Savira Bab 2
Savira Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis dan alamiah, dimana setiap
perempuan yang memiliki organ reproduksi sehat, telah mengalami menstruasi,
kemudian terjadi pembuahan dimana sel telur bertemu dengan sel sperma yang
kemudian dinamakan fertilisasi. Kehamilan juga dikenal sebagai gravida atau
gestasi adalah waktu dimana satu atau lebih janin berkembang dalam diri
seorang wanita. Pada proses pembuahan, sel telur dimasuki oleh sperma
sehingga terjadi proses interaksi hingga menjadi embrio, embrio memasuki
uterus dan menempel pada dinding uterus. Kemudian embrio berkembang
menjadi janin (Wulandari et al., 2021, h.26).
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya bayi dengan lama
280 hari atau 40 minggu atau 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester yaitu trimester pertama
untuk usia kehamilan 1 – 12 minggu (0 – 3 bulan), trimester kedua untuk usia
kehamilan 13 – 28 minggu (4 – 6 bulan), dan trimester ketiga untuk usia
kehamilan 29 – 40 minggu (7 – 9 bulan) (Wulandari et al., 2021, h.27).
2. Perubahan dan Adaptasi Fisiologi Pada Ibu Hamil.
a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Menurut Nugroho, dkk (2014) Selama kehamilan, uterus terus berubah
menjadi organ muskular dengan dinding relatif tipis yang mampu
menampung janin, plasenta, dan cairan amnion. Uterus akan mengalami
pembesaran pada awal kehamilan dibawah pengaruh hormon estrogen dan
progesterone. Pembasaran tersebut disebabkan oleh peningkatan hormon
estrogen dan progesterone, vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah,
hyperplasia dan hipertrofi, dan perkembangan desidua.
Tabel 2.1 Perbedaan Uterus Normal dan Uterus Hamil
Uterus Normal Uterus Hamil
Berat : 30 gram Berat : pada 40 minggu menjadi
1000 gram
Ukuran : 7 – 7,5 cm x 5,2 cm Ukuran : 20 cm x 5,2 cm x 2,5
x 2,5 cm cm
Bentuk : Alfokat Bentuk :
4 bulan : bulat
Akhir kehamilan :
lonjong telur
Besar : telur ayam Besar :
8 minggu : telur bebek
12 minggu : telur angsa
(TFU teraba diatas simfisis)
Tanda hegar : ismus panjang
dan lebih lunak
16 minggu : sebesar
kepala bayi atau tinju orang
dewasa
(Nugroho et al., 2014).
500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Menurut WHO dan
VIGO dikatakan abortus jika usia kehamilan terjadi kurang dari 20-22
minggu. Abortus selama kehamilan terjadi 15-20% dengan 80% diantaranya
terjadi pada trimester pertama ( ≤ 13 minggu ) dan sangat sedikit terjadi pada
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah
per vagina yang banyak atau sedang, demam (mengigil), kemungkinan gejala
Abortus insipiens adalah suatu abortus yang tidak dapat dipertahankan lagi
ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya pembukaan serviks. ( Nita
2. Patofisiologi Abortus
atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena di anggap benda asing uterus
menembus desidua terlalu dalam. Pada kehamilan 8-14 minggu, volli korialis
telah masuk agak dalam,sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan
tertinggal atau melekat pada uterus. Hilangnya kontraksi yang di hasilkan dari
nekrosis di jaringan dekat tempat pendarahan. Hasil konsepsi terlepas, hal ini
dibuka biasanya janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh
cairan, atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan di sebut
blighted ovum.
3. Etiologi Abortus
a. Faktor genetik
Faktor genetik ( kromosom ) merupakan faktor yang paling sering
menyebabkan abortus yaitu 70% dalam 6 minggu pertama, 50% sebelum
10 minggu dan 5% setelah 12 minggu kehamilan. Kelainan kromosom
dapat di bedakan atas kelainan jumlah kromosom dan struktur kromosom
yang terjadi saat fertilisasi ataupun implantasi.
b. Faktor infeksi
Infeksi adalah penyebab kedua abortus yaitu dengan prevalensi 15%.
Infeksi disebabkan oleh kuman yang menginfeksi indung telur,
endometrium. (listeria, toksoplasma, ricketsia, mikoplasma), infeksi virus
(rubella, helpes, CMV, HbAv), infeksi non spesifik (colibacilli), infeksi
lokal (servisitis dan endometritis) dan malaria. Infeksi dapat
mengakibatkan kematian atau cacat berat pada janin, sehingga sulit untuk
bertahan hidup. Jika infeksi terjadi pada plasenta dapat berakibat pada
insufisiensi plasenta dan menyebabkan kematian janin.
c. Faktor Mekanik
1) Ovum : kehamilan kembar, hidamnion yang menyebabkan
overdistensi rahim, kontraksi dilatasi servix dan pecah selaput
ketuban.
2) Rahim : hipoplasia da hipotropi, cacat bawaan. Pada ibu dengan
riwayat abortus ditemukan anomali uterus sebanyak 27%. Penyebab
abortus terbanyak adalah septum rahim (60%), uterus bikornis atau
uterus didelfis atau unikornis. Mioma uteri bisa menyebabkan abortus
berulang.
3) Servix inkompetensi : menyebabkan 30% dari abortus pada trimester
II.
d. Faktor hormonal
Berdasarkan study yang di lakukan oleh Osmnagoglu (2010) bahwa
kadar β-HCG yang tinggi dan kadar progesteron rendah (<15 ng/ml )
akan beresiko terjadi abortus. Selain itu ibu dengan ketergantungan
insulin dan glukosa yang tidak terkontrol pada diabetes mempunyai
peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.
e. Faktor autrium
Lebih dari 80% kasus abortus terjadi akibat dari kelainan dalam
imunologi (Coulam, 2011). Terdapat hubungan yang nyata antara abortus
berulang dengan penyakit autuimun misalnya sistematic lupus
erithematosus (SLE) dan anti phosplipid antibodyes (aPA).
f. Lingkungan
Kelainan janin sebanyak 1-10% diakibatkan paparan obat,bahan kimia,
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Rokok dapat
menyebabkan hambatan pada sirkulasi uteroplasenter seperti halnya
karbon monoksida yang dapat menurunkan pasokan oksigen ibu dan
janin sehingga dapat meningkatkan terjadinya abortus.Abortus pada
wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya:
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling
umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini
antara lain : kelainan kromosom / genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang
sempurna dan pengaruh zat-zat yang berbahaya bagi janin seperti
radiasi, obat-obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2) Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan
pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh
karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3) Faktor ibu seperti penyakit-penyakit kronis yang diderita oleh sang
ibu seperti radang paru-paru, tifus, anemia berat, keracunan dan
infeksi virus toxoplasma.
4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada
mulut rahim, kelainan bentuk ahim terutama rahim yang
lengkungannya kebelakang (secara umum rahim melengkung ke
depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim. (Elizabeth
Siwi Walyani, 2015).
a. Usia
Ibu dengan IMT lebih memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar terjadi
abortus. (Low, 2012)
c. Riwayat abortus sebelumnya
Kejadian abortus akan meningkat pada ibu dengan riwayat abortus
sebelumnya, ibu dengan riwayat abortus 1 kali memiliki kemungkinan
8% untuk mengalami abortus kembali, 40% pada ibu dengan 3 kali
riwayat abortus dan 60% pada ibu dengan 4 kali riwayat abortus.
d. Faktor lain seperti paritas dan jarak kehamilan yang terlalu dekat.
5. Klasifikasi Abortus
a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah keadaan terjadinya pengeluaran sebagian atau
seluruh bagian hasil konsepsi secara alami,bukan tindakan pengeluaran
secara sengaja. Abortus spontan ditndai dengan terjadinya perdarahan
dari jalan lahir dengan adanya jaringan dan disertai dengan rasa mulas
pada perut bagian bawah. Keadaan ini disebut sebagai keadaan
keguguran yang sebenarnya (Pubmed, 2014).
b. Abortus Imminens
Suatu abortus yang dicurigai bila terdapat pengeluaran vagina yang
mengandung darah atau perdarahan pervagina pada trimester pertama
kehamilan. Suatu abortus imminens dapat atau tanpa disertai rasa mulas
ringan, sama dengan waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah.
Perdarahan pada abortus imminens sering kali hanya sedikit, namun hal
tersebut beberapa hari atau minggu. (Nita dan Mustika, 2014)
c. Abortsu Insipiens
Merupakan suatu abortus yang tidak dapat dipertahankan lagi ditandai
dengan pecahnya selaput janin dan adanya pembukaan serviks. Pada
keadaan ini di dapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik
uterus yang hebat. Pada pemeriksaan vagina memperlihatkan dilatasi
ostiun serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil
pemeriksaan USG mungkin di dapatkan jantung janin masih berdenyut,
kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau
perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah.(Nita dan
Mustika,2014)
d. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal
dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah
menonjol dari ostium ueri eksternum. Pada USG di dapatkan
endometriun yang tipis dan irreguler. (Nita dan Mustika, 2014)
e. Abortus Komplt
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penderita ditemukan prarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan
uterus sudah banyak mengecil. Selain itu, tidak ada lagi gejala kehamilan
dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan
uterus yang kosong. (Nita dan Mustika, 2014)
f. Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi
janin mati itu tidak di keluarkan selama 8 minggu atau lebih. (Nita dan
Mustika, 2014)
g. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut- turut tiga
kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil,
namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. (Nita dan Mustika,
2014)
6. Diagnosis Abortus
Sebagai seorang bidan pada kasus perdarahan awal kehamilan yang harus
di lakukan adalah memastikan arah kemungkinan keabnormalan yang
terjadi berdasarkan hasil tanda dan gejala yang di temukan, yaitu melalui :
a. Anamnesa
1) Usia kehamilan ibu (kurang dari 20 minggu)
2) Adanya kram perut atau mules daerah atas simpisis,nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus
3) Perdarahan pervagina mungkin disertai dengan keluarnya jaringan
hasil konsepsi
b. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik di dapati :
1) Biasanya keadaan umum ( KU ) tampak lemah
2) Tekanan darah normal atau menurun
3) Denyut nadi normal,cepat atau kecil dan lambat
4) Suhu badan normal atau meningkat
5) Pembesaran uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan.
c. Pemeriksaan ginekologi
Hasil pemeriksaan ginekologi di dapati :
1) Inspeksi vulva untuk menilai perdarahan pervagina dengan atau
tanpa jaringan hasil konsepsi
2) Pemeriksaan pembukaan servik.
3) Inspekulo menilai ada atau tidaknya perdarahan dari kavum uteri,
ostium uteri terbuka atau tertutup, ada atau tidaknya jaringan di
ostium.
4) Vaginal toucher ( VT ) menilai porsio masih terbuka atau sudah
tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, tidak
nyeriadneksa, kovum doglas tidak nyeri.
5) Pemeriksaan penunjang dengan USG oleh dokter.
7. Komplikasi Abortus
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa- sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak di berikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera di lakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan alat-alat lain.
c. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik ) dan
karena infeksi berat.
d. Infeksi
Pada genetalia eksterna dan vagina terdapat flora normal, khususnya
pada genetalia eksterna yaitu staphylococci, steptococci, gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma,Treponema (selain
T.pallimdum, Leptospira, jamur Trichomonas vaginalis, sedangkan pada
vagina ada Lactobacili, streptococci, straphylococci, Gram negatif enteric
bacilli, Clostridium sp., Bacteriodes sp., Listeria) dan jamur. Umumnya
pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua.Pada abortus septik
virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba,
parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering
menyebabkan infeksi paska abortus adalah E. colli, Streptococcus non
hemolitikus, Streptococci anaerob, Straphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain
yang kadang di jumpai adalah Neisseriagonorrhoeae, Pneumococcus,
Clostridium tetani Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh
karena itu dapat membentuk gas.
e. Kematian
Abortus berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15% . data tersebut
seringkali tersembunyi dibalik data kematian ibu akibat pardarahan
sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu
disebabkan oleh perdarahandan sekitar 60% kematian akibat perdarahan
tersebut atau sekitar 35-40% dari seluruh kematian ibu di sebabkan oleh
pendarahan post partum. Sekitar 15-20% kematian ibu di sebabkan oleh
sepsis.
8. Hubungan Riwayat Abortus dengan Kehamilan sekarang
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan di
definisikan sebagai fertilitas atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau inplantasi. Bila dihitung saat fertilitas hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 10 bulan tapat atau 9 bulan menurut kalender internasional.
(Prawihardjo, 2010).
Sedangkan Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil konsepsi
sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan sekitar 500 atau
gram kurang dari 1000 gram, terhentinya proses kehamilan sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010).
Salah satu faktor terjadinya abortus adalah riwayat abortus juga
merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus
pada ibu hamil. Menuurut penelitian Rahmani (2014) menyatakan faktor yang
menjadi penyebab abortus adalah faktor janin. Faktor janin merupakan
penyebab yang sering terjadi pada abortus spontan. Kelainan yang
menyebabkan abortus spontan tersebut yaitu kelainan telur (blighted ovum),
kerusakan embrio dengan adanya kelainan kromosom, dan abnormalitas
pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas) (Rahmani, 2014).
Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resya
(2016), sekitar 21 dari 35 ibu hamil dengan riwayat abortus mengalami
abortus spontan pada kehamilan selanjutnya. Ibu hamil dengan riwayat
abortus sebelumnya memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami abortus
pada kehamilan selanjutnya (Kuntari, Wilopo, & Emilia, 2010).
Hal ini juga selaras dengan penelitian milik Hamidah dan Masitoh
menyatakan pada variabel riwayat aborsi faktor riwayat abortus, faktor ini
berisiko 4,2 kali lebih besar jika dibandingkan dengan ibu yang tidak
memiliki riwayat abortus. Analisis data menunjukkan bahwa usia kehamilan
pada ibu yang mengalami abortus imminen lebih banyak terjadi pada usia 12-
19 minggu.(Hamidah and Masitoh 2013) Penelitian lain menjelaskan faktor
risiko kejadian abortus spontan, menunjukkan bahwa risiko abortus spontan
pada ibu yang memliki riwayat abortus adalah 5 kali lebih besar dibandingkan
ibu yang tidak memiliki riwayat abortus. (Purwaningrum.E.D 2017).
Penelitian milik Putri (2018) juga menunjukkan 81,8% dari ibu yang
memiliki riwayat abortus sebelumnya mengalami abortus spontan pada
kehamilan selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa riwayat abortus
sebelumnya berpengaruh secara bermakna terhadap abortus spontan dan ibu
yang memiliki riwayat abortus berpeluang 5 kali lebih besar untuk mengalami
abortus pada kehamilan selanjutnya. Pada ibu yang telah hamil > 3 kali ,
elastisitas dan kekuatan rahim cenderung menurun sehingga rentan
mengalami abortus. menurunnya fungsi dan vaskularisasi endometrium di
korpus uteri pada ibu dengan gravida > 3 mengakibatkan berkurangnya
kesuburan dan uterus tidak siap menerima hasil konsepsi (Putri 2018) Hal ini
juga sejalan dengan penelitian Mailana (2016) menunjukkan bahwa dari 460
responden terdapat terdapat (66.3%) pernah ada riwayat abortus dalam
penelitiannya menemukan terdapat hubungan antara riwayat abortus dengan
abortus inkomplit.
Riwayat abortus merupakan keadaan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram yang pernah
dialami oleh ibu pada kehamilan sebelumnya atau memiliki keluarga yang
sering mengalami abortus setiap menjalani kehamilan. Melihat kondisi yang
menunjukkan bahwa masih banyak ibu yang mengalami riwayat abortus.Oleh
sebab itu ibu perlu mewasapadai kondisi riwayat abortus yang dialaminya
dengan melakukan kunjungan rutin untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
C. Grande Multipara
1. Pengertian
Grande multipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan
persalinan .Grande Multipara adalah wanita yang telah melahirkan sampai
lima anak atau lebih (Morgan, 2014).
2. Gambaran Klinis
a. Komplikasi antepartum potensial
1) Anemia, terutama bila jarak kehamilan kurang dari 1 tahun
lamanya.
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Plasenta previa.
b. Intrapartum dan pascapartum
1) Presentasi abnormal.
2) Persalinan dan pelahiran yang dipercepat, atau keduanya.
3) Distosia persalinan karena tonus otot yang buruk.
4) Bayi besar pada masa kehamilan yang memiliki masalah penyerta
saat pelahiran.
5) Perdarahan pascapartum (Morgan, 2014).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan jenjang dalam penyelesaian
serta fasilitas
c. Keadaan ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk
rejeki.
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi
langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang
jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan
4. Penatalaksaan
1) Antepartum
a) Waspada terhadapmasalah potensial.
b) Rencanakan untuk bersalin di rumah sakit, jangan di rumah bersalin.
c) Bila sebelumnya ada riwayat melahirkan bayi besar, rencanakan
pelahiran saat cukup bulan untuk menghindari makrosomia.
d) Bila sebelumnya ada riwayat persalinan dan atau pelahiran yang dipicu :
e) Anjurkan pasien/pasangan untuk pergi ke rumah sakit saat tanda
pertama persalinan.
f) Ajarkan pasien/pasangan mengenai penatalaksanaan kegawat- daruratan
bersalin.
g) Diskusikan mengenai rencana KB kepada pasien/pasangan.
2) Intrapartum
a) Pastikan dokter jaga diberitahu saat pasien masuk rumah sakit.
b) Profilaksis atau heparin lock per IV direkomendasikan.
3) Pascapartum
a) Waspada terhadap potensial terjadi perdarahan pascapartum dalam 24
jam pertama.
b) Pertimbangkan oksitosin profilaksis per IV segera setelah pelahiran
plasenta (Morgan, 2014).
5. Kebutuhan Pertolongan Medik
Sakit.
keluarga agar persalinan yang akan datang ditolong oleh bidan/ Rumah