Anda di halaman 1dari 199

POTENSI MUATAN LOKAL DI KABUPATEN SEMARANG

DESAIN KURIKULUM MUATAN LOKAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum


Muatan Lokal

Dosen Pengampu:
Atip Nurharini, S.Pd., M.Pd.

Oleh:

Kelompok 10 (Rombel G)
1. Arif Maulana (1401421327)
2. Mutyara Ichsani P. (1401421329)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Potensi Muatan Lokal di Kabupaten Semarang” ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Muatan
Lokal. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak dan sumber yang dengan tulus memberikan doa, saran dan
kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.

Semarang, 18 April 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3. Tujuan ....................................................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 8

2.1. POTENSI MULOK DI BIDANG AGAMA ............................................ 8

2.1.1. Makam Syekh Hasan Munadi (Desa Nyatnyono) ................................ 8

2.1.2. DESA GOGODALEM ....................................................................... 21

2.1.3. VIHARA AVALOKITESVARA GUNUNG KALONG UNGARAN 32

2.2. POTENSI MULOK DI BIDANG WISATA .......................................... 49

2.2.1. Rawa Pening ................................................................................... 50

2.2.2. DESA WISATA LEREP .................................................................. 60

2.2.3. MUSEUM KERETA API AMBARAWA ....................................... 69

2.2.4. BENTENG WILLEM I AMBARAWA........................................... 77

2.2.5. BENTENG WILLEM II UNGARAN ............................................ 82

2.2.6. WATU GAJAH PARK .................................................................... 85

2.2.7. ELING BENING ............................................................................. 88

2.2.8. SALOKA THEME PARK ............................................................... 97

2.2.9. UMBUL SIDOMUKTI ................................................................. 105

2.2.10. CANDI GEDONG SONGO ......................................................... 109

iii
2.2.11. TAMAN BUNGA CELOSIA ........................................................115

2.3. POTENSI MULOK BIDANG TRADISI / BUDAYA ......................... 122

A. TRADISI IRIBAN ................................................................................... 122

B. TRADISI SESAJI REWANDA ............................................................... 125

C. TRADISI POPOKAN .............................................................................. 130

D. TRADISI SADRANAN ........................................................................... 151

2.4. POTENSI MULOK BIDANG KULINER ........................................... 170

A. GEMBLONG COTOT COTOT ........................................................... 170

B. TAHU SERASI BANDUNGAN .......................................................... 180

C. KOPI BANARAN ................................................................................ 183

D. SERABI NGAMPIN AMBARAWA .................................................... 187

E. SATE KEMPLENG UNGARAN ......................................................... 189

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 191

3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 191

3.2. Saran ..................................................................................................... 192

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kabupaten Semarang merupakan salah satu daerah dengan potensi

kaya akan muatan lokal. Dengan keberagaman budaya, sejarah, dan

kekayaan alam yang dimiliki, Kabupaten Semarang menjadi ladang yang

subur untuk menggali berbagai muatan lokal yang berpotensi menjadi

bagian integral dari kurikulum pendidikan.

Penelitian mengenai potensi muatan lokal di Kabupaten Semarang

menjadi penting dalam rangka mengenali identitas lokal yang unik dan khas

dari daerah tersebut. Melalui penggalian informasi mengenai berbagai

aspek kehidupan masyarakat setempat, desain kurikulum muatan lokal

dapat dirancang secara lebih autentik dan relevan dengan kebutuhan lokal.

Muatan lokal di Kabupaten Semarang tidak hanya mencakup aspek

budaya dan sejarah, tetapi juga melibatkan berbagai potensi ekonomi,

sosial, dan lingkungan yang menjadi bagian penting dari kehidupan

masyarakat setempat. Desain kurikulum muatan lokal yang memperhatikan

beragam aspek ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam

memperkuat identitas lokal serta meningkatkan kualitas pendidikan di

daerah tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi, keberadaan

muatan lokal terkadang terancam oleh arus modernisasi yang cenderung

menggeser nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, penelitian mengenai potensi

1
muatan lokal di Kabupaten Semarang perlu menjadi perhatian utama dalam

upaya pelestarian dan pengembangan warisan budaya serta kearifan lokal di

tengah tantangan zaman.

Desain kurikulum muatan lokal yang terintegrasi dengan kondisi

nyata di Kabupaten Semarang dapat menjadi instrumen efektif dalam

membangun kesadaran akan pentingnya melestarikan nilai-nilai lokal.

Dengan memperkuat keterkaitan antara pendidikan formal dan lingkungan

sekitar, diharapkan generasi muda dapat lebih menghargai warisan budaya

dan alam yang ada di sekitarnya.

Potensi muatan lokal di Kabupaten Semarang juga memiliki dampak

positif dalam pengembangan sektor pariwisata daerah. Dengan

memperkenalkan berbagai aspek kebudayaan dan keindahan alam lokal

melalui kurikulum pendidikan, diharapkan akan tercipta kesadaran dan

minat yang lebih besar dari masyarakat luas untuk menjaga serta

memanfaatkan potensi tersebut secara berkelanjutan.

Keberagaman muatan lokal di Kabupaten Semarang juga dapat

menjadi sumber inspirasi dan inovasi dalam pengembangan berbagai

program pembelajaran di sekolah. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai

lokal ke dalam kurikulum pendidikan, diharapkan tercipta suasana belajar

yang lebih berwarna, dinamis, dan relevan dengan konteks kehidupan

masyarakat setempat.

Dengan demikian, penelitian mengenai potensi muatan lokal di

Kabupaten Semarang dan desain kurikulum muatan lokal menjadi sebuah

langkah strategis dalam upaya menjaga keberlangsungan dan keberagaman

2
warisan lokal. Melalui pendekatan holistik yang menggali berbagai dimensi

potensi lokal, diharapkan pendidikan di daerah tersebut mampu menjadi

wahana yang efektif dalam menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian

terhadap budaya dan lingkungan lokal.

1.2.Rumusan Masalah

1. Apa sajakah potensi muatan local dalam bidang agama di kabupaten

semarang ?

2. Apa sajakah potensi muatan local dalam bidang ekonomi/pariwisata di

kabupaten semarang ?

3. Apa sajakah potensi muatan local dalam bidang Budaya dan tradisi di

kabupaten semarang ?

4. Apa sajakah potensi muatan local dalam bidang Kuliner di kabupaten

semarang ?

1.3.Tujuan

1. Mengetahui potensi muatan local dalam bidang agama di kabupaten

semarang ?

2. Mengetahui potensi muatan local dalam bidang ekonomi/pariwisata di

kabupaten semarang ?

3. Mengetahui potensi muatan local dalam bidang Budaya dan tradisi di

kabupaten semarang ?

4. Mengetahui potensi muatan local dalam bidang Kuliner di kabupaten

semarang ?

3
1.4.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Pengembangan Kurikulum yang Relevan: Dengan memahami

potensi muatan lokal, desain kurikulum dapat disesuaikan secara

lebih efektif dengan kebutuhan dan konteks lokal. Ini membantu

memastikan bahwa kurikulum tidak hanya memenuhi standar

nasional, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai, budaya, dan

kebutuhan pendidikan khusus di wilayah tersebut.

b. Pembentukan Identitas Lokal: Melalui integrasi muatan lokal dalam

kurikulum, pendidikan dapat membantu mempertahankan dan

memperkuat identitas budaya lokal. Hal ini penting untuk

memperkokoh rasa kebanggaan dan kesadaran akan warisan budaya

serta tradisi di masyarakat setempat.

c. Pemberdayaan Komunitas Lokal: Dengan menekankan pada muatan

lokal, kurikulum dapat berpotensi memperkuat keterlibatan dan

partisipasi komunitas lokal dalam proses pendidikan. Hal ini dapat

meningkatkan keterlibatan orang tua, tokoh masyarakat, dan

pemangku kepentingan lainnya dalam pendidikan, sehingga

menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif dan

berkelanjutan.

d. Peningkatan Relevansi Pembelajaran: Integrasi muatan lokal dalam

kurikulum dapat membantu siswa mengaitkan pembelajaran dengan

konteks nyata yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari

4
mereka. Ini dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa

serta membantu mereka melihat nilai praktis dari apa yang mereka

pelajari.

e. Perlindungan dan Pelestarian Budaya: Melalui pengakuan dan

pengintegrasian muatan lokal dalam kurikulum, penelitian ini dapat

berkontribusi pada upaya pelestarian dan perlindungan budaya

lokal. Ini penting mengingat banyaknya tekanan dari globalisasi dan

modernisasi terhadap keberlanjutan warisan budaya tradisional.

f. Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat: Studi ini dapat

menjadi landasan untuk mengembangkan pendekatan pendidikan

yang lebih berbasis masyarakat di mana pengalaman dan

pengetahuan lokal diintegrasikan dalam pembelajaran. Hal ini dapat

membantu meningkatkan relevansi pendidikan dengan kehidupan

masyarakat setempat serta mengurangi kesenjangan antara

kurikulum sekolah dan kehidupan sehari-hari siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lokal: Penelitian ini dapat

membantu dalam pengembangan kurikulum sekolah yang lebih

relevan dengan kebutuhan lokal masyarakat di Kabupaten

Semarang. Dengan memahami potensi lokal yang ada, kurikulum

dapat dirancang untuk lebih memperhatikan aspek-aspek lokal

dalam pendidikan, seperti budaya, tradisi, dan nilai-nilai lokal.

5
b. Pemberdayaan Potensi Lokal: Dengan mengidentifikasi potensi

lokal yang ada, penelitian ini dapat membantu dalam upaya

pemberdayaan potensi lokal di Kabupaten Semarang. Hal ini dapat

dilakukan dengan memasukkan materi pelajaran yang relevan

dengan potensi lokal ke dalam kurikulum, sehingga dapat

meningkatkan apresiasi dan pemanfaatan potensi lokal oleh

masyarakat setempat.

c. Memperkuat Identitas Budaya Lokal: Dengan memasukkan muatan

lokal ke dalam kurikulum, penelitian ini dapat membantu dalam

memperkuat identitas budaya lokal di Kabupaten Semarang. Melalui

pendidikan yang memperhatikan nilai-nilai dan budaya lokal,

generasi muda dapat lebih memahami dan menghargai warisan

budaya mereka sendiri.

d. Mendorong Pengembangan Ekonomi Lokal: Penelitian ini juga

dapat memberikan dampak positif terhadap pengembangan ekonomi

lokal. Dengan memasukkan muatan lokal yang berkaitan dengan

potensi ekonomi lokal ke dalam kurikulum, seperti pertanian,

kerajinan, atau pariwisata, dapat membantu dalam menggerakkan

sektor ekonomi lokal dan menciptakan kesempatan kerja bagi

masyarakat setempat.

e. Meningkatkan Keterlibatan Komunitas Lokal: Melalui proses

pengembangan kurikulum yang melibatkan komunitas lokal,

penelitian ini dapat meningkatkan keterlibatan dan partisipasi

masyarakat dalam dunia pendidikan. Ini bisa membuka jalan bagi

6
kolaborasi antara sekolah dan berbagai stakeholder lokal untuk

meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan relevansinya

dengan kebutuhan lokal.

7
BAB II PEMBAHASAN

2.1.POTENSI MULOK DI BIDANG AGAMA

2.1.1. Makam Syekh Hasan Munadi (Desa Nyatnyono)

Letak Desa Nyatnyono

Desa Nyatyono merupakan sebuah desa yang ada di kecamatan Ungaran

Barat Kabupaten Semarang. Desa nyatyono berada di lereng gunung

Suralaya. Kondisi geografis desa nyatyono menempati area seluas 425 ha. Selain

itu, Desa Nyatnyono mempunyai ketinggian tanah dari permukaan laut kurang lebih

700 meter dengan keadaan topografi tinggi dan suhu udara rata-rata 240C-280 C.

Menurut data yang diperoleh, menunjukkan bahwa Desa Nyatnyono terbagi dalam

beberapa Dusun dan mempunyai perbatasan wilayah tertentu. Perbatasan tersebut

antara lain:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Lerep

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gogik

c. Sebelah barat berbatasan dengan hutan

d. Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Genuk

8
Tipologi tanah di Desa Nyantnyono adalah berbukit sedang dan sebagian

dataran. Disamping itu keadaan tanahnya merupakan tanah yang sebagian besar

untuk kegiatan pertanian dan sisanya untuk tanaman budidaya. Desa Nyatnyono

boleh dikatakan cukup subur, kesuburan ini terutama karena sifat tanahnya yang

berhumus, bebatuan serta didukung ketersediaan air yang cukup. Potensi ini

yang akhirnya menghijaukan daerah atau wilayah Desa Nyatnyono dan

sekitarnya (Data Monografi Desa Nyatnyono).

Desa Nyatnyono merupakan salah satu Desa di wilayah Kecamatan

Ungaran yang mempunyai wilayah ± 425 Ha yang terdiri dari :

a. Tanah sawah & ladang : 15,5 Ha

b. Tanah untuk pemukiman : 67 Ha

c. Tanah tegalan : 6,5 Ha

d. Bangunan umum : 7,4 Ha

e. Jalan, makam dan lain-lain : 28 Ha

f. Lain-lain : 63 Ha

Adapun Orbitrasi Pusat Pemerintahan adalah :

a. Jarak dengan Ibu Kota Kecamatan : 4 Km

b. Jarak dengan Ibu Kota Kabupaten : 3 Km

c. Jarak dengan Ibu Kota Provinsi : 23Km

Secara administrasi Desa Nyatnyono dibagi menjadi Delapan (8) dusun

antara lain Dusun Ngaglik, Dusun Gelap, Dusun Sipol, Dusun Krajan, Dusun

Siroto,Dusun Sendang Putri, Dusun Sendang Rejo dan Dusun Branggah masing-

masing terdiri dari :

a. Dusun Ngaglik atau RW. I terdiri dari 3 RT.

9
b. Dusun Gelap atauRW. II terdiri dari 3 RT.

c. Dusun Sipol atau RW III terdiri dari 2 RT.

d. Dusun Krajan atau RW IV terdiri dari 6 RT.

e. Dusun Siroto atau RW V terdiri dari 6 RT.

f. Dusun Sendang putri atau RW VI terdiri dari 2 RT.

g. Dusun Sendang Rejo atau RW VII terdiri dari 8 RT.

h. Dusun Branggah, Blanten atau RW VII terdiri dari 6 RT

Masyarakat Desa Nyatnyono

Masyarakat Desa Nyatnyono mayoritas beragama Islam. Jumlah

penduduk Desa Nyatnyono yang beragama Islam pada tahun 2013 sejumlah

9.696 jiwa atau 98,21% dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Nyatnyono.

Hal ini dikarenakan juga oleh latar belakang kehadiran Desa Nyatnyono yang

menjadi sebuah desa petilasan oleh Syekh Hasan Munadi untuk menyebarkan

agama Islam. Dalam kehidupan masyarakat, walaupun beragama Islam namun

mereka juga masih melakukan ritual-ritual orang Jawa, yang dalam istilahnya

kejawen, seperti ziarah kubur dengan menaburkan bunga pada makam atau

kubur yang dikunjungi. Latar belakang masyarakat yang dahulu sebelum Syekh

Hasan Munadi menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam di Desa Nyatnyono,

kebanyakan masyarakat masih hidup dalam kegelapan iman. Mereka masih

bimbang dalam memilih tata cara yang baik untuk beribadah kepada sang Maha

Pencipta. Masih banyak di antara mereka menyembah batu, pohon, setan dan

lain-lain. Bagi mereka batu, pohon dan setan adalah perantara untuk beribadah

kepada Allah. Mereka tidak menyadari bahwa yang telah dilakukan termasuk

dalam golongan musyrik karena tindakan tersebut telah menyekutukan Allah.

10
Kehadiran Syekh Hasan Munadi memberi pengaruh yang besar terhadap

kehidupan beragama di desa tersebut. Syekh Hasan Munadi telah mengajarkan

cara-cara yang benar untuk menyembah Allah SWT. Do’a dan lantunan ayat suci

Al-Quran selalu diajarkan pada masyarakat, sampai akhirnya Syekh Hasan

Munadi wafat. Syekh Hasan Munadi dimakamkan di Desa Nyatnyono.

Kehadiran makam Waliyullah Hasan Munadi dan Sendang Kalimat Thoyyibah

memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk mengadakan upacara

keagamaan. Salah satu contohnya yang sering dilakukan adalah padusan,

kungkum, malam selikuran dan khataman Al-Qur’an.

Upacara tradisi atau ritual tersebut diyakini masyarakat dapat menambah

pengetahuan tentang agama dan memperoleh karomah yang diinginkan. Ritual

tersebut bukanlah ritual yang menggunakan simbol-simbol tertentu, misalnya

keris dan kemenyan sama seperti ritual pada umumnya, namun ritual tersebut

dilakukan dengan menggunakan do’a dan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an

seperti yang diajarkan Syekh Hasan Munadi (Data Monografi Desa Nyatnyono).

Biografi Syekh Hasan Munadi

Syekh Hasan Munadi lahir di Demak kira-kira pada tahun 1460, dengan

nama kecil Raden Bambang Kartonadi. Syekh Hasan Munadi merupakan

keturunan kerajaan, yaitu dari Raden Suruh (Raja Majalengka) bin Raden

Munding Wangi (Raja Pajajaran) bin Raden Munding Sari (Raja Pajajaran) bin

Raden Lalean (Raja Pajajaran) bin Raden Ronggo (Raja Jenggolo). Syekh Hasan

Munadi dengan Raden Fatah Demak merupakan saudara satu Ayah lain Ibu,

Syekh Hasan Munadi menjadi kakak sedangkan Raden Fatah sebagai adiknya,

Ibu dari Syekh Hasan Munadi adalah Putri Cempa dari Lasem. Ada yang

11
mengatakan Syekh Hasan Munadi masih keturunan Prabu Browijoyo ke-5 dan

masih keturunan Sunan Ampel Surabaya serta masih keturunan Sunan Kalijaga

dari istri sepuh (garwo pengrembe) (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 6).

Semasa hidupnya Syekh Hasan Munadi pernah menjabat sebagai

tumenggung di Kerajaan Demak. Syekh Hasan Munadi memimpin tentara

Kerajaan Demak dalam melawan segala kejahatan dan keangkuhan yang ingin

menggoyahkan kerajaan. Syekh Hasan Munadi merupakan figur pemimpin yang

pemberani, bijaksana, berwibawa dan kuat. Namun Syekh Hasan Munadi tidak

selamanya menetap di kerajaan, bahkan pangkat yang sandang oleh Syekh

Hasan Munadi ditinggalkannya. Kesemuanya mengingat di luar kerajaan masih

banyak sekali yang harus diperjuangkan termasuk di daerah sebelah selatan

Demak (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 7). Dimana rakyatnya masih

banyak yang hidup dalam kegelapan iman. Mereka belum mendapat petunjuk

yang benar yang diridhoi oleh Allah SWT. Mereka masih kebingungan dalam

memilih cara yang baik untuk beribadah kepada Maha pencipta. Mereka masih

banyak yang menyembah batu, pohon, hantu, syaitan dan lian-lain. Pada saat

itulah Syekh Hasan Munadi bertekad menyampaikan ajaran-ajaran yang haq

yang menuju keridho’an Allah. Dengan sifat Syekh Hasan Munadi yang arif,

bijaksana, berbudi luhur, penuh kasih sayang dan tidak membeda-bedakan kasta.

Di dalam perjalanannya Syekh Hasan Munadi berusaha mendekati dan

mengajak rakyat kecil untuk beriman dan beribadah kepada Allah. Diantara

pengikutnya yang setia dan menjadi santrinya yaitu Kyai Gede Cendono. Kyai

Gede Cendono merupakan murid Syekh Hasan Munadi yang masih keturunan

dari kerajaan Majapahit. Setelah merasa sudah banyak menanamkan bibit-bibit

12
mubaligh, kemudaian Syekh Hasan Munadi melanjutkan perjalanannya menuju

Gunung Surala untuk berkhalwat (bertapa istilah Jawa) untuk memohon kepada

Allah agar dalam perjuangannya bisa sukses, mengingat yang akan dihadapi

oleh Syekh Hasan Munadi merupakan tokoh-tokoh sangat sakti dan kuat

diantaranya yaitu: Ki Ajar Bontit, Raden Potro Kusumo (Adipati Tuban), Ki

Angga Wangsa dan Ratu Kedu (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 8).

Setelah kira-kira seratus hari Beliau berkhalwat ketika Beliau akan

meninggalkan tempatnya terdapat sebuah gambaran masjid (ada yang

mengatakan kayu yang berlubang calon bedug). Kemudian dari peristiwa itu

Beliau berkata dalam Bahasa Jawa: “ lagi menyat wis ana”, artinya baru bangun

sudah ada,yang kemudian menjadi nama Nyatnyono. Maka Syekh Hasan

Munadi menetap di tempat tersebut dan membangun masjid. Pada saat ingin

memulai membangun masjid, Syekh Hasan Munadi didatangi oleh Sunan

Kalijaga, karena pada saat itu di Demak juga akan dibangun sebuah masjid.

Kedatangan Sunan Kalijaga tersebut bermaksud untuk meminta bantuan Syekh

Hasan Munadi. Permintaan Sunan Kalijaga dijawab dengan berkata: “Kanjeng

Sunan di sini juga sudah terdapat lakaran atau gambaran masjid yang harus

segara dibangun (Masjid Subulussalam Nyatnyono), untuk itu sebelum saya

datang ke Demak, saya mohon kepada semua Wali untuk mendirikan masjid di

sisni terlebih dahulu dan saya minta tiangnya satu. Permintaan Syekh Hasan

Munadi dikabulkan oleh Sunan Kalijaga dan diantarkannya satu tiang calon

Masjid Demak oleh Sunan Kalijaga ke Nyatnyono. Hingga saat ini Masjid

Subussalam masih ada dan sering disebut sebagai Masjid Karomah Hasan

Munadi (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 8).

13
Syekh Hasan Munadi mempunyai dua istri: a. Putri Kyai Ageng

Mikukuhan kedua Magelang (Raden Abdulloh Taqwim). b. Putri dari pembesar

Ponogoro (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 12). Dari kedua istri tersebut

yang mendapatkan keturunan adalah dari istri yang pertama. Diantara keturunan

Syekh Hasan Munadi adalah Syekh Hasan Dipuro sedangkan dari istri kedua

tidak mendapatkan keturunan. Syekh Hasan Munadi usianya hingga lanjut ± 130

tahun dan dengan dikaruniai usia demikian panjang, Syekh Hasan Munadi juga

mengembangkan dan menyebarluaskan Agama Islam di daerah Ponogoro.

Sampailah pada akhirnya Syekh Hasan Munadi menghadap Yang Maha Kuasa

di rumah istri keduanya dan di makamkan di sana. Tapi pada tanggal 21

Ramadhan makam Syekh Hasan Munadi dipindahkan ke Nyatnyono oleh anak

beliau, yaitu Syekh Hasan Dipuro. Dalam pemindahan tersebut tidak hanya

jasadnya saja yang dipindahkan tetapi disertai dengan tanahnya juga, sehingga

makam yang ada di Nyatnyono sekarang merupakan makam asli dari Syekh

Hasan Munadi yang ada di Ponorogo.Oleh karena itu sampai sekarang tanggal

21 Ramadhan dijadikan sebagai tanggal Khaul Syekh Hasan Munadi (Trah

Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 13).

Obyek Wisata Religi Makam Syekh Hasan Munadi

14
Makam Syekh Hasan Munadi terletak di Dusun Krajan Desa Nyatnyono

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Pembangunan makam

dilakukan oleh para pengelola dan dibantu oleh warga. Banyak peziarah yang

datang ke Makam Syekh Hasan Munadi untuk berdo’a, mendapatkan barokah

dan juga untuk menenangkan hati. Puncak para peziarah adalah tanggal 21

Ramadhan atau ketika khaul Syekh Hasan Munadi.

Sarana prasarana yang ada di area Makam Syekh Hasan Munadi yaitu:

a. Area parker luas

b. Toilet bersih

c. Mushola

d. Rumah makan

Tanpak dari denah di atas, Makam Syekh Hasan Munadi terletak di bagian

ujung dari lokasi obyek wisata Makam Syekh Hasan Munadi. Dari denah itu

tampak juga bahwa, pihak pengelola tidak melupakan sisi kebutuhan ibadah para

peziarah. Karena disamping bangunan Makam Syekh Hasan Munadi dibangun

pula mushola yang dapat digunakan peziarah untuk melakukan sholat. Kantor

resepsionis terletak bersebelahan dengan mushola dan bangunan Makam Syekh

Hasan Munadi. Hal ini bertujuan agar pihak pengelola makam bisa memantau

para peziarah dan apabila peziarah yang membutuhkan bantuan dapat meminta

15
bantuan langsung kepada petugas yang ada di kantor. Para peziarah yang datang

harus ke kantor dulu untuk mengisi data peziarah yang datang sebelum

melakukan ziarah ke Makam Syekh Hasan Munadi.

Gambar di atas memperlihatkan bangunan depan Makam Syekh Hasan

Munadi. Pusara Makam Syekh Hasan Munadi terletak di dalam bangunan ini.

Di sini para peziarah bisa melaksanakan kegiatan berziarah, seperti berdo’a,

berdzikir, tahlil dan lain sebagainya.

Gambar tersebut merupakan bagian dalam dari bangunan depan Makam

Syekh Hasan Munadi. Bangunan dalam ini mempunyai kapasitas ± 100

peziarah. Bagian dalam ini merupakan bagian inti dari obyek wisata Makam

Syekh Hasan Munadi, karena di sini terdapat pusara Syekh Hasan Munadi yang

merupakan tujuan dari peziarah untuk berziarah ke Makam Syekh Hasan

Munadi.

16
Para peziarah tidak dipungut biaya apapun ketika mengunjungi Makam

Syekh Hasan Munadi. Tetapi dari pihak pengelola meletakkan kotak amal di area

makam. Menurut Bapak Murtadho Khasabu, area Makam Syekh Hasan Munadi

merupakan area makam yang paling bersih diantara makam para wali yang ada

di Indonesia. Walaupun pezaiarah tidak dipungut biaya apapun, tapi pihak

pengelola Makam Syekh Hasan Munadi tetap memikirkan kebutuhan sarana

prasarana bagi para peziarah, seperti yang terlihat dalam gambar 6. Mushola itu

disidiakan pihak pengelola makam agar peziarah bisa melaksanakan ibadah

dengan nyaman.

Yang menjadi daya tarik lain oleh peziarah adalah adanya sendang yang

diyakini oleh masyarakat bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Sedang ini dinamakan Sendang Kalimat Thoyyibah. Konon sendang ini ada

ketika Syekh Hasan Munadi saat melawan Raden Potro Kusumo (Adipati

Tuban). Pada waktu itu Beliau ditantang oleh Raden Potro Kusumo untuk adu

kekuatan. Raden Potro Kusumo memerintahkan keranjang untuk mengambil air

sendiri, namun dibalas oleh Syekh Hasan Munadi dengan menusukkan jarinya

ke tanah sambil berkata: ”jangan susah payah menyuruh keranjang untuk

mengambil air, inikan air” (dengan izin Allah keluarlah air dari bekas tusukan

jari Syekh Hasan Munadi) (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 10).

17
1 Sendang

Berkat keberadaan sendang ini juga, pihak pengelola dapat melakukan

perbaikan secara fisik makam dan area makam. Perbaikan awal makam

dilakukan pada tahun 1986-an, pada saat itu KH. Asmu’i (juru kunci)

memintakan dana pembangunan kepada pemerintah setempat, tetapi mendapat

penolakan dari pihak pemerintah. Lalu KH. Asmu’i mendatangi ulama yang ada

di Magelang yaitu KH. Abdul Hamid dan ulama yang ada di Muntilan yaitu KH.

Ahmad Abdul Haq untuk meminta nasihat perihal pembangunan tersebut. Maka

kedua ulama tersebut menyarankan agar dalam memperbaiki sesuatu yang

berhubungan dengan Makam Syekh Hasan Munadi tidak usah minta bantuan

kepada pihak lain, sebab Syekh Hasan Munadi itu sangat kaya (Trah Keluarga

Besar Nyatnyono, TT : 14).

Sepulang dari rumah kedua ulama tersebut, KH. Asmu’i semakin bingung

memikirkan kata-kata tersebut. Tapi karena taat kepada kedua ulama tersebut,

KH. Asmu’i tidak berpikir panjang lagi, meski tidak memiliki modal banyak,

KH. Asmu’i mulai merenovasi area makam. Tiba-tiba keanehan kembali terjadi.

Tidak diduga-duga, seorang peziarah yang datang ke makam dan tengah

menderita sakit gatal-gatal, dalam waktu yang singkat sembuh dari penyakit

yang dideritanya setelah meminum dan mengusapkan kebagian tubuh air dari

Sendang Kalimah Thoyyibah (Trah Keluarga Besar Nyatnyono, TT : 16).

Sejak kejadian itu, para peziarah semakin banyak berdatangan ke Makam

Syekh Hasan Munadi dan mengambil air dari Sendang Kalimah Thoyyibah. Dan

makin aneh pula, mata air yang semula kecil menjadi semakin besar dengan

semakin banyaknya peziarah yang berebut memanfaatkannya. Dengan demikian

18
uang amal dari kotak amal semakin banyak, sehingga dapat digunakan untuk

pembangunan makam dan Masjid Subulussalam.

Para peziarah biasanya datang ke Sedang Kalimah Toyyibah untuk mandi,

maka pihak pengelola membangun tempat mandi seperti pada gambar 7. Antara

laki-laki dan perempuan dipisah. Laki-laki disebelah kanan, sedangkan laki-laki

sebelah kiri. Peziarah yang mau mandi di Sendang Kalimah Toyyibah bisa

menyewa sarung di depan area sendang ini. Adanya tempat pemandian di

Sendang Kalimah Toyyibah ini, semakin menambah daya tarik bagi peziarah

yang datang ke Makam Syekh Hasan Munadi.

Karena banyaknya peziarah yang datang ke Makam Syekh Hasan Munadi,

memberi keuntungan material kepada masyarakat sekitar makam. Seperti

berjualan di area makam dan area sendang. Masyarakat sekitar juga ada yang

menyewakan sarung kepada para peziarah yang akan mandi ke Sendang

Kalimah Thoyyibah.

Kegiatan Keagamaan yang Dilakukan di Makam Syekh Hasan Munadi

a. Mujahadah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata mujahadah adalah

perang membela agama Islam, bisa juga diartikan sebagai usaha menahan hawa

nafsu (Departemen Pendidikan Nasional, 1995: 934). Kegiatan mujahadah sudah

tidak asing lagi dikalangan umat Islam di Indonesia. Mujahadah biasanya diadakan

dengan maksud meminta pertolongan kepada Allah SWT dengan cara dzikir dan

do’a bersama.

Pihak pengelola makam Syekh Hasan Munadi juga mengadakan kegiatan

mujahadah di makam secara rutin setiap malam Jum’at pon. Kegiatan mujahadah

19
ini dibuka untuk umum dan bisa diikuti laki-laki maupun perempuan. Mujahadah

di Makam Syekh Hasan Munadi diadakan mulai dari pukul 21.00 WIB sampai

pukul 00.00 WIB, yang dipimpin oleh KH. Hasan Asy’ari (kakak dari KH.

Murtadho Khasabu). Tujuan dilakukannya mujahadah ini adalah untuk meminta

pertolongan kepada Allah melalui bantuan orang banyak.

Rangkaian acara yang dilakukan saat mujahadah di Makam Syekh Hasan

Munadi adalah sebagai berikut:

1) Tahlil

Tahlil adalah membaca serangkaian surat-surat Al-Qur’an, ayat-ayat

pilihan, dan kalimat-kalimat zikir pilihan (termasuk di dalamnya membaca

la ilaha illallah) dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah dan ditutup

dengan do’a.

2) Wasilah

Wasilah adalah pembacaan surat Al-Fatihah yang ditunjukkan kepada Nabi

Muhammad, para Nabi, para Sahabat Nabi, para Waliyullah. Dalam

kegiatan mujahadah yang dilakukan di Makam Syekh Hasan Munadi,

wasilah khususnya ditunjukkan kepada Syekh Hasan Munadi dan Syekh

Hasan Dipuro.

3) Membaca surat Yasin.

Surat Yasin merupakan surat ke 36 dalam Al-Qur’an dengan jumlah ayat 83

ayat. Surat Yasin biasanya dibaca ketika mengadakan tahlil, ziarah serta

kegiatan keagamaan lainnya.

4) Zikir

20
Zikir adalah pujian-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang.

Bacaan dzikir pada umumnya seperti asmaul husna, istigfar, tasbih, tahmid,

takbir dan lain-lain.

5) Barjanji

Berjanji adalah bersholawat kepada Nabi

b. Pengajian

Pihak pengelola Makam Syekh Hasan Munadi mengadakan pengajian2

rutin setiap malam Jum’at kliwon di Masjid Subulussalam Nyatnyono.

Pengajian ini dibuka untuk umum, baik laki-laki maupun perempuan bisa

menghadiri pengajian ini. Waktu pelaksanaannya adalah setelah isyak.

Pengajian ini bertujuan untuk memberikan ajaran agama kepada oarang-orang

yang datang. Selain mengadakan pengajian rutin setiap malam jum’at kliwon,

pihak pengelola juga mengadakan pengajian akbar ketika khaul Syekh Hasan

Munadi yang jatuh pada malam 21 Ramadhan.

Selain mengadakan mujahadah dan pengajian rutin, pihak pengelolas

Makam Syekh Hasan Munadi juga mengadakan kegiatan santunan kepada anak

yatim. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat memasuki tahun baru hijriyah.

2.1.2. DESA GOGODALEM

21
Sejarah Desa Gogodalem

Desa Gogodalem Desa Gogodalem terletak di Kecamatan Bringin,

Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Jaraknya yang cukup jauh dari pusat

kabupaten, sekitar 36 km ke arah tenggara, serta letaknya yang agak tinggi membuat

Gogodalem menjadi desa yang asri dengan potensi wisata yang cukup beragam,

terutama dari sektor religi. Beberapa destinasi wisata yang dapat dikunjungi antara

lain makam wali Raden TG. Niti Negoro dan Syaikh Jamaluddin, Selo Miring, dan

Qur’an Blawong. Destinasi wisata yang ini ditunjang dengan adanya kemudahan

akses jalan serta keindahan pemandangan alam di sepanjang perjalanan. Batas

administratifnya meliputi Desa Kalikurmo di sebelah utara, Desa Sendang di

sebelah selatan, Desa Wiru di sebelah timur, dan Desa Rembes di sebelah Barat.

Sementara wilayahnya terbagi menjadi enam dusun, yakni Dusun Gogodalem

Timur, Dusun Gogodalem Barat, Dusun Plataran, Dusun Kauman, Dusun Kropoh,

dan Dusun Kalipare.

Desa Gogodalem dulunya bernama Selo Miring. Secara literal Selo Miring

berarti Batu Miring, karena Selo dalam bahasa Jawa berarti watu (batu) dan Miring

berarti ora jêjêg, ndhoyong, durung têtêp, sebagaimana dalam bahasa Indonesia,

22
adalah miring, tidak tegak lurus . Penamaan Selo Miring didasarkan pada

keberadaan sebuah batu miring, yang kini dapat dijumpai di sekitar situs makam

Sentono. Sementara nama Gogodalem secara literal berasal dari susunan kata gogo

yang berarti jenis tanaman padi, dan dalem yang berarti pengalem atau sanjungan,

yang kemudian diterjemahkan sebagai gogo atau jenis tanaman padi yang

disanjung. Kisah pemindahan nama dari Selo Miring menuju Gogodalem terjadi

pada masa Mbah Bagustowongso.

Bagustowongso. Mbah Bagustowongso sendiri merupakan putra dari Mbah

Satreyan dan cucu dari Mbah Niti Negoro dan Mbah Marto Ngasono. Nasabnya

sampai kepada Raden Syahid atau Sunan Kalijaga melalui jalur ayah, sebagaimana

berikut: Raden Bagustowongso (Kauman, Gogodalem) bin Raden Satreyan

(Kauman, Gogodalem) bin Raden Ahmad atau Raden Niti Negoro (Kauman,

Gogodalem) bin Raden Pangeran Santri bin Raden Umar Said atau Sunan Muria

(Kudus) bin Raden Syahid atau Sunan Kalijaga (Demak). Adapun nasabnya dari

jalur ibu yakni Raden Bagustowongso bin Raden Ayu Dewi Suni (Kauman,

Gogodalem) binti Mbah Marto Ngasono (Lamongan).

Dikisahkan bahwa Mbah Bagustowongso sempat melakukan perjalanan

mencari ilmu di Pakuningan, Cirebon. Di sana, ia bertemu dengan Raden Tubagus

yang menjadi putra ratu dari Solo (Surakarta). Usai menuntut ilmu di Cirebon dan

hendak kembali ke asal masing-masing, Raden Tubagus berpesan kepada Mbah

Bagustowongso kala itu untuk tetap menjaga tali silaturahmi. Teringat akan pesan

Raden Tubagus, Mbah Bagustowongso berkeinginan untuk berkunjung. Ia meminta

kepada istrinya untuk dimasakkan nasi gogo sebagai oleh-oleh kepada kediaman

Solo. Kedatangan Mbah Bagustowongso di Solo disambut oleh Raden Tubagus

23
sekaligus Sang Ratu. Bingkisan oleh-oleh yang dibawa oleh Mbah Bagustowongso

berupa nasi gogo ini kemudian dipuji oleh Sang Ratu karena ketika dibuka masih

dalam keadaan panas. Oleh Sang Ratu Solo lantas berwasiat supaya merubah nama

Selo Miring menjadi Gogodalem.

Para Wali Gogodalem

Dalam cerita dan kisah kewalian yang melingkupi Desa Gogodalem, sejatinya

ditemukan banyak tokoh yang dipercaya sebagai wali yang menjadi, atau

setidaknya mempunyai andil dalam terbentuknya Desa Gogodalem. Beberapa

24
diantaranya seperti Sunan Kalijaga atau Raden Syahid, Mbah Jamaluddin, Mbah

Marto Ngasono, Mbah Niti Negoro, Kiai Komplang, Raden Bagus Mertowongso,

Raden Bagustowongso, dan Raden Santreyan. Namun demikian, dalam ulasan

terhadap para wali Desa Gogodalem ini hanya akan disebutkan tiga di antaranya,

Mbah Jamaluddin, Mbah Marto Ngasono, dan Mbah Niti Negoro, yang

dianggap wali sepuh dan punya ketersinggungan langsung serta memiliki

peninggalan bagi masyarakat Desa Gogodalem.

1. Mbah Jamluddin

Sebagai sosok wali yang dipercaya sebagai pemilik sekaligus penulis asli

Mushaf Blawong, tidak banyak riwayat yang ditemukan berkaitan dengan biografi

beliau, Mbah Jamaluddin. Beberapa informasi yang didapati mengenai Mbah

Jamaluddin adalah bahwa beliau merupakan seorang pendatang dari daerah

Lamongan, Jawa Timur.9 Beliau juga diceritakan memiliki tiga saudara, yakni

Mbah Basyaruddin, Mbah Sirajuddin dan Mbah Tholabuddin. Konon, salah satu

saudara beliau ini, yang bernama Mbah Basyaruddin, juga merupakan pemilik

mushaf kuno yang juga disebut dengan Mushaf Blawong yang sempat tersimpan di

daerah Pringapus, Kabupaten Semarang. Namun demikian, informasi mengenai

keberadaan saudara Mbah Jamaluddin ini, terutama yang berkaitan dengan Mbah

Basyaruddin, cukup berbeda dengan apa yang diberikan oleh Handayani dalam

kajiannya di Pringapus atas cerita rakyat Kitab Blawong. Handayani menyebutkan

bahwa pemilik Kitab Blawong atau Mushaf Blawong memang bernama Mbah

Basyaruddin, tetapi nama-nama saudara beliau adalah Mbah Akmaluddin, Mbah

Ahsanuddin, dan Mbah Tholabuddin. Tidak ada nama Jamaluddin di sana. Padahal

25
menilik kesamaan nama mushaf keduanya dan kesamaan jumlah saudara, cukup

meyakinkan jika keduanya memiliki hubungan yang cukup erat. Sehingga

informasi mengenai keduanya agaknya perlu ditelusuri kembali.

Mbah Jamaluddin mewariskan beberapa artefak. Di antaranya adalah empat

Mushaf Blawong yang dipercaya sebagai tulisan tangan beliau sendiri. Empat

mushaf ini saat ini tersimpan di Masjid At-Taqwa Kauman, Gogodalem. Setiap

momen peringatan haul, salah satu dari empat mushaf ini dibaca hingga khatam

(khataman), yakni pada tanggal 19 Sya‘ban, sehari sebelum dilaksanakannya haul

para wali Gogodalem pada tanggal 20 Sya‘ban. Selain mushaf juga ada qalam yang

dipercaya digunakan beliau untuk menuliskan mushaf-mushaf tersebut.

2. Mbah Marto Ngasono

Berdasar pada historiografi oral yang berkembang di Gogodalem, Mbah

Marto Ngasono merupakan wali yang menjadi pilar terbentuknya Desa Gogodalem,

atau pada waktu itu masih bernama Selo Miring. Beliau adalah wali yang

melakukan babat alas, merintis terbentuknya komunitas di Gogodalem. Oleh

karenanya, cerita mengenai Mbah Marto Ngasono boleh jadi lebih banyak jika

dibandingkan dengan wali yang lain. Kendati beberapa data spesifik mengenai

biografi beliau tetap tidak banyak diketemukan.

Tidak ada riwayat lain yang memberikan informasi mengenai sosok dan

kepribadian Mbah Marto Ngasono kecuali bahwa beliau berasal dari daerah

Lamongan, Jawa Timur. Sebab dan kisah perjalanan beliau dari Lamongan menuju

Gogodalem tidak ditemukan dalam riwayat. Yang jelas, begitu sampai di

26
Gogodalem, beliau kemudian babat alas dan mendirikan perdukuhan dan

membentuk komunitas yang di kemudian hari menjadi masyarakat Gogodalem.

Dalam melakukan upaya ini beliau dibantu oleh dua orang putra dan putrinya,

Raden Bagus Mertowongso dan Raden Ayu Dewi Suni. Upaya yang beliau lakukan

ditempuh melalui beberapa cara dan langkah: 1) Mendirikan mushola; 2)

Mendirikan pesantren; 3) Menjodohkan putrinya dengan Raden Satreyan; dan 4)

Mendirikan masjid.

Menurut historiografi yang ada, pesantren yang didirikan oleh Mbah Marto

Ngasono cukup besar dengan jumlah santri yang tidak sedikit. Santri-santri tersebut

juga datang dari beberapa daerah, termasuk dari Kaliwungu, Kendal dan Grogoban.

Hal ini diketahui dari salah seorang santri yang kelak menjadi menantunya, yang

dinikahkan dengan Raden Ayu Dewi Suni, merupakan santri asal Korowelang,

Kaliwungu, Kendal, putra dari seorang tumenggung bernama Mbah Niti Negoro.

Santri-santri dari Mbah Marto Ngasono juga diceritakan memiliki karamah, seperti

Ki Komplang yang konon menjadi sebab mengalirnya Sendang Cangkring.

Perjodohan putri beliau dengan Raden Satreyan juga dilakukan dalam rangka

pengembangan komunitas masyarakat Gogodalem dan pendirian masjid di sana.

Dikisahkan bahwa setelah melihat kecerdasan dan kealiman Raden Satreyan yang

lebih tinggi dibanding santri-santri yang lain, Mbah Marto Ngasono lantas

menjodohkannya dengan sang putri, Raden Ayu Dewi Suni. Keinginan Mbah Marto

Ngasono karena beliau hendak melanjutkan pengembaraannya dan santri-santri

yang mondok di Gogodalem diserahkan kepada Raden Satreyan. Dalam rihlah

pengembaraan ini lah Mbah Marto Ngasono mendapatkan ilham untuk mendirikan

27
sebuah masjid, yang cikal-bakalnya telah dipindah ke Desa Gogodalem bernama

Masjid At-Taqwa di dukuh Kauman.

Sebagaimana Mbah Jamaluddin yang dipercaya meninggalkan beberapa

mushaf dan qalam, Mbah Marto Ngasono juga memiliki beberapa peninggalan. Di

antaranya adalah Masjid At-Taqwa yang saat ini masih dapat dikunjungi di Dukuh

Kauman, Gogodalem dan sebuah beduk yang konon berasal dari kayu yang sama

dengan beduk yang menjadi artefak Masjid Agung Demak dan masjid di Kecamatan

Pringapus, Kabupaten Semarang.

3. Mbah Niti Negoro

Raden Niti Negoro atau Raden Ahmad adalah putra dari seorang tumenggung

atau bupati yang berkedudukan di Korowelang, Kaliwungu, Kendal. Silsilahnya

sampai kepada Raden Syahid atau Sunan Kalijaga. Berdasarkan catatan silsilah

diberikan Kiai Ahsin diketahui bahwa jalur nasab Mbah Niti Negoro melalui Raden

Umar Said atau Sunan Muria. Berikut adalah jalur nasab Mbah Niti Negoro: Raden

Ahmad atau Raden Niti Negoro (Kauman, Gogodalem) bin Raden Pangeran Santri

bin Raden Umar Said atau Sunan Muria (Kudus) bin Raden Syahid atau Sunan

Kalijaga (Demak). Beliau sekaligus menjadi ayah dari Raden Satreyan yang telah

dijelaskan sebelumnya, diambil menantu oleh Mbah Marto Ngasono serta diminta

untuk melanjutkan perjuangan beliau mengajar santri-santri di pesantren

Gogodalem.

Dalam historiografi lokal Gogodalem, cerita mengenai Mbah Niti Negoro

selalu dikaitkan dengan upaya pencariannya terhadap sang putra, Raden Satreyan,

hingga akhirnya bertemu di Gogodalem. Diceritakan bahwa setelah lama tidak

28
pulang ke Korowelang, Mbah Niti Negoro ingin bertemu dengan putranya. Beliau

memutuskan pergi berkelana mencari keberadaan sang putra. Menurut riwayat,

sebelum akhirnya bertemu dengan sang putra di Gogodalem, beliau sempat

mendirikan jasa pande besi di sebuah daerah di lingkungan Kabupaten Grobogan.

Di sana beliau bertemu dengan seseorang yang kebetulan memesan alat (gaman)

kepada beliau dan menceritakan bahwa sang putra saat ini telah diambil menantu

oleh gurunya di Gogodalem. Berbekal informasi ini lah beliau akhirnya pergi

menuju Gogodalem untuk menemui putranya.

Menurut Kiai Ahsin, Mbah Niti Negoro tidak meninggalkan peninggalan

khusus seperti halnya Mbah Jamaluddin dan Mbah Marto Ngasono. Mbah Niti

Negoro dianggap sebagai ‘bapak’ dari komunitas Gogodalem, atau dengan kata lain

Mbah Niti Negoro mewariskan keturunannya. Kendati realitanya, keturunan Mbah

Niti Negoro juga dapat dikaitkan dengan Mbah Marto Ngasono yang menjadi besan

dari Mbah Niti Negoro. Karena Raden Satreyan bin Mbah Niti Negoro menikah

dengan Raden Ayu Dewi Suni binti Mbah Marto Ngasono. Di antara keturunan

Mbah Niti Negoro yang menjadi ulama besar saat ini adalah KH. Ahmad Haris

Shodaqoh dan KH. Ubaidullah Shodaqoh, pengasuh Pondok Pesantren Ma‘had

Tafsir dan Sunnah Al-Itqon dan Yayasan Al-Wathoniyyah di Desa Bugen, kelurahan

Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.

Peringatan haul ketiga wali ini secara serempak dilakukan setiap tanggal 20

Sya‘ban di makam Pandan Arum Sentono, yang sehari sebelumnya, yakni pada

tanggal 19 Sya‘ban, didahului dengan rangkaian acara khataman Al-Qur’an dengan

membaca Mushaf Blawong. Kendati haul ini memperingati wafatnya ketiga wali

29
Gogodalem, namun tokoh diangkat sebagai tajuk utama haul adalah Mbah Niti

Negoro.

Menurut informasi Kiai Ahsin, hal ini dikarenakan zuriah Mbah Niti Negoro

(yang mestinya mengikutsertakan Mbah Marto Ngasono) yang hingga saat ini

masih dapat dengan mudah dijumpai. Sehingga diharapkan mendapat sambutan dan

antusias dari para jamaah haul yang tak lain adalah kalangan zuriah sendiri. Hal ini

akan berbeda jika yang menjadi tajuk utama adalah haul Mbah Jamaluddin yang

masih sedikit riwayat mengenai biografinya termasuk keberadaan zuriah. Meski

begitu sinergi antara ketiga wali ini, melalui peninggalan yang ada, mewujud dalam

seremoni haul Gogodalem dimana para zuriah yang menjadi warisan Mbah Niti

Negoro bersama-sama melakukan pembacaan terhadap Mushaf Blawong yang

menjadi peninggalan Mbah Jamaluddin dan bertempat di Masjid At-Taqwa

Kauman, peninggalan Mbah Marto Ngasono.

Analisis SWOT

Berdasarkan analisis akan dirumuskan variabel faktor internal Desain Desa

Wisata Religi Desa Gogodalem yaitu berupa Kekuatan (Strength) dan Peluang

(Opportunities) dan faktor eksternal berupa variabel Kelemahan (Weakness), dan

Ancaman (Threats).

Kekuatan (Strengths)

Menurut (Edwin, 2015) syarat desa wisata diantaranya, aksesibilitas yang

memadai; objek wisata yang menarik dan perlu diangkat; dukungan masyarakat,

Perangkat Desa, serta komunitas setempat; dan akomodasi yang memadai untuk

kenyamanan pengunjung. Kawasan Religi di Desa Gogodalem ini memiliki

30
kekuatan spiritual yang berpengaruh besar pada umat beragama Islam di seluruh

pelosok. Selain itu animo masyarakat dari luar desa untuk datang ke Gogodalem

sangat besar, khususnya pada momen-momen keagamaan. Hal ini ditunjang dengan

nilai sejarah yang kuat serta situs bersejarah yang dijaga dengan baik oleh warga

desa sehingga masih dapat dikunjungi hingga saat ini. Kondisi keuangan Desa

Gogodalem pun cukup kuat, memberi potensi pembangunan deswita berjalan

lancar.

Kelemahan (Weakness)

Akses menuju Desa Wisata Gogodalem yang cukup jauh dari jalur jalan besar

menjadi salah satu kelemahan dari segi lokasi. Hal ini diperparah dengan akses

berupa jalan desa yang kecil, berliku, serta terdapat jembatan yang kondisinya

sudah tidak layak. Sedangkan pada lokasi, belum adanya area khusus untuk

menampung pengunjung dalam jumlah besar serta ketiadaannya lokasi isitirahat

pengunjung

Peluang (Opportunities)

Perencanaan fasilitas pengunjung ini dapat menjadikan Desa Wisata

Gogodalem layak untuk menjadi ikon desa religi di Jawa Tengah. Selain itu,

fasilitas yang direncanakan akan memberi daya tarik lebih dan mempermudah

masyarakat / pendatang untuk berziarah. Bukan tidak mungkin bila area tersebut

nantinya berpeluang untuk berkembang menjadi sebuah komplek kegiatan religi

yang menguntungkan dari segi ekonomi. Sehingga bila issu susahnya akses menuju

lokasi yang telah dijelaskan pada kelemahan, apabila terselesaikan maka akan

menambah peluang dari berkembangnya Desa Wisata Gogodalem.

31
Ancaman (Threats)

Ramainya pengunjung di hari-hari tertentu menyebabkan macet dan

penumpukan di simpul tertentu, sehingga diperlukan pelebaran jalan, atau

tambahan akses jalan guna pengaturan alur lalu lintas menuju dan dari Desa Wisata

Gogodalem.

2.1.3. VIHARA AVALOKITESVARA GUNUNG KALONG UNGARAN

Letak Geografis Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran

Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran. terletak di Desa Susukan

Mojo, Dukuh Gunung Kalong, RT. 05, RW. 07 Kelurahan Susukan, Kecamatan

Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Komplek Vihara Avalokitesvara Gunung

Kalong sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kalirejo, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kelurahan Sidomukti, sebelah Barat berbatasan dengan

Kelurahan Bandarharo, dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kalikayen.

Jalur transportasi angkutan umum yang tersedia untuk mencapai lokasi

Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong sangat mudah. Dari kota Semarang,

praktis angkutan umum dari kawasan Milo atau jalan Mataram, naik angkutan

kota jenis bus besar antar-kota atau biasa juga ”bus malam” jurusan Semarang-

32
Solo atau Semarang-Magelang, lalu turun di POLRES Ungaran yang berada di

sisi kiri jalan dari kota Semarang.

Di sebelah depan bagian kiri atau arah selatan kantor POLRES tepat ada

papan nama bertuliskan “Vihara Avalokitesvara Sri Kukusrejo Gunung Kalong

Ungaran”. Kita tinggal mengikuti jalan masuk perumahan menuju ke Vihara

Avalokitesvara yang ditunjukkan oleh anak panah pada papan nama tersebut.

Tapi untuk masuk dari jalan raya sampai ke lokasi vihara, tidak tersedia sarana

transportasi umum kecuali ojek sepeda motor. Perjalanan ini dapat ditempuh

dengan naik ojek lurus kira-kira 2 Km dari jalan raya lurus ke arah timur,

kemudian ada pertigaan belok kanan ke arah selatan hingga 300m. Di sebelah

kanan jalan, terdapat gapura besar bercat warna merah sebagai bagian muka dari

Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran.

Sejarah Berdirinya Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran

Vihara Avalokitesvara Sri Kukusrejo Gunung Kalong ini terletak di sebuah

daerah perbukitan yang bernama Gunung Kalong. Awal mula nama bukit itu

sendiri berasal dari sebuah tempat pertapaan yang konon pernah disinggahi oleh

Kiai Ageng Pandan Arang untuk istirahat bermalam. Namun di tempat itu salah

satu bekal perjalanan Kiai Ageng Pandan Arang berkurang (yang dalam bahasa

Jawa, kelong) karena dicuri. Dari cerita itulah akhirnya tempat tersebut

dinamakan Gunung Kalong.

Joyo Suprapto, pendiri awal Vihara Avalokitesvara Sri Kukusrejo, bertapa

di tempat tersebut pada tahun 1963. Dia adalah seorang penganut Taoisme yang

berasal dari Ambarawa. Setelah menyelesaikan pertapaan, awalnya dia tidak

33
memiliki niat untuk membangun sebuah vihara. Joyo Suprapto mempunyai niat

membangun Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong dikarenakan inisiatif dari

para pengikutnya. Itu pun tidak langsung dalam bentuk vihara, melainkan

klenteng.

Pada awalnya para pengikut Joyo Suprapto yang datang di Gunung

Kukusan memberi saran agar ia mendirikan klenteng di tempat pertapaannya itu,

bukan vihara seperti sekarang ini. Lalu hal itu juga diperkuat dengan sebuah

ilham yang didapatkan dari pertapaan Joyo Suprapto, di mana waktu itu beliau

saat bertapa di tempat tersebut mendapatkan sebuah ilham untuk membangun

sebuah klenteng. Joyo Suprapto pun memutuskan agar di tempat pertapaannya

itu ia membangun sebuah klenteng.

Namun ketika Pemerintah Orde Baru berkuasa, Konfusianisme dan

Taoisme tidak diakui secara resmi sebagai agama. Klenteng itu kemudian beralih

di bawah “panji” agama Buddha yang diakui oleh Pemerintah sebagai agama.

Maka klenteng itu secara formal berubah menjadi vihara dengan kepengurusan

administratif dipegang oleh umat Buddha, namun untuk urusan keagamaan

sampai sekarang tetap dipegang oleh seorang Suhu Taoisme. Jadi Vihara

Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran menampung tiga penganut agama (Tri

Dharma), yaitu Taoisme, Buddhisme, dan Konfusianisme, bersama-sama

beribadah di sana.

Secara resmi tempat ibadah itu bernama Vihara Avalokitesvara Sri Kukus

Rejo, Gunung Kalong, Ungaran. Namun, oleh umat dan warga sekitar, vihara ini

lebih populer disebut dengan nama “Vihara Gunung Kalong”. Pendirinya adalah

Joyo Suprapto, pada tanggal 12 Juli 1965, dan hingga saat ini dikelola oleh

34
Yayasan Sri Kukusrejo. Terdaftar di Pemerintah dengan No. HT/III

V/Jateng/1984 atau 20 Agustus 1984. Vihara Gunung Kalong menganut Buddha

Mahayana, dan secara kelembagaan berada di bawah pembinaan Sangha Agung

Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia.

Pada tahun 1974, aktivitas keagamaan di Vihara Gunung Kalong bisa

dikatakan sempat vakum, yang ada hanya karyawan-karyawan harian saja.

Kegiatan keagamaan maupun pembangunan fisik vihara di situ tidak berjalan

karena Joyo Suprapto harus meninggalkan gunung atau “turun gunung”, lalu

pada tahun 1981 digantikan oleh seseorang yang dulu pernah berguru dengan

Joyo Suprapto, yaitu The Tjue Thwan.

Mulai tahun 1985 The Tjue Thwan, salah satu murid dari Joyo Suprapto,

mengisi kekosongan pemimpin agama di Vihara Gunung Kalong dan menjabat

sebagai Suhu di sana. Joyo Suprapto memberi amanat pada The Tjue Thwan

untuk mengabdi di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong. Dialah yang berandil

besar untuk kemajuan vihara ini sampai sekarang. Semua urusan dari kegiatan

keagamaan sampai kepengurusan vihara secara umum langsung berada di bawah

kepemimpinannya.

Kondisi Fisik Bangunan

Pada tahun 1989, pembangunan fisik bangunan vihara mulai aktif kembali

dengan pimpinan The Tjue Thwan. Pembangunan vihara dilakukan secara

bertahap, sampai sekarang masih melakukan pembangunan dan renovasi di

berbagai bagian vihara. Dana untuk pembangunan dan kegiatan keagamaan di

vihara diperoleh dari sumbangan para umat yang beribadah di sana.

35
Dalam pembangunan vihara, belum diadakan iuran tetapi dengan

membuka sumbangan atau menyediakan kotak amal di tempat peribadahan.

Hingga sekarang dana pembangunan masih menggantungkan apabila ada orang

yang ingin menyumbang secara perseorangan, lalu juga dari hasil penjualan lilin,

dupa, kertas doa dan peralatan-peralatan sembahyang lainnya. Semua hasil dari

penjualan dikumpulkan. Setiap satu bulan sekali dibuka dan dikalkulasikan

maka labanya untuk pembangunan atau perawatan vihara tersebut. Sumbangan-

sumbangan dari umat diambil setiap tanggal 1 dan 15 Imlek, tepatnya setelah

selesai melakukan ritual kebaktian.

Sampai saat ini Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong berdiri di satu area

yang luasnya 6 hektar, dengan lahan seluas 2000 meter untuk sarana

peribadahan. Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong terdiri dari dua lantai.

Beberapa tempat penting di vihara antara lain:

Di lantai 1 bangunan vihara antara lain terdapat;

1) Halaman parkir, berada di depan dan belakang bangunan vihara

2) Dapur umum

3) Kamar mandi, berada di sisi kiri dapur

4) Di luar bangunan ada satu ruangan penting lagi yaitu sebuah ruangan tempat

abu dari Joyo Suprapto disemayamkan.

Sedangkan di lantai 2, yaitu;

1) Ruang altar (pusat sembahyang), utamanya berisi patung-patung orang-

orang suci yang dipuja oleh ketiga umat Tri Dharma

36
2) Kantor, ada dua tempat yaitu arsip-arsip kegiatan vihara dan penjualan

sarana sembahyang

3) Perpustakaan, berada di belakang altar

4) Sarana tidur ada 4 tempat

5) Halaman atas sebelah kiri terdapat panggung yang biasanya digunakan

untuk kegiatan-kegiatan keagamaan besar

6) Ruang makan, berada di sebelah pojok kanan dari sisi vihara

Untuk lebih jelasnya, keseluruhan bangunan Vihara Avalokitesvara

Gunung Kalong Ungaran bisa digambarkan sebagai berikut:

1. Bagian Depan

Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran berlokasi di daerah bukit

menghadap ke arah timur. Memasuki pintu gerbang vihara jalan terus menanjak

ke atas dan sedikit melingkar. Pada bagian depan ada area parkir yang cukup

luas kurang lebih 4000 meter persegi. Area parkir ini terus berambung hingga ke

ujung bagian atas yang juga area parkir yang biasanya dipakai oleh para

pengurus vihara.

Dari area parkir pengunjung harus berjalan kaki menaiki tangga yang

berwarna merah. Lalu ada cabang tangga yang berwarna biru itu menuju ke

pemakaman umum yang berada di sebelah Selatan vihara. Tangga berwarna

37
merah yang terus ke atas kemudian memiliki cabang lagi. Yang ke kanan menuju

tempat sembahyangan dan cabang yang ke kiri menuju tempat persemayaman

abu Joyo Suprapto, pendiri vihara, yang letaknya di sebelah selatan vihara

bersebelahan langsung dengan area pemakaman umum. Tempat persemayaman

abu Joyo Suprapto berbentuk rumah kecil dikelilingi oleh 4 simbol Taykek

(simbol Tao).

Untuk meneruskan ke tempat sembahyangan harus berjalan naik lagi

hingga sampai pada dinding tembok yang berlukis timbul berbentuk Taykek

yang berbentuk bulat, di tengah-tengah antara hitam dan putih ada garis yang

berbentuk lengkung dan yang warna putih ada satu titik yang berwarna hitam

dan warna hitam ada satu titik yang berwarna putih, ber-background kuning,

dilingkari garis yang berwarna merah.

2. Ruang Tengah

Setelah naik ke tangga terakhir maka akan sampai ke ruang tengah bagian

depan yaitu tempat peribadahan utama vihara. Tokohtokoh yang patungnya di

tempatkan di ruangan ini adalah tokoh yang senantiasa dipuja dan diagungkan

di kalangan umat Tri Dharma. Di bawah ini akan penulis jelaskan satu per satu

diawali dari atas atau dari arah pintu utama vihara, yaitu:

38
a. Tempat Peribadahan Utama

Tuhan ”Allah” yaitu Tuhan menurut kepercayaan masingmasing umat Tri

Dharma. Wujudnya tidak berupa patung tetapi abstrak (tidak kelihatan). Apabila

berdoa dilakukan dengan duduk bertekuk lutut dan membuka kedua tangan,

menyatukannya sambil digoyang-goyang ke depan dan ke belakang dengan

memohon doa supaya doa-doa tersebut dikabulkan.

Di ujung tangga, atau di depan altar utama ada bangunan seperti rumah

kecil tempat Sam Kwan Tay Tee. Ketiga Sam Kwan Tay Tee tersebut

penempatannya di atas pintu masuk utama vihara, sesuai dengan kedudukannya

selaku Penguasa Alam. Sam Kwan Tay Tee adalah tiga penguasa alam yang

terdiri dari:

1) Thian Kwan, atau Penguasa Langit. Ia bertugas mengatur peredaran

matahari, bulan, bintang, iklim dan segala benda yang ada di luar angkasa.

2) Dua Dewa Bumi, Hok Tek Tho Tee Kong dan Dho Tie kong atau Penguasa

Bumi. Mereka adalah sepasang suami istri yang bertugas menciptakan dan

memelihara penghuni alam seperti manusia, hewan dan tumbuhan.

Termasuk pula mengatur kelahiran dan kematian, mengatur hasil panen,

serta mengatur juga tempattempat yang sesuai untuk roh-roh di akhirat

nanti.

3) Cui Kwan atau Penguasa Air, pengatur hujan dan segala sumber air di dunia,

seperti sungai, telaga, danau, dan lautan.

Meja altar untuk penyembahan terbuat dari besi tipis, permukaan meja

adalah keramik dengan panjang 1 m, lebar 130 cm dan tinggi 1 m. Di atasnya

39
diletakkan bejana berwarna kuning mengkilap, khusus untuk menancapkan hio.

Dan di atasnya terdapat beberapa sesajian yang berupa buah-buahan di antaranya

apel, pear, jeruk, kue berupa bakpao, kue mangkok, moho, wajik berbentuk

kerucut berwarna merah dan sepasang lilin kecil ditaruh di dalam mangkuk

sedang berwarna bening keperakan. Di samping meja altar kanan dan kiri juga

terdapat sepasang lilin besar berukuran 150 meter berwarna merah berlapis

gambar naga.

Menuju tempat peribadahan kedua sebelah kiri terdapat pagoda kecil

mempunyai tujuh sap berwarna merah beralas hitam dan berlatar kuning. Di

samping kanan pagoda terdapat patung macan putih yang sedang duduk sambil

meraung. Tepatnya persis di pintu altar sembahyangan yang kedua.

b. Tempat Peribadahan Kedua

Untuk memasuki tempat peribadahan yang dua di atas pintu masuk

sebelah kiri tergelantung sebuah lonceng cukup besar berwarna hitam dan

sebelah kanan tergelantung sebuah tambung (bedug) berukuran panjang 1 m dan

lebar 0,5 m, berwarna hitam berlukiskan ular naga. Diatas pintu masuk

berhiaskan 10 lampion besar berwarna merah.

Di dalam meja altar persembahyangan ada 3 sisi tempat persembahyangan

untuk umat masing-masing umat Tridharma yaitu:

1) Sisi Kiri (untuk umat Taoisme)

Ruang sisi kiri memang dikhususkan untuk penganut ajaran Taoisme.

Hal ini bisa disaksikan dari para Sin Bing (Dewa) yang ditempatkan di

ruangan ini, yaitu:

40
a) Law Suhu Tan Tek Siu Sian disebut juga Poo Seng Tay Tee Law Suhu

Tan Siu Sian adalah Dewa Pengobatan dalam ajaran Taoisme. Law

Suhu Tan Siu Sian oleh masyarakat Tri Dharma di Indonesia yang

menyembahnya disebut sebagai “Sam Po Kecil”.

b) Cosukong Cosukong oleh umat Tri Dharma dipercaya sebagai

Penguasa Gunung. Ia digambarkan menggunakan jubah kuning emas

bermahkota dan bertaburan manik-manik warna menyala.

c) Hok Tek Tho Tee Kong Hok Tek Tho Tee Kong adalah Dewa Bumi

yang bertugas menciptakan dan memelihara penghuni alam mayapada

seperti manusia, hewan dan tetumbuhan. Termasuk pula mengatur

kelahiran dan kematian, mengatur hasil panen, serta mengatur juga

tempat-tempat yang sesuai untuk roh-roh di akhirat nanti.

d) Jamballa (Jay Sin Ya) Jay Sin Ya adalah Dewa Keuangan, yang bertugas

membagi rejeki kepada manusia yang ada di bumi.

e) Thay Sing Lauw Cin Thay Sing Lauw Cin adalah Dewa Panjang Umur,

yang bertugas memanjangkan umur bagi umat yang meminta doa

supaya dipanjangkan umurnya. Thay Sing Lauw Cin dikawal dua orang

Sin Bing, yaitu Erl Lang Sen atau Dewa Tiga Mata (berada di sebelah

kanan) dan Ciu Thien Sien Nie ( berada di sebelah kiri).

2) Sisi Tengah (untuk umat Budha)

a) Kwan Sie Im Po Sat Atau disebut juga Dewi Welas Asih

(Avalokiteshvara).

Dalam kepercayaan Buddha Mahayana, Kwan Sie Im Po Sat

termasuk salah satu Boddhisatva (calon Buddha). Letaknya agak ke

41
bagian tengah ruangan ini. Di tempatkan pada sebuah Kam berbentuk

rumah khas Tiongkok berwarna merah dan kuning menyala serta dengan

hiasan manik-manik dan ukiran indah. Memakai jubah warna kuning

emas dengan ujung lengan merah. Berkalung tasbih warna kecoklatan

dan telunjuk kiri di depan dada diacungkan ke atas dengan gemulai.

Tangan kanannya diletakkan di paha sebelah kanan menengadah. Di

sebelah kirinya adalah Sian Tjay Tong Tju. Kepalanya botak dan

berkuncir panjang, serta perutnya tambun.

b) Buddha Gautama

Patung sang Buddha Gautama sebagai perantara doa kepada

Tuhan. Ia adalah tokoh yang menjadi rujukan agama Buddha, yang

mencapai pencerahan di bawah pohon Boddhi. Memakai jubah warna

kuning emas berselimpang dan menelunjukan telujuk tangan kanan ke

atas sedangkan tangan kiri di pangku di atas paha dengan kaki duduk

bersila.

c) Sam Poo Hud

Yang tergabung dalam Tri Ratna Buddha (Tiga Guru Buddha)

terdiri dari:

- Sakya Mo Nie Hud, adalah Buddha Gautama yang lahir pada Hari

Waisak bulan purnama antara tahun 624-560 SM di Kapilawasthu-

Nepal. Letaknya di tengah pada altar kedua. Jubah yang dikenakan

warna kuning kunyit, ujung lengan dan bagian kancing berwarna

merah. Mengenakan kalung tasbih besar dan kalung berlambang

Buddha Mahayana. Tangan kirinya di depan dada dan telunjuknya

42
mengarah ke atas. Sedang telapak tangan kanan ke atas ditempelkan

pada paha kanannya. Rambutnya hitam membentuk bulatan kecil-

kecil.

- Yo Soe Hud, adalah Bhaisajyaguru Buddha (Guru Penyembuhan)

merupakan murid Buddha Gautama pada masa paling awal.

Letaknya berada di sebelah kanan Sakya Mo Nie Hud. Dibuat

dengan bahan yang sama.

- Mie To Hud, adalah Amitabha Buddha (murid Buddha Gautama

masa awal) yang aslinya seorang raja. Sikap duduk dan kedua

tangannya sama dengan Yo Soe Hud. Kedua kalung yang

dikenakannya pun sama persis dengan Yo Soe Hud, pun pula ukuran

bola yang dipegangnya. Hanya saja letaknya berada di samping kiri

Buddha Sakya Mo Nie.

d) Ma Co Po

Ma Co Po dikenal sebagai Dewi Samudera, terutama sekali di

masyarakat nelayan. Altar Ma Co Po berada di sebelah kiri Tri Ratna

Buddha.

3) Sisi Kanan (untuk umat Kong Hu Cu)

Tokoh-tokoh Kong Hu Cu berada di samping kanan ruang utama

(ruang tengah). Adanya gambar lonceng menandakan, bahwa ruangan ini

khusus untuk umat Kong Hu Cu. Kongco-kongco yang ditempatkan di sana

adalah sebagai berikut:

a) Hian Thian Siang Tee

43
Hian Thian Siang Tee adalah Dewa Keadilan Sering pula disebut

Siang Tee Kong. Memakai jubah kuning emas dengan sabuk merah

dihiasi permata dipermukaannya serta selempang hijau dililitkan di

pundak kanannya.

b) Kwan Tee Kun

Kwan Tee Kun Sering disebut juga Kwan Tee Ya adalah Dewa

Keadilan.

c) Nabi Khong Cu

Dari semua patung yang ada diruang sayap kiri, patung Nabi Kong

Cu adalah yang paling besar dan tinggi. Ini menunjukkan bahwa Nabi

Kong Cu adalah tokoh yang lebih utama dibandingkan dewa-dewa yang

lain.

4) Ruang Bagian Kiri

Ruangan bagian kiri ini ada 4 ruangan yang terdiri dari 2 kantor

utama. Kantor pertama adalah kantor arsip-arsip kegiatan vihara dan kantor

yang kedua adalah kantor penjualan alat-alat peribadahan dan ruangan

konsultasi khusus dengan Suhu. Ruangan yang ketiga yaitu ruangan aula

tempat untuk tidur para tamu apabila ada tamu yang ingin bermalam di sana.

Ruangan ini juga biasa dipakai shalat bagi para pengunjung atau karyawan

yang beragama Islam. Sebelah aula terdapat ruang makan. Dan di depan

ruang makan terdapat perpustakaan mini khusus buku-buku tiga umat yaitu

Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha. Di dalam perpustakaan juga terdapat

kitab-kitab suci umat Tri Dharma.

5) Ruang Bagian Kanan

44
Terdapat sebuah panggung milik Vihara Avalokitesvara Gunung

Kalong sendiri, berukuran panjang 20 m, lebar 30 m. Di samping kanannya

terdapat taman kecil dengan berbagai macam bunga-bungaan.

6) Jalan Alternatif Kedua (belakang)

Alternatif kedua menuju tempat peribadahan, akan menaiki 3 tangga,

jika sudah menaiki 2 tangga maka akan menjumpai 6 kamar mandi umum

Vihara, dan naik tangga ketiga maka akan sampai ke ruang belakang yaitu

ruang dapur, sebelah kanannya berhimpitan dengan perpustakaan dan depan

ruang dapur langsung bisa menuju ke ruang tengah ke altar sembahyangan

kedua.

Makna Relief di Vihara Avalokitesvara

Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran memadukan unsur-unsur

dari berbagai etnis, budaya dan agama. Hal ini terlihat jelas dari relief, mosaik

dan hiasan dinding yang menghiasi mulai pintu masuk utama, atap, sampai

sudut-sudut ruangan vihara.

Setiap arsitektur dan detail hiasan eksterior dan interior yang dibuat

mempunyai makna keagamaan. Jadi tidak hanya mengedepankan nilainilai

45
estetika, tapi juga nilai-nilai spiritual Tri Dharma. Hal ini bisa dicermati dari

mulai bagian terdepan dari bangunan vihara ini.

1. Takyek

Warna putih dan di dalamnya ada satu titik hitam yang menandakan;

“Di dunia ini banyak orang yang baik tetapi sebaikbaiknya orang pasti di

hati kecilnya mempunyai niat jahat atau jelek.” Sedangkan warna hitam dan

di dalamnya ada satu titik putih yang menandakan; “Di dunia ini juga

banyak orang yang jahat tetapi sejahat-jahatnya orang pasti dihati kecilnya

mempunyai hati nurani yang baik.” Latar belakang warna kuning

menandakan warna emas atau keagungan. Garis merah yang melingkari

menandakan cinta kasih sesama umat ciptaan Tuhan.

2. Naga Hijau

Pada tiang ruang tengah terdapat lukisan atau relief Naga Hijau. Ia

melambangkan kekuatan yang penuh dengan keluwesan atau keperkasaan.

Warna merah melambangkan cinta kasih antar umat manusia.

Menurut legenda Tiongkok, Naga Hijau adalah roh dari seorang

jenderal pada masa Dinasti Shang, tepatnya di masa pemerintahan Kaisar

Tiu Ong (1123 SM). Jenderal tersebut bernama Teng Kiu Kong. Sewaktu

bertempur melawan Lo Cia, lengan Jenderal Teng Kiu Kong terluka. Lo Cia

adalah panglima perang dari kubu pemberontak pimpinan Jenderal Kiang

Cu Ge. Setelah menaklukan balatentara Kiang Cu Ge, Jenderal Teng Kiu

Kong melakukan kudeta terhadap Kaisar Tiu Ong. Sang Jenderal tertawan

dan dihukum mati. Pada saat pelantikan dewa-dewa, pasca peperangan

selesai, Jenderal Teng Kiu Kong dianugerahi Bintang Naga Hijau.

46
Naga atau Liong dalam mitologi Tiongkok adalah lambang keadilan,

kekuatan dan penjaga barang-barang suci. Binatang ini merupakan

gabungan dari beberapa binatang-binatang. Berkepala unta, bermata

kelinci, berbadan ular, bertanduk rusa, berpaha harimau, bersisik ikan dan

bercakar rajawali. Liong mempunyai kekuatan untuk merubah bentuk,

sebagai tanda kewaspadaan yang tinggi.

3. Harimau Putih

Harimau Putih disebut juga Pek Ho Ciang Kun yaitu “Harimau

Penjaga Gunung.” Dan juga untuk menentang pengaruh jahat yang

mengganggu vihara. Harimau Putih melambangkan sikap anak yang

berbakti pada orang tuanya. Sedangkan Harimau Putih, menurut legenda

adalah jelmaan dari roh In Jing Sin, putra seorang “pejabat teras” dari

kerajaan Ciu (1122 SM). Ayah In Jing Sin dibunuh oleh Kian Bun Hoan

(raja muda bawahan kaisar Tiu Ong), saat mengadakan usaha perundingan

untuk meredakan peperangan antara kerajaan Siang dan kerajaan Ciu. Sang

anak melakukan balas dendam atas kematian ayahnya, namun ia sendiri

mati secara mengenaskan. Untuk mengenang jasa pengabdiannya terhadap

orang tua, dianugerahilah Bintang Harimau Putih oleh Kaisar.

4. Lukisan Harimau Loreng, Ular Naga, Burung, Bunga Teratai

Lukisan tersebut letaknya tepat dinding di balik altar sembahyangan

kedua. Lukisan Bunga Teratai terletak di sebelah kiri, ular naga hijau di

sebelah kanan. Dan di antara Bunga teratai dan ular naga di tengah-

tengahnya terdapat harimau loreng. Teratai melambangkan kesucian, ular

naga hijau melambangkan kekuatan dengan penuh keperkasaan, burung

47
melambangkan pengawal perdamaian, dan macan loreng melambangkan

pengawal dewa bumi.

5. Hiasan Dinding Atas

Lukisan Teratai sebagai lambang kesucian, Jika bunga ini tersebut

terdapat dalam satu bingkai, maka mempunyai makna sebagai lambang

panjang umur, kebajikan, kearifan dan ketabahan. Lukisan ini terdapat di

dinding atas vihara, dengan mempunyai maksud vihara ini adalah vihara

yang selalu terjaga kesuciannya.

6. Tambung Berlukiskan Ular Naga Hijau

Tambung dalam Islam disebut juga Bedug. Tambung digantung di atas

pintu altar tempat peribadahan kedua, sebelah kiri berwarna hitam

berlukiskan ular naga hijau. Berukuran panjang 1 m dan lebar 3 m, yang

mengandung makna apabila dipukul atau dibunyikan bisa memanggil para

dewa-dewa dan ular naga hijau sebagai lambang keperkasaan

7. Lonceng Hitam

Lonceng hitam ini digantung di atas pintu altar tempat peribadahan

kedua sebelah kanan, berwarna hitam. Apabila dibunyikan mempunyai

makna sama dengan tambung yaitu memanggil para dewa.

8. Warna-warna yang Mendominasi Bangunan-bangunan

Orang-orang Tionghoa zaman dahulu biasa memaknai setiap gejala-

gejala alam. Tiap tahap kehidupan adalah lambang nasib yang menandakan

hubungan erat dengan peristiwa alam. Mereka “mengejawantahkannya”

dalam warna-warna dan simbol-simbol yang tercermin lewat karya seninya.

Merah melambangkan api, hitam sebagai lambang duka cita dan kematian,

48
hijau selalu dikaitkan dengan kesuburan dan kelanggengan. Kuning atau

warna emas adalah warna keagungan “khusus” kaisar yang erat kaitannya

dengan unsur tanah (thouw). Pada Vihara Avalokitesvara warna tiang-tiang

penyangga didominasi oleh warna merah sebagai lambang kegembiraan.

Untuk langit-langit (plafon) atapnya, diwarnai hijau muda sebagai lambang

kesuburan. Sebelum mengalami renovasi, lantai vihara berwarna kuning

kecoklatan yang melambangkan warna keagungan, berbentuk ubin persegi

empat.

9. Logo Vihara

Logo vihara berbentuk bulat persegi delapan berwarna hitam dan

putih, di tengahnya terdapat stupa dan di bawah stupa berwarna merah

berlukiskan nama Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran. Stupa

yang mempunyai makna lambang dari Buddha Mahayana Berbentuk bulat

bersisi delapan mengandung makna delapan penjuru mata angin Garis hitam

putih yang melambangkan lambang dari Tao.

10. Alat-alat Pribadahan

a. Dupa atau Hio; mengandung makna memanjatkan doa kepada Tuhan

atau para dewa-dewa.

b. Tambung; bermakna memanggil para Dewa.

c. Lonceng ; bermakna mengiringi pembacaan doa.

d. Lilin; bermakna sebagai penerangan untuk umat.

2.2.POTENSI MULOK DI BIDANG WISATA

49
2.2.1. Rawa Pening

Wisata Rawa Pening adalah salah satu danau alami yang ada di Kabupaten

Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Secara hidrologi, danau Rawa Pening adalah

sebuah muara dari 17 anak sungai yang terletak di 9 sub-sub DAS (Daerah Aliran

Sungai) (Soeprobowati dan Suedy, 2012). Danau ini memiliki Luas sekitar 2.670

Ha yang berada di empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tuntang, Kecamatan

Bawen, Kecamatan Ambarawa, dan Kecamatan Banyubiru. Secara morfologi

Danau Rawa pening terbentuk karena aktivitas vulkanik sehingga mengakibatkan

aliran Sungai Pening pada daerah tuntang tersumbat dan mengakibatkan juga

lembah Sungai Pening menjadi terendam air yang kemudian menjadi tempat

penampungan air alami yang keberadaannya sangat penting bagi sistem ekologi di

daerah Danau Rawa Pening.

Sejarah Rawa Pening

Rawa Pening merupakan danau alam yang berada di Kabupaten Semarang,

Jawa Tengah, yang memiliki luas sebesar 2.670 hektare, danau ini berada di empat

wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang dan Banyubiru.

Rawa Pening terletak di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung

Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Kemunculan danau ini secara ilmiah merupakan

50
hasil dari pergeseran lempeng bumi pada zaman pleistosen. Danau ini dikenal

dangkal dan menjadi hulu bagi sungai Tuntang. Danau ini diketahui mengalami

pendangkalan yang pesat, awalnya danau ini menjadi tempat untuk mencari ikan.

Namun, kini hampir seluruh permukaan rawa telah tertutup eceng gondok. Jika

dilihat secara geografis, Rawa Pening adalah cekungan terendah di antara tiga

gunung yang mengitarinya hingga menjadi hilir bagi aliran air dari tiga gunung

tersebut. Air yang tertampung akhirnya membentuk sebuah genangan air yang luas

layaknya sebuah danau.

Dalam buku yang berjudul “Legenda Rawa Pening Cerita Rakyat dari Jawa

Tengah”, asal mula munculnya Rawa Pening dikaitkan dengan Kisah Baru

Klinting, seekor naga yang merupakan anak dari Endang Sawitri, putri kepala Desa

Ngasem. Dikarenakan sebuah kutukan, Endang Sawitri mengandung dan

melahirkan seorang anak berwujud naga. Keberadaan Baru Klinting yang

berbentuk naga ini tidak diterima ayahnya, hingga ia beranjak dewasa. Baru

Klinting yang sudah tumbuh dewasa pun ingin berubah menjadi manusia

seutuhnya.

Singkatnya, ayahnya mengutus Baru Klinting untuk bertapa ke Gunung

Telomoyo, di sana dia bertapa dengan melilitkan tubuh naganya sampai ke puncak

Gunung Telomoyo. Namun naas, kumpulan warga Desa Pathok yang tengah

berburu melihat ekornya, dan memotongnya lalu membawanya pulang ke desa.

Setelah selesai betapa, Baru Klinting telah berubah menjadi manusia dan pulang ke

desanya, namun karena keberadaannya yang penuh luka dan berbau amis, membuat

dirinya ditolak oleh seluruh warga dan ayahnya sendiri. Akhirnya Baru Klinting

pun hidup bersama seorang nenek yang mau menerima dan merawatnya. Karena

51
sakit hati dan kecewa, Baru Klinting pun menancapkan sebatang lidi ke tanah, dan

menantang seluruh warga untuk mencabutnya, namun tidak ada seorangpun yang

berhasil.

Akhirnya, lidi itu dicabut olehnya, dan seketika keluar air hingga membanjiri

seluruh desa, dan hanya menyisakan si nenek, yaitu Nyai Latung yang selamat.

Hingga kini, warga setempat mempercayai bahwa Rawa Pening merupakan Desa

Pathok yang konon dikutuk oleh Baru Klinting, karena perlakuan warga desa yang

jahat pada dirinya.

Potensi Pariwisata Rawa Pening

Pemandangan alam yang indah, perpaduan antara perairan dan pemandangan

pegunungan menjadikan Rawa Pening sebagai destinasi wisata yang menarik

(Amalia, dkk 2023). Pariwisata merupakan suatu fenomena yang berkaitan dengan

perjalanan perjalanan untuk rekreasi. Dilihat pada beberapa macam atraksi wisata,

yang secara alami maupun buatan dapat menjadikan Danau Rawa Pening sebagai

daya tarik wisata lokal yang sangat potensial. Kawasan pariwisata Rawa Pening

secara umum mempunyai potensi keindahan alam yang masih asli, potensi tersebut

berupa pemandangan air dan perbukitan (Yulistianto, 2022). Secara umum kawasan

pariwisata Rawa Pening memiliki potensi keindahan alam yang masih asli, potensi

52
tersebut berupa pemandangan air dan pemandangan pegunungan. Rawa Pening

merupakan salah satu danau alami di Kabupaten Semarang yang mencakup empat

kecamatan, yakni Kecamatan Bawen, Ambarawa, Tuntang, dan Banyubiru. Rawa

Pening terletak di cekungan antara Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan

Gunung Ungaran. Tempat wisata ini mulai dibuka untuk umum sebagai kawasan

wisata pada tahun 1975. Aksesbilitas pada Wisata Rawa Pening ini sangat mudah

dijangkau yang terletak pada Jalan Lingkar Selatan KM 3 Semarang. Kawasan ini

juga sangat dekat dengan Alun-Alun Ambarawa hingga Lapangan Panglima Besar

Jenderal Sudirman atau Panglima Sudirman Park. Sehingga untuk menuju Danau

Rawa Pening hanya berjarak 10 menit berkendara dari kedua lokasi tersebut.

Danau Rawa Pening ditetapkan sebagai danau yang diprioritaskan untuk

revitalisasi nasional karena mengalami tingkat degradasi yang relatif tinggi

sehingga menimbulkan fenomena penurunan berupa tumbuhnya tanaman eceng

gondok (Fariz et al., 2022). Air dari Rawa Pening ini berasal dari mata air yang

keluar dari sisi-sisi rawa, selain itu ada berbagai sungai yang bermuara di Danau

Rawa Pening yaitu, Sungai Galih, Sungai Muncul, Sungai Parat, Sungai Legi,

Sungai Torong, Sungai Pitung dan Sungai Rengas. Dari beberapa sungai tersebut

diperkirakan menyumbang debit air sekitar 60%. Kawasan perairan Rawa Pening

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar yaitu dengan kegiatan penangkapan

ikan dan budidaya di sektor perikanan. Penangkapan ikan adalah salah satu mata

pencaharian yang sebagian besar dilakukan oleh masyarakat yang tinggal pada

daerah sekitar perairan Rawa Pening, dan diketahui pula bahwa masyarakat sekitar

Rawa Pening bermata pencaharian sebagai nelayan. (Safriani et al., 2019). Potensi

lokasi perikanan yang dapat dikembangkan di Danau Rawa Pening diantaranya di

53
Kampung Rawa, tambak di sekitar Kampung Rawa, tempat budidaya ikan dengan

kerambah (rumpon), dan dermaga kampung rawa.

Danau Rawa Pening memiliki banyak potensi diantaranya adalah wisata

kuliner. Wisata kuliner merupakan perjalanan yang memanfaatkan berbagai

tempat untuk menikmati dan mencoba berbagi jenis makanan dan minuman khas

suatu tempat wisata sebagai objek tujuan wisata. Wisata kuliner menjadi daya

tarik sendiri bagi pengunjung yang berkunjung di Danau Rawa Pening. Wisata

kuliner ini tersedia di kawasan sekitar Danau Rawa Pening yang berupa kawasan

belanja makanan khas Danau Rawa Pening dan makanan khas Semarang.

Keragaman kuliner ini tidak lepas dari adanya kekakayaan alam dan budaya

setempat, sehingga berperan dalam menciptakan makanan-makanan khas Danau

Rawa Pening. Disisi lain, wisata kuliner Danau Rawa Pening menyuguhkan

pusat oleh-oleh yang merupakan bagian dari strategi pengembangan pariwisata

Danau Rawa Pening.

Salah satu lokasi wisata yang dikembangkan adalah Kampung Rawa yang

terletak di bagian barat laut Danau Rawa Pening. Kampung rawa telah memiliki

fasilitas pendukung pariwisata yang cukup lengkap jika dibandingkan dengan

lokasi lain di sekitar Danau Rawa Pening, seperti dermaga untuk pengunjung

54
yang ingin naik perahu dan menikmati wisata berlayar mengelilingi Danau Rawa

Pening, jajaran rumah makan untuk wisata kuliner para wisatawan dengan

makanan khas ikan air tawar, bagi pengunjung yang ingin membeli ikan segar

juga bisa menuju lokasi pedagang yang berjualan di bagian utara Kampung

Rawa, dan juga pusat oleh-oleh yang berada di samping dermaga.

Pengaruh adanya pariwisata serta kegiatan pertambakan di Rawa Pening

memberikan berbagai dampak yang positif terhadap kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat sekitar. Kondisi ekonomi dimasyarakat dipengaruhi oleh sumber

daya alam yang diamana masayrakat mengelola tempat tersebut sebagai sumber

mata pencaharian. Khususnya warga yang tinggal di kawasan tersebut

dimanfatkan untuk aktivitas menambak ikan.

Tambak ikan dikelola oleh warga dengan hasil panen yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil panen ikan dari tambak setiap tahunnya

rata-rata sekitar 2 ton dengan harga per kg mencapai Rp 25.000. Namun, hasil

ikan ari tambak dipenagrui oleh kondisi air di Rawa Pening itu sendiri. Jika air

tersebut dalam kondisi kurang baik maka hasil tambak ikan mengalami

55
penurunan, dan sebaliknya jika kualitas air bagus maka hasil panen ikan sangat

banyak.

Permasalahan yang sering dijumpai di kawasan rawa pening yaitu

terjadinya penutupan luas permukaan dari danau yang diakibatkan dari

penyebaran atau perkembangan dari tanaman enceng gondok yang tak

terkendali. Kondisi inilah menjadi salah satu dampak pada penurunan kecerahan

perairan. Situasi tersebut tentunya dapat mempengaruhi keberlanjutan dari

sumber daya ikan yang ada di rawa pening tersebut. Berbagai jenis ikan yang

berada di Rawa Pening menjadi ladang pundi-pundi bagi warga setempat.

Menurut Amalia dkk (2023) Bagian utara Desa di Danau Rawa Pening ini

bertumpu pada sektor perikanan yang menjadi salah satu komoditas pada

kegiatan perekonomian masyarakat daerah Danau Rawa Pening. Keberadaan

Danau Rawa Pening menjadi salah satu faktor yang pendukung ketersediaan

sumber daya alam yang berupa ikan setiap tahunnya.

Kondisi Sosial Ekonomi

Rawa Pening adalah salah satu potensi wisata yang memiliki berbagai

aktivitas yang dilakukan masyarakat guna menunjang perekonomian mereka,

salah satunya di bidang perdagangan. Aktivitas perdagangan di Rawa Pening

meliputi: Perdagangan barang dan jasa yang terjadi di beberapa pusat aktivitas

kawasan, seperti di sepanjang koridor rawa. Aktivitas tersebut di lakukan oleh

sekelompok masyarakat guna memenuhi kebutuhan sehari-hari yang berupa

menjual makanan dan minuman baik itu asongan maupun penjual tetap, adapun

juga yang menjual makanan berat yang ada dipinggir rawa yang biasa disebut

dengan rumah makan apung.

56
Kegiatan tambak ikan memberikan dampak signifikan terhadap suatau

komunitas. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, bahwasannya beberapa

tambak tersebut milik perorangan dan bukan perorangan yaitu milik anggota

kelompok dari beberapa nelayan. Kegiatan tambak ikan yang telah dilakukan

oleh masyarakat sekitar dapat menciptakan pekerjaan, baik dalam pembangunan

dan pemeliharaan tambak, mauapun proses produksi hingaa pemasaran ikan.

Para nelayan mendapatkan pendapatan tambahan dari hasil penjualan ikan yang

dihasilkan. Hal ini dapat meningkatkan tingkat taraj hidup dan kesejahteran

ekonomi bagi masyarakat setempat. Masyarakat memiliki ketrampilan khusus

dalam pengelolaan tambak ikan seperti teknik pemeliharan ikan, menejemen

tambak, dan teknik pemberian makan. Hasil dari tambak yaitu ikan air tawar

dijual di pasar-pasar sekitar untuk mendukung ekonomi lokal. Adanya tambak

ikan memberikan nilai tambah yang positif bagi masyarakat setempat.

Harga tiket masuk yang murah hanya sekitar Rp 10.000 saja kita sebagai

wisatawan dapat manikmati keindahan alam yang sangat cantik pada daerah

rawa pening. Meskipun harga tiket masuk yang murah, tetapi kita dapat

memanfaatkan fasilitas dikawasan Rawa Pening dengan cukup lengkat.

Berbagai fasilitas umum dapat dipergunakan pada saat kita mengunjungi Rawa

57
Pening, seperti toilet, tempat parkir, rumah makan, gasibo, dan berbagai fasilitas

penunjang lainnya. Selain itu, juga terdapat berbagai jenis wahana yang bisa

dimanfaatkan, seperti bebek air, perahu karet, dan perahu yang dapat kita sewa

untuk mengelilingi Rawa Pening Guna menikmati keindahan Rawa Pening.

Sumber daya alam di daerah kawasan rawa pening telah dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar menjadi salah satu sumber ekonomi. Sumber daya alam di

rawa pening yang dapat dimanfaatkan meliputi ikan eceng gondok dan tanah

gambut. Sedangkan aktivitas ekonomi yang paling berkembang di rawa pening

yakni aktivitas nelayan pencari eceng gondok, penambang gambut petani,

pedagang serta jasa parkir (Abimanyu et al., 2016).

Aktivitas lainnya pendorong ekonomi masyarakat yaitu dengan adanya

pengelolaan enceng gondok serta aktivitas pertanian. Danau Rawa Pening

memiliki luas yang sangat besar dan mencakup 4 wilayah kecamatan sehingga

produktivitas hasil pertanian padi tiap wilayah berbeda-beda. Menurut data BPS

Kabupaten Semarang tahun 2022 setiap tahunnnya Kecamatan Ambarawa

memproduksi padi sebesar 6.073,40 ton, Kecamatan Tuntang sebesar 15.627,10

ton, Kecamatan Banyubiru sebsar 12.896,50 ton, Kecamatan Bawan sebesar

12.597,20 ton. Kesesuain lahan di kawasan sekitar Rawa Pening menjadikan

kawasan tersebut banyak ditanami padi. Akan tetapi, aktivitas pertanian disekitar

Rawa Pening hanya ditanami ketika musim kemarau saja, hal tersebut karena

kondisi lahan setempat dimana jika musim penghujan lahan pertanian akan

tergenang oleh air sehingga petani hanya bisa menamam padi hanya 1 kali

musim yaitu di musim kemarau serta pada saat kondisi rawa sedang surut.

58
Pemanfaatan tanaman enceng gondok sebagai kerajinan anyaman telah

dilakukan oleh warga setempat. Potensi sumber daya alam di Rawa Pening

membuat enceng gondok sebagai salah satu kegiatan warga yang berguna untuk

meningkatkan perekonomian. Peluang yang cukup besar dalam pengolahan

eceng gondok yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk

membuat aneka kerajinan dari batang-batang enceng gondok. Masyarakat

setempat mulai mengambil batang eceng gondok dari Rawa Pening dan

meninggalkan daun serta akarnya karena tidak bisa dimanfaatkan untuk

kerajinan.

Kondisi Sosial Masyarakat

Keadaan sosial masyarakat sekitar Danau Rawa Pening sangat

menjunjung tinggi kebersamaan, gotong royong, dan saling menjaga

kebudayaan. Hal ini dilihat dengan adanya kegiatan kelompok sosial seperti,

kerja bakti, dan paguyuban. Organisasi dan kelompok-kelompok di masyarakat

juga sudah cukup beragam, mulai dari kelompok tani, kelompok nelayan, ibu-

karang taruna, dan sebagainya (Seftyono, 2014). Kondisi sosial masyarakat

kawasan Danau Rawa Pening dipengaruhi oleh budaya turun temurun yang

sudah diwariskan dari beberapa generasi. Pemgembangan priwisata yang masih

memperhatikan kondisi lingkungan dan masih terjaga hingaa saat ini, karena

bentuk kerja sama yang dilakuakn oleh masyarakat setempat. Dalam pelestarian

linngkungan masyarat sekitar Rawa Pening sangat terjaga. Hal tersebut,

didorong karena adanaya kearifan lokal setempat yang dimana dalam

pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Salah

satu tradisi yang khas di daerah Rawa Pening adalah tradisi larung. Tradisi

59
larung Rawa Pening atau sedekah di Rawa Pening ini adalah bentuk wujud

ungkapan rasa syukur masyarakat setempat atas rezeki yang diterima

masyarakat, khususnya mereka yang menggantungkan hidup sebagai petani dan

nelayan disekitar Rawa Pening (Pangaribuan, 2019).

2.2.2. DESA WISATA LEREP

Desa Wisata Lerep merupakan salah satu desa wisata yang menyajikan

aneka kesenian dan kuliner lokal yang cukup digemari oleh wisatawan. Desa

Wisata Lerep berada di Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Desa

yang terletak di lereng Gunung Ungaran dengan luas lurang lebih 7

Kilometer persegi ini, memiliki satu destinasi wisata unggulan yaitu

Embung Sebligo, yang menyajikan pasar kuliner tempo dulu yang buka

setiap Minggu Pon dan Minggu Wage dalam penamggalan Jawa.

Keberhasilan pasar kuliner tempo dulu yang menyajikan aneka jajanan

atau makanan tradisional khas desa Lerep menjadikan desa Lerep salah

satu desa wisata yang cukup terkenal di Kabupaten Semarang.

Keberhasilan pasar kuliner tempo dulu yang menyajikan aneka

jajanan atau makanan tradisional khas desa Lerep menjadikan desa Lerep

salah satu desa wisata yang cukup terkenal di Kabupaten Semarang.

Potensi Desa Wisata Lerep dengan mengemas aneka makanan rum ahan

warga Lerep menjadi sajian menu kuliner bagi wisatawan dinilai cukup

menarik perhatian.

Sejarah Desa Wisata Lerep

60
Sejarah Desa Wisata Lerep masih berkaitan dengan mitologi Babat

Nyatnyono. Sunan Hasan Munadi, seorang punggawa Kerajaan Demak,

ditunjuk untuk memimpin pasukan Demak dalam mengatasi segala bentuk

kejahatan yang mengancam keagungan Kerajaan Demak. Ia diterjunkan ke

lereng Gunung Ungaran yang saat itu ada segerombolan orang yang akan

merongrong kekuasaan kerajaan Demak. Gerombolan tersebut dipimpin oleh Ki

Hajar Buntit.

Hasan Munadi sempat terhenti di lereng utara Gunung Ungaran saat

mengejar gerombolan Ki Hajar Buntit. Dalam jeda tersebut, Hasan Munadi

memutuskan untuk istirahat dari konflik (Leren) dan melakukan muhasabah

untuk menenangkan hati (Menep), memohon petunjuk Allah SWT. Hasan

Munadi merasa tenang dan nyaman dalam muhasabah ini. Pemandangan yang

indah, air yang luas, dan dataran yang cocok untuk ditanami mendorong Hasan

Munadi untuk menugaskan para prajuritnya untuk membersihkan area untuk

bercocok tanam. Kyai Dangu memimpin pasukan ini, dan lokasinya diberi nama

Lerep, yang berarti leren dan menep.

Lokasi dan Luas Area Desa Wisata Lerep

61
Secara administratif, Desa Lerep termasuk dalam wilayah Kecamatan

Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Secara geografis Desa Wisata Lerep

memiliki batas wilayah sebelah utara dengan Bandarjo dan Sumur Rejo, sebelah

barat dengan Nyatnyono dan sebelah timur dengan Desa Keji dan Kalisidi. Desa

Lerep memiliki ketinggian kurang lebih 30-940 mdpl. Dusun yang memiliki

ketinggian terendah yaitu Dusun Kretek dan tertinggi di Dusun Indrokilo.

Desa Lerep memiliki potensi alam dan budaya yang banyak seperti Puncak

Ngipik, Curug Indrokilo, Tradisi Iriban, Tradisi Kadeso, Tari Caping Gasing, dan

lain- lain. Desa Lerep yang memiliki potensi pariwisata membuat kepala Desa

Lerep memiliki ide untuk menjadikan Desa Lerep sebagai Desa Wisata sekaligus

membantu perekonomian masyarakat Desa Lerep. Pada tahun 2016, Desa Lerep

ditetapkan oleh Bupati Kabupaten Semarang sebagai Desa Wisata. Potensi wisata

yang ada di Desa Lerep dikelola oleh BUMDES Gerbang Lenteran dan bekerja

sama dengan Pokdarwis Rukun Santosa. Wisatawan yang ingin berkunjung ke Desa

Lerep dapat menghubungi Pokdarwis Rukun Santosa. Potensi wisata di Desa Lerep

berbasis kearifan lokal yang bersifat edu-ecotour. Paket wisata yang ditawarkan

berupa edukasi, fun game hingga camping.

Obyek Wisata di Desa Wisata Lerep

1. Wisata Alam

62
Desa Wisata Lerep memiliki wisata alam yang salah satunya di Dusun

Indrokilo. Wisata alam yang dimiliki Dusun Indrokilo yaitu Curug Indrokilo,

Puncak Bidadari untuk melihat sunset dan sunrise. Wisatawan akan disuguhkan

pemadangan yang indah disepajang perjalanan ke Curug Indrokilo. Waktu yang

diperlukan untuk mencapai Curug Indrokilo ini juga cukup dekat yaitu 10 menit

berjalan kaki dari tempat parker kendaraan. Hal ini menyebakan Curug Indrokilo

disebut masyarakat Lerep sebagai surga tersembunyi. Bukan hanya wisata alamnya

namun makanan yang khas juga ditawarkan untuk wisatawan dimana makanan

yang ada sangat bervariasi dan tidak dijumpai dimanapun.

Puncak Ngipik yang terletak di Lereng Gunung Ungaran akan menyuguhkan

pemandangan Kota Semarang, hamparan perkebunan kopi, pelabuhan Tanjung

63
Mas, dan deretan pegunungan Muria bagi wisatawan yang berkunjung. Puncak

Ngipik dapat dicapai oleh wisatawan melalui desa Lerep dan Ngaklik. Wisatawan

dapat mengakses perkebunan kopi setelah melewati Dusun Lerep dari Desa Lerep.

Saat matahari terbit, wisatawan dapat melihat Gunung Lawu di sebelah timur,

Gunung Muria di sebelah utara, dan Kawasan Ungaran di sebelah selatan dengan

lereng lembah yang masih jarang penduduknya, sedangkan puncak Ungaran dengan

hutan lebat dapat dilihat dari sebelah barat.

2. Wisata Budaya

Desa Wisata Lerep memiliki wisata budaya diantaranya yaitu tari tradisional

Caping Gasing khas Desa Lerep dan kesenian angklung hasil aransemen karang

taruna Desa Lerep. Masyarakat Desa Lerep masih memegang tradisi budaya yang

kental seperti Budaya Iriban, Kadeso dan Wayangan.

3. Wisata Air Buatan

64
Embung Sebligo yang merupakan waduk buatan berpotensi menjadi wisata

untuk berselfie ria dan memancing ikan. Embung Sebligo dikelilingi oleh

pepohonan serta gazebo untuk istirahat wisatawan. Embung sebligo memberikan

pemandangan yang indah dan suasana yang menenangkan. Embung Sebligo ini

dikelola oleh BUMDES Gerbang Lentara. Desa Lerep juga memiliki Watu Gunung,

Bumi Lerep Indah dan kolam renang Siwarak yang dikelola oleh swasta.

4. Wisata Edukasi

Desa Wisata Lerep menawarkan wisata edukasi yang banyak yang bervariasi

seperti edukasi pembuatan sabun susu, pembuatan permen susu gula aren, keripik,

kopi, tanam padi, tanam cabai, belajar mengenai peternakan, budidaya durian,

ternak sapi, ternak kelinci, kerajinan anyaman bambu, kerajinan souvenir berbahan

limbah sampah, melukis gerabah, belajar tari tradisional dan belajar musik gamelan.

5. Wisata Kuliner

Wisata kuliner di Desa Wisata Lerep sangat menarik wisatawan dengan

banyaknya makanan tradisional khas Desa Wisata Lerep. Makanan yang ada

ditawarkan merupakan makanan tradisional dan buatan masyarakat Desa. Dusun

Indrokilo yang terkenal dengan kopi ceplus dan bubur suweg. Harga yang

ditawarkan untuk wisatawan juga sangat terjangkau.

65
Sego iriban adalah masakan tradisional yang paling populer. Makanan ini

seringkali hanya tersedia pada saat adat Iriban Wangan Ceninging. Adat iriban

merupakan acara pembersihan sungai dengan masyarakat secara sukarela

membawa barang-barang seperti ayam kampung, bebek putih, mentok, beras putih,

dan gudang urap. Pasar Djananan Ndeso Tempoe Doeloe ini meningkatkan

perekonomian masyarakat Desa Lerep dengan menjadi lapangan pekerjaan baru

dan meningkatkan nilai hasil pertanian guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Pasar Jajanan ndeso melibatkan 312 pedagang, 20 orang panitia, 10 orang

penjaga parkir, 30 orang ojek wisata, 22 orang penyaji kesenian tradisional, 12

orang pengatur jalan. Wisata kuliner yang ditawarkan Desa Wisata Lerep memiliki

keunikan tersendiri yaitu penjual yang ada menggunakan pakaian lurik sehingga

membuat pengunjung yang datang merasa kembali ke masa lalu. Proses transaksi

yang terjadi juga berbeda dari yang lain yaitu dengan wisata kuliner di tempat lain

yaitu menggunakan koin kayu yang dapat ditukarkan di loket masuk.

Harga Paket Wisata Desa Wisata Lerep

Desa Wisata Lerep menawarkan paket wisata yang memadukan berbagai

atraksi wisata Edu-Ecotour seperti bercocok tanam, beternak, pemanfaatan bahan

66
limbah, pengolahan susu sapi, kopi, gula aren, dan kerajinan bambu. Terdapat

wisata alam seperti Air Terjun Curug Indrokilo, Sunrise Puncak Ngipik, bentangan

sawah disertai Sungai Pangus. Adapun wisata budaya dan pertunjukan kesenian

yang sangat sayang untuk dilewatkan. Adapun paket wisata yang ditawarkan yaitu:

1. Paket Half Day

Paket tersebut memilikidurasi 4 jam Kunjungan di Desa Wisata Lerep dengan

harga Rp 60.000. Adapun fasilitas yang didapatkan yaitu welcome drink,

welcome dance, fun game, 2 wisata edukasi, dan snack.

2. Paket One Day

Paket ini memberikan waktu 6 jam Kunjungan kepada pengenjung dengan

harga Rp 80.000. Adapun fasilitas yang didapatkan yaitu welcome drink,

welcome dance, fun game, 2 wisata edukasi, snack dan makan

3. Paket Live In 1

Paket live in merupakan paket yang memiliki waktu kunjungan selama 24 JAM

yang diberi harga sebesar Rp 185.000. Adapun fasilitas yang didapatkan yaitu

welcome drink, welcome dance, fun game, 2 wisata edukasi, snack 1x, makan

3x, pawai obor, sunrise, senam, dan homestay.

4. Paket Live In 2

Paket lain yang ditawarkan yaitu paket live in dengan waktu 26 jam kunjungan

dengan harga Rp 250.000. Adapun fasilitas yang didapatkan yaitu welcome

drink, welcome dance, fun game, 2 wisata edukasi, snack 1x, makan 3x, pawai

obor, sunrise, senam, homestay serta pertunjukan seni tradisional.

5. Paket Gathering

67
Paket ini ditawarkan dengan harga Rp 75.000. adapun fasilitas yang ditawarkan

yaitu welcome drink, welcome dance, fun game, snack, makan siang dan

souvenir.

6. Paket Makrab Semalam Sewa Tempat

Paket tersebut ditawarkan seharga Rp 700.000 dengan fasilitas yang ada yaitu

pendopo, sound system, api unggun, kebersihan dan Listrik

7. Paket Makrab Sehari Sewa Tempat

Terakhir paket makrab sehari sewa tempat diberi dengan harga Rp400.000.

Fasilitas yang akan didapatkan yaitu pendopo, sound system, kebersihan dan

listrik.

Desa Wisata Lerep juga menyediakan adanya paket wisata Studi Banding

bagi pengelola desa lain yang ingin melakukan kunjungan di Desa Wisata Lerep.

Dalam paket ini terdapat ketentuan yaitu harga untuk minimal 30 orang. Adapun

paket tersebut adalah:

1. Paket Study Banding 1

Dalam paket tersebut, fasilitas yang akan didaoatkan yaitu pemaparan materi,

tata ruang, backdrop, souvenir, pendampingan, kunjungan lapangan, nasi +

snack prasmanan.

2. Paket Study Banding 2

Dalam paket ini, fasilitas yang didapatkan yaitu paparan materi, tata ruang,

backdrop, souvenir, pendampingan, kunjungan lapangan, nasi + snack kotak.

3. Paket Study Banding 3

68
Pengunjung akan mendapatkan beberapa fasilitas seperti paparan materi, tata

ruang, backdrop, souvenir, pendampingan, kunjungan lapangan, nasi + snack

kotak, atraksi seni.

4. Paket Study Banding 4

Fasilitas yang akan didapatkan apabila memilih paket wisata ini yaitu paparan

materi, tata ruang, backdrop, souvenir, pendampingan, kunjungan lapangan,

nasi + snack prasmanan, atraksi seni.

2.2.3. MUSEUM KERETA API AMBARAWA

Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang

sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum di Ambarawa, Jawa Tengah

yang memiliki kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya.

Salah satu kereta api uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan

Maschinenfabriek Esslingen sampai sekarang masih dapat menjalankan

aktivitas sebagai kereta api wisata. Kereta api uap bergerigi ini sangat unik dan

merupakan salah satu dari tiga yang masih tersisa di dunia. Dua di antaranya ada

di Swiss dan India. Selain koleksi-koleksi unik tadi, masih dapat disaksikan

berbagai macam jenis lokomotif uap dari seri B, C, D hingga jenis CC yang

69
paling besar (CC 5029, Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik) di

halaman museum.

Tinjauan Museum Kereta Api Ambarawa

Museum Kereta Api Ambarawa terletak di Jalan Stasiun No. 1, Kelurahan

Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

Museum ini berdiri di atas lahan sebesar 127.500 m2 yang dibatasi oleh pagar.

Museum Kereta Api Ambarawa berbatasan dengan pemukiman, pertokoan dan

Jalan Stasiun di sisi Utara, sisi Timur dibatasi oleh Jalan Raya Banyubiru, Pasar

Lanang dan pemukiman. Sisi Selatan dan Barat dari Museum Kereta Api

Ambarawa di batasi oleh pemukiman.

Sampai saat ini, Museum Kereta Api Ambarawa merupakan Museum

Kereta Api terbesar di Indonesia dengan koleksi mencapai 21 lokomotif uap.

Salah satu lokomotif yang dimiliki oleh Museum Kereta Api Ambarawa

merupakan lokomotif langka, pasalnya lokomotif uap bergigi tersebut

merupakan salah satu dari tiga lokomotif uap bergigi yang tersisa di dunia.

Negara Swiss dan India merupakan negara lain yang memiliki lokomotif uap

bergigi lainnya. Selain lokomotif museum ini juga menyajikan beberapa benda

bersejarah lainnya seperti telepon antik, genta PJL, mesin pembuat tiket kuno,

miniatur lokomotif dan lain sebagainya.

Seluruh koleksi lokomotif yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa

disajikan secara outdoor sehingga pengunjung dapat menaiki lokomotif-

lokomotif yang ada. Selain itu museum ini juga telah menambah salah satu

fungsi bangunan baru yang menunjang kegiatan belajar di museum ini yaitu

70
selasar sejarah yang berisi runtutan cerita perkembangan kereta api di Indonesia.

Pengunjung juga dapat melihat proses peremajaan lokomotif uap di ruang

perawatan kereta. Fasilitas rekreasi lain yang disajikan untuk penggunjung yaitu

lori wisata yang dapat membawa pengunjung mengunjungi Stasiun Bedono dan

Stasiun Tuntang yang merupakan dua stasiun yang juga dibangun pada masa

King William I.

Karakteristik Museum Kereta Api Ambarawa

Museum kereta api Ambarawa ini terletak 37 km dari semarang, 81 km

dari yogyakarta dan 63 km dari solo. Untuk masuk ke dalam museum ini kita

cukup membayar Rp. 3000, - untuk orang dewasa dan Rp. 2000, - untuk anak-

anak. Pertama kali masuk ke museum ini kita akan menjumpai sebuah penggalan

roda dan rel kereta api bergigi yaitu suatu bangunan rel kereta api yang

digunakan untuk jalan menanjak (setahu penulis rel ini di Indonesia hanya ada

di Ambarawa). Di belakangnya ada bangunan stasiun kuno bertuliskan

WILLEM I. Ada 21 buah lokomotif baik yang berbahan bakar kayu maupun

batu bara tampak tertata dengan rapi di museum ini. Setiap pengunjung dapat

71
naik dan melihat kedalam ruang masinis lokomotif ini untuk melihat instalasi

bahan bakar dan ruang kemudi lokomotif-lokomotif tua ini.

Memasuki ruang galeri (dulunya ruang pegawai kereta api) kita dapat

menyaksikan benda-benda kuno peninggalan jaman Belanda lainnya seperti

pesawat telegram morse, pesawat telepon kuno, stempel pejabat stasiun kereta

api jaman Belanda, dan berbagai macam koleksi lainnya. Selain koleksi-koleksi

kuno tersebut kita juga bisa menikmati perjalanan wisata dengan rute Ambarawa

– Bedono menggunakan kereta kuno yaitu menggunakan kereta wisata bergigi

yang berbahan bakar kayu jati. Untuk menikmati perjalanan selama kurang lebih

2 jam ini kita harus mencharter kereta tersebut seharga Rp 3.250.000, -.

Bagi anda yang tidak punya cukup uang, tidak usah berkecil hati anda bisa

menikmati wisata kereta yang lain yang tak kalah serunya yaitu Lori Wisata

jurusan Ambarawa-Tuntang. Untuk menikmati perjalanan wisata ini, Anda

hanya cukup merogoh kocek sebesar Rp. 10.000,-. Berbeda dengan kereta

jurusan Ambarawa – Bedono Lori Wisata Ambarawa-Tuntang ini tidak bergigi

dan berbahan bakar bensin. Begitu lori dengan kecepatan kurang dari 50 km/jam

ini keluar dari stasiun Ambarawa kita akan menjumpai perkampungan penduduk

kita dapat menyaksikan berbagai macam aktifitas warga disekitar rel ini. Ada

yang menarik dari kereta ini, dalam lori ada orang yang bertugas sebagai

pengatur lalu lintas yaitu setiap akan menjumpai perempatan orang ini turun

berlari ke perempatan tersebut untuk menghentikan kendaraan yang akan lewat.

Setelah keluar dari perkampungan mata kita akan dibuai oleh indahnya

hamparan sawah dan pemandangan pegunungan andong dan Merbabu. Tak

hanya itu beberapa menit kemudian kita akan melewati rawa pening, di sini kita

72
dapat menyaksikan orangorang memancing sambil mengendarai perahu-perahu

kecil. Ada juga perahu-perahu besar yang digunakan untuk mengambil

sedimentasi enceng gondok di rawa ini. Setelah setengah jam perjalanan kita

akan sampai di Stasiun Tuntang. Disini kita akan menyaksikan stasiun kecil yang

bergaya arsitektur eropa kuno. Disini Lori hanya akan berhenti sebentar dan

kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke Stasiun Ambarawa.

Stasiun ini didirikan pada tahun 1873 selama pemerintahan kolonial

Koningen Willem I. Sampai sekarang, beberapa ruangan dan perabot yang dulu

sering digunakan selama masa tersebut, masih tampak terlihat terawat dengan

baik. Anda bisa melihat bagian ruang tunggu yang masih lengkap dengan

perabot meja kursi tempo dulu dan beberapa peralatan komunikasi dan kontrol

jalur kereta api yang kesemuanya masih dalam kondisi baik. Sayangnya stasiun

ini sudah tidak lagi berfungsi sebagai sarana transportasi umum, namun sebagai

museum kereta api bisa menjadikannya lebih terawat.

Pada jaman kolonial, kereta api yang ada di stasiun ini digunakan sebagai

sarana transportasi umum untuk melayani penumpang dan hasil pertanian di

sekitar lokasi. Untuk melintasi area perbukitan, pada bagian tengah dari rel

kereta api terdapat plat besi khusus untuk memudahkannya mendaki bukit.

Saat ini, satu dari beberapa lokomotif tua yang ada di stasiun ini masih

digunakan untuk keperluan wisata, terutama bagi mereka yang ingin merasakan

pengalaman naik kereta ber-loko seperti yang dulu pernah terjadi. Museum ini

mengenakan biaya sebesar 3,5 juta rupiah (+/- 400 USD) untuk sebuah rute

perjalanan dengan menggunakan kereta api tua yang mampu mengangkut

hingga maksimum 40 orang. Perjalanan sejarah "tempo doeloe" ini menempuh

73
jarak sekitar 20 kilometer pulang-pergi, yakni dari Stasiun Ambarawa hingga

Stasiun Bedono dalam waktu tempuh +/- dua jam.

Saratnya kandungan sejarah dengan suasana stasiun kereta api jaman dulu

yang masih terawat rapi, menjadikan lokasi ini cukup populer sebagai tempat

untuk "pre wedding photgraphy" atau sekedar sarana jalan-jalan dengan

binatang peliharaan oleh masyarakat sekitar.

Fasilitas Museum Kereta Api Ambarawa

1. Ruang Pamer

Ruang Pamer merupakan fungsi utama yang difasilitasi di Museum Kereta

Api Ambarawa. Ruang pamer di museum ini terbagi menjadi 2 yaitu ruang

pamer indoor dan ruang pamer outdoor. Ruang pamer indoor difungsikan

sebagai ruang pamer miniatur kereta, dan benda-benda antik yang berukuran

kecil misal telepon antik, peluit, seragam dan lain-lain. Ruang pamer outdoor

berada di sisi Utara bangunan yang digunakan untuk memamerkan koleksi

lokomotif Museum Kereta Api Ambarawa.

2. Wisata Kereta Api Uap AMbarawa-Tuntang-Bedeno

74
Wisata Kereta Api Uap merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh

Museum Kereta Api Ambarawa untuk memenuhi kebutuhan rekreasiedukasi

melalui perjalanan kereta api uap menyusuri jalur kereta api Ambarawa-Tuntang-

Bedono. Melalui wisata ini pengunjung disuguhi pemandangan alam sepanjang

jalur rel, rawa pening, bangunan kuno stasiun Tuntang dan stasiun Bedono.

Koleksi Lokomotif Tua

Sebagaimana namanya,koleksi paling banyak di museum ini adalah

lokomotif uap.Sebanyak 20 lokomotif uap dengan ukuran,tahun

pembuatan,spesifikasi maupun asal Negara pembuatan yang berbeda-beda

tersebar disana. Keduapuluh lokomotif uap itu ditempatkan disisi utara dan sisi

barat museum. Selain itu masih ada lima buah lokomotif uap lainnya yang

ditempatkan di Depo,hanya 50 meter dari museum.Tiga diantaranya masih bias

dioperasikan yaitu lokomotif B2502,B2503 dan E 1060.Di Depo tersebut juga

terdapat 5 buah gerbong penumpang dan 1 buah gerbong barang.

Beberapa lokomotif yang menjadi kolraeksi Museum Kereta Api di

Ambarawa adalah lokomotif yang bersejarah.Salah satunya adalah Lokomotif

C28 buatan Jerman ,yakni Henzchel Chemintz dan Esslinggen pada 1921-

1922.Lokomotif ini adalah lokomotif penarik gerbong Kepresidenan Republik

Indonesia pasca kemerdekaan.Kecepatannya bisa mencapai 110 kilometer per

jam dan pada tahun 20-an tercatat sebagai lokomotif tercepat di dunia untuk jenis

rel sempit (1.067 milimeter).

Lokomotif C28 ini telah berjasa besar dalam membantu pelarian Presiden

Soekarno dari Jakarta ke Jogjakarta pada tanggal 3 Januari 1946.Perjalanan

75
kereta luar biasa (KLB) dengan lokomotif C2849 tersebut adalah untuk

mengamankan Presiden dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Masih ada sejumlah lokomotif kuno lainnya,seperti loko F10 buatan

Hanomag,Jerman,dengan enam pasang roda penggerak.Konon,keberadaan loko

ini tergolong langka dan jarang ditemukan dibelahan dunia lainnya.Lokomotif

lainnya C54,loko kebanggaan Semarang Cheribon Stoomtram Maatscappij

(SCS) dan loko C51 yang menjadi kebanggaan Nederlandsch Indische

Spoorweg Maatscappij (NIS).

Ada juga lokomotif CC50.Lokomotif ini buatan Schweizerische

Lokomotiv und Maschinenfabrik Winterthur, Swiss dan

Werkspoor,Belanda.Lokomotif istimewa ini dijuluki Bergkoningin alias Ratu

Pegunungan. Julukan dalam bahasa Belanda ini didapat CC50 karena lokomotif

dengan tahun produksi 1927 itu mampu melewati jalur pegunungan dengan

tikunggan-tikungan tajam sekalipun.

Koleksi lain yang bahkan menyimpan cerita sejarah dunia adalah loko

D5106, produksi Hartmann Cheminitz tahun 1920 Loko ini pernah bertugas

dijalur Hedjaz Railway untuk melayani perjalanan KA penumpang yang khusus

mengangkut jemaah haji dan logistik tentara turki pada masa pemerintahan

Utsmaniyah di Turki.Waktu itu,jalur Hedjaz Railway menghubungkan

Damaskus,Suriah dengan Amman,Yordania,serta Madinah, Arab Saudi.

76
2.2.4. BENTENG WILLEM I AMBARAWA

Benteng Willem I merupakan salah satu peninggalan dari zman kolonial

yang paling terkenal di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Benteng

Willem I berlokasi di dekat Museum Kereta Api Ambarawa. Benteng ini

dibangun pada tahun 1834 dan selesai pada tahun 1845. Saat ini bangunan

Benteng Willem I masih berdiri dan digunakan sebagai Lapas II A Ambarawa,

rumah dinas sipir dan tentara, sekaligus tempat wisata Sejarah.

Sejarah Benteng Willem I

Benteng Willem I dibangun pada abad ke-19 dan terletak di atas lahan

seluas 3ha yang berlokasi di Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Pendirian

benteng ini tak lepas dari bergejolaknya revolusi Belgia di Eropa pada tahun

1830 dan akibat perang Jawa yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro yang

bergejolak selama 5 tahun, sehingga menguras habis kas pemerintahan kolonial

belanda pada masa itu. Berdasarkan kejadian tersebut, Kerajaan belanda

kemudian memerintahakan Gubernur Jenderal Van de Bosch untuk

mengantisipasi serangan musuh, dengan membangun beberapa benteng

pertahanan di titik-titik strategis yang tersebar di pulau Jawa, salah satunya

Benteng Willem I Ambarawa.

77
Benteng ini memiliki 2 peran berbeda yakni, sebagai fungsi militer dan

benteng logistik yang dimana terdapat banyak jendela besar dan dinding yang

dibangun sangat tebal sekitar 50cm sebagai pertahanan dari serangan musuh dan

juga pada benteng ini terdapat gudang logistik dan rumah dinas dari petinggi

militer kolonial belanda pada masa itu.

Pada tahun 1926 sebagian area benteng berubah fungsi sebagai penjara

yang menampung tahanan politik yang membangkang atau melawan kekuasaan

pemerintahan Belanda, penjara ini mampu menampung kurang lebih 500

tahanan. Pada masa kependudukan Jepang pada tahun 1942, benteng Willem I

dipergunakan sebagai kamp untuk menahan penduduk sipil (khusus pria

berkebangsaan Belanda) atau tawanan militer. Setidaknya ada seribu orang yang

ditahan. Pada tahun kemerdekaan 1945, benteng Willem I digunakan untuk

markas besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat) 14 Oktober – 23 November 1945

dan pada tahun 1948 benteng Willem I mulai dijadikan sebagai sekolah pelatihan

polisi. Benteng Willem I difungsikan sebagai lembaga permasyarakatan negara

ada tahun 1964 lalu saat meletusnya peristiwa G-30S/PKI benteng Willem I

dipergunakan sebagai penjara bagi orang-orang yang dianggap PKI pada masa

itu. Melalui keputusan menteri kehakiman RI No.J.H.6.2/23/I/RI/16 April 1952,

Benteng Willem I ditetapkan sebagai rumah penjara.

Pada tahun 1985 dialih fungsikan sebagai lapas anak Jawa Tengah dengan

berdasarkan keputusan menteri kehakiman No.01/PR/07.031/1985. Benteng

Willem I diubah menjadi lembaga permasyarakatan kelas II B berdasarkan SK.

Menteri Kehakiman RI No.M.10.PR.07.03 tangaal 02 Desember 1991, saat ini

benteng Willem I telah menjadi lembaga permasyarakatan kelas II A melalui

78
keputusan menteri kehakiman dan hak asasi manusia RI. No. M.16 PR 07.03

tahun 2003.

Karakteristik Benteng Willem I

Bentuk benteng Willem I memaksimalkan fungsi dari bangunan yaitu,

pertahanan karena awal dibangunnya benteng ini untuk mempertahankan

kekuasaan penjajahan kolonial belanda pasca kekalahan dari peristiwa perang

oleh pangeran Diponegoro pada tahun 1825-1830. Pada wilayah benteng ini

terdapat menara pengawas, lapangan, rumah dinas bagi petinggi militer belanda

dan juga garasi bagi kendaraan perang maupun kendaraan pengangkut logistik,

diperkuat dengan parit yang mengelilingi area benteng dan dinding yang

memiliki tebal sekitar 50 cm dan bukaan yang lebar melengkung, benteng ini

mampu menjaga wilayahnya yang mempunyai luas sekitar 3 ha. Area utama dari

benteng Willem I di kelilingi oleh 4 bangunan memanjang yang memiliki 2

lantai dan berfungsi sebagai tempat tinggal prajurit dan keluarganya, bangunan

tersebut dilengkapi oleh dengan dinding tebal sekitar 50cm.

79
Pada bangunan tersebut juga terdapat tangga untuk mengakses ke lantai 2,

tangga tersebut terletak di setiap sudut bangunan dan juga berada di dalam area

menara pengawas, untuk memisahkan antara bangunan satu dengan lainnya

terdapat area menara pengawas dan sumber air untuk menunjang kehidupan

pada area utama bangunan benteng. Area tersebut dilengkapi dengan gerbang

yang memiliki aksen melengkung pada bukaan gerbang tersebut.

Benteng Willem I ini memiliki area kamar mandi yang digunakan para

prajurit pada jaman dulu dengan luasan sekitar 50m2 dengan bukaan

melengkung yang menerus sampai kolom, terletak di bagian sudut setiap

bangunan utama dari bangunan benteng.

Pada area utama bangunan benteng Willem I terdapat rumah dinas yang

berjumlah 5 bangunan dengan 1 bangunan utama yang berada di tengah antara

rumah dinas lainnya, berfungsi sebagai rumah dinas bagi petinggi militer seperti

jendral, terletak di tengah area utama bangunan benteng dan memiliki area

taman belakang yang juga digunakan untuk para ajudan dalam mengawal para

petinggi militer kolonial belanda pada jaman dulu, setiap bangunan rumah dinas

mempunyai pembatas dinding dengan tinggi sekitar 4 meter dan juga terdapat

teras depan yang berhadapan dengan area lapangan.

80
Pada area luar bangunan benteng terdapat 3 jenis bangunan yaitu, bastion,

casemete, dan garasi kendaraan. Bastion yang terletak di setiap sudut dari area

utama bangunan benteng untuk pengawasan area luar dan casemete yang terletak

di tengah dari bangunan bastion dan berfungsi untuk pertahanan pertama dari

bangunan benteng, pada bangunan casemete terdapat tempat untuk senjata

meriam dengan bukaan lebar dan juga memiliki 2 lantai, casemete digunakan

untuk mencegah serangan musuh masuk ke area utama dari benteng Willem I,

lalu ada bangunan garasi yang memiliki fungsi untuk menyimpan kendaraan

perang atau kendaraan pembawa logistik, pada bangunan tersebut terdapat 4

bukaan lebar yang melengkung dan dapat menampung setidaknya 3 kendaraan

perang di setiap bukaan.

81
2.2.5. BENTENG WILLEM II UNGARAN

Benteng Willem II Ungaran merupakan salah satu bangunan peninggalan

masa pejajahan Belanda yang saat ini telah dimasukkan ke dalam daftar

Bangunan Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian Cagara Budaya Provinsi Jawa

Tengah. Benteng Willem II Ungaran, atau pernah disebut Ontmoeting, terletak

di Tengah Kota Ungaran (terkenal dengan nama Benteng Ungaran/ Diponegoro)

tepat pinggir jalan Semarang-Solo, di depan Kantor Dinas Bupati Kabupaten

Semarang.

Sejarah Benteng Willem II Ungaran

Benteng Willem II (Benteng Oenarang) merupakan sebuah benteng

peninggalan Belanda yang berada di Ungaran. Benteng Willem II Ungaran yang

di buat oleh Belanda serta didirikan pada tahun 1746. Benteng ini didirikan

untuk memperingati pertemuan bersejarah antara Pakubuwono II dengan

Gubernur Jendral Van Imhoff pada 11 Mei 1746, ketika penguasa Kraton

Mataram Paku Buwono II dipindahkan dari Kartosuro ke Surakarta (Solo).

Pada tahun 1743-1746 diperkirakan pada tahun-tahun inilah Benteng

Willem II didirikan. Lalu pada tahun 1784-1786 benteng ini direnovasi dan

82
diperbaharui karena akan diperuntukan sebagai garnisun VOC di Ungaran.

Tahun 1800-1807 benteng ditangani oleh Republik Batavia, tetapi pada tahun

1807-1811 benteng berada dibawah kekuasaan Tentara Perancis, setelah itu

benteng berhasil diduduki oleh Angkatan Darat Kerajaan Inggris sampai tahun

1816.

Kemudian benteng Willem II diduduki oleh Belanda dari tahun 1816

sampai 1942. Dalam pendudukannya Belanda menggunakan benteng tersebut

untuk keperluan banyak, seperti pada Agustus 1830 benteng digunakan sebagai

penjarabagi Pangeran Diponegoro sebelum dibawa ke Ujungpandang. Lalu pada

tahun 1918-1919 benteng digunakan untuk kamp militer bagi tentara Belanda.

Selepas meletusnya perang dunia II, pada tahun 1942-1945 benteng ini

diduduki oleh tentara Jepang, dan digunakan sebagai penjara bagi orang

Indonesia.Setelah perang dunia II berakhir, tepatnya pada September 1945

benteng Willem II dikosongkan, dan para tahanan dibebaskan.Satu bulan

kemudian mulai Oktober 1945 benteng digunakan polisi sebagai penjara bagi

pria dan anak laki-laki warga negara Belanda.

Pada tahun 1948-1950 benteng Willem II kembali diduduki oleh Belanda

dan digunakan untuk barak polisi dan penjara militer untuk orang Indonesia.

Setelah itu sampai tahun 1951 benteng diduduki oleh Tentara Nasional Indonesia

(TNI), yang selanjutnya benteng dikembalikan kepada Polri dan digunakan

sebagai tempat tinggal/ asrama sampai tahun 2007. Kemudian mulai 2007

sampai 2011 benteng dikosongkan oleh Pemda. Lalu pada 2011 Polda mengurus

sertifikat dan akhirnya mulai Maret 2011 Benteng Willem II resmi menjadi milik

Polri.

83
Setelah itu, Polri melalui Polres Kabupaten Semarang mengadakan

renovasi terhadap benteng Willem II Ungaran. Perbaikan banngunan ditangani

langsung oleh pihak kepolisian sesuai kebutuhan berdasarkan rencana

perubahan fungsi menjadi Balai Pertemuan Polisi dan Masyarakat.

Karakteristik Benteng Willem II

Benteng Willem II memiliki arsitektur bangunan tampak khas dengan

peninggalan kolonal. Benteng Willem II ini masih terdiri kokoh di tengah Kota

Ungaran. Pintu masuk yang berseberangan dengan jalan raya dulunya

merupakan intu belakang dari benteng ini.

Nampak di samping pintu masuk terpampang potret Pangeran Willem

yang terbuat dari tembaga. Lalu di sampingnya terletak monumen peresmian

bahwa benteng ini digunakan kemitraan antara polisi dan masyarakat. Di sebelah

kiri pintu masuk terdapat pula lukisan benteng Willem II yang nampak indah.

Benteng ini terdiri dari beberapa bangunan utama. Bangunan yang pertama ada

dua lantai. Lantai bawah dimanfaatkan sebagai ruang pertemuan. Sementara

lantai duanya digunakan sebagai asrama polisi.

Masuk lebih dalam kita akan menjumpai halaman tengah yang

dimanfaatkan sebagai ruang pertemuan. Lalu di samping kanan terdapat

84
pendopo yang nampak relief dari benteng Willem II sendiri. Lalu di sebelah

bagian kanan terdapat bangunan yang dimanfaatkan sebagai kamar mandi dan

musala.

Kemudian di bangunan yang terletak di halaman tengah terdapat pos

pelayanan SIM dan balai pertemuan. Lantai atasnya sempat dimanfaatkan

sebagai ruang isolasi COVID-19. Beralih ke bagian paling belakang yang

sebenarnya dahulu merupakan bagian depan dari benteng ini. Kompleks

Benteng Willem II nampak bersih terawat bercat putih dengan kusen kayu bercat

coklat tua.

2.2.6. WATU GAJAH PARK

Wisata Watu Gajah Park adalah sebuah entitas perorangan dimana berdiri

sejak tahun 2017 dan terbilang destinasi baru di Kabupaten Semarang.

Pendirinya bernama Bapak Bambang Wuragil, selaku direktur Karisma Group

di bidang konstruksi dan owner di bidang pariwisata. Wisata Watu Gajah Park

atau orang sekitar menyebutnya WGP sendiri adalah sebuah taman wisata

85
dengan jargon MESRA dengan singkatan yang bertema wahana di wisata

tersebut, yaitu Market Place, Education, Sport, Recreation, dan Adventure.

Wisata Watu Gajah Park dapat dijadikan pilihan alternatif pengujung yang

ingin plesiran tipis atau dekat, karena lokasinya tidak terlampau jauh dari pusat

Kota Ungaran dengan rentang 7 kilometer dan 15 menit waktu tempuh dengan

perjalanan berkendara. Banyak wisatawan yang menyempatkan untuk

berekreasi karena lingkungan sekitar berada di daerah cukup sejuk yang berada

di di dekat area perkebunan karet milik PT Perkebunan Nusantara.

Banyak wahana yang ada di WGP untuk mengabadikan setiap momen,

seperti spot foto di lorong cinta, sangkar burung, green house, hortikultura sayur,

hidroponik fertigasi, hidroponik farm, kolam terapi, play ground, dll. Tak lupa,

daya tarik wisatawan terdapat pada waterboomnya, yaitu sebuah kolam renang

yang ada area bermainnya. Dengan adanya pembaruan setiap wahana yang ada,

maka dari itu tahun ke tahun hingga saat ini, WGP masih melakukan proses

pengembangan dan pembangunan dalam menarik wisatawan.

Sejarah Watu Gajah Park

Watu Gajah Park merupakan salah satu destinasi wisata yang berada di

Kabupaten Semarang, tepatnya di Jalan PTP Ngobo, Dsn. Watu Gajah, Ds.

Wringin Putih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Asal usul pemberian

nama Watu Gajah Park tersebut, salah satunya karena tempat wisata ini terletak

di Dusun Watu Gajah. Memang sejarahnya dahulu, dusun tersebut terdapat batu

besar yang diidentikkan sebesar Gajah. Oleh karena itu nama dusunnya disebut

Watu Gajah, serta tempat wisata ini diberikan nama Watu Gajah Park dengan

86
tujuan agar menghormati sejarah daerah dan menjaga serta mengangkat kearifan

lokal.

Destinasi wisata Watu Gajah Park merupakan anak cabang dari salah satu

perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi yakni Karisma Group. Nama

anak perusahaan yang diberi wewenang untuk menggarap destinasi wisata

tersebut adalah PT Karisma Agung Perkasa. Destinasi Watu Gajah Park berdiri

dan diresmikan pada tanggal 2 Juni 2018, di atas lahan dengan luas sebesar

43,029 m2, yang dikelilingi areal perkebunan karet milik PTPN IX Kebun

Ngobo.

Destinasi wisata Watu Gajah Park memiliki slogan yang berbunyi

“Destinasi Wisata Terbaik untuk Rekreasi, Inspirasi dan Edukasi”. Dari bunyi

slogan tesebut, dapat diartikan bahwa destinasi wisata Watu Gajah Park, selain

untuk tujuan rekreasi, wisatawan yang berkunjung dapat memperoleh banyak

inspirasi, sebab ada banyak objek wahana yang berbasis edukasi di dalamnya,

yang salah satunya meliputi pertanian hidroponik, budidaya jamur, kupu-kupu,

cacing dan lebah klanceng serta terdapat bangunan bersejarah dari negara Jepang

yang dapat dipelajari tanpa harus pergi ke negara tersebut. Selain itu, di tempat

wisata ini juga menyediakan spot foto kekinian yang instagramable, serta ada

area permainan anak, waterboom, karaoke dan area untuk olahraga.

Lokasi dan Jam Kerja Watu Gajah Park

87
Wisata Watu Gajah Park diresmikan pada tanggal 2 Juni 2018, objek

wisata ini berada di Dusun Watu Gajah RT.01/RW.06, Wringin Putih Kecamatan

Bergas Kabupaten Semarang. Berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat Kota

Semarang. Dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam berkendara. Waktu

pelayanan operasional Watu Gajah Park untuk melayani pengujung yaitu pada

hari Senin sampai Jumat pukul 08.00-16.00 dan saat Sabtu dan Minggu pada

pukul 08.00-17.00.

2.2.7. ELING BENING

Eling Bening merupakan tempat wisata kekinian yang terletak di Jalan

Sarjono, Bawen, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Di kawasan ini

merupakan tempat liburan yang cocok untuk keluarga yang bernuansa resort

88
modern dengan sajian pemandangan alam. Banyak tempat yang dapat dijadikan

spot foto, sebab Eling Bening bagai teras luas yang berhadapan dengan gunung

maupun rawa yang terletak di ketinggian. Dari kawasan ini, pengunjung dapat

mengambil gambar dengan latar belakang gunung di sekitar Ambarawa.

Selain itu pengunjung dapat melihat indahnya Rawa Pening yang

terhampar luas dari ketinggian. Pemandangan tersebut tidak hanya indah sebagai

latar belakang foto, melainkan juga sejuk di mata. Penorama memukau ini tidak

hanya indah pada siang hari. Pada sore harinya, Pengunjung dapat menikamati

sinar senja sunset yang terhampar luas.

Sejarah Eling Bening

Eling Bening dibuka pada tahun 2015 yang didirikan oleh Drs. Thung

Hermanto selaku pemilik wisata. Eling bening merupakan sebuah restoran

keluarga yang berkonsep alam yang terletak di Jalan Surjono Bawen. Namun

sejalannya waktu dibuka wahana wahana lain dikarenakan pengunjung lebih

tertarik pada pemandangan alamnya.

Nama Eling bening bermula dari kisah sebuah desa yang berada

dikejauhan kota dengan udara segar dan sejuk. Sebagian besar masyarakatnya

bercocok tani dan berkebun pada kaki gunung di sebuah daerah bernama

Ambarawa. Desa yang damai itu terdapat kerajaan dengan nama Kerajaan

Ambarawa yang dipimpin oleh Raja Pramudaka. Raja tersebut mempunyai istri

bernama Ratu Candaka dan mempunyai seorang putri cantik bernama Bening.

Semua orang berlomba lomba untuk mendapatkan hati Putri Bening,

namun Putri Bening sudah mempunyai seseorang yang dia dambakan dan dia

89
cintai yaitu Sanggara. Sanggara merupakan pemuda desa yang rajin dan anak

dari seorang pemilik kebun teh. Kemudian pada suatu hari Putri Bening

mengatakan keinginannya pada Raja bahwa dia ingin menikah. Raja menjawab

dengan lembut bahwa dia sudah menyiapkan calon untuk Bening yang dapat

menjadi penerus kerajaan. Namun Bening mengelak dan mengatakan bahwa

dirinya sudah mempunyai calon sendiri bernama Sanggara dan berusaha

meyakinkan ayahnya.

Raja dan Ratu ingin yang terbaik untuk Putrinya dan sudah melalukan

perjanjian perjodohan dengan kerajaan Bawen yaitu seorang Putra Raja bernama

Brahmana. Perjanjian tersebut sebagai imbalan karena kerajaan Bawen sudah

membantu kerajaan Ambarawa saat gulung tikar. Sang Raja dan Ratu merasa

sangat bersalah apabila melanggar perjanjian, namun juga bingung dengan

anaknya yang tidak mau dijodohkan dengan siapapun.

Alhasil Putri Bening melarikan diri dengan Sanggara ke suatu bukit

dengan harapan tak seorangpun mengetahui keberadaannya. Mereka berdua

hidup tentram di bukit yang indah nan sejuk sejauh mata memandang.

Dibawahnya terdapat pemandangan sungai rawa pening, sawah dan gunung

merbabu yang membuat pemandangan jauh lebih indah.

Namun tanpa disadari, keberadaan mereka diketahui oleh seorang Patih

yang akhirnya diketahui oleh Raja. Sang Raja mengirim pasukan untuk

membawa pulang Putri Bening. Namun saat tantara melakukan penyerangan

terhadap Sanggara, Bening melindunginya dan alhasil pedang tajam menancap

di perut Sang Putri dan menyebabkannya meninggal.

90
Setelah satu bulan kepergian Sang Putri Bening, Sanggara kembali ke

tempat itu dan mengenang masa masa saat hidup Bersama Bening. Dia

mengatakan “Aku eling Bening” yang artinya “Aku ingat Bening” dan jadilah

tempat bukit tersebut dengan nama Eling Bening.

Eling Bening yang kini menjadi tempat wisata di Kabupaten Seamarang

dengan pemandangan alam indah diatas ketinggian. Bangunan putih yang indah

menawan dilengkapi beningnya air kolam, sawah yang hijau, pegunungan dan

jalan raya yang indah yang memanjakan mata setiap orang yang melihatnya.

Gambaran Umum Eling Bening

Kawasan Eling bening merupakan bukit dengan pemandangan yang indah

yang terletak di Bawen tepatnya di Jalan Sarjono, Bawen, Semarang, Jawa

Tengah. Eling bening merupakan resort dengan pemandangan Rawa Pening

Ambarawa, Jalan Tol baru, Gunung Merbabu, Andong dan Telomoyo. Lokasi

tersebut berjarak 36 KM dari pusat Kota Semarang dan 16 KM dari pusat Kota

Salatiga. Eling bening wisata dengan udara sejuk yang menyuguhkan produk

wisata antara lain Restoran, kolam renang, spot foto, Outbond, dan Playground.

Fasilitas yang diberikan seperti tempat parkir, mushola, kamar mandi, kursi dan

tempat oleh oleh.

91
Wisata Eling bening bertema restoran keluarga diatas awan karena

letaknya yang berada diatas bukit, dimana pengunjung dapat menikmati

makanan dan berkeliling tempat wisata dengan fasilitas lengkap untuk

menikmati pemandangan. Terdapat kursi dan meja untuk menikmati

pemandangan dengan waktu terbaik pukul 4 sampai 6 sore untuk melihat sunset.

Potensi dan Daya Tarik Wisata Eling Bening

Wisata dengan keindahan alam dan fasilitas yang lengkap ini mempunyai

akses masuk yang mudah dengan melewati kondisi jalan yang bagus. Untuk

mencapai lokasi tersebut dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun

mobil. (jarak). Tiket masuk wisata Eling Bening pada hari biasa dikenakan tarif

Rp 20.000,00 per orang, sedangkan untuk hari sabtu minggu dikenakan tarif Rp

25.000,00 per orang . Sebelum masuk dikenakan biaya 2000 rupiah untuk parkir

kendaraan.

Wisata Eling Bening merupakan wisata yang terletak pada sebuah

perbukitan yang jalan menuju wisatanya sedikit menanjak. Dengan letak

perbukitan tersebut menjadikan Eling Bening sebuah wisata yang dapat melihat

pemandangan alam yang indah sebagai kelebihan maupun ciri khasnya.

Pemanfaatan sumber daya alam yang baik dapat menjadi sebuah keistimewaan

Eling bening yang dapat melihat pegunungan, rawa pening dan jalan lingkar

Ambarawa dari atas bukit. Tempat tersebut menjadi spot favorit untuk bersantai

menikmati pemandangan dan melihat matahari terbenam.

92
Eling Bening yang awalnya merupakan Restoran berkembang dengan

menciptakan produk dan layanan terbaik. Munculnya Outbond, kolam renang

dan spot foto menjadi sebuah kelebihan yang dapat menarik perhatian

masyarakat untuk berkunjung. Kemunculan tersebut memanfaatkan kelebihan

keindahan alam yang dapat dinikmati dari atas bukit dengan makanan yang

disediakan Restoran. Eling bening sangat cocok untuk menikmati waktu

bersantai dengan keluarga maupun dengan teman karena berbagai produk wisata

yang disuguhkan.

Fasilitas yang Tersedia di Eling Bening

Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki wisata Eling Bening, terdapat

pula berbagai fasilitas penunjang yang dapat digunakan oleh pengunjung wisata

di Eling Bening, diantaranya yaitu :

1. Tempat parkir yang disediakan oleh pihak wisata untuk parkir mobil dan

parkir motor yang teduh dengan penjagaan satpam di gerbang.

2. Toilet yang disediakan oleh pengelola disetiap objek wisata agar

memudahkan pengunjung

93
3. Mushola di bagian Resto dan di bagian spot foto, dan juga tersedia

masjid di depan parkiran.

4. Tempat sampah disediakan disetiap ujung tempat.

5. Kursi dan meja yang berjejer dipinggiran tempat digunakan untuk

melihat pemandangan sekitar yang disediakan banyak oleh pengelola

wisata karena selain melihat pemandangan juga dapat memesan

makanan di setiap tempat.

6. Tempat oleh-oleh dan minimarket berisi banyak cemilan yang dapat

dikonsumsi sembari melihat pemandangan dan sebagai makanan oleh

oleh wisata Eling bening.

Aktivitas yang Dapat Dilakukan Pengunjung

Wisata Eling bening merupakan Restoran alam yang berada di Bawen.

Aktifitas yang dapat dilakukan wisatawan diantaranya :

1. Pengunjung dapat memesan makanan di Restoran sebagai objek wisata

utama di Eling bening dengan berbagai macam menu.

2. Pengunjung juga dapat berenang di kolam renang yang sudah disediakan

dengan biaya tambahan.

3. Selain itu, pengunjung juga dapat bersantai duduk di kursi yang sudah

disediakan untuk menikmati pemandangan.

4. Pengunjung juga dapat mengabadikan moment atau berselfie ria di spot

foto yang sudah disediakan seperti ayunan kupu-kupu dan perahu naga.

5. Wisatawan anak anak juga dapat mengunjungi tempat bermain outbond

dengan fasilitas lengkap.

94
6. Eling bening juga mempunyai Garden Resto sebagai restoran kedua

dengan konsep meja kursi di halaman taman untuk menikmati

pemandangan.

7. Wisatawan juga dapat berbelanja oleh oleh dan makanan di minimarket

yang sudah disediakan.

8. Eling bening juga menyediakan taman bunga yang dapat dikunjungi oleh

wisatawan dengan background yang indah.

9. Wisatawan juga dapat bermain di Play Ground dengan tema rumput hijua

yang dapat dinimati berbagai usia bahkan cocok untuk kegiatan

gathering.

Akses Menuju Wisata Eling Bening

Wisata Eling Bening terletak di Bawen tepatnya Jalan Surjono, Bawen,

Kabupaten Seamarang. Untuk mencapai lokasi tersebut terdapat dua akses yang

dapat digunakan untuk mencapai Eling Bening menggunakan kendaraan pribadi

baik kendaraan bermotor, mobil maupun bus.

Untuk menuju Wisata Eling Bening anda dapat melelwati dua jalur, yang

pertama Jalan Raya Ambarawa Bawen apabila dari Ambarawa dan sekitarnya,

Magelang atau Jogja. Setelah melewati Pasar Projo Ambarawa kemudian

melewati Klinik Sari Medika dan belok kanan di Jalan Surjono, melewati SMK

Dr. Cipto dan naik ke perbukitan. Dalam perjalanan ke Eling Bening akan

disuguhi pemandangan Rawa Pening yang indah di Jarak dari Pusat Kota

Ambarawa kira kira +-3 km.

95
Namun apabila dari Semarang, Solo dan sekitarnya atau yang

menggunakan jalan tol dapat melewati jalur Bawen yaitu dari Terminal Bawen

arah Ambarawa kemudian masuk gang Ngrawan depan SPBU Ngrawan dengan

jarak tempuh 600 meter dari jalan raya. Jarak dari Terminal Bawen ke Eling

Bening +- 2,2 km dalam waktu 5 menit. Bagi anda yang menggunakan

kendaraan umum, bisa menggunakan Trans Semarang maupun bus dan angkutan

lain dan berhenti di pertigaan ngrawan, kemudian dapat mengakses ojek atau

ojek online untuk menempuh perjalanan ke Eling Bening.

Jarak wisata Eling Bening dengan objek wisata terdekat lainnya adalah:

a. Wisata Dusun Semilir kurang lebih 2,2 km

b. Goa Maria Kerep kurang lebih 4,6 km

c. Kampung Kopi Banaran kurang lebih 3,2 km

d. Museum Kerta Api Ambarawa kurang lebih 4,1 km

e. Kampung Rawa Ambarawa kurang lebih 4 km

f. Monumen Palagan Ambarawa kurang lebih 3,4 km

g. Saloka Theme Park kurang lebih 7,1 km

Tarif Tiket Wisata Eling Bening

Tarif tiket wisata Eling Bening pada tahun 2021 adalah sebesar Rp 20.000,

untuk hari senin sampai jumat, dan Rp 25.000, untuk hari Sabtu dan Minggu.

Sedangkan untuk parkir dikenakan biaya Rp 2.000,-.

96
2.2.8. SALOKA THEME PARK

Saloka Theme Park merupakan salah satu destinasi wisata psona Indonesia

yang berbentuk taman rekreasi tematik keluarga di Jawa Tengah, yang memiliki

konsep kearifan lokal. Nama Saloka tersebut terinspirasi dari legenda Rawa

Pening, kawasanya dekat dengan wilayah Saloka Theme Park Prada. Pada

zaman dahulu ada sepasang suami istri Bernama Ki Hajar Salokantara dan Nyi

Sawitri. Mereka memiliki seorang anak Bernama Baru Klinthing yang berwujud

naga dan dapat berbicara seperti manusia. Baru Klinthing dikenal sebagai anak

yang suka mennolong. Dari cerita tersebut, Saloka berharap mampu membuat

para pengunjung ceria dengan mascot berbentuk naga yang Bernama “LOKA”.

Lokasi Saloka Park

Saloka Park yang menduduki lahan seluas 12 Hektare terletak

di Lopait, Tuntang, Kabupaten Semarang. Alamat lengkapnya yaitu Jl.

Fatmawati No.154, Gumuksari, Lopait, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah,

Indonesia, 50773. Lokasinya bertepatan di persimpangan antara kota Semarang,

Salatiga, Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejarah Saloka Park

97
Nama Saloka terinspirasi dari tokoh legenda rakyat Rawa Pening, yaitu Ki

Hajar Salokantara yang memiliki anak bernama Baru Klinthing. Saloka Theme

Park juga memiliki sebuah maskot bernama 'Loka' yang berwujud naga

berwarna hijau. Nama Loka diambil dari nama tokoh dalam cerita rakyat Rawa

Pening.

Saloka Park dibangun dengan peralatan modern oleh tenaga ahli

berpengalaman dan berlisensi internasional. Saloka Park dikelola oleh PT.

Panorama Indah Permai terdaftar sebagai anggota IAAPA (International

Association of Amusement Parks and Attractions). Pada 22 Juni 2019, Saloka

Park dibuka secara resmi oleh Menteri Pariwisata, Arief Yahya, dan Gubernur

Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Menteri Pariwisata, Arief Yahya menyatakan

bahwa tempat ini masuk dalam daftar destinasi wisata Pesona Indonesia, di

kawasan Jogja, Solo, dan Semarang (Joglosemar)

Jam Operasional dan Harga Tiket

Taman rekreasi Saloka dapat dikunjung pada hari Senin sampai dengan

Kamis mulai dari pukul 10.00-18.00 WIB, pada hari Jumat dibuka pukul 12.00-

19.00 WIB, sedangkan akhir pekan dan libur nasional buka dari pukul 10.00-

19.00 WIB.

Pengelola Taman Saloka menetapkan tiket terusan untuk masuk ke taman

rekreasi ini. Artinya, dalam membeli sekali tiket pengunjung dapat mencoba

semua wahana sesuai dengan usia. Harga tiket tersebut adalah sebagai berikut.

a. Harga tiket weekday (Senin-Kamis) adalah Rp120.000

b. Harga tiket weekend (akhir pekan dan libur nasional) adalah Rp150.000

98
c. Harga tiket lansia (55 tahun ke atas) diskon 50 persen

Wahana

Saloka Park terdiri dari 25 wahana yang terbagi dalam 5 zona, di antaranya

adalahh:

a. Zona Pesisir

b. Balalantar

c. Ararya

d. Kamayayi

e. Segara Prada

Selain menyediakan wahana permainan, Saloka Park juga menghadirkan

hiburan pertunjukan animasi laser Baru Klinting. Pertunjukan ini merupakan yang

pertama dan satu-satunya ada di Indonesia. Saloka Park juga dilengkapi dengan

beberapa tempat kuliner yaitu berupa restoran, kafe, dan food truck.

a. Pesisir

99
Zona Pesisir berada di area paling depan Saloka Park. Di zona ini mulai dari

dekorasi, interior hingga bentuk bangunan bertemakan pantai. Terdapat beberapa

wahana yang dapat dinikmati di sini, di antaranya adalah: Lumbung Ilmu Galileo,

Taman Galileo, serta replika Kapal Jenju. Selain itu, ada arena Jejogedan sebagai

acara hiburan gratis pada hari-hari tertentu.

b. Jejogedan

Jejogedan adalah arena air mancur musikal. Pertunjukan yang ditayangkan

adalah

• Daytime Musical Fountain (2018-present day)

• Beta Test Show (Late 2018)

• Theme Song Medley Musical Fountain (2018-2019)

• Baru Klinthing (2019-present day)

Lumbung Ilmu Galileo (science center) menjadi pusat wahana ilmu

pengetahuan yang bermanfaat untuk segala usia, terutama anak-anak. Memasuki

Lumbung Ilmu Galileo akan disambut Hall of Fame untuk mengajak pengunjung

mengenal 10 tokoh ternama dari berbagai negara, tak terkecuali dari Indonesia. Ada

beberapa zona pengetahuan yang dapat dijelajahi di sini, di antaranya Zona

Disester, Zona Prasejarah, Zona Bumi, Zona Zaman Es, Zona Flora dan Fauna,

Zona Tubuh Manusia, hingga Zona Antariksa. Di zona ini pengunjung dapat belajar

pengetahuan dengan berbagai media gambar, tulisan, video, replika hingga

permainan, seperti kombinasi warna dan piano lantai.

100
Di zona ini juga ada Cakrawala (ferris wheel). Wahana berbentuk kincir

raksasa yang berwarna-warni memiliki tinggi 33 meter dengan 22 gondola yang

tersedia. Durasi permainan ini kurang lebih 15 menit dalam sekali putaran. Dari

ketinggian Cakrawala, pengunjung dapat menikmati pemandangan indah zona-

zona permainan di Saloka Park Semarang, Rawa Pening, persawahan, dan sederetan

gunung di Jawa tengah.

c. Balalantar

Balalantar bertemakan hutan belantara.Wahana dan atraksi di zona ini

disesuaikan untuk dinikmati bersama keluarga. Memasuki zona Balalantar,

pengunjung akan disambut Resi Waringin, Si Pohon Bijak penghuni hutan. Di zona

Balalantar terdapat berbagai macam wahana, di antaranya yaitu: Angon Ingon,

Kumbang Layang, Jamur Apung, Safari Bocah ('antique car'), Adu Tangkas, dan

Adu Nyali ('haunted house').

Angon Ingon merupakan wahana kebun binatang dengan luas 1.240 meter

persegi yang dapat meberikan edukasi pada anak untuk mengenal beragam burung,

101
unggas, meliputi burung belibis, jalak bali, burung macaw, burung sun conour,

merak biru, merak putih, bebek mandarin, ayam golden pheasant, dan ayam lady

amherts pheasant. Selain itu juga terdapat kura-kura, kelinci, dan binatang lainnya.

Kumbang Layang adalah wahana berjenis air bike dengan tinggi 4 meter

yang dapat dikendarai memutar 360 derajat dengan panjang lintasan wahana ini

sekitar 500 meter. Setiap air bike dilengkapi MP3 yang dapat terhubung dengan

bluetooth. Dengan menaiki Kumbang Layang pengunjung dapat melihat bentangan

zona Pesisir, Balalantar, dan beberapa gunung di Jawa Tengah.

Agrowisata Ijo Royo Royo adalah wahana area produksi dan rekreasi dengan

luas lahan 5.262 meter persegi. Area produksi sebagai area edukasi untuk mengenal

beberapa tanaman buah, seperti jambu biji, mangga, srikaya, Nangka, belimbing,

durian, manggis, sawo, jeruk bali. Di antara tanaman buah, juga terdapat tanaman

bunga. Di area rekreasi terdapat labirin tanaman, 5 lumbung padi, dan replika

kandang kerbau

d. Kamayyi

102
Kamayayi adalah zona di Saloka Park yang didesain untuk anak-anak agar

agar dapat bermain sambil belajar. Terdapat 7 wahana permainan anak-anak yang

bisa dimainkan, yaitu: Polah Bocah, Kupu-Kupu, Pinguin, Tata-Titi, Semprat-

Semprot, Komidi Kuda Laut, dan Teka Teko. Selain itu, zona Kamayayi juga

dilengkapi dengan beberapa resto berbentuk foodtruck dan kedai es krim.

Polah Bocah adalah ruang bermain tertutup atau indoor di Saloka Park yang

dikhususkan untuk anak-anak usia 3-6 tahun. Anak usia 1-2 tahun dapat bermain di

area ini dengan syarat wajib pengawasan langsung dari orang tuanya. Di sini

tersedia 15 permainan anak, meliputi Fire Station, Area Mandi Bola, Start

Drawaing, Prosotan, Kapal, Puzzle, Mobil tidak bergerak, Cup Putar, Sepeda,

Pohon Kelapa, Kolam, Puzzle dan Piano, Ice Cream, Trampolin, dan Mobil-

Mobilan.

Kupu Kupu adalah wahana dengan sepeda gantung berwarna-warni yang

berbentuk kupu-kupu. Sepeda dapat berputar dan melayang maksimal 4 meter, yang

mana ketika semakin kencang mengayuh akan membawa melayang lebih tinggi.

Wahana ini memiliki kapasitas 12 orang dengan 6 sepeda gantung yang tersedia.

Permainan ini akan berputar selama 2 menit.

Semprat-Semprot merupakan wahana bermain air yang dilakukan di atas

kursi berputar yang akan mengitari patung-patung hewan laut selama 3 menit.

Terdapat sensor di setiap patung hewan laut itu dan pengunjung memiliki misi

untuk menembakan semprotan ke sana. Jika berhasil mengenai sensor itu, maka

pemain akan mendapatkan kejutan berupa semprotan air. Permainan Semprat-

Semprot memiliki kapasitas untuk 24 orang, sehingga permainan ini cocok untuk

dimainkan oleh pengunjung rombongan bersama keluarga maupun teman-teman.

103
e. Ararya

Zona ini cocok untuk para pengunjung yang menyukai tantangan karena

memiliki beberapa macam wahana yang dapat memacu adrenalin. Beberapa

wahana yang menantang di zona Ararya cukup beragam, di antaranya adalah: Paku

Bumi, Bengak-Bengok, Lika-Liku, Obat Abit, dan Senggal Senggol. Selain

memiliki wahana menantang, Ararya juga terdapat wahana santai untuk bermain

sembari menikmati suasana dan berkuliner, yaitu Kolam Bebek dan Rimba Café.

Seperti di zona Kamayayi, zona Ararya juga dilengkapi dengan

beberapa foodtruck yang menyediakan berbagai sajian makanan dan minuman.

f. Segara Prada

104
Zona ini mengangkat tema industri pertambangan dan menjadi satu-satunya

zona yang menyajikan perpaduan antara wahana bermain dengan tempat kuliner. Di

zona ini terdapat wahana Gonjang Ganjing dan Kedai Daimami.

Wahana Gonjang Ganjing merupakan wahana arung jeram . Di dalam kano

yang berputar pengunjung akan melewati jeram sepanjang 360 meter dengan

pemandangan area industrial pertambangan. Kano juga akan melewati terowongan

pertambangan yang bernama terowongan Zulu. Wahana ini bisa dinikmati oleh

seluruh keluarga dan memiliki kapasitas 54 orang dengan masing-masing kano

dapat berisi maksimal 8 orang.

Kedai Daimami mengusung konsep yang terhubung dengan wahana Gonjang

Ganjing yang sama-sama memiliki tema industri pertambangan. Tema industri

pertambangan itu dapat tergambarkan dari desain bangunan dan interior yang

menghiasi setiap sudut ruangan di kedai. Foodcourt Daimami dengan dua lantai

menawarkan berbagai kuliner ala Jepang. Kedai Daimami ini terbuka untuk

kegiatan gathering.

2.2.9. UMBUL SIDOMUKTI

105
Kawasan Wisata Umbul Sidomukti merupakan objek wisata alam

pegunungan yang terletak di Desa Sidomukti Jimbaran, Kecamatan Bandungan,

Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Umbul Sidomukti berada di lereng Gunung

Ungaran dengan ketinggian 1200mdpl yang menjadikan hawa dingin dan udara

sangat menyegarkan. Ikon wisata ini terletak pada kolam renang dari mata air alami

yang airnya dingin dan segar. Kawasan taman renang alam Umbul Sidomukti brdiri

diatas lahan seluas 32 hektar yang dikelola langsung oleh PT Panorama Agro

Sidomukti. Umbul Sidomukti ini didesain secara unik dengan gaya tradisional

minimalis menggunakan kontruksi bangunan mengikuti punden berundak yang

menggunakan tumpukan batu alam sehingga seolah-olah Kawasan wisata Umbul

Sidomukti itu sudah ada sejak lama.

Sumber mata air taman renang alam Umbul Sidomukti berasal dari lereng

gunung Ungaran yang mengalir sepanjang tahun dan Umbul Sidomukti

memanfaatkan “Tuk Ngetihan” yaitu air yang memancar keluar dari bawah tanah

yang terjadi karena adanya perbedaan ketinggian antara sumber mata air dengan

titik keluarnya.

Taman renang alam Umbul Sidomukti memiliki 3 jenis kolam renang yaitu

kolam renang untuk dewasa dengan kedalaman 1,6 meter, kolam renang untuk

remaja dengan 1 meter, dan kolam renang untuk anak-anak dengan kedalaman

60cm. Selain kolam renang, Umbul Sidomukti juga dilengkapi wisata outbond

seperti flying fox, marine bridge (jembatan tali) camping, dan tracking

106
Sejarah Wisata Umbul Sidomukti

Taman Renang Alam Umbul Sidomukti dulunya merupakan tempat

pumujaan yang dibangun pada zaman mataram hindu sekitar pada abad VIII

sebelum masehi. Adapun peninggalan-peninggala sejarahnya yaitu berupa arca

siwa. Konon air di Umbul Sidomukti tersebut dipercaya membuat awet muda.

Zaman dahulu nenek moyang juga menggunakan air tersebut untuk mengaliri

sawah, itu diperkuat dengan adanya peniggalan berupa pahatan-pahatan yang

menyerupai aliran air.

Sejarah atau asal mula nama wisata Umbul Sidomukti adalah berawal dari

kata “Umbul”. Kata umbul dalam bahasa Jawa jika diartiken ke bahasa Indonesia

artinya adalah mata air. Mata air atau umbul inilah yang digunakan untuk mengisi

air di kolam renang Sidomukti. Bukan hanya utuk fasilitas wisata saja, tapi umbul

ini juga bermanfaat untuk kehidupan masyarakat sekitar seperti minum, memasak

dan irigasi. Dikarenakan air yang mengalir dari tanah, maka berenang di kolam ini

akan menjadi terasa lebih segar.

Harga Tiket Masuk Kawasan Umbul Sidomukti

107
Untuk memasuki Kawasan Umbul Sidomukti ada perbedaan harga tiket

antara hari biasa dengan akhir pekan.

a. Untuk hari senin sampai dengan jumat harga tiket masuk Umbul

Sidomukti yaitu Rp 5.000 setiap orang.

b. Untuk hari sabtu dan minggu harga tiket masuk Umbul Sidomukti yaitu

Rp 10.000 setiap orang.

Harga tiket tersebut hanya berlaku untuk tiket kolam renang dan bila ingin

mencoba wahana permainan yang ada di Umbul Sidomukti ada tarif tersendiri

untuk setiap permainan. Berikut ini adalah tarifnya:

a. Flying fox : Rp 12.000

b. Marine bridge : Rp 7.000

c. Rapelling : Rp 6.000

d. ATV : Rp 15.000 (weekday) dan Rp 20.000 (weekend)

e. Persewaan kuda : Rp 50.000 (weekday) dan Rp 100.000 (weekend)

Fasilitas Umbul Sidomukti

Sebelum menuju kawasan wisata Umbul Sidomukti wisatawan harus

melewati rute perjalanan yang sedikit berkelok. Obyek wisata taman renang

alam umbul sidomukti ini belum begitu di kenal di telinga para wisatawan kita

harus melewati perkampungan dengan jalan yang tidak begitu luas dan letaknya

yang berada di atas bukit membuat kawasan ini tidakterdeteksi dengan mata dari

perkampungan penduduk,namun namanya telah mulai melekat dan tidak asing

lagi bagi penduduk sekitar.

108
Adapun fasilitas-fasilitas yang di miliki Taman Renang Alam Umbul

Sidomukti adalah:

a. Villa

b. Toilet pria dan Wanita

c. Kamar ganti

d. Tempat bilas

e. Kantin

f. Kantor serbaguna

g. Kantor

h. Tempat loket

i. Pos keamanan

2.2.10. CANDI GEDONG SONGO

Candi Gedong Songo merupakan komplek wisata yang ada di kaki Gunung

Ungaran tepatnya di Dusun Darung, Desa Candi, Kecamatan Ambarawa,

Kabupaten Semarang. Perjalanan ke objek wisata Candi Gedong Songo bila

ditempuh dari Kota Ambarawa sejauh 9 km, dan 12 km bila ditempuh dari Kota

Ungaran. Candi Gedong Songo termasuk salah satu peninggalan budaya Hindu dari

109
jaman Syeilendra pada abad X (tahun 927 Masehi). Obyek wisata Candi Gedong

Songo merupakan cagar budaya/purbakala berupa candi-candi yang berjumlah 9

(sembilan) unit. Menurut riwayat, candi di Gunung Ungaran ini dinamakan Candi

Gedong Songo karena di komplek tersebut ditemukan sembilan kelompok

bangunan atau candi. Gedong (Jawa) berarti rumah, songo (Jawa) berarti sembilan,

sehingga Candi Gedong Songo berarti sembilan rumah dewa.

Sejarah Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo telah dibangun sejak abad ke tujuh masehi saat

kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Candi di kompleks ini adalah candi Hindu

yang dibangun dengan tujuan sebagai tempat pemujaan. Candi Gedong Songo

ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1804, candi ini merupakan

peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra pada tahun 927 M.

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya raja adalah yang membangun Candi

Gedong Songo pada awal pemerintahannya. Adanya arca Siwa Mahakala, Siwa

Mahaguru, dan Ganesha menjadi bukti bahwa Candi Gedong Songo digunakan

sebagai tempat pemujaan dewa. Mulanya hanya ditemukan tujuh buah bangunan

candi di sini, sehingga dinamakan Candi Gedong Pitu yang berarti ‘Candi Tujuh

Gedung’ Kemudian pada sekitar tahun 1908 hingga 1911, arkeolog asal Belanda

bernama Van Stein Callenfels menemukan dua bangunan candi tambahan. Sejak

saat itu, namanya berubah menjadi Candi Gedong Songo yang bermakna ‘Candi

Sembilan Gedung’.

Sejauh ini, Candi Gedong Songo telah dipugar sebanyak dua kali. Pemugaran

pertama dilaksanakan tahun 1930-1931 oleh pemerintah Belanda. Pemugarannya

110
berfokus pada pencarian batu-batu yang hilang dan pemasangan kembali bagian

candi yang sempat dibongkar. Pemugaran kedua dilakukan pada tahun 1978-1983

lewat Proyek Pembinaan, Pemugaran, dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan

Purbakala Jawa Tengah. Pemugaran dilakukan di Candi Gedong IV (1978), Candi

Induk dan Perwara Gedong III (1979), serta Candi Gedong V (1983).

Kompleks Candi Gedong Songo

Candi Gedong I

Candi ini berada di ketinggian 1.208 mdpl. Di dalamnya terdapat yoni tanpa

lingga yang merupakan simbol kejantanan dan kesuburan, dengan puncak yang

sudah terlihat rusak. Gedong I terletak paling bawah dan berakhir dengan kelompok

lima atau Gedong V yang terletak paling atas. Gedong I hanya terdiri dari sebuah

bangunan yang menghadap ke barat. Bangunan candi terbagi tiga bagian yaitu kaki,

tubuh dan atap bangunan. Bilik candi berdenah bujur sangkar dan tengahnya

terdapat yoni atau patung Dewa Siwa. Pada bagian dalam dinding bilik terdapat

relung-relung, yang pada saat ini sudah tidak ada arca-arcanya.

Candi Gedong II

111
Gedong II berada di ketinggian 1.297 mdpl dengan bangunan yang masih

utuh. Di depan candi, terdapat bangunan yang diduga sebagai bangunan candi

perwara atau candi kecil. Gedong II terdiri dari dua buah bangunan yaitu satu

bangunan induk berhadapan dengan sebuah candi perwara yang telah runtuh. Dari

bangunan yang masih utuh dapat diketahui bahwa bingkai candi dihiasi dengan

pelipit-pelipit yang menonjol keluar. Pada dinding candi sisi luar terdapat relung-

relung berbentuk kurung kurawal yang dihiasi kalamakara dan bunga-bungaan.

Atap candi bertingkat dilengkapi menara-menara sudut. Di tengah bingkai mahkota

di setiap sisi terdapat relung-relung kecil pada antefik dengan hiasan sosok tubuh

seorang wanita yang sedang duduk. Di tingkat atap selanjutnya terdapat pula relung

kecil pada antefik atau dinding dengan sosok tubuh laki-laki, sedangkan pada

tingkat paling atas terdapat antefik-antefik tanpa ornamen.

Candi Gedong III

112
Berada di ketinggian 1.297 mdpl, Geodng III terdiri dari tiga candi yang

masih utuh dan candi perwara. Selain memiliki hiasan stupa di atapnya, candi ini

juga satu-satunya candi yang menggunakan makara atau arca berbentuk kepala

gajah. terdiri dari tiga buah bangunan, yaitu sebuah candi induk yang menhgadap

ke barat, sebuah candi apit yang terletak di sebelah kanannya, dan sebuah candi

perwara yang menghadap ke arah candi induknya. Suatu hal yang menarik dari

kelompok III ini adalah semua relung candi masih ada arcanya. Relung dinding

candi sisi utara berisi tiga arca Dhurga Mahisasuramardhini, relung selatan berisi

arca Agastya dan relung timur berisi arca Ganeça. Pada dinding sebelah kiri kanan

pintu masuk juga terdapat relung yang juga terdapat arca Nandiswara dan

Mahakala. Bilik utama candi saat ini sudah kosong kemungkinan dahulu berisi arca

Çiwa Mahadewa atau dalam bentuk linggayoni. Bagian atap candi bertingkat dan

mempunyai hiasan konstruktif berupa menara-menara sudut dan antefik seperti

pada Gedong II. Antefik pada Gedong III ini di dalamnya tidak terdapat pahatan

relief tokoh makhluk kahyangan.

Candi Gedong IV

113
Gedong IV berada di ketinggian 1.295 mdpl, Gedong IV terdiri dari satu candi

yang masih utuh dan dikelilingi reruntuhan candi, hanya tinggal sebuah candi induk

yang menghadap ke barat. Di sebelah kanan-kiri pintu masuk terdapat relung-relung

yang merupakan tempat arca Mahakal dan Nandiswara. Pada dinding luar candi

sebelah utara, selatan dan timur terdapat relung-relung yang saat ini sudah tidak ada

arcanya.

Candi Gedong V

Candi terakhir berada di ketinggian 1.308 mdpl dengan satu bangunan candi

yang masih utuh dan beberapa reruntuhan candi. Diperkirakan dahulu terdapat

banyak bangunan dan sekarang tinggal sebuah bangunan saja. Candi induk Gedong

V ini mempunyai keunikan yaitu pada bagian dalam kaki candi diisi dengan tanah

(pada candi-candi yang lain pada bagian kaki candi diisi dengan batu).

114
Kemungkinan hal ini dimaksudkan untuk menghemat batu-batu komponen

bangunan. Beberapa arca lepas yang kini sudah diamankan kemungkinan berasal

dari candi kelompok V. Kelompok candi gedong VI, VII, VIII, dan IX sekarang

sudah tidak jelas lagi sisa-sisanya.

Aktivitas Menarik di Candi Gedong Songo

Berlibur ke tempat wisata Candi Gedong Songo, tentu akan memberikan

pengalaman menarik. Ada banyak kegiatan asyik yang bisa dilakukan di tempat

wisata ini, seperti berjalan-jalan santai. Candi ini berada di tempat yang bertingkat-

tingkat, sehingga teman-teman perlu berjalan kaki untuk melihat semua bangunan

candi. Tentunya jalan kaki ini akan menyenangkan sambil melihat pemandangan

pegunungan yang asri. Selain itu, bagian pelataran candi ini juga tertata rapi dengan

rumput segar dan bunga berwarna-warni yang terawat dengan baik. Pengunjung

juga dapat menyewa kuda di sekitar candi yang akan membawa berkeliling

menjelajahi seluruh candi.

2.2.11. TAMAN BUNGA CELOSIA

115
Taman Bunga Celosia Semarang, salah satu destinasi wisata favorit di

Semarang, menyuguhkan keindahan bunga celosia berwarna cerah dan menarik.

Terletak di kaki Gunung Ungaran, di Jalan Candi Gedong Songo Km 0.5, Desa

Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, taman bunga ini

menghadirkan pengalaman berwisata yang unik. Transisi dari keindahan bunga

menuju lokasinya yang strategis di lereng Gunung Ungaran memberikan daya tarik

tersendiri bagi pengunjung. Bunga celosia yang tumbuh di taman ini menghadirkan

spektrum warna cerah seperti merah, kuning, jingga, ungu, dan putih. Mereka

ditanam dalam berbagai bentuk, seperti bunga matahari, bunga sakura, bunga

mawar, dan lainnya.

Gambaran Umum Taman Bunga Celosia

Munculnya destinasi wisata baru yaitu Celosia membuat wisata di Kabupaten

Semarang khususnya Bandungan meningkat dengan jumlah pengunjung mencapai

2250 setiap minggu. Celosia merupakan destinasi wisata baru yang dibangun pada

tahun 2017 yang dikelola secara pribadi. Celosia merupakan taman bunga yang luas

dimana ada berbagai jenis bunga di dalamnya yang dipadukan dengan bangunan-

bangunan ikonik dunia seperti Tajhmahal di India, Kincir Angin Belanda, Menara

Eifel di Paris, Castle waltdisney. Bangunanbangunan ikonik dunia tersebut

merupakan pembeda dengan destinasi taman bunga lainya yang berada di

Kabupaten Semarang bahkan bisa dikatakan sebagai destinasi wisata yang terdapat

icon dunia di dalamnya, yang membuat minat dari wisatawan lokal meningkat

untuk berkunjung.

116
Celosia merupakan kebun bungan dengan luas 2,5 hektar yang di dalamnya

terdapat berbagai macam bunga dan icon-icon dunia seperti Tajmahal, menara Eifel,

Kincir angin, Patung singa di Singapura. Belum genap satu tahun berjalan Celosia

menjadi destinasi wisata baru yang paling dicari di Bandungan.

Destinasi wisata Celosia sendiri juga menawarkan pengunjung agar dapat

memetik bunga airbrass sendiri dimana pengalaman itu juga dapat menjadi nilai

jual yang ada di Celosia. Bangunan yang ada juga multifungsi seperti bangunan

Tajhmahal dimana bangunan ini digunakan sebagai tempat shalat. Celosia memiliki

luas tanah 2,5 hektar yang juga termasuk didalamnya adalah lahan parkir. Semua

keunikan tersebut membuat Celosia berbeda dengan wisata di daerah Kabupaten

Semarang.

Selain bunga, Celosia juga menghadirkan sebuah miniatur simbol-simol

sebuah negara yang iconic yang dimiliki oleh beberapa negara yang cukup populer.

Penggunaan simbol-simbol tersebut menjadi sebuah pembeda antara Celosia

dengan destinasi kebun bunga yang lainya. Penggabungan antara kebun bunga dan

bangunan iconic lainya menjadikan Celosia wisata yang unik dan menarik. Bahkan

setelah satu tahun berdiri Celosia membangun sebuah destinasi khusus untuk

117
bermain yang di lengkapi dengan sebuah spot foto, flying fox, kolam renang dan

banyak wahana lain wahana tersebut bernama Celosia happy & Fun. Perluasan ini

terpisah dari Celosia kebun bunga tetapi berada di sebelah Celosia dan akses masuk

pun harus membayar lagi sebesar Rp 15.000 per orangnya.

Lokasi Taman Bunga Celosia

Taman Bunga Celosia berada di Jl. Candi Gedong Songo, Kecamatan

Bandungan, Semarang, Jawa Tengah. Lokasi Taman Bunga Celosia terletak di

sebuah kecamatan baru, pemekaran dari Kecamatan Ambarawa, yang bernama

Kecamatan Bandungan. Jalan menuju Taman Bunga Celosia bisa diakses oleh

kendaraan roda dua, maupun roda empat hingga area parkiran utama Taman Bunga

Celosia. Kondisi jalannya baik. Adapun jarak Taman Bunga Celosia dari pusat kota

Semarang sekitar 35 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 1 jam perjalanan.

Daya Tarik Taman Bunga Celosia

Daya tarik utama Taman Bunga Celosia Semarang adalah keindahan bunga

celosia dengan berbagai warna yang cerah dan menarik. Bunga celosia, tanaman

asli Amerika Selatan yang menyerupai bunga matahari, menjadi daya tarik utama.

Ditanam dalam berbagai bentuk, seperti bunga matahari, sakura, mawar, dan lain-

lain, jenis bunga di tempat ini menciptakan transisi ke dalam suasana taman yang

penuh keajaiban.

118
Selain keindahan bunga celosia, Taman Bunga Celosia Semarang juga

memiliki berbagai fasilitas pendukung yang membuat pengunjung merasa nyaman

dan betah. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:

a. Area parkir yang luas: Area parkir cukup luas, sehingga pengunjung tidak

perlu khawatir akan kehabisan tempat parkir.

b. Toilet yang bersih: Toilet selalu dijaga kebersihannya, sehingga pengunjung

dapat menggunakannya dengan nyaman.

c. Tempat makan yang beragam: Taman Bunga Celosia Semarang memiliki

berbagai tempat makan yang beragam, sehingga pengunjung dapat memilih

makanan sesuai dengan seleranya.

d. Mushola: Tempat ini pastinya menyediakan mushola bagi pengunjung

muslim yang ingin beribadah.

e. Tempat bermain anak-anak: Didalam wahana disediakan tempat bermain

anak-anak yang cukup luas, sehingga anak-anak dapat bermain dengan

nyaman.

119
f. Wahana permainan: Tempat ini juga memiliki beberapa wahana permainan,

seperti ayunan, sepeda air, dan taman bermain anak-anak.

Wahana yang Ada di Taman Bunga Celosia

a. Wahana permainan anak-anak: Taman Bunga Celosia Semarang memiliki

tempat bermain anak-anak yang cukup luas, dengan berbagai permainan

yang seru dan menarik, seperti ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, dan lain-

lain.

b. Wahana sepeda air: Wahana sepeda air ini cocok untuk pengunjung yang

ingin berkeliling di sekitar kolam.

c. Taman kelinci: Pengunjung dapat berinteraksi dengan kelinci-kelinci yang

lucu di Taman Kelinci.

d. Taman bunga: Pengunjung dapat menikmati keindahan bunga dengan

berbagai warna yang cerah dan menarik.

e. Spot foto: Tempat ini emiliki berbagai spot foto yang instagramable, seperti

Little Korea, Little Italia, dan Dermaga Putih.

Jam Operasional dan Tiket Masuk Taman Bunga Celosia

120
Taman Bunga Celosia buka setiap hari mulai dari pukul 09.00-17.00 WIB.

Harga tiket masuk penunjung Taman Bunga Celosia adalah sebagai berikut.

a. Tiket masuk Taman Bunga Celosia di weekdays sebesar Rp. 25.000,-

b. Tiket masuk Taman Bunga Celosia di weekend sebesar Rp. 30.000 per

orang

c. Tiket masuk Taman Bunga New Celosia di high season (hari libur) sebesar

Rp. 35.000,-

d. Untuk anak dengan tinggi badan di bawah 90 cm gratis

e. Parkir motor sebesar Rp. 3.000,-

f. Parkir mobil sebesar Rp. 5.000,-

g. Sewa Golfcar Rp. 20.000 per 2 putaran

121
2.3.POTENSI MULOK BIDANG TRADISI / BUDAYA

A. TRADISI IRIBAN

Desa Lerep, berlokasi di Kecamatan Ungaran Barat, memiliki luas

sekitar 682 Ha. Desa ini terdiri dari delapan dusun, yaitu Karangbolo,

Indrokilo, Lerep, Soka, Tegalrejo, Lorog, Kretek, dan Mapagan. Desa Lerep

terletak di ketinggian antara 30-94 mdpl dan memiliki kemiringan tanah sekitar

0-15%, sehingga termasuk dalam klasifikasi landai. Keadaan ini menciptakan

suasana yang sejuk dan asri di Desa Lerep, ditambah dengan keberadaan

sumber daya air berupa embung dan curug. Salah satu ciri khas Desa Lerep

adalah kearifan lokal masyarakatnya yang masih dilestarikan hingga saat ini,

terutama dalam bentuk tradisi Iriban. Tradisi ini merupakan warisan turun-

temurun dari para leluhur dan menjadi bagian penting dalam identitas Desa

Lerep.

Tradisi Iriban yang ada di Desa Lerep adalah kegiatan membersihkan

mata air yang melibatkan partisipasi dari generasi sebelumnya, seperti orang

tua dan nenek moyang dalam masyarakat. Iriban berasal dari kata "irib" yang

122
memiliki arti "mirip". Dalam konteks ini, "mirip" mengacu pada tradisi yang

diwariskan dari masa lalu. Kegiatan ini melibatkan seluruh masyarakat Desa

Lerep, termasuk tokoh masyarakat dan perangkat desa. Tradisi Iriban dilakukan

untuk menjaga kebersihan dan keberlanjutan sumber mata air yang terdapat di

Desa Lerep, yang meliputi penggunaan irigasi pertanian dan sumber air

lainnya. Pembersihan mata air biasanya dilakukan saat persiapan musim tanam

padi atau pada hari-hari tertentu seperti Rabu Kliwon dan bulan Rajab. Ada dua

mata air utama yang menjadi fokus kegiatan Iriban, yaitu mata air Si Udel dan

Si Domble, yang terletak di Dusun Soka dan Dusun Lerep.

Tradisi Iriban di Desa Lerep memiliki makna yang signifikan dalam

pengelolaan sumber daya air yang dilakukan secara rutin oleh masyarakat.

Pengelolaan sumber daya air ini mencakup pembersihan sumber mata air dari

sampah yang dapat menyumbat aliran air, pengaturan distribusi air untuk

kebutuhan pertanian, dan pemeliharaan bangunan sekitar Embung Sembligo.

Dalam ritual Iriban, ada praktik memotong ayam di atas aliran air sumber, di

mana darah ayam yang mengalir tersebut melambangkan pembersihan sumber

mata air di Desa Wisata Lerep. Selanjutnya, ayam tersebut dimasak dan

dimakan bersama oleh warga setelah pembersihan sumber mata air dan

sekitarnya dilakukan. Setelah itu, dilakukan upacara selamatan dengan doa

bersama yang diikuti oleh masyarakat dan para sesepuh desa. Tradisi ini

mencerminkan kearifan lokal Tunggu Gunung Kudu Wareg, di mana kegiatan

wisata dijalankan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Upacara Iriban

biasanya dihadiri oleh para pejabat desa dan diikuti oleh perwakilan warga dari

setiap RT di Desa Lerep. Terkadang, tamu dari luar desa juga dapat ikut serta

123
dalam upacara tersebut. Rangkaian acara Iriban dimulai dengan berjalan

bersama menuju lokasi sumber mata air, sambil membawa nasi, sayur

gudangan, lauk tambahan, buah-buahan, dan jajanan tradisional. Dalam

upacara ini, penting untuk menggunakan daun kudo sebagai bagian dari

perlengkapan. Hal yang unik adalah makanan tersebut dibawa dalam wadah

yang terbuat dari anyaman daun aren untuk mengurangi penggunaan plastik.

Selain itu, dalam minum pun digunakan kendi dan gelas dari bambu.

Dalam tradisi upacara Iriban, masyarakat Desa Lerep membawa ayam

yang kemudian akan dipanggang di tempat Iriban hingga matang. Jeroan ayam

dimasukkan ke dalam bumbung bambu yang akan dipanggang sampai matang.

Setelah selesai dipanggang, ayam dan jeroan akan dipotongpotong dan

disajikan bersama dengan nasi dan lauk tambahan yang dibawa oleh warga dari

rumah masing-masing. Setelah persiapan makanan selesai, warga berkumpul

untuk melaksanakan upacara adat Iriban dan kemudian menikmati hidangan

bersama yang disajikan di atas daun pisang. Sambil makan bersama, warga

Desa Lerep juga dihibur dengan tarian tradisional khas dari desa tersebut.

Setelah upacara Iriban selesai, para peserta tidak diperbolehkan membawa

pulang makanan yang ada di tempat acara. Hal ini dipercaya sebagai upaya

untuk menghindari dampak negatif. Tradisi upacara Iriban diadakan oleh

masyarakat Desa Lerep sebagai bentuk pelestarian tradisi yang telah ada.

Selain itu, upacara Iriban juga dianggap sebagai ungkapan rasa syukur dari

warga setempat, dengan harapan membawa berkah bagi masyarakat Desa

Lerep. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pelaksanaan tradisi Iriban.

1. Pembersihan

124
Pembersihan ini dilakukan dengan cara kerja bakti gotong royong warga

desa lerep dengan membersihkan sampah maupun vegetasi yang

mengganggu mata air desa, serta membersihkan saluran air yang ada

2. Doa Bersama

Doa bersama ini dilakukan oleh semua warga dan pengurus desa dengan

dipimpin oleh sesepuh desa atau ustadz untuk doa bersama, selanjutnya

dilakukan pemotongan bebek putih sebagai wujud rasa terimakasih kepada

alam akan anugerah sumber mata air yang ada di desa lerep.

3. Syukuran

Selanjutnya adalah acara selamatan dimana para penduduk desa lerep

melakukan syukuran berupa makan bersama di area jalan desa guna

mempererat rasa kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama warga desa

B. TRADISI SESAJI REWANDA

125
Sesaji Rewanda merupakan tradisi yang selalu diadakan tiap tahunnya

dan diikuti oleh masyarakat Kampung Talun Kacang. Tradisi ini digelar di

sepanjang jalan kampung Talun Kacang sampai di tempat wisata Goa Kreo

sebagai puncak acara. Tradisi ini dilaksanakan setiap tiga syawal atau tiga hari

setelah bulan ramadhan. Sesaji Rewanda adalah pemberian makanan kepada

kera-kera yang ada di dalam wisata Goa Kreo. Dulu sebelum dijadikan objek

wisata, masyarakat menyebutnya dengan Nyadran Goa. Setiap setahun sekali

masyarakat membersihkan Goa karena mereka menganggap Goa Kreo adalah

milik mereka. Acara Nyadran Goa hanya dilakukan masyarakat dengan

membersihkan area Goa saja. Setelah diganti nama menjadi Sesaji Rewanda,

kegiatan acara diganti dengan memberi makan kepada kera-kera juga

merayakan beberapa kesenian lainnya. Pergantian nama tersebut dikarenakan

agar upacara ataupun cerita budaya itu menjadi menarik dan lebih dikenal

masyarakat lainnya. Sesaji diambil dari kegiatan tradisi di Bali yang artinya

persembahan makanan kepada para leluhur, sedangkan Rewanda diambil dari

bahasa Jawa yang artinya monyet atau kera.

Sesaji Rewanda mengambil cerita dari perjalanan Sunan Kalijaga.

Perjalanan tersebut dilakukan Sunan Kalijaga untuk mencari dan mengambil

126
kayu jati guna membangun Masjid Agung Demak. Saat itu Sunan Kalijaga

sedang beristirahat di dalam sebuah goa, kemudian datang keempat ekor kera

yang berwarna merah, putih, kuning dan hitam. Keempat kera pun berniat

untuk membantu Sunan Kalijaga mengambil kayu jati yang melintang pada

tebing di bawah goa tersebut. mereka berusaha mengambil kayu jati tersebut

walupun sulitnya medan yang ada, namun akhirnya Sunan Kalijaga

memutuskan untuk memotong kayu jati menjadi dua bagian. Satu bagian itu

dibawa ke Demak untuk dijadikan sebagai saka guru Masjid Agung Demak dan

satu bagian lagi ditinggalnya di sungai. Keempat kera penunggu goa tersebut

dapat berbicara selayaknya manusia sehingga keempat kera tersebut meminta

Sunan Kalijaga menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk menjaga dan

memelihara goa tersebut hingga keturunana selanjutnya dan tidak melupakan

warna keempat kera yang melambangkan kehidupan. Pesan itupun

disampaikan Sunan Kalijaga kepada masyarakat dan dijadikan nama Goa Kreo.

Akhirnya masyarakat setempat berusaha untuk memelihara Goa Kreo dengan

membersihkan dan menata tempat itu. Selain itu mereka juga mengadakan

upacara tradisi Sesaji Rewanda dengan memberikan makanan berupa buah-

buahan dan hasil bumi juga memasang umbulumbul dengan warna dari

keempat kera tersebut untuk mengenang dan menghormati jasa para kera itu.

Saat ini Sesaji Rewanda sudah dijadikan wisata oleh pemerintah karena

dianggap dapat menarik pengunjung. Sesaji Rewanda ini dikemas dengan

sangat meriah oleh masyarakat Kampung Talun Kacang. Mereka menampilkan

keseniankesenian yang sudah disiapkan sebelum acara tersebut dimulai.

Masyarakat disana dan para pengunjung yang datang sangat senang melihat

127
pertujukan dari tradisi Sesaji Rewanda. Adanya tradisi Sesaji Rewanda

membuat masyarakat Kampung Talun Kacang terikat dengan budaya yang

sudah diturunkan dari nenek moyang. Mereka sudah dikenalkan sejak kecil

oleh orang tua masing-masing untuk mengenal budaya yang ada di kampung

tersebut. Tidak hanya dikenalkan saja namun mereka juga dibujuk untuk ikut

serta dalam pertunjukan kesenian yang disediakan.

Tradisi Sesaji Rewanda dilakukan dengan meriah karena adanya festival

yang diikuti oleh para warga Kampung Talun Kacang dan para pengunjung

yang datang. Festival tersebut diawali dengan arak-arakan dengan barisan

pertama yaitu keempat kera yang berwarna merah, putih, hitam dan kuning

yang diikuti dengan beberapa orang yang membawa tongkat dan dihias seperti

kembang api. Kemudian dibelakang itu terdapat Bapak Ketua RW yaitu Bapak

Danu Kasno yang berperan sebagai Sunan Kalijaga dan beberapa bapak-bapak

lainnya yang berperan sebagai pengikut Sunan Kalijaga. Setelah itu terdapat

beberapa remaja sebagai pagar bagus dan pagar ayu dan dilanjutkan oleh

beberapa masyarakat laki-laki yang membawa replika kayu jati besar dengan

memakai kostum adat Jawa. Di belakang itu juga terdapat gunungan

buahbuahan dan nasi ketek yang dibuat oleh masyarakat Kampung Talun

Kacang. Pada barisan terakhir diikuti oleh para masyarakat dan pengunjung

yang ikut serta memeriahkan Arak-arakan ini berjalan sepanjang kurang lebih

800 m menuju Goa Kreo. Di pengujung perjalanan itu mereka memulai prosesi

Sesaji Rewanda dengan beberapa kata sambutan oleh Sekretaris daerah Kota

Semarang dan dilanjutkan dengan membawa doa yang dipimpin oleh salah satu

masyarakat Kampung Talun Kacang. Pembawa acara dan pemimpin doa

128
menggunakan bahasa Jawa halus pada prosesi Sesaji Rewanda ini. Pemimpin

doa juga menggunakan doa agama Islam dipembukaan upacara tradisi tersebut.

Selanjutnya pertunjukan para pengikut Sunan Kalijaga yang berjalan

memasuki panggung dengan musik gamelan yang diikuti masyarakat yang

membawa gunungan buah-buahan ke depan panggung. Setelah semua sudah

siap, pertunjukan tarian dari pengikut Sunan Kalijaga dimulai. Pertunjukan

tersebut diiringi musik gamelan, nyanyian agama Islam dan cerita dalam

bahasa Jawa yang dibacakan oleh Ketua RW 03. Kemudian pemberian

makanan pertama untuk para kera oleh Bapak Walikota Semarang dan

perebutan nasi ketek yang diikuti masyarakat maupun pengunjung. Selanjutnya

gunungan buah-buahan itu diberikan kepada para kera untuk diambil dan

dimakan, di sisi itu di panggung menampilkan tari Bambu Krincing. Sesi

tarakhir adalah pertunjukan tari Kera yang penarinya anak-anak dari Kampung

Talun Kacang.

Tradisi Sesaji Rewanda dilakukan setiap tahunnya pada hari ketiga

setelah Hari Raya Lebaran. Setelah tradisi ini dinobatkan sebagai wisata

budaya oleh pemerintah Kota Semarang, maka kegiatan Sesaji Rewanda

diganti pada hari ketujuh setelah Hari Raya Lebaran. Keputusan ini dilakukan

masyarakat agar pemerintah dan pengunjung dapat mengikuti kegiatan,

walaupun pada hari ketiga setelah lebaran tetap dilakukan masyarakat

Kampung Talun Kacang dengan doa dan pemberian sesaji yang sederhana.

Setelah pemerintah ikut membiayai tradisi Sesaji Rewanda, acara festival

berubah menjadi hari ketujuh setelah Hari Raya Lebaran. Namun, masyarakat

tetap mengadakan tradisi Sesaji Rewanda pada hari ketiga dengan acara ritual

129
saja yang melibatkan masyarakat Kampung Talun Kacang saja tidak

masyarakat luar. Adanya pemindahan hari ini dilakukan pemerintah karena

melihat hari ketujuh pada ajaran agama Islam di Indonesia yaitu lebaran

ketupat atau dalam bahasa Jawa yaitu Bodo Kupat. Pada masyarakat Jawa,

lebaran ketupat tersebut dirayakan karena melambangkan kebersamaan dengan

memasak dan memberikan ketupat kepada saudara atau masyarakat setempat.

Biasanya mereka juga melakukan lebaran hari ketujuh bersamam keluarga

dengan berkunjung ke tempat wisata. Hal ini bersinggungan dengan perayaan

Sesaji Rewanda yang dilakukan di hari ketujuh setelah Hari Raya Lebaran.

Pelaksanaan hari ketujuh dapat menarik masyarakat luar untuk berkunjung ke

wisata Goa Kreo dengan melihat tradisi Sesaji Rewanda yang nantinya akan

dikenal oleh masyarakat luar Masyarakat Jawa mengadakan tradisi upacara

adat dengan tujuan agar dirinya merasa tenteram karena sudah diselamatkan

oleh Tuhan. Pernyataan ini yang diajarkan leluhur kepada masyarakat. Tidak

hanya ajaran keselamatan saja namun masyarakat juga diajarkan untuk selalu

bersyukur dengan lingkungan sekitar yang diberikan Tuhan kepada wilayah

mereka. Seperti penjelasan Bapak Abdulkarim yang mengetahui tradisi Sesaji

Rewanda dari arahan orang tuanya.

C. TRADISI POPOKAN

130
1. Desa Sendang

Sendang merupakan nama sebuah dusun (dukuh) sekaligus nama

sebuah kelurahan yang berlokasi di Kecamatan Bringin, Kabupaten

Semarang, Jawa Tengah. Desa ini berada di sebelah utara Kota Salatiga,

kira-kira 12 kilometer dan Kota Salatiga, atau kira-kira 2 kilometer dari

Kecamatan Bringin. Desa Sendang terdiri dari lima dusun, yakni Dusun

Ngasinan, Dusun Sendang, Dusun Pondok, Dusun Kembangkerep, dan

Dusun Digelan. Masing-masing dusun dipimpin oleh kepala dusun atau

Kadus. Demikian hasil wawancara dengan Faizin, mantan kepala desa, Desa

Sendang, Kecamatan Bringin.

Dusun Ngasinan secara geografis berada paling tinggi di antara dusun-

dusun lainnya. Dusun ini berada di paling barat, didominasi lahan tanah

kering di kanan kiri jalan dusun. Ada lahan pertanian di sebelah selatan

dusun di jalan menuju Desa Lebak. Kemudian Dusun Sendang didominasi

lahan pertanian padi yang berada di sebelah kanan kiri jalan dusun. Balai

Desa Sendang juga berlokasi di Dusun Sendang ini, tepat di pinggir jalan

raya Salatiga Bancak di ujung timur Dusun Sendang. Selanjutnya Dusun

131
Pondok, di sebelah timur Dusun Sendang, berlokasi di jalur Salatiga

Bancak. Dusun ini juga didominasi lahan pertanian yang sangat subur.

Sementara Dusun Digelan dan Kembangkerep berlokasi di sebelah selatan

Dusun Pondok, di jalur menuju Desa Semowo, Kecamatan Pabelan.

Demikian hasil pengamatan dan penulis di lokasi penelitian.

Mayoritas mata pencaharian warga Desa Sendang adalah pertanian,

khususnya pertanian padi dan palawija. Lahan pertanian terlihat memanjang

di kanan kiri jalan di sepanjang jalan Salatiga-Bancak. Bondo deso sebagai

aset yang dimiliki desa sangat banyak. Sekali panen, hasil bengkok lurah

kepala desa dapat mencapai 60 juta rupiah, demikian kata Faizin, mantan

kepala desa. Di sekitar desa, sebelah utara dan selatan desa dikelilingi oleh

lahan persawahan dan lahan tegalan, pertanian tanah kering. Sebagian

warga bermata pencaharian sebagai tukang dan kuli bangunan, yang lajo ke

Salatiga. Sebagian yang lain merantau ke luar kota untuk memperoleh

penghasilan bagi kehidupan keluarganya.

Desa Sendang, pada awalnya sebagaimana desa-desa lainnya, tidak

begitu dikenal di Salatiga atau di Kabupaten Semarang. Hampir semua

warga Kecamatan Bringin sangat familiar dengan Salatiga disebabkan

Salatiga merupakan kota terdekat yang dapat dicapai dalam waktu 30 menit.

Di samping itu, Salatiga merupakan tempat untuk menjual hasil pertanian

setiap harinya. Hasil pertanian misalnya pisang, daun singkong dibawa oleh

pengepul dan didistribusikan di Kota Salatiga. Dengan demikian, Salatiga

mempunyai ikatan emosional yang sangat kuat dengan warga desa di

Kecamatan Bringin, demikian hasil observasi penulis. Di samping itu,

132
mayoritas mereka memenuhi kebutuhan peralatan dan perabotan rumah

tangga dari Salatiga.

Di Desa Sendang ini ada tradisi yang terkenal dengan nama popokan,

dan dikenal pula dengan nama perang lumpur. Tradisi popokan sebenarnya

merupakan sebuah upacara adat lempar lumpur yang dimiliki Dusun

Sendang, salah satu dusun di Desa Sendang (hasil wawancara dengan K

Muhroni, Nur Solikhin). Tradisi ini dilaksanakan pada bulan Agustus,

tepatnya hari Jumat kliwon atau bulan September, disesuaikan dengan masa

panen (hasil wawancara dengan Faizin). Popokan dilaksanakan setelah

acara kirab, dimulai dari jam 15.00 WIB sampai dengan jam 15.30 WIB.

Tradisi inipun awalnya hanya meliputi ritual popokan, perang lumpur di

lokasi pesawahanan di Balai desa, Desa Sendang.

Selanjutnya tradisi dusun ini disepakati oleh warga Desa Sendang

menjadi tradisi Desa Sendang. Ritual yang sebelumnya hanya popokan

dimodifikasi dengan beberapa prosesi lainnya. Prosesi lainnya yang

dilaksanakan bersamaan dengan popokan yaitu kirab hasil kreasi warga

Desa Sendang. Kirab ini menampilkan hasil kreasi warga Desa Sendang,

juga menampilkan kreasi lembaga-lembaga pendidikan dan kesenian warga

Desa Sendang.

Dalam tradisi ini, warga Desa Sendang khususnya yang laki-laki dan

yang masih muda saling melempar lumpur satu dengan yang lainnya, di

persawahan Desa. Dalam ritual lempar lumpur ini, setiap peserta ritual tidak

diperkenankan marah atau emosi dikarenakan terkena lemparan lumpur dan

peserta lainnya. Bahkan penonton yang melihat ritual ini juga tidak

133
diperkenankan marah apabila terkena lemparan, dikarenakan orang yang

terkena lemparan lumpur diyakini akan mendapat berkah. Semakin banyak

lumpur yang mengenai badannya semakin banyak berkah yang akan

diperolehnya.

Lokasi persawahan sebagai arena popokan dikondisikan oleh

perangkat Desa, satu minggu sebelumnya. Lokasi dialiri dengan air

secukupnya agar lahan persawahan berlumpur. Lumpur yang dipergunakan

sebagai popokan merupakan lumpur yang lembek sehingga tidak

menyakitkan apabila dipergunakan sebagai sarana untuk popokan (hasil

wawancara dengan K Muhroni dan Nur Solikhin).

Tradisi popokan ini sudah berlangsung lama, turun temurun dari

pendiri Desa Sendang sampai sekarang. Prosesi tradisi ini diawali dengan

pembersihan mata air atau sendang, sesuai dengan nama Desa Sendang pada

hari Kamis sore. Setelah shalat Jum’at, warga Desa membawa ambeng atau

nasi yang dibentuk mirip gunungan dan jajan pasar ke rumah bayan

(pengurus kampung) untuk acara selamatan. Setelah selesai acara

ambengan, warga menuju perbatasan desa pertigaan Ntotog atau Dusun

Ngasinan sebagai awal untuk mengadakan acara kirab atau arak-arakan dan

selesai di Balai Desa Sendang. Dalam acara kirab ini disajikan kesenian dari

Desa Sendang yaitu reog atau jatilan, noknik (pagelaran wayang orang), dan

penampilan hasil kreasi warga di Desa Sendang. Di barisan depan dalam

acara arak-arakan terdapat miniatur harimau. Di belakangnya diikuti oleh

sekelompok rombongan yang berpakaian model adat. Miniatur harimau

tersebut dilempar dengan lumpur, sebagai penghormatan kepada sesepuh

134
Desa Sendang dulu yang berhasil mengusirnya dengan lumpur. Sampai di

lokasi popokan, modin (pemuka agama) membacakan doa dan diikuti

dengan perebutan nasi tumpeng oleh warga. Setelah pembacaan doa selesai,

acara popokan dilaksanakan. Warga saling melempar lumpur di tengah

persawahan, di perbatasan desa tanpa ada rasa emosi.

Dari perspektif historis, tradisi popokan, telah berlangsung sangat

lama, konon telah berlangsung dari sesepuh Desa Sendang. Tradisi ini

bermula dari munculnya seekor macan atau harimau yang merusak tanaman

warga Desa Sendang dan mengancam warga desa. Warga Desa Sendang

berusaha mengusirnya dengan berbagai senjata tajam, tetapi macan tersebut

tidak mau pergi dari desa. Warga bertambah khawatir dan takut atas

keberadaan macan tersebut. Selanjutnya ada sesepuh Desa Sendang yang

menyarankan agar harimau itu jangan diusir dengan kekerasan dengan

senjata tajam, tetapi usirlah dengan lumpur sawah. Benar saja, atas nasehat

sesepuh desa tersebut, macan atau harimau itu akhirnya pergi dati Desa

Sendang dengan cara melemparnya dengan lumpur sawah. Akhirnya lempar

lumpur menjadi tradisi yang dilestarikan oleh warga Desa Sendang sampai

sekarang ini.

2. Ritual Popokan

Popokan merupakan tradisi dari Dusun Sendang, Kelurahan Sendang

Kabupaten Semarang. Tradisi popokan ini hakekatnya merupakan tradisi

tasyakuran yang dilakukan oleh warga Desa Sendang atas keselamatan

warga, panen yang melimpah yang diterima oleh seluruh warga desa. Tradisi

135
popokan atau perang lumpur sebenarnya merupakan ending dari tradisi

tasyakuran warga.

Secara garis besar, ritual popokan dapat diklasifikasikan menjadi

empat macam. Pertama, bersih sendang atau sumber mata air di Dusun

Sendang yang berjumlah empat sumber mata air, sendang Glagah, sendang

Preh dan sendang Dawung. Bapak-bapak dan warga Dusun Sendang

berpartisipasi aktif membersihkan mata air atau sendang yang ada di Dusun

Sendang. Sebagian dan mereka membersihkan air sendang sampai bersih

dari dedaunan ataupun endapan di dalamnya hingga air sendang terlihat

jernih kembali. Sebagian yang lain membersihkan rumput liar atau

pepohonan yang tumbuh di sekitar sendang dengan memangkasnya agar

menjadi rapi. Sebagian membersihkan sekitar sendang dengan pacul

sehingga tanah sekitar bersih terbebas dan rumput liar.

Bersih sendang atau sumber mata air ini dilakukan di sendang atau

mata air yang berada di Dusun Sendang yang berjumlah empat sumber mata

air yaitu sendang (kali) Preh, sendang Glagah, dan sendang Dawung (hasil

wawancara dengan Nur Solikhin). Bersih sendang ini biasanya dilkuti oleh

laki-laki dewasa dengan peralatan pacul, sabit, dan sapu. Sementara anak-

anak usia sekolah tetap melakukan aktivitas kesehariannya sebagaimana

biasanya. Mereka pergi ke sekolah dan tidak terlibat dalam tradisi bersih

sendang ini. Sementara ibu-ibu menyiapkan makanan dan nasi tumpeng di

rumah masing-masing.

Bersih sendang ini biasanya dilakukan pada hari Kamis sore, jam

13.00 sampai dengan jam 16.00 WIB, satu hari sebelum tradisi popokan

136
dilakukan. Bersih sendang ini dilakukan oleh warga dikarenakan mereka

berkeyakinan bahwa air merupakan sumber kehidupan, sumber kehidupan

warga seluruhnya. Maka sumber kehidupan ini perlu untuk dibersihkan dari

kotoran sehingga kehidupan merekapun akan bersih jauh dari kotoran

ataupun marabahaya yang mengancamnya. Keyakinan inilah yang

mendorong warga sangat antusias untuk membersihkan sendang yang ada

di Dusun Sendang. Bersih sendang ini dilakukan dalam waktu satu tahun

sekali bersamaan dengan tasyakuran desa atau popokan. Ada beberapa

alasan yang mendasarinya. Sendang bagi kehidupan masyarakat Dusun

Sendang sangat vital. Setiap hari sebagian warga masyarakat menggunakan

sendang sebagai tempat mandi, khususnya setelah pulang dan sawah. Di

samping itu, sendang juga dipergunakan sebagai tempat untuk mencuci

pakaian bagi ibu-ibu. Ibuibu biasanya mencuci pakaian anak-anak dan

suaminya di sendang tersebut. Dengan demikian sendang mempunyai peran

yang sangat vital bagi masyarakat Dusun Sendang. Selanjutnya, dilakukan

upacara tumpengan dari warga Dusun Sendang yang dibuat oleh setiap

keluarga di dusun tersebut. Nasi tumpeng merupakan nasi yang dibuat

dengan bentuk gunungan, dengan puncak yang lancip diletakkan di baskom,

ataupun tampah (sejenis anyaman bambu yang diperuntukkan untuk nasi

tumpeng). Nasi tumpeng itu dilengkapi dengan lauk pauk khusus. Lauk

pauk sebagai pelengkap nasi tumpeng adalah klubanan, yaitu rebusan sayur

mayur yang dicampur dengan sambal kelapa. Sambal yang terbuat dan

lombok, garam, brambang dan bawang yang dicampur dengan parutan

kelapa. Sayur mayur yang dibuat sebagai klubanan biasanya berasal dari

137
bayam, kacang panjang, kluwih, sekarang biasanya daun kulbis, daun sawi,

daun singkong, daun protoseli, daun kacang panjang dan dicampur dengan

kecambah. Di samping itu, nasi tumpeng dilengkapi dengan ikan asin

misalnya ikan ten, ikan pethek, atau dilengkapi dengan telur rebus, tahu

tempe, daging ayam, ikan asin lainnya. Semua lauk pauk dan klubanan

tersebut ditaruh melingkar di pinggir nasi tumpeng.

Nasi tumpeng juga dilengkapi dengan tuntuman. Tuntuman adalah

sambal yang dicampur dengan parutan kelapa, biji mlanding, irisan jepan

dan dibungkus dalam daun pisang kemudian dimasak sampai matang.

Tuntuman ditaruh di sekitar nasi tumpeng sebagai tambahan jika klubanan

dalam nasi tumpeng kurang. Setiap keluarga di Dusun Sendang membuat

nasi tumpeng yang akan dipergunakan sebagai bagian dan tradisi popokan.

Di samping membuat nasi tumpeng warga juga membuat makanan kecil

lainnya, seperti mereka menyiapkan lebaran. Bahkan warga yang di

perantauan pun menyempatkan diri untuk pulang sekedar mengikuti tradisi

popokan ini. Tradisi popokan ini secara emosional melebihi tradisi lebaran.

Semua warga Desa Sendang seluruhnya tidak hanya Dusun Sendang,

berpartisipasi aktif dalam tradisi ini, tanpa melihat agama yang dianutnya.

Mayoritas warga Desa Sendang beragama Islam, tetapi ada sebagaian kecil

warga di Dusun Sendang yang beragama Kristen. Semuanya menyatu dalam

tradisi popokan ini.

Ritual tumpengan dilaksanakan di rumah modin (Imamuddin: pemuka

agama). Warga Dusun Sendang khususnya bapakbapak datang membawa

nasi tumpeng masing-masing ke rumah modin. Mereka duduk berjajar

138
saling berhadapan, di tengahnya diletakkan nasi tumpeng yang dibawanya.

Setelah seluruh warga Dusun Sendang datang dan berkumpul, acara

tumpengan dimulai. Modin mulai membaca hadroh, ila hadharati ruhi,

sampai lengkap ditanjutkan bacaan surat at Ikhlas, surat al Falaq, surat an

Nas, dan bacaan sebagian ayat al Qur’an, tahlil sampai doanya. Doadoa

dilakukan dalam versi Islam meskipun ada sebagian warga yang beragama

Kristen. Setetah selesai berdoa, warga makan nasi tumpeng dan lauk pauk

yang dibawanya secara bersamaan. Awalnya ritual tumpengan hanya diikuti

oleh warga Dusun Sendang (bukan Desa Sendang), tetapi pemerintah desa

setempat mengelola tradisi ini sebagai pemberdayaan Desa Sendang, maka

tumpengan pun diikuti oteh perangkat desa setempat dan tokoh-tokoh atau

sesepuh Desa Sendang yang meliputi berbagai dusun.

Ketiga, kirab dan arak-arakan yang ditakukan oleh warga Desa

Sendang seluruhnya. Arakan-arakan ini dilakukan mulai dari pertigaan

Ntotog, persimpangan jalur ke Gubug dan jalur ke Kecamatan Bancak,

Kabupaten Semarang sampai Balai Desa Sendang, sejauh kira-kira 2

kilometer. Kadang-kadang kirab dimulai dari Dusun Ngasinan, dusun paling

barat dilanjutkan sampai balai Desa Sendang (hasil wawancara dengan Nur

Solikhin). Arak- arakan ini diikuti oleh warga Desa Sendang, anak-anak,

pemuda dan orang tua. Dalam arak-arakan ini, warga menampilkan seni dan

seluruh kreatifitasnya. Setiap dusun di Desa Sendang menampilkan

kreatifitasnya masing-masing bahkan setiap RT di setiap dusun mempunyai

kreatifitasnya masingmasing. Dalam arak-arakan atau kirab itu, warga

melakukan ritual dengan mengarak atau menggiring hewan macan yang

139
terbuat dan boneka, yang di dalamnya berisikan orang. Di samping itu,

warga juga mengarak nasi tumpeng yang dilengkapi dengan ingkung,

ingkung burung dara, ikan wader, udang, ikan belut hasil tangkapan dan

warga. Burung dara, ikan wader, udang, dan belut. Kesemuanya merupakan

hasil tangkapan dan warga, bukan hasil ternak dan bukan beli dari pasar.

Setelah sampai balai desa, Desa Sendang, modin atau kiai membaca doa

atas nasi tumpeng yang dibawa di belakang kirab miniatur harimau. Setelah

itu, dilanjutkan dengan berebut nasi tumpeng dan ayam panggang yang

dibawa oleh para sesepuh masyarakat sekitar (hasil wawancara dengan Nur

Solikhin).

’at kliwon, setelah melaksanakan ibadah shalat Jum’at. Arak-arakan

ini dilakukan dari jam 13.00 sampai jam 15.00 WIB, sehingga jalan raya

antara SalatigaBancak praktis macet selama tiga jam ataupun kalau jalan,

hanya satu jalur. Jalur mobil yang melewati jalan ini ditutup sementara

waktu sampai tradisi popokan selesai, sekitar jam 16.00 WIB. Menurut Ulis

Sa’adah, jalur lalu lintas untuk sepeda montor dapat dialihkan lewat jalur

sebelah selatan, bersamaan dengan tradisi popokan dilaksanakan. Jalur

selatan yang melewati Desa Lebak di selatan, Desa Sendang. Sementara

mobil roda empat tetap melewati jalur Salatiga Bancak tidak dialihkan ke

jalur lain. Keempat, popokan atau perang lumpur berlangsung di dekat Balai

Desa Sendang, di jalan Raya Salatiga-Bancak. Tradisi lempar lumpur antar

warga berlangsung sangat meriah, dikarenakan diikuti oleh anak anak,

remaja dan orang tua khususnya yang laki-laki. Mereka tampak asyik saling

melempar tanpa sasaran yang jelas. Bahkan kadang terjadi aksi saling kejar

140
mengejar untuk saling melempar di area persawahan yang dipergunakan

sebagai ajang perang lumpur. Menurut Faizin (mantan kepala Desa

Sendang), peserta perang lumpur tidak diperkenankan marah dan emosi

karena terkena lemparan lumpur dari peserta lain. Sebaliknya, warga yang

terkena lemparan lumpur ini akan merasa senang, karena dipercaya akan

dapat berkah.

Sementara itu, mobil-mobil dihentikan sementara di Dusun Pondok

yang berasal dari jalur timur, dan yang berasal dari jalur barat dihentikan di

Dusun Ngasinan untuk ,emghindari terkena lemparan lumpur dari peserta

popokan, demikian diungkapkan Heru dan Ulis Sa’adah. Aksi lempar

lumpur ini dilakukan di jalan raya antar desa yang berada di area

persawahan Desa Sendang, Kabupaten Semarang. Tradisi perang lumpur ini

tetap dilakukan oleh warga, untuk menghormati warisan budaya nenek

moyang mereka. Upacara popokan ini bermakna sebagai bentuk rasa syukur

warga kepada leluhur yang telah berhasil mengusir hewan buas yang

mengganggu warga.

Tradisi perang lumpur atau yang biasa disebut popokan merupakan

tradisi pengusiran binatang buas seperti harimau dan macan di sekitar

pemukiman warga karena sering merusak area persawahan. Kegiatan ini

dilakukan nenek moyang mereka jaman dahulu. Tradisi popokan

merupakan manifestasi atas keselamatan warga dari berbagai ancaman

manabahaya dan manifestasi hasil bumi yang melimpah. Tradisi ini

khususnya merupakan wujud rasa syukur masyarakat petani Desa Sendang

kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang diperolehnya dan

141
memohon berkah keselamatan bagi masyarakat setempat khususnya para

petani.

Dengan demikian popokan bermakna pembersihan din atau

menghilangkan kejahatan dengan cara yang santun tanpa kekerasan, dengan

rendah hati dan taat pada Allah swt.

3. Alasan Tradisi/Ritual Popokan

Tradisi popokan merupakan warisan dan nenek moyang mereka yang

telah berlangsung cukup lama. Menurut Faizin, popokan merupakan ritual

pengusiran terhadap macan yang masuk dan mengganggu warga Desa

Sendang. Cerita tentang pengusiran terhadap binatang menurut Faizin

hanya berlangsung sampai pada Mbah Darmo, sesepuh nonik yang berasal

dan Kayuglagah, Beji, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Menurut

Nur Solikhin cerita tentang pengusiran harimau yang mengganggu warga

terjadi pada masa mbah Semendi (sesepuh Desa Sendang). Beliau adalah

sesepuh Desa Sendang yang berasal dari Yogyakarta, yang dalam

pengembaraannya beliau menetap di Dusun Sendang. Dusun yang banyak

sendangnya atau sumber mata air cocok untuk bermukim. Menurut Faizin,

alasan yang melatarbelakangi tradisi popokan tetap dilestarikan di Desa

Sendang ada tiga hal. Pertama, tradisi ini dianggap sebagai upaya untuk

melestarikan budaya lokal sebagai warisan dari nenek moyang mereka.

Tradisi popokan sebagaimana asal muasalnya yang merupakan upaya

sesepuh desa zaman itu untuk mengusir macan yang mengganggu warga

Desa Sendang.

142
Popokan yang dimaknai sebagai upaya mengusir harimau yang

mengganggu warga desa dengan cara melempar lumpur sawah. Melempar

lumpur pun tetap dilestarikan sampai sekarang ini. Di samping popokan

sebagai tradisi yang perlu dilestarikan dan dijaga oleh warga Desa Sendang,

ada pula tradisi lain sebagai tahapan popokan. Tradisi lain itu adalah

membersihkan sendang atau mata air di Desa Sendang. Kedua, tradisi

popokan mengangkat dan mengenalkan tradisi lokal ke tingkat nasional.

Tradisi popokan awalnya hanya dikenal di Desa Sendang, Kecamatan

Bringin, Kabupaten Semarang. Seiring dengan perubahan zaman dan

perkembangan teknologi yang begitu cepat tradisi popokan tidak hanya

dikenal di wilayah Kecamatan Bringin saja, tetapi juga dikenal di Jawa

Tengah.

Upaya untuk mengangkat dan memperkenalkan tradisi popokan ke

tingkat nasional dikemas dengan berbagai acara tambahan yang dapat

menyedot perhatian warga. Acara kirab dan arak-arakan yang melibatkan

massa yang banyak merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan

tradisi popokan. Kirab ini melibatkan berbagai kelompok seni yang ada di

masyarakat Desa Sendang, misalnya nonik, wayang orang, drum blek,

kelompok drumband yang berasal dan kaleng bekas, jatilan. Di samping

kelonipok seni, kirab atau arak-arakan ini juga melibatkan semua kelompok

lembaga pendidikan dan Raudlatul Atfal (RA) sampai Sekolah Dasar (SD)

yang ada di Desa Sendang, termasuk lembaga pendidikan dan Madrasah

Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) yang ada di Desa

Sendang. Dalam kirab tersebut juga ditampilkan karya dan hasil kreatifitas

143
warga Desa Sendang misalnya modifikasi teknologi, pesawat, kapal dan

lainnya, hasil pertanian warga di Desa Sendang.

Dengan demikian kirab ini melibatkan massa yang cukup banyak

tidak hanya dan masyarakat Desa Sendang dan Kecamatan Bringin tetapi

juga masyarakat luar. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kali stasiun TV

nasional melakukan liputan acara popokan ini misalnya ANTV atau

Indosiar. Penonton berjajar dari kanan kiri pertigaan Ntotog sampai balai

desa, Desa Sendang. Mereka datang dari kota-kota lain, sperti Purwodadi,

Gubug, Demak, Kudus, Pati, Salatiga, dan Semarang kota. Mereka datang

karena penasaran dengan tradisi lempar lumpur atau popokan yang

dilakukan oleh warga Desa Sendang. Setelah mereka melihat secara

langsung tradisi ini mereka percaya bahwa ada tradisi lempar lumpur di

Desa Sendang ini. Tradisi ini dilestarikan oleh warga sebagai bentuk rasa

syukur terhadap Allah swt atas terjauhnya dari berbagai bahaya yang

mengancam warga baik fisik maupun non fisik. Tradisi popokan sebenarnya

berasal dari tradisi Dusun Sendang saja. Untuk mengangkat tradisi lokal ini,

pemerintah Desa Sendang bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten

Semarang memberdayakan tradisi popokan menjadi tradisi yang layak

untuk dilihat dan ditonton sebagai salah satu wisata tahunan bagi warga

Kabupaten Semarang.

Ketiga, tradisi popokan dikembangkan dan dimodifikasi menjadi

beberapa prosesi yang bersifat massal. Tradisi dikembangkan dengan kirab

dan arak-arakan yang melibatkan sejumlah elemen masyarakat. Diupayakan

tradisi ini tidak hanya milik warga Desa Sendang atau kecamatan Bringin,

144
tetapi menjadi milik warga Kabupaten Semarang. Pemerintah desa, Desa

Sendang dalam memodifikasi tradisi popokan melibatkan pemerintah

Kabupaten Semarang, khususnya Dinas Pariwisata. Dalam acara popokan,

mulai dari prosesi kirab atau arak-arakan, Bupati Semarang, menyempatkan

hadir untuk membuka acara kirab dalam acara popokan ini didampingi

Kapolres Kabupaten Semarang dan Camat Bringin. Dengan kehadiran

beberapa pejabat Kabupaten Semarang menjadikan acara popokan ini

semakin meriah, sekaligus menjadi salah satu obyek wisata di Kabupaten

Semarang, khususnya Kecamatan Bringin. Dengan demikian tradisi

popokan menjadi salah satu kebanggan Kabupaten Semarang sebagai tradisi

yang unik.

Dengan demikian tradisi popokan membutuhkan biaya yang cukup

besar yang menjadi beban warga Desa Sendang, bukan hanya Dusun

Sendang. Biaya yang besar biasanya dipergunakan untuk konsumsi bagi

peserta kirab atau arak-arakan, serta untuk honor kelompok seni yang

berpartisipasi dalam acara kirab tersebut. Dengan partisipasi warga Desa

Sendang, maka biaya yang cukup besar dapat diselesaikan. Dana yang besar

dibebankan kepada seluruh warga Desa Sendang, sehingga seluruh warga

dilibatkan dalam tradisi popokan ini. Demikian hasil wawancara penulis

dengan mbah K. Muhroni, tokoh agama dari Dusun Ngasinan.

4. Makna Tradisi Popokan

Makna simbol dari piranti tradisi popokan di Desa Sendang,

Kecamatan Bringin, Kab. Semarang berupa: Makna simbol dari piranti

145
tradisi popokan di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kab. Semarang

berupa:

a. Tumpengan

Masyarakat Jawa mempunyai variasi budaya yang beraneka ragam.

Nasi tumpeng merupakan salah satu budaya Jawa. Tumpeng merupakan

sajian dengan bahan utama nasi yang dibuat berbentuk kerucut

menyerupai bentuk gunung. Di bawahnya ditata berbagai jenis lauk

pauk khusunya klubanan dan berbagai macam hiasan agar kelihatan

menarik. Nasi tumpeng kuning melambangkan kesejahteraan,

kekayaan, atau rejeki yang melimpah. Nasi tumpeng kuning pada

bagian bawahnya terdapat lauk-pauk, seperti sayuran dan olahan

berbagai jenis daging. Nasi tumpeng yang dibuat kerucut pada

puncaknya mempunyai makna bahwa tujuan dan semua mahluk hidup

di dunia itu adalah Allah swt sebagai pencipta, Tuhan penguasa alam

semesta. Kemudian manusia berada di bawahnya. Sedangkan pada

bagian paling bawah terdapat berbagai jenis lauk pauk, apakah yang

terbuat dari jenis daging atau ikan dan berbagai macam sayuran. Ini

melambangkan kehidupan tumbuhan dan hewan yang berada di bawah

manusia. Nasi tumpeng yang dibuat sedemikian rupa melambangkan

keharmonisan kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan,

manusia dengan hewan dan tumbuhan, maupuan hubungan yang

harmonis antara manusia itu sendiri. Secara umum nasi tumpeng

mempunyai makna sebagai ungkapan puji syukur kepada Allah atas

atas limpahan rejeki yang telah Dia berikan. Juga disertai harapan agar

146
seluruh manusia akan selalu hidup tenteram, sehat dan sejahtera di masa

yang akan datang. Dalam bahasa Jawa kata selamatan dikenal dengan

slametan, yang merupakan salah satu kegiatan yang cukup penting

dalam setiap upacara ritual yang diadakan. Slametan dan kata slamet

yang artinya terhindar dari suatu kejadian yang tidak diinginkan secara

lahiriah dan batiniah serta selalu dalam pengayoman dan Ilahi Rabbi,

Gusti Kang Murbeng Dumadi.

Filosofis makna slametan dalam bahasa Jawa dinyatakan dengan

ungkapan bahwa manungsa iku urip ing alam donya ora mung luru

pangan, sandhang lan papan ananging uga luru kasuwargan. Dalam

setiap kegiatan kehidupan orang Jawa yang belum ilang jawane

memulai sesuatu usaha dalam kesehariannya selalu didahului dengan

slametan, sejak seseorang dilahirkan, menjalani kehidupannya, sampai

masuk kembali ke liang kubur, selalu disertai dengan acara slametan.

Slametan juga dilakukan ketika dalam kandungan empat bulan, tujuh

bulan, sampai kelahiran, dilanjutkan slametan ketika khitan, menikah

dan seterusnya. Dengan menyadari kelemahan dan kekurangan pada

dirinya dan keyakinannya yang bulat akan adanya Allah, maka setiap

gerak langkah orang Jawa selalu dimulai dengan memohon kepada

Allah dalam bentuk slametan. Dalam slametan disertai permohonan

(panuwunan) akan kebaikan semuanya yang terekspresi dalam nasi

tumpeng.

Tumpeng, mempunyai arti dan maksud tumuju lempeng marang

Gusti atau tertuju kepada Allah swt, juga dapat diartikan dedonga

147
anteng, meneng, Jejeg, menthentheng, yang artinya berdoa itu dengan

tenang, khusuk, istiqamah dan fokus. Bentuk tumpeng yang bulat

kerucut berbentuk seperti gunung dan terbuat dan nasi putih adalah

mengandung arti “dalam memohon kepada Tuhan hendaknya disertai

dengan fiat dan jiwa yang bersih (seperti warna tumpeng) tenang dan

teguh atau kokoh seperti gunung”. Cara memotong tumpengpun tidak

boleh sembarangan asal memotong, karena memotong dengan

sembarangan dapat menghilangkan esensinya. Diawali tumpeng

dipotong ujungnya yang memiliki arti sebagai pancer, dan potongan

yang satunya dipotong atau dibelah secara melintang yang sehingga

terbagi menjadi 4 bagian yang memiliki anti sebagai sedulur kembar

papal atau empat unsur alam yang mempengaruhi sifat manusia.

Potongan yang melambangkan pancer tadi tidak untuk dimakan, tetapi

dilengkapi dengan lauk pauk tumpeng dan dipersembahkan kepada

Gusti Maha Agung. Sedangkan potongan tumpeng yang terbelah

menjadi empat bagian itulah yang dimakan beramairamai dan ini

memiliki arti atau harapan agar 4 unsur alam yang ada dalam diri

manusia tetap dapat memberikan pengaruh yang baik pada diri

manusia, empat unsur alam itu adalah “air, api, udara dan tanah”. Sifat-

sifat alam mi harus ada dalam diri manusia karena apabila sifat alam ini

tidak ada dalam diri manusia maka ia seperti orang mati. Dalam prosesi

tumpeng ada proses islamisasi dan modifikasi sehingga sesuai dengan

ajaran Islam. Islam sangat menganjurkan untuk memanfaatkan sesuatu

semaksimal mungkin, menghindari perilaku mubadzir. Dengan

148
demikian semua nasi tumpeng dapat dimakan untuk menghindari

perilaku mubadzir.

b. Nasi Klubanan

Klubanan dan lauk pauk dalam tumpeng memiliki makna yaitu

variasi dan berbagai macam rasa dalam kehidupan, layaknya seperti

rasa klubanan, ada rasa pedas, rasa asin, rasa sepet, rasa asam.

Kombinasi berbagai rasa ini akan memberi kenikmatan hidup yang bisa

membuat hidup semakin berkualitas. Dalam klubanan biasanya ada

daun bayem yang artinya dapat membuat adem ayem, kacang panjang

yang maknanya yuswa dawa, kecambah yang maknanya tansah

sumrambah, kluwih yang maknanya luwih-luwih, kangkung yang

maknanya jinangkungan dening Gusti Kang Murbeng Dumadi atau

selalu mendapat perlindungan dan Allah. Klubanan tersebut apabila

dirangkai adalah wong urip yen tansah ayem tentrem, bakale yuswane

dawa lan tansah sumrambah lan bisa luwih-luwih, apa-apa tansah

jinangkungan dening Gusti. Artinya, apabila dalam menjalani hidup ini

dengan tenang dan tentram, maka umur akan panjang, selalu

berkembang serta mendapat kecukupan, dan semua yang dijalankan

selalu mendapatkan perlindungan dan Ilahi Rabb, Tuhan Yang Maha

Esa.

c. Ingkung

Ingkung Nasi tumpeng mempunyai makna khusus, demikian dengan

klubanan sebagai pelengkapnya. Ingkung merupakan kelanjutan dan

makna nasi tumpengan dan klubanan tersebut. lngkung mempunyai

149
makna filosofis yaitu kembali kepada kesucian, atau kembali kepada

fitrah. Fitrah atau kesucian akan tercapai dan terwujud, apabila

seseorang tersebut telah menjalani dengan tetap menjaga hubungan

dengan Ilahi Rabb, menjaga hubungan dengan sesama dan menjaga

hubungan dengan makhluk yang lain. Ingkung hakekatnya memiliki

makna kesucian dan fitrah, seperti ayam ingkung yang nglegeno atau

telanjang tanpa bulu. Dan ini adalah tujuan akhir dari hidup, yaitu

mancapai kesucian. Maka tujuan hidup pada dasarnya adalah untuk

mencapai kesucian, fitrah sebagai tujuan akhir. Tujuan yang akan

dicapai oleh setiap insan adalah untuk mencapai kesucian, fitrah setelah

menjalani kehidupan dengan rasa serasi dan harmonis.

Dengan demikian bahwa tradisi popokan mempunyai beberapa

makna. Pertama, tradisi popokan merupakan ungkapan untuk menerima

realitas kehidupan apa adanya dengan berbagai rasa kehidupan. Warga

Desa Sendang akan menerima kehidupan ini dengan dengan nerimo

setelah melakukan ikhtiar yang maksimal. Mereka akan mengolah lahan

pertanian mereka dengan sebaik-baiknya atau akan bekerja sesuai

dengan profesinya. Ketika tiba waktunya panen, bersamaan dengan

bulan Agustus, warga akan menyelenggarakan tradisi popokan, sebagai

ungkapan menerima atas segala ketentuan yang mereka terima. Kedua,

tradisi popokan merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas

limpahan kenikmatan, keberkahan dalam kehidupan ini. Warga Desa

Sendang mengungkapkan rasa syukur kepada Allah swt setelah

menerima berbagai kenikmatan utamanya panen yang mereka terima.

150
Bentuk syukur itu mereka ekspresikan melalui berbagai prosesi dalam

tradisi popokan, mulai dan bersih sendang, kirab warga, nasi tumpeng

dan popokan. Demikian pula, mereka bersyukur terjauhkan dari

berbagai marabahaya yang mengancamnya. Dulu moyang mereka

terancam harimau yang masuk ke wilayah desanya, sekarang ancaman

dan marabahaya dapat terwujud dalam bentuk narkoba, minuman keras,

dan perilaku jelek lainnya. Ketiga, tradisi popokan merupakan ekspresi

rasa, seni, kreatifitas hidup dan kehidupan warga Desa Sendang

khususnya. Ekspresi ini diwujudkan dalam bentuk kirab sebelum acara

popokan. Kirab melibatkan berbagai kelompok seni, misalnya

kelompok nonik, kuda lumping, drumblek, sehingga mereka dapat

mengekpresikan kemampuan seni. Di samping itu, semua kelompok

warga dapat menampilkan hasil kreatifitasnya dan hasil pertanian yang

mereka miliki.

D. TRADISI SADRANAN
1. Latar Belakang budaya sadranan

Islam dan budaya memiliki relasi yang tak terpisahkan, dalam Islam

sendiri ada nilai universal dan absolut sepanjang zaman. Namun demikian,

Islam sebagai dogma tidak kaku dalam menghadapi zaman dan

perubahannya. Islam selalu memunculkan dirinya dalam bentuk yang

luwes, ketika menghadapi masyarakat yang dijumpainya dengan beraneka

ragam budaya, adat kebiasaan atau tradisi. Sebagai sebuah kenyatan

sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena

keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang

151
melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga

mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya.

Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan

kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah

sesuatu yang final, universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal

perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan

temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat berkembang sebagai

agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak

akan mendapat tempat1 . Islam merespon budaya lokal, adat atau tradisi di

manapun dan kapanpun, dan membuka diri untuk menerima budaya lokal,

adat atau tradisi sepanjang budaya lokal, adat atau tradisi tersebut tidak

bertentangan dengan spirit nash al-Qur’an dan Sunnah.

Demikian halnya dengan Islam yang berkembang di masyarakat Jawa

yang sangat kental dengan tradisi dan budayanya. Tradisi dan budaya Jawa

hingga akhir-akhir ini masih mendominasi tradisi dan budaya nasional di

Indonesia dan termasuk di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan

Kabaupaten Semarang . Dalam konteks ini yang menjadi namanama Jawa

juga sangat akrab di telinga bangsa Indonesia. Begitu pula istilah-istilah

Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya Jawa cukup

memberi warna dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara di

Indonesia. Di sisi lain, ternyata tradisi dan budaya jawa tidak hanya

memberikan warna dalam percaturan kenegaraan Indonesia, melainkan

juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagaman.

Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya yang sangat variatif dan

152
banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu dan Budha yang terus

bertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan

atau agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.

Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang

belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawa, meskipun terkadang

tradisi dan budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang

ada beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus

dipegangi tanpa harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga

yang bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegang

ajaran Islam dengan kuat tentunya dapat memilih dan memilah mana

budaya Jawa yang masih dapat dipertahankan tanpa harus berhadapan

dengan ajaran Islam. Sementara masyarakat Jawa yang tidak memiliki

pemahaman agama Islam yang cukup, lebih banyak menjaga warisan

leluhur mereka itu dan mempraktekkannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran agama Islam. Fenomena

ini terus berjalan hingga sekarang. Gambaran masyarakat Jawa seperti di

atas menjadi penting untuk dikaji, terutama terkait praktek keagamaan kita

sekarang. Sebagai umat beragama yang baik tentunya perlu memahami

ajaran agama dengan memadai, sehingga ajaran agama ini dapat menjadi

acuan dalam berperilaku dalam kehidupan. Karena itulah, dalam tulisan

yang singkat ini mencoba mengungkap masalah tradisi atau nilai-nilai

lokal terutama dalam masyarakat Jawa dalam pandangan ajaran agama

Islam. Apakah tradisi dan budaya Jawa ini sesuai dengan ajaran Islam atau

sebaliknya, bertentangan dengan ajaran Islam.

153
Bagi masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama nyadran

merupakan ungkapan refleksi sosial-keagamaan. Hal ini dilakukan dalam

rangka menziarahi makam para leluhur. Ritus ini dipahami sebagai bentuk

pelestarian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang. Nyadran dalam

tradisi Jawa biasanya dilakukan pada bulan tertentu, seperti menjelang

bulan Ramadhan, yaitu Sya’ban atau Ruwah. Nyadran dengan ziarah

kubur merupakan dua ekspresi kultural keagamaan yang memiliki

kesamaan dalam ritus dan objeknya. Perbedaannya hanya terletak pada

pelaksanaannya, di mana nyadran biasanya ditentukan waktunya oleh

pihak yang memiliki otoritas di daerah, dan pelaksanaannya dilakukan

secara kolektif.

Pelaksanaan tradisi nyadran (Craddha) pada masa Hindu-Budha

menggunakan puji-pujian dan sesaji sebagai perlengkapan ritusnya

sedangkan oleh walisongo diakulturasikan dengan doa-doa yang

bersumber dari al-Quran sebagaimana yang telah dilakukan oleh

masyarakat Sumogawe Getasan Semarang. Masyarakat meyakini leluhur

yang sudah meninggal sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan

anak cucu atau keturunannya, karena pengaruh agama Islam pula makna

nyadran mengalami pergeseran dari sekedar berdoa kepada Tuhan menjadi

ritus pelaporan dan wujud penghargaan kepada bulan Sya’ban atau nifsu

Sya’ban. Ajaran agama Islam meyakini bahwa bulan Sya’ban yang datang

menjelang Ramadhan merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan

manusia. Oleh karena itu pelaksanaan ziarah kubur juga dimaksud sebagai

154
sarana intropeksi atau perenungan terhadap segala daya dan upaya yang

telah dilakukan selama satu tahun.

2. Pengertian budaya sadranan

Beberapa pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam

penelitian ini adalah (1) Bagaimana pandangan masyarakat terhadap

tradisi nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten

Semarang ?(2) Bagaimana prosesi ritus dalam tradisi nyadran di Desa

Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang? (3) Bagaimana

dampak tradisi nyadran bagi kehidupan masyarakat Desa Sumogawe

Getasan Kabupaten semarang? Secara bahasa kata Islam berasal dari

bahasa Arab yang di ambil dari kata “salima” yang mempunyai arti

“selamat”. Dari kata “salima” tersebut maka terbetuk kata “aslama” yang

memiliki arti “menyerah, tunduk, patuh, dan taat”. Kata “aslama” menjadi

pokok kata Islam, mengandung segala arti yang terkandung dalam arti

pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau masuk Islam

dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat,

menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah dengan melakukan “aslama”

maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat. Selanjutnya

dari dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari

segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri

kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan

hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan

diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai

155
panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan

telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.

Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya; di

antaranya Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah

(Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan

Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad sebagai

utusanNya. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan

hanya mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari kehidupan

manusia. Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa

Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan

Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata

bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja

dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam

al-Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar

tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah. Kata Islam tidak

mempunyai hubungan dengan orang tertentu, golongan tertentu, atau

negeri tertentu. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah swt.

Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayatayat al-Qur’an yang diturunkan

Allah. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama

sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang

pernah diutus oleh Allah kepada berbagai kelompok manusia dan berbagai

bangsa yang ada di dunia ini. Islam adalah agama Nabi Adam, Nabi

Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa,

Nabi Muhammad saw. Dengan kata lain, seluruh Nabi dan Rasul beragama

156
Islam dan mengemban risalah menyampaikan Islam. Hal itu dapat

dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an yang

menegaskan bahwa para Nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri

kepada Allah. Artinya Islam secara bahasa berarti tunduk, patuh, dan

damai. Sedangkan menurut istilah, Islam adalah nama agama yang

diturunkan Allah untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar

dan sesuai fitrah kemanusiaan. Islam diturunkan bukan kepada Nabi

Muhammad saja, tapi diturunkan pula kepada seluruh nabi dan rasul. Al-

Qur’an menyatakan bahwa: Artinya: Barangsiapa mencari agama selain

agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama

itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi. (QS.

Al Imron: 85).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya didefinisikan

sebagai pikiran, akal budi; adat istiadat; sesuatu yg sudah menjadi

kebiasaan dan sukar diubah. Sedangkan, kebudayan dapat diartikan

sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti

kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan

manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami

lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah

lakunya. Menurut Koentjarajakti, kebudayaan terdiri dari dua komponen

pokok, yaitu komponen isi dan komponen wujud. Komponen wujud dari

kebudayaan terdiri atas sistem budaya berupa ide dan gagasan serta sistem

sosial berupa tingkah-laku dan tindakan. Secara singkat dapat dijelaskan

bahwa komponen wujud terbentuk dari tiga aspek, yaitu ide, gagasan, dan

157
tingkah laku. Adapun komponen isi terdiri dari tujuh unsur universal, yaitu

bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, ilmu

pengetahuan, agama, dan kesenian. Ketujuh unsur ini saling berkolaborasi

dalam penyusunan terbentuknya komponen isi. Budaya, menurut Farr dan

Ball, adalah pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat, yang

berkaitan dengan perilaku mereka. Selanjutnya menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, budaya adalah hasil kegiatan dan penciptaan akal budi

manusia, misalnya kesenian, kepercayaan dan adat istiadat. Dari

pemaparan tersebut, dapat dikatakan bahwa budaya akan selalu berkaitan

dengan cara hidup sekelompok masyarakat, termasuk cara anggota

masyarakat budaya itu berkomunikasi atau bertutur. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Goodenough bahwa budaya adalah hal-hal yang perlu

diketahui dan dipercayai oleh seseorang agar ia dapat bertingkah laku

dengan cara yang berterima dalam kelompok masyarakatnya. Horton

menjelaskan bahwa budaya menetukan standar perilaku, karena budaya

adalah sistem norma yang mengatur cara-cara merasa dan bertindak yang

diketahui dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Penerapan norma-

norma tersebut telah menjadi kebiasaan bagi anggotanya karena

dilaksanakan berulang-ulang, dan norma-norma tersebut menjadi lazim

bagi mereka. Dari norma-norma yang dimiliki itu, kemudian kelompok

masyarakat dapat mengetahui bentuk perilaku dan tindak tutur yang

menunjukkan budaya kesopanan, hal yang baik dan yang tidak yang

berhubungan dengan kebiasaan, demikian pula dalam hal strategi bertutur,

karena cara hidup (ways of living) sekelompok masyarakat akan selalu

158
berdampingan dengan cara bertindak tutur atau berkomunikasi masyarakat

yang bersangkutan.

3. Tradisi Nyadran

Upacara tradisional nyadran disebarkan dan diwariskan secara turun

temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, oleh karena itu tradisi

ini dapat digolongkan dalam bentuk folklor. Menurut Danandjaja folklor

adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan

turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam

versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Menurut John Harold

Bruvant berdasarkan tipenya folklor dapat digolongkan dalam tiga

kelompok: (1) folklor lisan, yaitu folklor yang bentuknya murni lisan,

misalnya ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, cerita prosa rakyat,

dan nyanyian rakyat;(2) folklor sebagian lisan, yaitu folklor yang

bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan,

misalnya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, adat-istiadat, upacara dan

pesta rakyat; (3) folklor bukan lisan, yaitu folklor yang bentuknya bukan

lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor ini ada

yang berbentuk material dan nonmaterial. Yang berbentuk material bisa

berupa arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian serta perhiasan adat,

makanan, alat musik, dan senjata.5 Berdasarkan penggolongan di atas,

upacara tradisional nyadran termasuk folklor sebagian lisan karena di

dalamnya terdapat bentuk foklor lisan, yaitu doa-doa yang digunakan

159
dalam upacara dan juga terdapat bentuk folklor bukan lisan berupa uba

rampe dalam upacara tersebut.

4. Nyadran di Desa Sumogawe

Bagi masyarakat Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten

Semarang hubungan agama dengan kebudayaan dapat digambarkan

sebagai hubungan yang berlangsung secara timbal balik. Agama secara

praksis merupakan produk dari pemahaman dan pengalaman masyarakat

berdasarkan kebudayaan yang telah dimilikinya. Sedang kebudayaan

selalu berubah mengikuti agama yang diyakini oleh masyarakat. Jadi

hubungan agama dan kebudayaan bersifat dialogis. Masyarakat

memahami agama menggunakan kerangka atau alat kebudayaan yang

dimilikinya. Perbedaan kerangka dan alat yang digunakan itulah yang

membawa implikasi perbedaan pemahaman dan praktek keagamaan. Islam

memiliki satu Tuhan Allah, satu kitab suci al-Qur’an, dan satu Nabi

Muhammad, dalam prakteknya tidak pernah menunjukkan wajah yang

tunggal. Banyak aliran, banyak kelompok dan banyak model, sebanyak

variasi kebudayaan tempat islam itu sendiri berkembang. Demikian pula,

kebudayaan satu masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh agama yang

mereka peluk. Ketika agama telah diterima oleh masyarakat, maka dengan

sendirinya agama tersebut akan mengubah struktur kebudayaan

masyarakat tersebut, bisa perubahannya sangat mendasar (asimilatif), bisa

juga hanya mengubah unsur-unsurnya saja (akulturatif). Atau pada

awalnya bersifat akulturatif namun lambat laun bersifat asimilatif.

160
Kebudayaan merupakan elemen yang tidak bisa dilepaskan dari

kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan keseluruhan kegiatan yang

meliputi tindakan, perbuatan, tingkah laku manusia, dan hasil karyanya

yang didapat dari belajar. Di satu sisi, manusia mencipta budaya, namun

di sisi lain, manusia merupakan produk dari budaya tempat dia hidup.

Hubungan saling pengaruh ini merupakan salah satu bukti bahwa manusia

tidak mungkin hidup tanpa budaya, betapapun primitifnya. Kehidupan

berbudaya merupakan ciri khas manusia dan akan terus hidup melintasi

alur zaman. Sebagai warisan nenek moyang, kebudayaan membentuk

kebiasaan hidup sehari-hari yang diwariskan turun-temurun. Ia tumbuh

dan berkembang dalam kehidupan manusia dan hampir selalu mengalami

proses penciptaan kembali. Masyarakat Desa Sumogawe merupakan suatu

kesatuan masyarakat yang diikuat oleh norma-norma hidup karena sejarah

tradisi maupun agama. Hal ini dapat dilihat dari ciri masyarakat Jawa

secara kekerabatan. Sistem hidup kekeluargaan di Desa Sumogawe

tergambar dari kekerabatan masyarakat Jawa. Jika memperhatikan

kosakata dari kekerabatan tampaklah istilah yang sama dipakai menyebut

moyang, baik ditingkat ketiga atau keturunan ketika, dengan aku sebagai

acuan. Jadi buyut bisa berarti ayahnya kakek, maupun anaknya cucu, dan

seterusnya (wareng, udeg-udeg, gantung siwur, gropak sente, debog

bosok) Hukum adat menuntut setiap orang lelaki bertanggungjawab

terhadap keluarganya dan masih dituntut untuk bekerja membantu kerabat

lain dalam hal-hal tertentu seperti mengerjakan tanah pertanian, membuat

rumah, memperbaiki jalan desa, membersihkan tanah pekuburan, dan

161
lainnya. Semboyan saiyeg saeka praya atau gotong royong merupakan

rangkaian hidup tolong menolong sesame warga. Kebudayaan yang

mereka bangun adalah hasil adaptasi dari alam sehingga dapat meletakkan

pondasi patembayatan yang kuat dan mendasar.

Kebudayaan Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten

Semarang sampai sekarang masih kental akan budaya Islam yang

bercampur Hindu-Budha, animisme dan dinamisme. Ketika Hindu-Budha

masuk di Jawa maka manifestasi kepercayaan Hindu-Budha terlihat dalam

upacara dan tradisi mereka. Salah satu dari kebudayaan Jawa yang masih

kental akan kepercayaan animisme dan dinamisme adalah tradisi nyadran.

Upacara nyadran ini merupakan penghormatan kepada leluhur dan bisa

juga menjadi bentuk syukuran massal. Desa Sumogawe Kecamatan

Getasan Kabupaten Semarang mengelar tradisi nyadran di pemakaman

menjelang bulan puasa (Syaban).

5. Tujuan Tradisi Nyadran

Menjelang bulan Ramadhan, masyarakat melaksanakan upacara

nyadran; kegiatan keagamaan tahunan yang diwujudkan dengan ziarah ke

makam leluhur menjelang bulan Ramadhan. Kegiatan dalam ziarah

tersebut di antaranya membersihkan makam leluhur, memanjatkan doa

permohonan ampun, dan tabur bunga. Biasanya para peserta nyadran

membawa aneka makanan, seperti: tumpeng, apem, ingkung, pisang raja,

jajanan pasar, dan kolak. Makanan-makanan ini dibawa dengan

menggunakan sejumlah jodang atau yang biasa disebut tandu. Selain itu,

mereka juga membawa kemenyan serta beraneka macam bunga khas

162
Indonesia, seperti mawar, melati, dan kenanga. Dalam konteks inilah

pentingnya pemeliharaan tradisi itu: karena ia tumbuh dalam masyarakat

itu sendiri, ia biasanya berhubungan erat dengan sumber daya alam dan

kondisi hidup setempat. Dengan kata lain, seringkali tradisi seperti inilah

yang lebih ramah lingkungan dan secara langsung ataupun tidak langsung

memberi pengetahuan tentang keadaan lokal. Ini yang akan memberi bekal

bagi manusia yang mempelajarinya, atau juga bagi generasi muda yang

masih peduli akan kondisi di sekitar mereka, karena tradisi itu tumbuh dari

masyarakatnya sendiri.

Nyadran dilakukan setiap bulan Sya’ban atau dalam kalender Jawa

disebut bulan Ruwah. Lazimnya kegiatan nyadran dilakukan dengan

ziarah ke makam-makam leluhur atau orang besar (para tokoh) yang

berpengaruh dalam menyiarkan agama Islam pada masa lalu. Masyarakat

di satu daerah memiliki lokasi ziarah masing-masing. Semisal di Desa

Sumogawe, nyadran dilaksanakan di makam Punden dan makam leluhur.

Tujuan utama dari upacara ini adalah rasa syukur dan terima kasih kepada

Tuhan atas hasil tangkapan ikan yang berlimpah karena masyarakat di sini

sebagian besar nelayan. Setelah melaksanakan nyadran, masyarakat

lazimnya melakukan tradisi padusan. Padusan berasal dari bahasa Jawa,

yaitu adus (mandi). Padusan merupakan kegiatan mandi (bersih diri), yang

mempunyai makna persiapan lahir dan batin menuju bulan Ramadhan.

Biasanya padusan dilakukan di sumber-sumber air yang dianggap sakral

atau suci.

163
Dalam nyadran juga terdapat inti budaya Jawa, yaitu harmoni atau

keselarasan. Masyarakat Jawa bukan saja mengharapkan harmoni dalam

hubungan antar manusia, tetapi juga dengan alam semesta, bahkan dengan

roh-roh gaib. Maka dalam upacara nyadran, sesaji diberikan. Sesaji bukan

bertujuan untuk “menyembah” roh-roh gaib, melainkan menciptakan

keselarasan dengan seluruh alam. Aneka makanan, kemenyan, dan bunga

memiliki arti simbolis. Tumpeng, melambangkan sebuah pengharapan

kepada Tuhan agar permohonan terkabul; Ingkung (ayam yang dimasak

utuh) melambangkan manusia ketika masih bayi belum mempunyai

kesalahan; pisang raja melambangkan suatu harapan supaya kelak hidup

bahagia; jajan pasar melambangkan harapan berkah dari Tuhan; ketan,

kolak, dan apem, merupakan satu-kesatuan yang bermakna permohonan

ampun jika melakukan kesalahan; kemenyan merupakan sarana

permohonan pada waktu berdoa; dan bunga, melambangkan keharuman

doa yang keluar dari hati tulus. Beraneka “bawaan” ini merupakan unsur

sesaji sebagai dasar landasan doa. Setelah berdoa, makanan-makanan

tersebut menjadi rebutan para peziarah yang hadir. Inilah arti kebersamaan

dalam nyadran. Ketika masyarakat melaksanakan nyadran, mereka harus

bekerja bersama. Ada unsur gotong-royong, kebersamaan, kasih sayang,

dan pengorbanan di dalamnya. Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi

antar anggota masyarakat. Karena itulah, tradisi nyadran akrab dengan

nilai kearifan lokal bangsa kita. Selain makna-makna tersebut, nyadran

juga memiliki makna sosial. Ketika masyarakat melaksanakan nyadran,

mereka harus bekerja bersama. Ada unsur gotong-royong, kebersamaan,

164
kasih sayang, dan pengorbanan di dalamnya. Nyadran juga menjadi ajang

silaturahmi antar anggota masyarakat. Karena itulah, tradisi nyadran akrab

dengan nilai kearifan lokal bangsa Indonesia.

a. Penghormatan terhadap leluhur

Penghormatan terhadap para leluhur adalah alasan yang diberikan

atas tradisi nyadran oleh masyarakat Sumogawe. Sudah menjadi

tradisi menjelang Ramadan, sebagian masyarakat Jawa melaksanakan

upacara sadran, diwujudkan dengan berziarah ke makam leluhur.

Prosesi itu menyangkut membersihkan pusara, memanjatkan doa

permohonan ampun, dan tabur bunga. Adakalanya penyadran

membawa tumpeng, apem, ingkung, jajanan pasar, dan aneka snack.

Tradisi itu mempunyai kemiripan dengan sraddha pada masa

Majapahit. Kemiripan itu terlihat pada kegiatan “interaksi’’ manusia

dengan leluhur yang telah meninggal, seperti pengorbanan, sesaji, dan

ritus sesembahan yang hakikatnya bentuk penghormatan terhadap

yang sudah meninggal. Para wali diyakini mentransformasikan tradisi

pra-Islam itu menjadi sarat dengan unsur Islam demi kemudahan

dakwah. Tidak mengherankan kalau pelaksanaan nyadran masih

kental dengan budaya Hindhu Buddha dan animisme yang

diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam.

Bagi masyarakat Jawa, terutama di Jateng, sadranan (nyadran)

merupakan ungkapan refleksi budaya sosial keagamaan. Ritus ini

dipahami sebagai bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya nenek

moyang. Nyadran sebenarnya identik dengan ziarah kubur, keduanya

165
merupakan ekspresi kultural keagamaan yang memiliki kesamaan

dalam tujuannya. Perbedaannya terletak pada pelaksanaannya

mengingat nyadran biasanya ditentukan waktunya oleh tetua dukuh

atau desa, dan dilakukan secara bersama-sama dalam satu dukuh atau

desa. Memang di dalam Islam disyari’atkan pula melakukan ziarah

kubur. Disyari’atkan ziarah kubur itu dengan maksud untuk

mengambil pelajaran (‘ibrah) dan mengingat kematian serta

kehidupan akhirat. Kegiatan nyadran bisa dianggap sebagai hari raya

di kuburan. Menjadikan kuburan sebagai lokasi perayaan dan

mendatanginya pada waktu-waktu tertentu atau musim-musim

tertentu untuk beribadah di sisi kuburan atau semisal termasuk hal

yang dilarang berdasarkan hadist.

b. Media silaturahmi

Upacara atau ritus tradisional masyarakat Desa Sumogawe

merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan pada masa

Hindhu-Buddha sampai masa di mana Islam masuk ke pulau Jawa.

Sebagai orang Desa Sumogawe, tujuan melaksanakan upacara

tradisional adat demi mencapai ketentraman hidup lahir dan batin.

Melestarikan kebudayaan turun temurun dari nenek moyang adalah

suatu keharusan demi menjaga kelestarian budaya. Proses ini

senantiasa dijaga dan dilestarikan guna menjaga hubungan generasi

penerus dengan leluhur, sehingga rantai keturunan sebagai suku Jawa

tidak akan terputus. Salah satu manfaat yang dirasakan dari

pelaksanaan upacara adat tradisional adalah menjaga hubungan

166
silaturahmi antar keluarga maupun tetangga. Di saat upacara adat

tradisional dilaksanakan pasti semua anggota keluarga akan

berkumpul, ini yang akan terjadi ketika pelaksanaan acara nyadran di

suatu desa.

Keunikan acara nyadran yang dilakukan oleh masyarakat di Desa

Sumogawe yang sudah dilakukan dari generasi ke generasi. Nyadaran

pada masyarakat Jawa biasanya dilaksanakan pada tanggal 17-24

bulan Ruwah atau bulan Sya’ban dalam kalender Islam. Acara ini

dilakukan ketika akan mendekati bulan puasa, sekitar 1-2 minggu

sebelum bulan Ramadhan. Nyadran dimasudkan sebagai

penghormatan kepada leluhur atau kerabat yang sudah meninggal.

Masyarakat Jawa menganggap para leluhur sebagai orang yang sangat

berjasa terhadap keberadaan manusia saat ini. Oleh sebab itu, para

leluhur pantas untuk diperhatikan atau dalam bahasa Jawa disebut uri-

uri. Sederhananya tradisi nyadran ini adalah acara yang dilakukan

oleh seluruh warga kampung secara bersama-sama datang ke makam,

kemudian mendo’akan arwah leluhur agar diberi pengampunan oleh

sang pencipta, dan acara ini dilakukan sebelum menginjak bulan

Ramadahan yang dilakukan setiap setahun sekali.

Nyekar berasal dari kata sekar yang berarti kembang atau bunga,

dapat dikatakan bahwa nyekar adalah sebagai satu bentuk tradisi

ziarah kubur dengan membawa bunga kemudian ditaburkan pada

makam yang ditujukan kepada nenek moyang dan arwah leluhur.

Ziarah makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan

167
berkembang dalam masyarakat Jawa. Tradisi nyekar atau ziarah kubur

ini ditujukan kepada Mbah Sahid dan leluhur masyarakat Desa

Sumogawe yang lain. Dalam melakukan ziarah kubur, masyarakat

membawa sesaji dan ubarampe (pelengkap). Setelah ritus ziarah kubur

dilanjutkan dengan manganan (kondangan) di komplek makam. Isi

sesaji antara lain berupa makanan yang dimasukkan ke dalam takir

(tempat makanan yang terbuat dari daun pisang), ingkung (ayam

panggang), nasi lauk pauk dalam wadah yang besar yang disebut

lengkong (terbuat dari pohon pisang yang dirangkai dengan serutan

bambu dan dibentuk persegi.

Menurut masyarakat Desa Sumogawe, isi sesaji berupa makanan

merupakan perwujudan rasa syukur keluarga atas nikmat yang telah

dianugerahkan oleh Sang Pencipta. Banyak pandangan mengenai

maksud dari sesaji yang disuguhkan antara lain: sesaji disedekahkan

kepada pengunjung di makam dengan harapan para leluhur di alam

kubur dapat merasakan nikmatnya makanan yang dimakan bersama-

sama, dan ada anggapan bahwa sesaji berupa makanan sebagai

sedekah dan pahala dari sedekah dapat sampai pada leluhur. Menurut

adat yang berlaku semua warga yang terlahir dari keluarga dari Desa

Sumogawe secara bergantian melakukan prosesi nyekar dan

manganan di kompleks makam. Selain itu tradisi manganan

(slametan) juga dilaksanakan di rumah masyarakat masing-

masing.Tradisi manganan di rumah dilaksanakan karena dalam acara

nyadran sendiri menjadi sarana berkumpulnya sanak saudara yang

168
jauh. Terdapat kepercayaan masyarakat Sumogawe bahwa barang

siapa yang tidak melakukan nyadran, maka ketidak beruntungan akan

menimpa keluarga yang berangkutan. Setelah prosesi nyekar dan

manganan dilanjutkan dengan prosesi awal nyadran yang jatuh pada

hari yang diawali dengan warga membersihkan makam dan

mempersiapkan sesaji. Dalam prosesi nyadran dimulai dengan

membuat kue apem, ketan, dan kolak yang kemudian digunakan untuk

munjung/ater-ater (dibagikan) kepada sanak saudara yang lebih tua,

antartetangga dan sebagai ubarampe. Hal tersebut dilakukan sebagai

ungkapan solidaritas diakalangan masyarakat Desa Sumogawe.

6. Dampak tradisi Nyadran

Pada perkembangannya, tradisi nyadran mengalami perluasan

makna. Bagi mereka yang pulang dari rantauan, nyadran dikaitkan dengan

sedekah, beramal kepada para fakir miskin, membangun tempat ibadah,

memugar cungkup, dan pagar makam. Kegiatan tersebut sebagai wujud

balas jasa atas pengorbanan leluhur, yang sudah mendidik, membiayai

ketika anak-anak, hingga menjadi orang yang sukses. Bagi perantau yang

sukses dan kebetulan diberi rezeki berlimpah, pulang nyadran dengan

beramal merupakan manifestasi hormat dan penghargaan kepada leluhur.

Pelestarian tradisi nyadran merupakan wujud pelestarian budaya adi

luhung peninggalan nenek moyak, terdapat sejumlah kearifan dalam

prosesi tradisi nyadran yang sangat relevan dengan konteks kekinian. Hal

ini karena prosesi nyadran tidak hanya sekedar gotong royong

membersihkan makam leluhur, selamatan dengan kenduri, dan membuat

169
kue apem ketan kolak sebagai unsur utama sesaji. Lebih dari itu, nyadran

menjelma menjadi ajang silaturahmi, wahana perekat sosial, sarana

membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme. Saat

pelaksanaan nyadran, kelompok-kelompok keluarga atau trah tertentu,

tidak terasa terkotak-kotak dalam status sosial, kelas, agama, golongan,

partai politik, dan sebagainya. Perbedaan itu lebur, karena mereka

berkumpul menjadi satu, berbaur, saling mengasihi, saling menyayangi

satu sama lain. Jika spirit nyadran itu dibawa dalam konteks negara, maka

akan menjadikan Indonesia yang rukun, ayom, ayem dan tenteram.

2.4.POTENSI MULOK BIDANG KULINER

A. GEMBLONG COTOT COTOT

1. Sejarah

Ketela pohon atau ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan

tanaman perdu. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari

Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika,

Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke Indonesia

170
pada tahun 1852. Ketela pohon berkembang di negara- negara yang

terkenal dengan wilayah pertaniannya. Selain sebagai bahan makanan

pokok, banyak macam produk olahan singkong yang telah dimanfaatkan

oleh masyarakat kita antara lain adalah tape singkong, enyek-enyek

singkong, peuyeum, opak, tiwul, kerupuk singkong, keripik singkong,

kue, dan lain-lain.

Gemblong Cotot merupakan salah satu produk olahan singkong.

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia gemblong terbuat dari adonan

tepung beras ketan putih yang diuleni hingga kalis dan dibentuk bulat

seperti bola. Kemudian adonan gemblong yang sudah dibentuk bulat

digoreng dan setelah dingin dilapisi dengan larutan gula aren. Di daerah

Jawa Timur gemblong dikenal dengan nama Getas. Meskipun memiliki

rasa yang sama, Getas terbuat dari ketan hitam, sedangkan gemblong

terbuat dari ketan putih. Namun, di daerah Jawa Tengah khususnya di

daerah Semarang dan Salatiga gemblong juga bisa terbuat dari singkong

dan biasanya dinamakan gemblong cotot. Jika dilihat dari namanya kue

tradisional ini memang sangat unik karena kata cotot jika diartikan dari

bahasa Jawa kedalam bahasa Indonesia artinya adalah keluar secara

tiba-tiba atau muncrat. Hal ini mungkin karena bahan isi dari kue ini

akan terasa keluar ketika kita mengggitnya sehingga kue ini dinamakan

demikian. Gemblong Cotot memiliki rasa yang manis karena bahan

isinya adalah berupa gula pasir yang meleleh dengan sendirinya ketika

kue dimasak dengan cara digoreng. Selain itu kue tradisional ini

memang benar-benar bisa menunda rasa lapar karena dengan hanya

171
memakan 4-5 buah saja seakan-akan kita merasa kenyang seperti kita

memakan satu piring nasi. Dari studi pustaka yang telah dilakukan, tidak

dapat dipastikan dari mana asal gemblong cotot sebenarnya. Namun,

dari pemahaman penamaan makanan ini sendiri dapat diduga bahwa asal

gemblong cotot ini dari daerah Jawa Tengah.

2. Komposisi Penyusun dan Komposisi Gizi

Komponen utama penyusun gemblong cotot adalah singkong yang

telah dikupas dan dikukus. Kemudian dihancurkan dan dibentuk pipih

menyerupai bentuk kue pastel atau bias berbentuk bulat dengan isian

gula pasir lalu digoreng. Sedangkan kandungan gizi utama yang terdapat

pada gemblong cotot yaitu karbohidrat. Selain itu, gemblong cotot juga

mengandung zat gizi lain seperti serat, vitamin, mineral, protein, dan

lemak. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai zat gizi tersebut.

a. Karbohidrat

Menurut Rahmah (2010) karbohidrat merupakan zat gizi

utama pada singkong. Karena tingginya kandungan karbohidrat

yang tinggi, singkong dijadikan makanan pokok nomor tiga

setelah beras dan jagung.

b. Vitamin

singkong mengandung dua vitamin yang larut air yaitu

vitamin C dan vitamin B1. Vitamin C berperan dalam

pembentukan kolagen interseluler. Sedangkan Vitamin B1

berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang

menghasilkan energi dari karbohidat. Menurut Depkes (1981)

172
kandungan vitamin C dan vitamin B1 dalam singkong berturut-

turut yaitu sebesar 30,00 dan 0,06 mg/ 100 gram bahan.

c. Mineral

Singkong mengandung dua unsur mineral makro yaitu

kalsium dan fosfor. Selain itu, juga terdapat unsur mineral mikro

yaitu zat besi. Peranan kalsium dan fosfor hamper mirip yaitu

membantu proses pembentukan tulang dan gigi. Zat besi,

meskipun yang dibutuhkan oleh tubuh hanya sedikit jumlahnya

tetapi peranannya sangat penting yaitu untuk mencegah

terjadinya anemia. Menurut Depkes (1981) singkong

mengandung kalsium 33 mg, fosfor 40, dan zat besi 0,70 mg per

100 gram bahan.

d. Serat

Zat gizi selanjutnya yaitu serat pangan (dietary fiber). Serat

termasuk zat non-gizi yang mampu memerangi kanker serta

menjaga kolesterol dan gula darah agar tetap normal. Substitusi

serat banyak digunakan dalam produk sereal yang menjadi menu

favorit di Barat. Selain oligosakarida, serealia sering ditambah

bahan-bahan kaya serat lainnya.

Serat pangan (terutama serat larut) mampu menurunkan

kadar kolesterol dalam plasma darah melalui peningkatan

ekskresi asam empedu ke feses, sehingga terjadi peningkatan

konversi kolesterol dalam darah menjadi asam empedu dalam

hati, selain itu serat pangan akan mengikat kolesterol untuk

173
disekresikan ke feses sehingga menurunkan absorpsi kolesterol

diusus.

Serat pangan memegang peran penting dalam memelihara

kesehatan individu. Oleh karena itu, serat pangan merupakan

salah satu komponen pangan fungsional yang dewasa ini

mendapat perhatian masyarakat luas. Serat pangan berbentuk

karbohidrat kompleks yang banyak terdapat di dalam dinding sel

tumbuhan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh

saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat

penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan berbagai

penyakit, dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi.

e. Protein

Singkong merupakan umbi-umbian yang kadar

karbohidratnya tinggi, namun kadar proteinnya rendah. Protein

dalam singkong hanya sekitar 1%. Menurut Depkes (1981)

protein yang terkandung dalam singkong sebesar 1,20 gram/ 100

gram singkong.

f. Lemak

Selain kadar protein yang rendah, lemak pada singkong

kadarnya rendah sekali. Kadar lemak pada singkong menurut

Badan Litbang Pertanian (2011) sekitar 0,5%. Sedangkan

menurut Depkes (1981) kandungan lemak sekitar 0,30 gram/ 100

gram bahan.

3. Cara Pembuatan Gemblong Cotot

174
Gemblong cotot merupakan salah satu kue yang pembuatannya

sangat sederhana. Pembuatan gemblong cotot ini hanya memerlukan

peralatan yang biasanya terdapat di dapur. Berikut ini langkah-langkah

pembuatan gemblong cotot.

a. Singkong dikupas, kemudian dicuci menggunakan air bersih dan

dikukus hingga empuk dan matang.

b. Singkong yang sudah matang ditumbuk hingga lembut, kemudian

beri sedikit garam dan ratakan.

c. Ambil adonan singkong yang sudah dihaluskan, kemudian

pipihkan dan isilah dengan gula pasir kemudian tutup hingga

berbentuk telur atau bisa berbentuk menyerupai pastel.

d. Kemudian digoreng dengan api sedang hingga matang (jangan

terlalu kuning).

Gambar 3.1 Pengupasan Singkong

175
Gambar 3. 2 Gemblong Cotot Siap Disajikan

4. Keterkaitan Gemblong Cotot Sebagai Pangan Fungsional

Pangan fungsional saat ini mulai berkembang, seiring dengan

semakin tingginya permintaan akan pangan fungsional dan kesadaran

masyarakat tentang kesehatan, meningkatnya penderita penyakit

degeneratif dan populasi lansia, pengembangan produk komersial,

adanya bukti ilmiah atas manfaat komponen pangan fungsional, dan

berkembangnya teknologi pangan. Pangan fungsional didefinisikan

pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung

satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap

mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi

kesehatan. Berdasarkan definisi tersebut pangan fungsional adalah

bahan pangan yang jika dikonsumsi dapat memberikan efek positif

terhadap kesehatan konsumen, selain sebagai pemenuh kebutuhan akan

gizi dan cita rasa yang dimilikinya.

Selain layak dikonsumsi sebagaimana makanan dan minuman pada

umumnya, kategori produk pangan fungsional yang lain yaitu diperkaya

dengan komponen-komponen fitokimiawi nirgizi, komponen aktif yang

dapat bersifat antioksidan terkait kemampuannya sebagai antikanker,

176
antipenuaan, dan sebagainya. Menurut Departemen Kesehatan dan

Kesejahteraan Jepang, terdapat 12 komponen senyawa yang dapat

dikelompokkan dalam makanan fungsional, yaitu dietary fiber,

oligosakarida (prebiotik), gula alkohol, glikosida, protein tertentu,

vitamin, kolin, lechitin, bakteri asam laktat (probiotik), asam lemak

tidak jenuh rantai panjang, mineral, fitokimia, dan antioksidan.

Menurut Suarni (2009) pola makan orang Indonesia, khususnya

kaum urban dan suburban, cenderung berlebihan lemak, garam, dan

karbohidrat, tetapi rendah serat, vitamin dan mineral, seperti pada

makanan cepat saji. Makanan tersebut mengandung kolesterol, asam

lemak jenuh, garam, bahan tambahan makanan dan kandungan serat

rendah yang dipastikan menjadi salah satu kelemahan dari menu

makanan cepat saji. Sebagian masyarakat masih rela sistem

pencernaannya diisi oleh berbagai jenis makanan yang tak sehat.

Sementara itu, makanan tradisional Indonesia justru sering kurang

diminati.

Salah satu makanan tradisional yang kurang diminati masyarakat

yaitu olahan singkong, salah satunya gemblong cotot. Gemblong cotot

merupakan salah satu makanan tradisional yang ada di Jawa Tengah.

Singkong sebagai bahan pangan akan semakin diminati konsumen,

terutama bagi yang mementingkan pangan sehat, dengan harga

terjangkau bagi semua kalangan.

Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan ketahanan pangan dengan

memanfaatkan semaksimal mungkin pangan lokal dan mulai

177
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi pangan yang

bermutu dengan gizi yang seimbang mengubah tanggapan masyarakat

terhadap singkong yang tidak lagi dianggap kurang bergengsi, karena

ternyata memiliki gizi yang beragam dan tinggi. Serat pangan dalam

singkong terutama serat larut mampu menurunkan kadar kolesterol

dalam plasma darah melalui peningkatan ekskresi asam empedu ke

feses, sehingga terjadi peningkatan konversi kolesterol dalam darah

menjadi asam empedu dalam hati. Selain itu, serat pangan akan

mengikat kolesterol untuk disekresikan ke feses sehingga menurunkan

absorpsi kolesterol di usus.

Selain serat pangan singkong juga mengandung dua vitamin larut air

yaitu vitamin C dan B1. Selain fungsinya sebagai zat gizi mikro, vitamin

tersebut berperan sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan

imunitas tubuh dan menghambat kerusakan degeneratif sel. Senyawa

beta-karoten selain memiliki aktivitas vitamin A bersama vitamin E dan

C berperan sebagai antioksidan dapat memperlambat penuaan,

menambah kekebalan, mengantisipasi kanker, penyakit jantung, stroke,

katarak, sengatan matahari, dan gangguan otot. Kemampuan

betakaroten untuk menangkap serangan radikal bebas, yang dianggap

sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker.

Singkong juga memiliki zat gizi protein, mineral, dan lemak.

Singkong merupakan umbi-umbian yang kadar karbohidratnya tinggi,

namun kadar proteinnya rendah. Protein dalam singkong hanya sekitar

1%. Menurut Depkes (1981) protein yang terkandung dalam singkong

178
sebesar 1,20 gram/ 100 gram singkong. Selain kadar protein yang

rendah, lemak pada singkong kadarnya rendah sekali. Kadar lemak pada

singkong menurut Badan Litbang Pertanian (2011) sekitar 0,5%. Oleh

sebab itu singkong cocok dikonsumsi bagi konsumen yang khawatir

akan kolesterol dalam tubuhnya.

Singkong mengandung dua unsur mineral makro yaitu kalsium dan

fosfor. Selain itu, juga terdapat unsur mineral mikro yaitu zat besi.

Peranan kalsium dan fosfor hamper mirip yaitu membantu proses

pembentukan tulang dan gigi. Zat besi, meskipun yang dibutuhkan oleh

tubuh hanya sedikit jumlahnya tetapi peranannya sangat penting yaitu

untuk mencegah terjadinya anemia. Menurut Depkes (1981) singkong

mengandung kalsium 33 mg, fosfor 40, dan zat besi 0,70 mg per 100

gram bahan.

Dari penjelasan di atas, bahwa gemblong cotot dengan bahan baku

singkong merupakan makanan tradisional Indonesia yang dapat

dikategorikan sebagai pangan fungsional. Kandungan zat gizi pada

singkong membuktikan bahwa singkong sebagai makanan bukan hanya

pemenuh kebutuhan akan rasa lapar tetapi juga dapat memberikan

fungsi fisiologis bagi konsumen. Sekarang telah terjadi pergeseran

filosofi makan, seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan

kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Bahan dan produk

pangan tidak lagi hanya dilihat dari aspek pemenuhan gizi dan sifat

sensorinya. Bahkan sifat pangan fungsional spesifik yang berperan

dalam kesehatan telah menjadi pertimbangan penting. Hal ini memberi

179
kesempatan bagi pengolahan singkong untuk dipromosikan sebagai

bahan pangan sehat masa depan.

B. TAHU SERASI BANDUNGAN


1. Letak geografis

Kecamatan Bandungan berada di sebelah selatan Kota Semarang

yang terletak di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan

Bandungan secara geografis terletak di lereng Gunung Ungaran.

Dengan ketinggian 400 meter di atas permukan laut Kecamatan

Bandungan bersuhu udara relatif sejuk. Letak astronomis Kecamatan

Bandungan yaitu 110’19” – 110’25” Bujur Timur dan 7’11”-7’16”

Lintang Selatan dengan luas 48,23 Km2. Kecamatan ini terbagi menjadi

9 desa. Kecamatan Bandungan yang berada di sebelah Selatan Kota

Semarang terletak di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah.

Kecamatan Bandungan memiliki luas 48,23 Km2. Kecamatan

Bandungan ini terbagi menjadi 9 Desa, ada Desa Mlilir, Desa Duren,

Desa Jetis, Desa Sidomukti, Desa Kenteng, Desa Candi, Desa

Banyukuning, Desa Jimbaran, dan Desa Pakopen (Djayanti, 2015).

180
Salah satu bentuk usaha kecil yang berpotensi untuk berkembang di

Bandungan Jawa Tengah adalah olahan pangan seperti tahu serasi

Bandungan. Perkembangan wisata kuliner di Kabupaten Semarang

khususnya di Bandungan kerap kali didukung oleh obyek wisata yang

ada di daerah tersebut, dan tahu serasi menjadi salah satu ikon usaha

kecil yang berkembang untuk wisata kuliner di Bandungan jika

pelancong yang berwisata di Bandungan pasti menikmati makanan khas

yang satu ini.

2. Tahu Serasi

Tahu Serasi merupakan usaha keeil yang diproduksi di Bandungan

yang tersebar di desa Kenteng dan Ampel Gading. Pada awalnya tahu

serasi diproduksi secara perorangan oleh Pak Sindoro atau biasa

dipanggil Om Sin sekitar tahun 1990. Olch karena rasanya yang khas

tahu scrasi disukai olch wisatawan yang pergi ke objek wisata

Bandungan maupun - Candi Gedong Songo. Berawal dari respon

konsumen yang meningkat ini mendorong beberapa pengrajin pada

tahun 1995 untuk memproduksi tahu scrasi yang tersebar di desa

Kenteng dan Karanglo. Pengrajin tersebut mayoritas dulunya adalah

karyawan dari Pak Sindoro yang mulai melepaskan diri dari usaha yang

dimiliki Pak Sindoro.

Tahu serasi Bandungan sendiri terkenal karena keunikannya yaitu

warnanya putih bersih dan sangat padat atau biasa kita sebut pulen.

Rasanya sangat enak dan gurih. Keistimewaannya tahu scrasi buatan

181
Bandungan tidak mengunakan pengawet sama sekali dan dengan proses

yang higienis.

Proses pembuatan tahu serasi membutuhkan waktu pengepresan

yang relatif lama sehingga diperoleh sari kedelai yang hampir tidak ada

kadar airnya. Oleh karena itu tahu Serasi Bandungan itu bertekstur

padal, kenyal, dan lembut. Sedangkan untuk minumannya, tersedia sari

kedelai.

Pembuatan tahu tersebut menggunakan bahan baku kedelai jenis

impor dan air mayon (bibit air tahu yang sudah diendapkan selama

semalam). Kelompok Wanita Tani Damai adalah salah satu kelompok

wanita tani yang bergerak di bidang usaha pembuatan tahu serasi.

Kelompok tani ini berada di desa Kenteng kecamatan Bandungan.

Kelompok tani tersebut dipimpin oleh Ibu Sutrisno. Kelompok tersebut

mempunyai 4 orang produsen tahu serasi dan 16 gerai tahu serasi

Bandungan. Adapun 4 orang yang menjadi produsen tahu serasi tersebut

adalah Bu Subisno, Bu sulipah, Pak Darmo, dan Bu Khotijah.

Selain itu Kelompok Tani memiliki gerai tahu serasi yang menjadi sentra

wisata kuliner di Kecamatan Bandungan. Adapun list Daflar Nama gerai

yang dimiliki Kelompok Tani Damai adalah :

182
1) Gerai Bu Eny

2) Mbak Budi

3) Bu Sri

4) Bu Sholekhah

5) Dll.

Tahu serasi Bandungan adalah jenis usaha makanan yang

prospeknya menjanjikan, apalagi untuk wilayah Bandungan dimana

tahu serasi sudah menjadi image wisata kuliner disana.

C. KOPI BANARAN
Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran memiliki potensi yang

menarik untuk dikembangkan. Hamparan kebun kopi yang menghijau

yang dilatar belakangi oleh indahnya panorama alam Rawapening

menjadikan Kampoeng Kopi Banaran memiliki keindahan dan kesejukan

suasana alam yang mampu membawa pengunjung/wisatawan untuk

kembali ke alam (back to nature). Potensi Keindahan alami tersebut

menjadi salah satu pilihan potensi unggulan wisata ditengah bisingnya

suasana kota dan derasnya arus polusi yang terjadi setiap hari, karena

itulah potensi keindahan alami tersebut harus digali semaksimal mungkin

sebagai obyek unggulan pariwisata pada Kampoeng Kopi Banaran

melalui publikasi yang optimal, tentang potensi keindahan alami yang

dimilikinya.

Area agrowisata sangat potensial pula dikembangkan arena out

bond gameyang memadai ditunjang oleh kondisi geografis dan struktur

tanah yang konjungtur, sehingga sesuai dengan rintangan dan suasana

183
alam yang menjadi dasar dari pemilihan lokasi area out bond. Potensi lain

yang menarik dan layak untuk dikembangkan di area Agrowisata

Kampoeng Kopi Banaran adalah taman bermain serta fasilitas-fasilitas

yang lain juga membuat Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran sangat

potensial utuk dikembangkan agar lebih memiliki daya Tarik bagi para

pengunjung utamanya pada sasaran wisatawan keluarga.Wisata kebun

kopi ini dapat dinikmati oleh pengunjung dengan tarif.

Potensi lain yang dapat dieksplorasi secara optimal di area

Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran adalah wisata kebun kopi dengan

nuansa alami yang kental dengan suasana khas kebun kopi sejak jaman

dahulu (kolonial Belanda) yang tetap terjaga keindahan dan struktur

alamnya. Pada area tersebut pengunjung diajak untuk dapat menikmati

semilirnya angin dan indahnya panorama waduk rawapening dan

pegunungan dengan hamparan kebun kopi. Fasilitas wisata kebunkopi ini

dilengkapi dengan makan siang bagi para pengunjung dengan tarif Rp.

30.000 per orang(minimal 20 orang).(wawancara dengan Moch. Irvan

Selakukoordinator event).

Wisata lain di area tersebut yang layak ditampilkan bagi para

pengunjung/wisatawan adalah wisata edukasi yang merupakan paket

wisata di Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran tentang paket studi

pengenalan bagimasyarakat pengunjung/wisatawan, sehingga sasaran

wisatawan sehingga sasaran wisatawan pada paket wisata ini adalah

siswa/siswi dan mahasiswa yang mengiginkan studi dan pengenalan lebih

dekat terhadap Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran dengan tarif Rp.

184
50.000,- per orang(minimal 20 orang).(wawancaradengan Moch. Irvan

selaku koordinator event)

Potensi lain yang dapat dijadikan unggulan pada Agrowisata

Kampoeng Kopi Banaran dan ideal untuk dikembangkan adalah wisata

kuliner berupa Banaran Coffee. Potensi tersebut berupa sebuah resto yang

menyajikan aneka makanan dan minuman segar yang disajikan panas

maupun dingin dengan cita rasa yang menggugah selera. Daya tarik resto

ini selain dari makanan adalah aneka jenis minuman yang menggunakan

kopi sebagai bahan dasarnya.

Berikut beberapa menu makanan dan minuman yang tersedia di

Banaran Coffee,diantaranya :

MAKANAN (per porsi)

1. Nasi Pecel Lele Rp. 14.000,-

2. Nasi Pecel Empal Rp. 14.500,-

3. Nasi Pecel Telur Rp. 12.000,-

4. Nasi Ayam Goreng Banaran Rp. 20.500,-

5. Nasi Rawon Rp. 16.000,-

6. Nasi Soto Ayam Rp. 13.500,-

7. Nasi Goreng Rp. 15.000,-

185
8. Mie Kuah Jawa Rp. 13.500,-

9. Mie Goreng Jawa Rp. 13.500,-

MINUMAN (per porsi)

1. Banaran Cappucino Rp. 18.500,-

2. Banaran Machiato Rp. 19.000,-

3. Banaran Moccacino Rp. 19.000,-

4. Banaran Espresso Rp. 16.000,-

5. Banaran Cafelatte Rp. 19.000,-

6. Banaran Black Coffee Rp. 16.000,-

7. Banaran Black Tea Rp. 5.500,-

8. Es Banaran Cappucino Rp. 19.000,-

9. Es Banaran Moccacino Rp. 20.000,-

10. Es. Banaran Cafelatte Rp. 19.500,-

11. Es. Banaran Coffee Rp. 12.500,-

12. Es Lemon Tea Rp. 7.500,-

13. Es Sari Jeruk Buah Rp. 11.500,-

14. Es Jeruk Nipis Rp. 8.500,-

15. Jus Alpukat Rp. 9.500,-

16. Jus Melon Rp. 8.500,-

186
Disamping beberapa obyek tersebut, pada area Agrowisata

disediakan pula beberapa fasilitas yang mendukung area Agrowisata

Kampoeng kopi Banaran menjadi sebuah obyek wisata yang menarik

diantaranya adalah sebagai berikut :Kereta wisata ini dipergunakan untuk

kegiatan tour keliling mengelilingi area kebun kopi Banaran dengan tarif

Rp. 50.000 untuk 5 dewasa dan 2 anak.

1. Kereta wisata ini dipergunakan untuk kegiatan tour keliling

mengelilingi area kebun kopi Banaran dengan tarif Rp. 50.000 untuk

5 dewasa dan 2 anak.

2. Gedung Pertemuan berkapasitas 750 orang yang dilengkapi AC dan

ruang yang lapang yang dapat disewa untuk umum.

D. SERABI NGAMPIN AMBARAWA

Ambarawa merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Kecamatan Ambarawa mempunyai luas

wilayah sebesar 28,22 km2 dengan jumlah desa 2 dan 8 kelurahan (anonim,

187
2015).Salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Ambarawa adalah

Kelurahan Ngampin. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Panjang

di bagian barat, Kelurahan Gondorio di bagian timur, Kelurahan Pasekan di

bagian utara dan berbatasan dengan Jalan Lingkar Ambarawa dan Desa

Ngrapah di bagian selatan. Penduduk Kelurahan Ngampin berjumlah 5320

jiwa dimana sekitar 25% nya merupakan warga dengan usia produktif (25-

40 tahun). Berdasarkan data monografi Kelurahan Ngampin tahun 2015,

sekitar 9% penduduk Ngampin merupakan wiraswasta, dengan salah satu

usaha yang digeluti adalah penjual serabi (Jatenginfo, 2015) Serabi

Ngampin selama ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat luas, khususnya

yang terbiasa melewati jalur darat Semarang-Yogyakarta. Serabi terbuat

dari tepung beras, daun salam dan garam sedangkan bahan kuah serabi

adalah santan kelapa, daun pandan dan gula merah. Untuk proses

pemasakan serabi, pelaku usaha menggunakan tungku yang disebut

„keren‟, sedangkan wajan untuk memasaknya disebut dengan„sraben”.

Adapun tempat penyimpanan serabi yang berbentuk kerucut disebut

„tenong‟.

Usaha serabi merupakan usaha yang berpotensi untuk

dikembangkan mengingat hingga kini, produk serabi menjadi salah satu

ikon kota Ambarawa. Meskipun demikian perkembangan usaha serabi

mengalami beberapa hambatan seperti dengan dibangunnya jalur lingkar

Ambarawa menyebabkan volume kendaraan yang melintas dan membeli

serabi berkurang serta kenyamanan pembeli yang berkurang saat menunggu

serabi oleh adanya asap yang ditimbulkan dari pembakaran kayu di tungku.

188
Proses pembuatan serabi dengan menggunakan tungku berbahan bakar kayu

selama ini berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan bagi pembeli. Asap

yang dihasilkan dapat membuat mata pedih dan juga meninggalkan bau

yang menempel di pakaian. Akan tetapi para pelaku usaha serabi

berkeinginan untuk tetap menggunakan tungku ini untuk mempertahankan

rasa dan aroma serabi, serta menunjukkan keaslian proses produksi serabi

kepada calon pembeli. Kendala lain adalah serabi yang dijual selama ini

hanya memiliki 3 varian yakni serabi original dengan warna putih, hijau dan

coklat.

E. SATE KEMPLENG UNGARAN

Warung Sate Pak Kempleng merupakan usaha keluarga yang beridiri

sejak tahun 1950 yang dirintis oleh Pak Kempleng. Pada saat itu pak

kempleng menjual satenya dengan cara berkeliling dari alun alun Ungaran

189
kemudian usahanyatersebut diteruskan oleh kedua anaknya dan sampai

sekarang dteruskan oleh cucu-cucunya . pak kempleng sendiri memiliki

berbagai cabang di kota ungaran maupundiluar kota ungaran .cabang

pertama berada di JL.Diponegoro No.265 Kel.Genuk, Kec.Ungaran Barat,

kemudian cabang ke 2 di JL.Diponegoro No.217 Kel.Genuk, Kec.Ungaran

Barat, cabang 3 di JL.Diponegoro No.180 Kel.Mijen, Kec.Ungaran Barat,

cabang Pak Kempleng Ambahrawa tepatnya di Krajan Atas, Ngampin

Ambahrawa, cabang Salatiga yang berada di JL.Fatmawati KM.4 Tuntang,

Sidorejo, Blotongan, dan masih ada lagi beberapa cabang yang dikelola oleh

cucucucu Pak Kempleng.

Warung sate pak kempleng 1 memiliki beberapa menu seperti sate

sapi serta sate jeroan ( bagian organ dalam seperti paru dan hati ) dan juga

gulai, namun menu andalannya adalah sate yang disajikan menggunakan

lontong ataupun nasi dengan sambal kacang maupun sambal kecap sesuai

selera pelanggan.

190
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Kabupaten Semarang dikenal sebagai daerah yang kaya akan

keberagaman budaya. Potensi ini mencakup berbagai tradisi, kesenian, dan

kuliner lokal yang menjadi daya tarik wisatawan serta memperkaya identitas

daerah. Kabupaten Semarang memiliki warisan sejarah yang kaya, terutama

dalam bentuk peninggalan Kerajaan Hindu-Budha dan peninggalan

kolonial Belanda. Potensi ini menjadi daya tarik bagi wisata sejarah dan

budaya, serta peluang untuk pengembangan pariwisata berbasis heritage.

Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang memiliki potensi

pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Faktor ini memungkinkan

pengembangan berbagai sektor, termasuk industri manufaktur,

perdagangan, dan jasa.

Kabupaten Semarang juga memiliki potensi alam yang menarik,

seperti pegunungan di sekitarnya. Selain itu juga ada objek wisata buatan

yang tak kalah menariknya. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan ekowisata dan kegiatan rekreasi. Dengan memanfaatkan

potensi-potensi tersebut secara optimal, Kabupaten Semarang memiliki

peluang besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, budaya, dan

pariwisata di Jawa Tengah dan Indonesia secara keseluruhan. Potensi-

potensi muatan lokal di wilayah Kabupaten Semarang dapat

191
diimplementasikan dalam dunia pendidikan sekolah dasar agar peserta didik

mengenal dan mencintai potensi daerahnya sejak dini.

3.2.Saran

Potensi muatan lokal di Kabupaten Semarang perlu ditingkatkan.

Mencakup penekanan pada pengembangan pariwisata berbasis budaya,

pemberdayaan komunitas kreatif dalam industri seni dan kerajinan,

investasi dalam infrastruktur pariwisata, promosi kuliner lokal, dan

pembangunan kemitraan publik-swasta yang kuat untuk memaksimalkan

potensi ekonomi dan pariwisata.

192
DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, K., Banowati, E., Aji, A. (2016). Analisis Pemanfaatan sumber daya

alam danau Rawa Pening kabupaten Semarang. Jurnal Geo-Image, 5 (1), 1-7

Daniswari, Dini. 2022. Eling Bening, Obyek Wisata di Semarang, Harga Tiket,

Lokasi, dan Daya Tarik.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/27/134539778/eling-bening-

obyek-wisata-di-semarang-harga-tiket-lokasi-dan-daya-tarik diakses pada 20

April 2024.

Fariz, T.R., Suhardono, S., Sultan, H., Rahmawati, D., Arifah, E.Z., 2022. Land

Cover Mapping in Lake Rawa Pening Using Landsat 9 Imagery and Google

Earth Engine. Journal of Environmental and Science Education, 2(1), pp.1-6.

Hayati, Rahma. 2007. Aplikasi Peta Tematik untuk Pariwisata (Kasus Aplikasi Peta

Lokasi dan Waktu Tempuh bagi Pelaku Jasa Wisata di Kompleks Candi

Gedong Songo Kabupaten Semarang). UNNES Journal, 4(2).

Naziyyah, Makhillatul. 2008. KEBERAGAMAAN UMAT TRI DHARMA (Studi

Kasus di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran). Skripsi. Institut

Agama Islam Negeri Walisongo. Semarang.

Pramesti, P. U., Werdiningsih, H., & Susanti, R. (2020). DESAIN GAPURA

KAWASAN WISATA RELIGI DESA GOGODALEM, BRINGIN,

SEMARANG. Nopember 2020, 1, 1-4. 2

https://bringin.semarangkab.go.id/desa-gogodalem/ diakses pada 18 April

2024.

193
Prasetyo, Dwi & Senasaputra, Bonifacio Bayu. 2024. Ciri Karakteristik Bangunan

Benteng Fort Willem I Ambarawa sebagai Arsitektur Pertahanan pada Masa

Pemerintahan Kolonial Belanda. Semarang: Universitas Katolik

Soegijapranata.

Prastiwi, Retno. 2017. Sejarah Dusun Kauman Gogodalem dan Kubah Emas Hitam.

http://rumahpintarkauman.blogspot.com/2017/09/sejarah-

desagogodalem.html diakses pada 18 April 2024

Safriani, E. W., Jayanti, R. D., Merselena, M., Nuryawan, F., Eka, T. V., Wahyudi,

G. N., Hadi, R., Mufida, A. Z., & Wibowo, Y. A. (2019). Karakteristik dan

Dinamika Nelayan Rawa Pening (Kasus Kecamatan Banyubiru. JPIG (Jurnal

Pendidikan Dan Ilmu Geografi), 4(2), 43–56.

https://doi.org/10.21067/jpig.v4i2.3337

Seftyono, C. (2014). Rawa Pening dalam perspektif politik lingkungan: sebuah

kajian awal. Indonesian Journal of Conservation, 3(1).

Soeprobowati, Tri Retnaningsih. 2012. Mitigasi Danau Eutrofik : Studi Kasus

Danau Rawa Pening. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI Tahun 2012.

282291900:36-48

Supangat, Eddy. 2007. AMBARAWA Kota Lokomotif Tua. Salatiga: Griya Media.

Trah Keluarga Besar Nyatnyono, Sejarah Waliyullah Hasan Munadi Dan Hasan

Dipuro Serta Sejarah Air Keramat, tt

Tul’ulum, Aprilia Wulan Iza, dkk. 2023. Kajian Potensi Wisata Rawa Pening

Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Ambarawa

Kabupaten Semarang. Majalah Pembelajaran Geografi, 6(2), 226-235.

https://doi.org/10.19184/pgeo.v6i2.44884

194
Wulandari, Ratna Setiani. 2011. Jenis dan Fungsi Mitos Cerita Sendang Kalimah

Thoyyibah di Makam Waliyullah Hasan Munadi Kabupaten Semarang.

Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Yuliani, Eppy. 2022. Pola Aktivitas dan Pemanfaatan Ruang Desa Wisata Lerep

pada Era New Normal. Jurnal Planologi. 19(2).

http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/psa

Yulistianto, R. 2022. Analisis Potensi Objek Wisata Kawasan Rawa Pening

Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2022 (Doctoral dissertation,

Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Zulkifli, Budi. 2023. Pesona Desa Wisata Lerep di Kab. Semarang, Sajikan Aneka

Kulier Khas Tradisional.

https://www.tvonenews.com/lifestyle/travel/137893-pesona-desa-wisata-

lerep-di-kabsemarang-sajikan-aneka-kuliner-khas-tradisional ,diakses pada

18 April 2024.

195

Anda mungkin juga menyukai