Kala 3 Persalinan
Kala 3 Persalinan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat,
maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun
masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya dapat diwujudkan dengan
memberikan asuhan pada ibu bersalin secara tepat. Periode kala III persalinan dimulai saat
proses lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Komplikasi utama yang terkait
dengan periode ini adalah perdarahan postpartum (PPH), yang merupakan penyebab paling
umum dari morbiditas dan kematian ibu di negara-negara berkembang. Bahkan di negara
maju, meskipun angka kematian ibu jauh lebih rendah, PPH tetap menjadi perhatian
utama. Peristiwa ini dilatarbelakangi kejadian tromboemboli dan penyakit hipertensi sebagai
penyebab umum kematian ibu pada wanita yang kehamilannya berlanjut setelah 20 minggu.
Periode postpartum sangat dini ini berhubungan dengan komplikasi ibu dari perdarahan,
perpindahan cairan, dan emboli. Selama kala ini, fokus dan perasaan emosional serta
kelegaan fisik ibu sering kali berubah secara spontan dari kelelahan konsentrasi terhadap
kelahiran yang actual menjadi eksplorasi dan pengenalan terhadap bayinya yang baru lahir.
Untuk memfasilitasi diperolehnya hasil akhir yang aman dan sehat untuk ibu dan bayinya,
kesehatan antenatal dan juga persiapan intrapartum, keterampilan, ketekunan, dan keahlian
bidan merupakan faktor yang sangat penting.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka kami membuat makalah ini yang diharapkan para
bidan dapat melakukan dan memberikan asuhan pada ibu bersalin Kala III dengan tepat
sehingga menngurangi perdarahan postpartum, menekan angka kematian ibu, dan akhirnya
dapat meningkatkan derajat hidup masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi persalinan kala III?
2. Bagaimana penatalaksanaan manajemen aktif kala III?
3. Bagaiamana pemeriksaan plasenta dalam kala III?
4. Bagaimana pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perineum, tanda vital dan
hygiene dalam kala III?
5. Apa saja kebutuhan dasar ibu pada kala III?
6. Bagaimana pendokumentasian dalam kala III?
C. Tujuan Penulisan
1. Bagaimana fisiologi persalinan kala III?
2. Bagaimana penatalaksanaan manajemen aktif kala III?
3. Bagaiamana pemeriksaan plasenta dalam kala III?
4. Bagaimana pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perineum, tanda vital dan
hygiene dalam kala III?
5. Apa saja kebutuhan dasar ibu pada kala III?
6. Bagaimana pendokumentasian dalam kala III?
D. Manfaat Penulisan
1. Penulis mampu memberikan asuhan pada ibu bersalin kala III.
2. Pembaca dapat mengetahui tentang hal-hal yang berhubungan dengan asuhan pada ibu
bersalin kala III.
BAB II
TINJAUAN TEORI
3. Pencegahan infeksi
· Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.
· Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti hepatitis dan
HIV/AIDS.
· Penolong persalinan dapat terpapar hepatitis dan HIV di tempat kerjanya melalui:
ü Percikan darah atau cairan tubuh pada mata, hidung, mulut atau melalui diskontinuitas
permukaan kulit.
ü Luka yang disebabkan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya,baik pada
saat prosedur dilakukan maupun pada saat memproses peralatan.
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi:
· Setiap orang harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi
bersifat asimptomatik.
· Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
· Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lainnya yang akan dan telah
bersentuhan dengan kulit tidak utuh/selaput mukosa atau darah, harus dianggap
terkontaminasi sehingga setelah selesai degunakan harus dilakukan proses pencegahan
infeksi secara benar.
· Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan
benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
· Resiko infeksi tidak bias dihilangkan secara total, tetapi dapat dikurangi hingga sekecil
mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan
konsisten.
4. Dokumentasi
Pencatatan adalah bagian terpenting dari proses membuat keputusan klinik karena
memungkinkan penolong persalinan untukterus menrus memperhatikan asuhan yang
diberikan selam proses persalinan dan kelahiran bayi. (Abdul bari S, 2008)
BAB III
PEMBAHASAN
Beberapa Prasat untuk mengetahui apakah plasenta lepas dari tempat implantasinya :
1. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan
daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta
belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti
plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila
hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Prasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-
ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta
belum lepas dari dinding uterus.
3. Prasat Klein
Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun ke bawah. Bila
pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta
belum lepas dari dinding uterus.
2. Penegangan Tali Pusat Terkendali atau PTT (CCT/ Controled Cored Traction)
· Berdiri di samping ibu
· Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar 5-
10 cm dari vulva.
Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
· Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kee arah lumbal dan
kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversion
uteri.
· Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali ( sekitar 2 atau 3
menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
· Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat
kearah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus
uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
· Tetapi jika langka 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya pennegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
ü Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu,
pindahkan klem lebih dekat ke perenium pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan
kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
ü Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan
dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap
kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
· Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti
poros jalan lahir).
Alasan : segera melepaskan plasenta yang ttelah terpisah dari dinding uterus akan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Catatan : jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso
cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas simfisis pubis)
· Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali
pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan
secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
· Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput
ketuban. Alasan: melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir. .
· Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem
DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
ü Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua.
ü Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
ü Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di
atas . apabila tersedia akses dan mudah menjangkau fasilitas kesehatan rujukan maka nasehati
keluarga bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi
lahir.
ü Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat
untuk terakhir kalinya.
ü Jika plasenta tetap tidak lahir , rujuk segera. Tetapi apabila fasilitas kesehatan rujukan sulit
dijangkau dan kemudian tibul perdarahan maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual.
Untuk melaksanakan hal tersebut, pastikan bahwa petugas kesehatan telah terlatih dan
kompeten untuk melaksanakan tindakan atau prosedur yang diperlukan.
D. Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta meliputi: (Sumarah, 2009)
1. Selaput ketuban utuh atau tidak
2. Plasenta : ukuran plasenta
· Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan
bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang). Jumlah kotiledon,
keutuhan pinggir kotiledon.
· Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada
bagian yang hilang.
· Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
3. Tali pusat : Jumlah arteri dan vena adakah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi
plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal, serta panjang tali pusat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III adalah
pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera
setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
1. Persalinan kala III yang lebih singkat
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah
3. Mengurangi kejadian Retensio Plasenta
4. Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
· Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
· Melakukan penegangan tali pusat terkendali
· Masase Fundus Uteri.
Dalam melaksanakan Manajemen Aktif kala III terdapat beberapa kekeliruan ataupun
kesalahan tindakan yang mungkin dilakukan oleh bidan. Pemeriksaan plasenta meliputi
selaput ketuban, bagian plasenta dan tali pusat.
B. Saran
Seluruh tenaga penolong persalinan (bidan, dokter) diharapkan dapat memberikan
asuhan ibu bersalin pada kala III dengan baik pada setiap asuhan persalinan normal sebagai
upaya percepatran penurunan angka kematian ibu di Indonesia. Dalam melaksanakan
asuhan kala III bidan harus memperhatikan setiap tindakan agar tidak terjadi kekeliruan
ataupun kesalahan yang dapat membahayakan keselamatan ibu. Setiap tindakan juga harus
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku sehingga perdarahan postpartum dapat dikurangi.
Pemeriksaan plasenta juga perlu dilakukan diantaranya dengan memeriksa selaput ketuban,
bagian plasenta, dan tali pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Ed.4 vol.2. EGC : Jakarta
Saifuddin, adbdul bari. 2008. Ilmu kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.