Modul Pembiayaan Pembangunan Kelompok 3
Modul Pembiayaan Pembangunan Kelompok 3
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
“MANAJEMEN PENERIMAAN DAERAH/ANGGARAN PENDAPATAN”
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 3:
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat
rahmat dan hidayah-Nya, kami kelompok 5 dapat menyelesaikan penyusunan
Modul yang berjudul “Manajemen Penerimaan Daerah/Anggaran Pendapatan”.
Penyusunan modul ini kami lakukan dan kerjakan sebagaimana untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pembiayaan Pembangunan. Selama proses-proses pengerjaan
modul ini, tidak luput dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari pihak-pihak
tertentu, oleh sebab itu, kami selaku peneliti mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Ibu Ir. Titik Poerwati, MT. dan Bapak Ir. Wahyu Hidayat, MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Pembiayaan Pembangunan sekaligus pemberi tugas ini
yang dengan sabar memberikan masukan-masukan dalam penyusunan tugas
ini.
2. Orang tua kami, yang telah memberikan semangat maupun pemenuhan fasilitas
pendukung dalam pelaksanaan tugas.
3. Teman-teman kelompok 3 atas semangat, kerjasama, dan kekompakannya.
4. Dan pihak lainnya yang telah membantu kami dalam penyusunan modul ini,
yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah harus menjalankan
tugas pemerintahan dengan efektif dan efisien, dengan tujuan mendorong
partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Selain itu, Pemerintah Daerah harus
memperhatikan pemerataan dan keadilan untuk mengembangkan potensi di setiap
daerah. Salah satu aspek penting dalam pemerintahan daerah adalah penerimaan
daerah, yang menjadi sumber pendanaan untuk kegiatan daerah. Dengan adanya
otonomi daerah atau desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah diharapkan dapat
mengoptimalkan pendapatannya, terutama dari pajak yang merupakan sumber
utama pendapatan bagi pemerintah, baik daerah maupun pusat. Pajak ini merupakan
kontribusi utama dari masyarakat kepada pemerintah untuk membiayai berbagai
program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan mereka.
1
pemerintah pusat, serta pendapatan lainnya yang sah dan dapat digunakan untuk
membiayai berbagai kegiatan dan program pemerintahan di tingkat daerah.
Anggaran Pendapatan Daerah menjadi dasar untuk perencanaan pengeluaran serta
pengambilan keputusan terkait dengan alokasi dana untuk berbagai keperluan
pemerintah daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masyarakat setempat.
2
3. Bagaimana peran perencana dalam manajemen penerimaaan daerah dan
anggaran pendapatan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan modul ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
prinsip – prinsip manajemen penerimaan daerah, sistem perpajakan daerah, sumber
– sumber pembiayaan konvensional, dan peran perencana dalam manajemen
penerimaaan daerah dan anggaran pendapatan
1.4 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari modul ini, yaitu:
3
BAB II
PRINSIP MANAJEMEN PENERIMAN DAERAH DAN SISTEM
PERPAJAKAN DAERAH
2.1 Prinsip Manajemen penerimaan daerah
Manajemen penerimaan daerah memiliki keterkaitan yang erat dengan
kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola potensi fiskalnya. Potensi fiskal
daerah merujuk pada kemampuan daerah dalam mengumpulkan pendapatan daerah
secara sah. Cara pemerintah daerah mengelola pendapatan tersebut akan
berpengaruh besar terhadap kesuksesan perolehannya. Menurut Mahmudi (2010),
terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah
dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah. Prinsip-prinsip tersebut
meliputi perluasan basis penerimaan, pengendalian terhadap kebocoran
pendapatan, peningkatan efisiensi administrasi pendapatan, serta peningkatan
transparansi dan akuntabilitas. Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan
Pemda dalam membangunsistem manajemen penerimaan daerah yaitu:
4
petugas. Untuk mengurangi kemungkinan kebocoran, langkah-langkah berikut
dapat dilakukan:
- Melakukan audit secara teratur atau insidental.
- Meningkatkan efektivitas sistem akuntansi dalam mengelola
penerimaan daerah.
- Memberikan insentif yang sesuai bagi warga yang mematuhi
kewajiban pajak dan menegakkan hukuman yang tegas bagi yang
melanggar.
- Memperbaiki disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam
pemungutan pendapatan.
3) Peningkatan efesiensi administrasi pajak
Peningkatan efisiensi administrasi pajak memiliki dampak yang signifikan
terhadap kinerja penerimaan daerah. Pemda dapat mengimplementasikan
beberapa langkah untuk meningkatkan efisiensi administrasi pajak, seperti:
- Memperbaiki prosedur administrasi pajak agar menjadi lebih
sederhana dan mudah dipahami.
- Mengurangi biaya yang terkait dengan proses pemungutan
pendapatan.
- Membangun kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk bank,
kantor pos, koperasi, dan entitas lainnya, untuk memberikan
kemudahan dan kenyamanan dalam proses pembayaran pajak.
4) Transparansi dan akuntabilitas
Transparansi dan akuntabilitas menjadi faktor kunci dalam pengelolaan
penerimaan daerah. Kehadiran transparansi dan akuntabilitas tidak hanya
memperbaiki pengawasan dan pengendalian manajemen pendapatan daerah,
tetapi juga membantu dalam menekan kemungkinan kebocoran pendapatan.
Untuk menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, beberapa
persyaratan perlu dipenuhi, di antaranya:
- Implementasi teknologi informasi yang mendukung untuk
membangun sistem informasi manajemen pendapatan daerah.
- Ketersediaan staf yang memiliki kualifikasi dan keahlian yang
sesuai untuk tugas-tugas terkait.
5
- Kehadiran lingkungan yang bebas dari korupsi sistemik di dalam
entitas pengelola pendapatan daerah.
6
kemampuan daerah dalam membiayai tanggung jawab fiskalnya. Untuk
mencapai penerimaan pajak daerah yang cukup signifikan dalam konteks
desentralisasi fiskal, daerah perlu memiliki kewenangan untuk menetapkan
tarif pajak daerah yang tepat.
2.2.3 Implementasi
Implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di
Indonesia mendorong perlunya pembentukan sistem perpajakan daerah. Proses
ini melibatkan penyerahan secara bertahap sumber-sumber pendapatan kepada
daerah. Sebagai bagian dari penyesuaian sistem perpajakan nasional, beberapa
jenis pajak provinsi dialihkan dan sebagian jenis pajak pusat dipindahkan
kepada kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk menetapkan jenis-jenis pajak
yang sesuai untuk dipungut oleh tingkat pemerintahan pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota. Kondisi ekonomi dan potensi pajak yang berbeda-beda di
setiap kabupaten/kota di Indonesia menunjukkan pentingnya strategi
pemerintah dalam memberikan bantuan dan dukungan kepada daerah-daerah
tertentu dalam melakukan pemungutan pajak daerah. Dalam konteks ini,
7
evaluasi dan peningkatan kebijakan perpajakan daerah terus diperlukan untuk
menciptakan sistem perpajakan yang efisien dan efektif di Indonesia.
1) Fase sebelum reformasi sistem perpajakan daerah (Pra Local Tax Reform),
yang terjadi dari masa kemerdekaan Indonesia hingga tahun 1997, selama
berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan
Umum Pajak Daerah.
2) Fase penyempurnaan sistem perpajakan daerah (Local Taxation Improvement),
dari tahun 1997 hingga 2000, ketika Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diberlakukan.
3) Fase otonomi daerah, dimulai setelah tahun 2000 seiring dengan penerapan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997.
4) Fase reformasi sistem perpajakan daerah (Local Taxation Reform), dari tahun
2010 hingga saat ini, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Setiap fase dalam
perkembangan sistem perpajakan daerah tersebut memiliki karakteristiknya
sendiri yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perkembangan ekonomi,
sosial, dan politik pada waktu yang bersangkutan.
2.2.4 Tujuan
Tujuan penyempurnaan sistem perpajakan daerah mengalami perubahan
ketika otonomi daerah diberlakukan pada tahun 2000. Melalui perubahan dan
tambahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000, daerah provinsi dan kabupaten/kota menuntut
pemberian kewenangan yang lebih besar dalam pengenaan pajak daerah yang
sesuai dengan keadaan dan karakteristik daerah masing-masing, dengan tujuan
utama meningkatkan pendapatan asli daerah. Dengan adanya Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000, daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan jenis
pajak daerah baru selama sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-
undang tersebut. Namun, langkah-langkah yang diambil ternyata belum
8
memadai untuk memastikan implementasi kebijakan perpajakan daerah yang
baru berjalan dengan baik. Terdapat dua indikator keberhasilan pembaharuan
sistem perpajakan daerah yang dapat digunakan, yaitu peningkatan pendapatan
asli daerah dan tidak adanya penurunan dalam kualitas layanan kepada wajib
pajak.
9
BAB III
PENDAPATAN DAERAH / SUMBER – SUMBER PERMBIAYAAN
KONVENSIONAL
3.1 Definisi Pendapatan Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD), merupakan pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah,
pendapatan transfer, pajak daerah propinsi dan kabupaten/kota, retribusi daerah,
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah.
1. Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi kemakmuran
rakyat. Pajak daerah ditinjau dari segi lembaga pemungut pajak dalam
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pajak daerah terdiri dari:
• Pajak hotel
• Pajak restoran
• Pajak hiburan
• Pajak reklame
• Pajak penerangan jalan
• Pajak pengambilan bahan galian golongan c
• Pajak pemanfaatan air bawah tanah
10
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan sebagai pembayaran dari jasa
dan pemberian izin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah
daera demi kepentingan orang pribadi atau hukum. Retribusi daerah
terdiri dari retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.
Retribusi daerah menjadi iuran daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah susunan kegiatan
dan tindakan yang meliputi perencanaan, penentuan kebutuhan,
pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, dan
perubahan status hukum serta penatausahaannya. Hasil pengelolaan
kekayaan yang dipisahkan meliputi bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik daerah dan bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik negara.
3. PAD Lain-lain
Beberapa jenis PAD lain yang juga sah, di antaranya:
• Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
• Jasa giro
• Pendapatan bunga
• Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
• Penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan pengadaan barang dan atau jasa
oleh daerah
• Penerimaan keuntungan dan selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing Pendapatan denda atas
pelaksanaan keterlambatan pekerjaan
• Pendapatan denda pajak Pendapatan denda retribusi
11
Sumber pembiayaan konvensional adalah yang bersumber dari pendapatan sebuah
negara atau daerah misalnya anggaran pemerintah seperti:
Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai peran sangat penting yang
berasal dari sumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah menggunakan metode analisis proyeksi. Penelitian
dilakukan di Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian
ini menggunkan data kuantitatif dengan metode pendekatan deskriptif. Data yang
digunakan dari tahun 2013 sampai 2018. Kemudian diproyeksikan untuk tahun
2019-2024, berupa data pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah.
12
Hasil penelitian menunjukkan capaian potensi pertumbuhan pada setiap daerah
berbeda-beda. Kabupaten Sleman berpotensi dalam pertumbuhan PAD pada tahun
2024 yaitu, sebesar Rp 1,513,360,234,756.27. Sedangkan perkiraan pemungutan
retribusi daerah yang berpotensi tahun 2024 adalah Kabupaten Bantul sebesar Rp
86,952,746,462.14. Kabupaten Sleman mengalami peningkatan yang signifikan
dan dapat diperkiran pada tahun 2024 dapat memungut hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan sebesar Rp 90,644,593,905.39. Sedangkan Kabupaten
Gunung Kidul dapat diperkirakan berpotensi dalam peningkatan Pendapatan Asli
Daerah tahun 2024 yaitu sebesar Rp 521,078,176,928.33.
13
BAB IV
PERAN PERENCANA
DALAM MANAJEMEN PENERIMAAN DAERAH
DAN ANGGARAN PENDAPATAN
4.1 Peran Perencana terhadap Manajemen Penerimaan Daerah dan Anggaran
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang
seharusnya didorong oleh kegiatan ekonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
memiliki posisi strategis karena merupakan salah satu pilar kemandirian suatu
daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah. Manajemen penerimaan daerah mencakup semua kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah. Ini
melibatkan proses perencanaan, pengumpulan, pengelolaan, dan pengawasan
terhadap pendapatan yang diperoleh dari berbagai sumber Sedangkan, Anggaran
Pendapatan adalah bagian dari anggaran pemerintah yang menggambarkan estimasi
pendapatan yang akan diperoleh oleh pemerintah dari berbagai sumber selama
periode waktu tertentu, biasanya satu tahun fiskal.
14
1. Merencanakan Pendapatan
Perencana bertanggung jawab untuk merencanakan sumber-sumber
pendapatan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan dan program
pemerintah daerah. Mereka melakukan analisis menyeluruh terhadap potensi
pendapatan dari berbagai sumber seperti pajak, retribusi, dana transfer, dan
lain-lain.
2. Penyusunan Anggaran Pendapatan
Perencana memainkan peran kunci dalam penyusunan anggaran
pendapatan, yang melibatkan proyeksi pendapatan dari berbagai sumber serta
alokasi dana sesuai prioritas pembangunan.
3. Mengidentifikasi Potensi Pendapatan
Dengan pemahaman yang mendalam tentang kondisi ekonomi dan
kebutuhan masyarakat setempat, perencana dapat mengidentifikasi potensi
pendapatan baru atau meningkatkan efisiensi pengumpulan pendapatan yang
ada.
4. Menetapkan Kebijakan Pendapatan
Perencana berperan dalam menetapkan kebijakan pendapatan yang tepat,
termasuk penetapan tarif pajak dan retribusi serta kebijakan pengelolaan aset
keuangan daerah.
5. Mengelola Resiko Keuangan
Perencana membantu pemerintah daerah untuk mengelola risiko keuangan
dengan merencanakan cadangan dana darurat, merancang kebijakan pengelolaan
utang yang bijaksana, dan mengantisipasi potensi perubahan ekonomi yang
dapat mempengaruhi pendapatan daerah.
6. Pengawasan dan Evaluasi
Perencana melakukan pengawasan terhadap realisasi pendapatan,
memantau pencapaian target pendapatan, dan mengevaluasi efektivitas
kebijakan pendapatan yang telah diterapkan.
7. Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
Dengan merencanakan pendapatan secara efisien dan berkelanjutan,
perencana berperan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di tingkat
lokal. Pendapatan yang cukup dan terkelola dengan baik memungkinkan
15
pemerintah daerah untuk menyediakan layanan publik yang berkualitas serta
mendukung inisiatif pembangunan ekonomi dan sosial.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Manajemen penerimaan daerah dan anggaran pendapatan memiliki peran yang
sangat penting dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Manajemen
penerimaan daerah mencakup semua kegiatan terkait dengan pengelolaan sumber-
sumber pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah, sementara anggaran
pendapatan merupakan gambaran proyeksi pendapatan yang akan diperoleh oleh
pemerintah daerah dari berbagai sumber selama periode tertentu.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dalam Departemen Negeri, 2006, Bagan Alır Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail c&id=259100
Suwandi, Made (a) "Gambaran Umum Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah."
Suwandi, Made (b) "Alokasi Data APBD dalam Kaitannya dengan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah."
18