Anda di halaman 1dari 33

Performance

Appraisal

Dosen : Bella Azarine, S.Psi, M.Si

Mata Kuliah : Psikologi Industri & Organisasi


Performance Appraisal
Performance Appraisal (Penilaian Kinerja)
Sebuah metode dimana kinerja karyawan didokumentasi dan dievaluasi secara
sistematis, biasanya dilakukan secara berkala (3 bulan, 6 bulan ataupun 1 tahun).

Organisasi secara umum menggunakan metode ini sebagai dasar dari menentukan
kenaikan gaji, promosi, bonus, training atau sebagai dasar untuk penurunan
peringkat dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), serta untuk meluruskan
pekerjaan karyawan yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi.
Proses Performance Appraisal (Penilaian Kinerja)
dibagi menjadi 9 langkah, yaitu :
Step 1: Determine the Reason for
Evaluating Employee Performance

OR
Apakah hasil dari evaluasi
kinerja bertujuan untuk
360-Degree Feedback meningkatkan
performance karyawan?

Apakah hasil dari evaluasi


kinerja bertujuan untuk
menaikan dasar – dasar
Forced-Choice Rating dari performance
Scale karyawan (gaji, bonus,
promosi)?
Forced-Choice Rating Scale is excellent for determining
compensation but terrible for training purposes.

360-degree feedback is an excellent source for improving


employee performance but is not appropriate for determining
salary increases.

Penelitian Coens & Jenkins (2002)


Banyak organisasi yang tidak memiliki tujuan spesifik dalam
melakukan performance appraisal system, sehingga performance
appraisal tidaklah berhasil di mayoritas organisasi
Step 2: Identify Environmental
& Cultural Limitations
Mengidentifikasi faktor – faktor lingkungan dan budaya yang dapat
mempengaruhi sistem performance appraisal.

Contoh:
Dalam sebuah lingkungan kerja yang dimana tidak uang untuk memberikan uang
bonus atau kenaikan gaji, maka tidak akan efektif jika ingin melakukan penilaian
kinerja untuk kenaikan gaji/bonus

Serta dimana budaya atau lingkungan kerja yang memiliki karyawan kompak, maka
menggunakan peer rating (rating dari rekan kerja) tidak akan efektif
Step 3: Determine who will
Evaluate Performance
Konvensional :
Performa karyawan hanya di evaluasi oleh supervisor/atasannya.
Supervisor hanya dapat mengobservasi sekitar 30% saja (figure 7.2), dimana
karyawan dapat berperilaku berbeda ketika disekitar atasannya di banding
disekitar teman – temannya.

360 Degree Feedback


Performa karyawan di evaluasi oleh supervisor, peers, subordinates (bawahan),
customers, dan self-appraisal
Supervisor
Menurut Bernardin & Beatty, bahwa 90% performa karyawan di nilai oleh
atasannya (SPV).
– Padahal SPV tidak melihat setiap perilaku karyawannya (proses), mereka
hanya melihat hasilnya

Peers (Rekan Kerja)


Peers (Rekan Kerja) lebih melihat perilaku sebenarnya dari karyawan, bisa
dari rekan kerja yang satu divisi atau dari divisi lainnya

Subordinate (Bawahan)
Subordinate adalah komponen penting dalam 360 degree feedback, dimana
feedback dari subordinate memiliki pandangan yang berbeda terkait perilaku
atasannya
– Rating dari subordinate cukup sulit di dapatkan, karena karyawan takut
mendapatkan ‘serangan balik’ jika memberikan nilai yang tidak baik,
terutama jika hanya memiliki 2 subordinate
Customers
Penilaian dari Customer dengan memberikan feedback card kepada
customer terkait pelayanan yang didapatkan.
Adapula organisasi yang menggunakan ‘secret shopper’ untuk secara periodik
melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang didapatkan, dan ‘secret
shopper’ ini mendapatkan bayaran dan free meal dari organisasi tersebut.
Self – Appraisal
Hanya sebagian kecil organisasi yang menggunakan metode ini, dan
metode ini akan efektif apabila self-appraisal tidak bertujuan untuk
promosi atau kenaikan gaji.
Step 4: Select the Best Appraisal
Methods to Accomplish your Goals

Memilih kriteria kinerja (performance criteria) dan metode penilaian yang terbaik
untuk mencapai tujuan organisasi, dimana kriteria mendeskripsikan kesuksesan
dari karyawan.

Contoh:
Kriteria kinerja : Attendance, Quality of Work, and Safety merupakan 3 kriteria yang
paling penting untuk menentukan kesuksesan karyawan

Selanjutnya menentukan cara pengukuran Attendance, Quality


of Work, and Safety
Mengembangkan Instrument performance appraisal :
1. Fokus pada dimensi – dimensi performance appraisal
2. Apakah menggunakan ranking atau rating

Decision 1: Fokus pada Dimensi – Dimensi Performance Appraisal


– Focus on Traits
– Focus on Competencies
– Focus on Task Types
– Focus on Goals
Trait-Focused Performance Dimension
Fokus terhadap sifat – sifat karyawan, seperti; dapat diandalkan, jujur, dan
sopan santun.
– Namun menggunakan instrument ini kurang memberikan feedback dan tidak
menghasilkan perkembangan pada karyawan, karna hanya dengan nasihat
yang tidak spesifik tidak akan merubah sifat seseorang dalam sekejap

Competency-Focused Performance Dimension


Fokus terhadap pengetahuan, keahlian, dan kemampuan karyawan
Seperti: writing skill, oral presentation skill, dan driving skill
– Menggunakan metode ini akan lebih mudah dalam melakukan penilaian,
dimana jika karyawan memiliki performa yang kurang baik maka akan dapat
diberikan training untuk meningkatkan skill-nya
Task-Focused Performance Dimension
Fokus terhadap tugas yang dilakukan, dimana atasan dapat berkonsentrasi pada
tugas yang dilakukan dan secara bersamaan dapat melihat bagaimana performa
karyawan tersebut, namun kelemahannya adalah kesulitan dalam memberikan
usulan jika nilai karyawan rendah dalam dimensi ini
Perlu dicatat bahwa Task-Focused Performance Dimension mencakup beberapa
kompetensi
Contoh: seorang polisi dalam memberikan kesaksian harus memiliki public
speaking skill dan pengetahuan tentang hukum

Goal-Focused Performance Dimension


Penilaian yang berfokus pada dasar tujuan – tujuan yang dicapai oleh karyawan.
– Tujuan Rekrutmen: Memenuhi kebutuhan SDM suatu organisasi
Perilaku : membuat job description, dan membuka lowongan pekerjaan di job
portal (jobstreet, jobsid)
Contextual Performance
Selain dari 4 dimensi performance sebelumnya yang berfokus pada aspek
teknikal dalam melakukan pekerjaan, adapula contextual performance
yang sekarang ini mulai dipelajari.

Contextual Performance merupakan usaha karyawan untuk bersahabat


dengan rekan kerja, meningkatkan organisasi, dan melakukan pekerjaan
yang sebenarnya secara official tidak tercantum dalam job description
mereka (Prosocial Organizational Behavior)
Decision 2: Should Dimensions be Weighted?
Setelah dimensi ditentukan maka selanjutnya adalah menentukan mana dimensi
yang lebih penting dari pada yang lainnya

Decision 3: Use of Employee Comparisons (Ranking), Objective Measures,


or Ratings
Menentukan apakah kinerja di evaluasi dengan :
– Membandingkan antar karyawan (ranking),
– Menggunakan pengukuran yang objektif (kehadiran atau jumlah barang yang
terjual), atau
– Atasan yang memberikan penilaian seberapa baik kinerja karyawan
Employee Comparisons (Ranking)
Karyawan dibandingan dengan karyawan lainnya dengan ranking / rank order

Objective Measures
Pengukuran objektif seperti :
– Quantity of work (Jumlah penjualan)
– Quality of work (tingkat error, misal: jumlah typo / salah ketik)
– attendance, etc
Rating of Performance
Paling sering digunakan dalam melakukan evaluasi kinerja karyawan, dimana
atasan menilai seberapa baik karyawan dalam setiap dimensi. Terdapat 2
skala yang paling sering digunakan, yaitu:

– Graphic Rating Scale


Menggunakan 5 – 10 dimensi, dengan skala ‘excellent’ dan ‘poor’.
– Behavioral Checklist
Berisi list dari perilaku, expectations, atau hasil dari setiap dimensi
Step 5: Train Raters
– Raters yang mendapatkan training akan lebih kecil melakukan error
dalam melakukan penilaian dibandingkan raters yang tidak
mendapatkan training, walaupun ini sangat penting dilakukan namun
hanya sedikit organisasi yang melaksanakannya

– Disisi rater yang perlu mendapatkan training, perlu juga untuk


menjelaskan sistem performance appraisal kepada karyawan, semakin
paham karyawan dengan performance appraisal maka semakin puas
dengan system tersebut
Step 6: Observe and Document
Performance
– Tugas Raters (SPV/Atasan) untuk melakukan observasi pada perilaku
dan dokumen critical incidents karyawan
– Critical incidents merupakan performa baik dan buruk dari karyawan
yang di dokumentasikan oleh rater (SPV/Atasan), dan dilakukan pada
saat itu juga (saat terjadinya kejadian)
– Dokumentasi dilakukan untuk 4 alasan, yaitu :

1. Rater akan berfokus pada perilaku dibandingkan pada sifat


karyawan
2. Membantu Rater/SPV untuk mengingat kembali perilaku
karyawan saat akan melakukan evaluasi

Rater/SPV cenderung mengingat :


– First Impression
– Recent Behavior (Perilaku yang dilihat selama masa
evaluasi)
– Unusual or Extreme Behavior
– Behavior Consistent with the supervisor’s opinion
3. Dokumentasi akan memberikan contoh – contoh perilaku yang
dapat digunakan saat melakukan rating pada performa karyawan

4. Dokumentasi akan membantu suatu organisasi untuk


mempertahankan secara hukum jika terjadi pemecatan karyawan
atau menolak kenaikan upah/promosi

• Karna jika tanpa dokumentasi, employer akan sulit


memenangkan gugatan yang diajukan oleh karyawan
Metode yang lebih formal digunakan
untuk critical incident dikembangkan
oleh Flanagan & Burns (1955) disebut
Employee Performance Record, metode
ini berupa formulir ‘two-color’ dan setiap
kolomnya berisi dimensi performa
Step 7: Evaluate Performance
Obtaining and Reviewing Objective Data
Mengumpulkan dan mereview data objektif yang sesuai dengan perilaku karyawan
Contoh: Jumlah absensi karyawan, jumlah barang yang diproduksi

Reading Critical-Incidents Logs


Dengan membaca critical incidents logs akan menurunkan error pada rater/SPV

Completing the Rating Form


Rater/SPV bersiap untuk mengisi formulir rating performa karyawan, dan harus
dikerjakan dengan hati – hati jangan sampai melakukan error, seperti Distribution
Error, Halo Error, Proximity Error, dan Contrast
Distribution Error
Ketika Rater/SPV melakukan penilaian hanya pada satu bagian skala rating
– Leniency Error:
Memberikan nilai pada sisi tinggi (misal pada skala 1-5, diberikan nilai hanya di
kolom 4 dan 5 saja)
– Central Tendency Error:
Memberikan nilai pada sisi tengah (misal pada skala 1-5, diberikan nilai hanya di
kolom 3 saja)
– Stricness Error:
Memberikan nilai pada sisi rendah (misal pada skala 1-5, diberikan nilai hanya di
kolom 1 dan 2 saja)
Halo Error
Terjadi ketika satu aspek dari karyawan untuk menilai individu tersebut
secara keseluruhan
– Hal ini terjadi ketika rater kurang memiliki pengetahuan tentang
pekerjaan dan kurang mengenal karyawan yang akan dinilainya
– Terjadi juga pada saat melakukan peer ratings
Proximity Error
Terjadi ketika rating yang dibuat pada dimensi pertama mempengaruhi
pemberian rating pada dimensi berikutnya

Contrast Error
Terjadi ketika pemberian rating karyawan dipengaruhi oleh rating karyawan
yang sebelumnya (sehingga tidak berdasarkan penilaian objektif) atau
dipengaruhi oleh rating karyawan itu sendiri pada periode evaluasi
sebelumnya
Low Reliability Across Rater
Terdapat 3 alasan rendahnya reliabilitas antar Rater:
– Rater sering kali mengalami error yang berbeda (halo, leniency, etc)
– Rater memiliki perbedaan standart dan pandangan tentang karyawan
ideal
– Rater memiliki perbedaan yang nyata dalam melihat dan menilai
perilaku karyawan

Sampling Problem
– Recency Effect
Penilaian yang dipengaruhi oleh perilaku yang baru – baru saja terjadi (sehingga
karyawan menyimpan performa terbaiknya saat mendekati masa evaluasi)
– Infrequent Observation
Biasanya terjadi ketika SPV/Manager tidak memiliki waktu untuk melakukan observasi
secara langsung terhadap perilaku karyawan, sehingga mengambil kesimpulan
berdasarkan tugas yang telah dilakukan dan sifat karyawan tersebut.
Padahal karyawan dapat berperilaku berbeda ketika disekitar atasannya
Step 8: Communicate Appraisal
Results to Employees
– Biasanya secara periodik (6 bulan sekali atau setahun sekali) atasan
menghabiskan waktu beberapa menit dengan karyawannya untuk membahas
penilaian kinerja dan memberikan feedback kepada karyawan tersebut
– Cara yang efektif dalam melaksanakan interview performance appraisal adalah:
time, scheduling, and preparation
– Allocating Time
Karyawan dan atasannya harus sudah mempersiapkan waktu untuk melakukan
interview penilaian kinerja, setidaknya 1 jam
– Scheduling the Interview
Dipersiapkan tempat yang private sehingga terhindar dari gangguan yang akan
merusak konsentrasi, dan sudah dijadwalkan secara periodik (6 bulan sekali)
– Preparing for Interview
SPV/Manager harus mereview kembali penilaiannya kepada karyawan dan
alasan dalam memberikan nilai tersebut.
Dengan pemberian feedback yang baik akan mempengaruhi kepuasan
karyawan

During the Interview


– Small talk agar lebih nyaman
– Menjelaskan tujuan dari performance appraisal
– Bagaimana performance appraisal dilakukan
– Bagaimana proses evaluasi diselesaikan
– Harapan agar interview performance appraisal menjadi interaktif
– Tujuan untuk memahami dan meningkatkan performa
– Memulai proses review performance
Step 9: Make Personnel Decision

Membuat keputusan management


– Tergantung pada tujuan awal sebelum melakukan penilaian kinerja

KENAIKAN GAJI
PROMOSI
BONUS TAHUNAN
JABATAN

PHK PENGADAAN
(PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA) TRAINNG

Anda mungkin juga menyukai