan sesuai dengan proyeksi
pendapatan, serta mengalokasikan dana sesuai dengan prioritas pembangunan
daerah.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen penerimaan daerah, seperti


keadilan, transparansi, keberlanjutan, dan efisiensi, pemerintah daerah dapat
memastikan keberlanjutan keuangan, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan
memberikan layanan publik yang berkualitas kepada masyarakat. Oleh karena itu,
penting bagi pemerintah daerah untuk terus meningkatkan kapasitas dalam
manajemen penerimaan daerah dan anggaran pendapatan guna mencapai tujuan
pembangunan yang diinginkan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dalam Departemen Negeri, 2006, Bagan Alır Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah

http://www.ekonomirakyat.org/edisi 4/artikel 3.htm

Jawa Pos, 30 November 2006, Penyimpangan Keuangan Daerah

http://www.jawapos.com/index.php?act=detail c&id=259100

Mardiasmo, 2002, Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Dasar


Perekonomian Daerah, Jurnal Ekonomi Rakyat. No.4

Penelitian dan Perigembangan Ekonomi Universitas Gadjah Mada (PPE-FE-


UGM), 2005, Modul Pelatihan "Penguatan Inti Kompetensi Pemerintah
Daerah

Suwandi, Made (a) "Gambaran Umum Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah."

Suwandi, Made (b) "Alokasi Data APBD dalam Kaitannya dengan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah."

Bank Dunia, 1998, "Buku Panduan Manajemen Pengeluaran Publik, Washington


DC, Amerika Amerika

18

Anda mungkin juga menyukai