Anda di halaman 1dari 52

TOKSIKOLOGI KIMIA,

KARSINOGENESIS, DAN LIMBAH B3


KIMIA LINGKUNGAN
Presentation now loading . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1. Nurul Fitri 21
2. M. Arga Oktori Widodo 17
3. Silvi Marshelina 23
4. Utami Ningrum 27
13-8 kel. 3
PENYUSUN
Toksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan
dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup.
Meliputi penelitian toksisitas bahan-bahan kimia yang digunakan
dalam berbagai bidang, diantaranya :
Kedokteran
Industri makanan
Pertanian
Industri kimia
TOKSIKOLOGI
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan terhadap toxicity (toksisitas),
hazard (bahaya), risk (resiko), dan safety (keamanan).
Toxicity : deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu zat kimia.
Hazard : kemungkinan zat kimia tersebut untuk menimbulkan cidera.
Risk : besarnya kemungkinan suatu zat kimia untuk menimbulkan
keracunan. Hal ini tergantung dari besarnya dosis yang masuk
ke dalam tubuh.
TOXICITY, HAZARD, & RISK
Standar pemaparan yang berkaitan dengan resiko, diantaranya :
Acceptable Daily Intake (ADI)
Tolerable Weekly Intake (TWI)
Maximal Allowable Concentration
Tolerance Level
STANDAR PEMAPARAN
Bahan-bahan toksis dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Organ targetnya : hati, ginjal, sistem hematopotik, dan lain-lain.
Penggunaannya : pestisida, pelarut, aditif makanan, dan lain-lain.
Sumbernya : toksik tumbuhan dan binatang.
Efeknya : kanker, mutasi, kerusakan hati, dan sebagainya.
Fisiknya : gas, debu, cair.
Sifatnya : mudak meledak.
Kandungan kimianya : amina aromatik, hidrokarbon halogen, dan lain-lain.
KLASIFIKASI BAHAN TOKSIS
Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan
dengan situasi pemaparan bahan kimia tertentu :
1. Jalur masuk
Saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti)
Paru-paru (inhalasi)
Kulit (topical), dan jalur lainnya.
Perkiraan efektivitas melalui jalur lainnya secara menurun adalah:
Inhalasi Intraperitoneal Subkutan Intramuskular
Intradermal Oral Topikal
2. Jangka waktu pemaparan
Pemaparan akut : pemaparan tunggal terhadap suatu bahan kimia
selama kurang dari 24 jam.
Pemaparan subakut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia
untuk jangka waktu satu bulan atau kurang.
Pemaparan subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia
untuk satu sampai tiga bulan.
Pemaparan kronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia
untuk lebih dari tiga bulan.
3. Frekuensi pemberian
Efek toksis kronik terjadi bila :
bahan kimia terakumulasi di dalam system biologis (absorbsi
melebihi biotrasformasi ekskresi)
menghasilkan efek toksik yang tidak pulih kembali
tidak cukup dari system biologis untuk melakukan pemulihan
dari kerusakan dalam interval frekuensi pemaparan
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme
Perubahan dalam absorpsi
Pengikatan protein
Biotransformasi atau ekskresi dari satu atau dua zat toksik yang berinteraksi.
Interaksi ini dapat menimbulkan efek diantaranya :
1. Efek aditif : suatu situasi dimana efek gabungan dari dua bahan kimia sama
dengan jumlah dari efek masing-masing bahan bila diberikan sendiri-sendiri
(misalnya : 2 + 3 = 5).
INTERAKSI BAHAN KIMIA
2. Efek sinergistik : situasi dimana efek gabungan dari dua bahan
kimia jauh melampaui penjumlahan dari tiap-tiap bahan kimia bila
diberikan secara sendiri-sendiri (misalnya : 2 + 3 = 20).
3. Efek potensial : keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak
mempunyai efek toksik terhadap sistem atau organ tertentu, tetapi
bila ditambahkan ke bahan kimia lain akan membuat bahan tersebut
menjadi jauh lebih toksik (misalnya 0 + 2 = 10).
4. Efek antagonistis : situasi dimana dua bahan kimia bila diberikan
secara bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling
meniadakan efek toksik (misalnya : 4 + 6 = 8 atau 4 + 0 = 1).
Karak teristik pemaparan dan spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal sebagai hubungan dosis respon.
Asumsi yang harus dipertimbangkan sebelum hubungan dosis respon
dapat sesuai digunakan :
1. Respon timbul karena adanya bahan kimia yang diberikan.
2. Respon pada kenyataannya berhubungan dengan dosis.
3. Dalam penggunaan dosis respon harus ada metode kuantitatif untuk
mengukur dan mengemukakan secara tepat toksisitas dari suatu
bahan kimia.
DOSIS RESPON
Jalur utama bagi penyerapan toksikan adalah :
1. Saluran cerna (melalui makanan dan minuman, obat, dan zat kimia).
2. Saluran Napas
Tempat utama bagi absorbsi di saluran napas adalah alveoli pori-pori, terutama
untuk gas CO, N
2
O dan SO
2
dan uap cairan, seperti benzene dan karbon tetraklorida
3. Kulit
Beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak sehingga
menimbulkan efek sistemik.
ABSORBSI TOKSIKAN
Setelah suatu zat kimia memasuki darah, zat kimia tersebut
didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh, melalui
1. Barrier adalah darahotak terletak di dinding kapiler.
2. Pengikatan dan Penyimpanan
Pengikatan suatu zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan
lebih tinggginya kadar dalam jaringan itu.
DISTRIBUSI TOKSIKAN
Ada 2 jenis ikatan yaitu :
Ikatan kovalen (bersifat tidak reversible dan umumnya berhubungan
dengan efek toksik yang penting)
Ikatan non kovalen (ion) biasanya merupakan yang terbanyak bersifat
reversible.
Ada beberapa jenis ikatan non kovalen yang terbentuk, diantaranya :
*) Protein plasma dapat mengikat komponen fisiologik normal dalam tubuh
di samping banyak senyawa asing lainnya.
*) Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat zat
zat kimia. Hal ini mungkin berhubungan dengan fungsi metabolik dan
ekskretorik hati dan ginjal.
Toksikan dikeluarkan dalam bentuk asal, sebagai metabolit, atau sebagai konjugat.
Jalur ekskresi :
1. Urine (utama)
Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme filtrasi glomerulus, difusi
tubuler, dan sekresi tubuler.
2. Ekskresi Empedu
Hati penting untuk ekskresi toksikan, terutama untuk senyawa yang polaritasnya
tinggi (anion dan kation).
EKSKRESI TOKSIKAN
3. Paru-paru
Ekskresi paru-paru terjadi karena difusi sederhana lewat membrane sel. Zat
yang diekskresikan lewat paru-paru yaitu zat yang berbentuk gas, mudah
menguap, dan zat yang mudah larut seperti kloroform dan halotan
(diekskresikan dengan lambat karena ditimbun dalam jaringan lemak dan
terbatasnya volume ventilasi).
4. Jalur Lain
Beberapa toksikan dikeluarkan bersama cairan sekresi yang dikeluarkan oleh
lambung dan usus.
Biotransformasi : suatu proses mengubah senyawa asal menjadi metabolit, kemudian
menjadi konjugat.
Tempat terpenting untuk proses ini adalah hati, paru-paru, lambung, usus, kulit, dan ginjal.
Crosby (1998) membagi mekanisme biotransformasi toksikan ke dalam 2 jenis utama yaitu :
1. Reaksi fase I, yang melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis
2. Reaksi fase II, merupakan produksi suatu senyawa melalui konjugasi toksikan atau
metabolitnya dengan suatu metabolit endogen.
Biotransformasi dapat dianggap sebagai mekanisme detoksifikasi organisme penjamu.
Bioaktivasi : reaksi dimana metabolit dapat lebih toksik daripada senyawa asalnya.
BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun
mekanisme kerjanya.
Efek lokal : cidera pada tempat yang terkena bahan tersebut
Efek sistemik : cidera setelah bahan kimia diserap dan tersebar ke bagian organ
lainnya
Reversibel : efek dapat menghilang dengan sendirinya, diantaranya bila tubuh tepajan
dengan kadar rendah dan untuk waktu yang singkat
Ireversibel (efek Nirpulih) : efek yang menetap atau bertambah parah setelah pajanan
toksikan dihentikan diantaranya karsinoma, mutasi, kerusakan saraf, dan sirosis hati
atau bila pejanan terjadi dengan kadar yang tinggi dan dalam waktu yang lama.
EFEK TOKSIKAN

KARSINOGENESIS
Karsinogenesis adalah pembentukan sel-sel kanker dari sel normal.
Penyebab kanker dapat satu karsinogen yang sama misalnya asap rokok (kanker
paru), dapat dua karsinogen yang berlainan misalnya asap rokok dan debu
asbes (kanker paru), asap rokok dan radiasi sinar X (kanker paru), asap rokok
dan alkohol (kanker orofarings, larings dan esofagus), gen kanker dan
karsinogen lingkungan.
Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama:
Fase Inisiasi
Fase Promosi
Fase Progresi

Fase Inisiasi
Fase ini berlangsung cepat
Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat langsung
menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya,
disebut karsinogen nukleofilik
Karsinogen golongan lain misalnya golongan polycyclic aromatic
hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan (diaktifkan)
dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit elektron
yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif

FASE PROMOSI
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat
yang disebut promotor
Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur
jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat
proliferatif
Promosi adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi
berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain
(promotor)
FASE PROGRESI
Fase ini berlangsung berbulan-bulan
Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium
metaplasia berkembang progresif menjadi stadium
displasia sebelum menjadi neoplasma
Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis
menunjukkan keganasan
JENIS-JENIS KARSINOGEN KIMIA
Polycyclic aromatic hydrocarbon. Contoh: benzopyrene terdapat dalam asap
rokok, asap mobil dan sebagai produk pembakaran tumbuh-tumbuhan yang
menyebabkan kanker paru; dalam jelaga cerobong asap dan ter batu bara
menyebabkan kanker kulit. Asap rokok juga menyebabkan kanker orofarings,
esofagus, larings, kandung kemih, ginjal dan pankreas.
Aromatic amine. Contoh: butter yellow (dulu dipakai sebagai pewarna mentega
sebelum efek karsinogeniknya pada binatang diketahui), insektisida
naphthylamine, benzidine dan 3-acetylaminofluorene. Naphthylamine
menyebabkan kanker hati pada rodentia dan kanker kandung kemih pada anjing,
(4)
juga karsinogenik untuk manusia. Benzidine menyebabkan kanker kandung
kemih pada pekerja industri zat warna.
Alkylating. Contoh: epoxide, lactone, nitrogen mustard dan derivatnya. Nitrogen
mustard untuk pengobatan penyakit Hodgkin menimbulkan kanker lain pada
penderita tersebut misalnya lekemia, kanker kandung kemih dan limfoma.
PENANGANAN KARSINOGENESIS
Menghindari kontak dengan karsinogen kimia, radiasi atau virus
termasuk dalam pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya sel
terinisiasi. Strategi pencegahan primer yang umum dan telah lama
diketahui misalnya tidak merokok untuk pencegahan kanker paru
dan penggunaan tabir surya untuk pencegahan kanker kulit. Juga
termasuk dalam pencegahan primer adalah menghindari faktor-
faktor yang dapat menginduksi replikasi DNA.
Memperbanyak substansi yang mengurangi paparan dengan
promotor misalnya serat dalam makanan dan substansi yang
memperbaiki lingkungan jaringan sehingga proliferasi sel terinisiasi
ditekan atau diferensiasi sel ditingkatkan misalnya konsumsi adekuat
vitamin E, C, beta-karoten dan vitamin A.
Operasi atau ablasi untuk preneoplasma.

Dari penyelidikan epidemiologis
dan laboratoris (percobaan
binatang dan kultur jaringan)
didapatkan bahwa karsinogen
kimia merupakan penyebab
kanker yang utama dan paling
banyak diselidiki. Penyebab
kanker yang lain adalah radiasi,
virus, faktor genetik dan faktor
psikogenik. Selain ini terdapat
zat yang disebut promotor yang
membantu terjadinya kanker.
Dengan memperhatikan macam-
macam penyebab kanker dan
promotor, kemungkinan
menderita kanker dapat dikurangi
seminimal mungkin. Di masa akan
datang kemungkinan kemajuan
ilmu biologi molekular ikut
berperanan menurunkan insidens
kanker.

APA ITU LIMBAH ??
Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan (rumah tangga,
industri, pertambangan dan kegiatan lain) atau proses produksi.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah setiap
limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau
mencemarkan lingkungan hidup dan dapat membahayakan
kesehatan manusia.

PENGGOLONGAN LIMBAH B3
Karakteristik :
a. mudah meledak;
b. mudah terbakar;
c. bersifat reaktif;
d. beracun;
e. menyebabkan infeksi;
f. bersifat korosif, dan
g.limbah lain yang apabila diuji
dengan metode toksikologi
dapat diketahui termasuk dalam
jenis limbah B3.

Contoh
a. Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam prikat (picric acid).
b. Pelarut seperti benzena, toluena atau aseton. Limbah-limbah ini berasal
dari pabrik cat, pabrik tinta
c. Zat-zat kimia tertentu yang digunakan di laboratorium seperti
Magnesium, Perklorat, dan Metil Etil Keton Peroksida. (menyebabkan
kebakaran karena melepas oksigen)
d. Pestisida, sebagian besar pestisida yang sudah tidak diijinkan untuk
digunakan bersifat beracun seperti DDT, Aldrin dan Parathion
e. limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman
penyakit yang dapat menular
f. Sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam
pembuatan baja
PENGGOLONGAN LIMBAH B3
Jenis :
a.Limbah B3 dari sumber tidak spesifik, yaitu limbah B3 yang berasal bukan dari
proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
inhibitor korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-lain.
b.Limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu limbah B3 sisa proses suatu industri atau
kegiatan tertentu.
c.Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi karena tidak memenuhi
spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali.


LIMBAH B3 HARUS DIAPAKAN??
Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mengurangi sifat bahaya dan beracun
limbah B3 agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan mencegah
terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Pengolahan limbah B3 adalah proses mengubah karakteristik dan komposisi
limbah B3 menjadi tidak berbahaya atau tidak beracun, atau memungkinkan agar
limbah B3 dimurnikan atau didaur ulang.
Proses ini dilakukan menggunakan teknologi yang sesuai, seperti stabilisasi dan
solidifikasi, insinerasi, penimbunan (landfill) netralisasi. Apabila teknologi
tersebut tidak dapat diterapkan, maka digunakan teknologi terbaik yang tersedia
yang dapat mengolah limbah tersebut, seperti pertukaran ion dan "sel
membrane". Dalam pengertian daur ulang (recycling) meliputi proses pengolahan
dengan cara perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse).


Pengelolaan limbah B3 mencakup penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan limbah B3 serta
penimbunan hasil pengolahan tersebut.

Pengangkutan limbah B3 adalah proses pemindahan limbah
B3 dari penghasil ke pengumpul dan/atau ke pengolah
termasuk ke tempat penimbunan akhir dengan menggunakan
alat angkut.


Penghasil limbah B3 adalah setiap orang atau badan usaha yang
menghasilkan limbah B3 dan menyimpan sementara limbah tersebut di
dalam lokasi kegiatannya sebelum limbah B3 tersebut diserahkan
kepada pengumpul atau pengolah limbah B3.
Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengumpulan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud
menyimpan untuk diserahkan kepada pengolah limbah B3.
Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengangkutan limbah B3.
Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang mengoperasikan sarana
pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan akhir hasil pengolahannya.
Pengelolaan limbah radio aktif dilakukan oleh instansi yang
bertanggungjawab atas pengelolaan radio aktif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

LANGKAH YANG DILAKUKAN DALAM
PENGELOLAAN LIMBAH B3
Mengklasifikasikan limbah dengan cara mengidentifikasi
karakteristik limbah melalui tahap-tahap berikut ini:
Identifikasi jenis limbah yang dihasilkan;
Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3
Apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3, maka periksa apakah
limbah tersebut memiliki karakteristik : mudah meledak atau mudah
terbakar atau beracun atau bersifat reaktif atau menyebabkan infeksi
atau bersifat korosif.

PENGHASIL LIMBAH B3
Penyimpanan dilakukan di tempat penyimpanan khusus, dirancang sesuai dengan karakteristik
dan kapasitas yang sesuai dengan jumlah limbah B3 yang akan disimpan sementara dan
memenuhi syarat sebagai berikut:
i. Lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir, secara geologi dinyatakan stabil;
ii. Perancangan bangunan disesuaikan dengan karekteristik limbah dan upaya pengendalian
pencemaran. Misalnya limbah B3 yang reaktif (reduktor kuat) tidak dapat dicampur
dengan asam mineral pengoksidasi karena dapat menimbulkan panas, gas beracun, dan
api.
Penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan tentang:
a. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3;
b. Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3;
c. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau
pengolah limbah B3.


PENGUMPUL LIMBAH B3
Pengumpul limbah B3 wajib memenuhi persyaratan:
A. memperhatikan karekateristik limbah B3;
B. mempunyai laboratorium yang dapat mendeteksi karakteristik limbah B3;
C. mempunyai lokasi minimum satu hektar;
D. memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan;
E. konstruksi dan bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik limbah B3;
F. lokasi tempat pengumpulan yang bebas banjir, secara geologi dinyatakan stabil, jauh
dari sumber air, tidak merupakan daerah tangkapan air dan jauh dari pemukiman atau
fasilitas umum lainnya.



Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan tentang:
a.jenis, karakteristik, jumlah limbah B3 dan waktu diterimanya limbah B3 dari
penghasil limbah B3;
b.jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3 kepada
pengolah limbah B3;
c.nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada
pengumpul dan kepada pengolah limbah B3.
Penghasil dan pengumpul limbah B3 wajib menyampaikan catatan di
atas minimal sekali dalam enam bulan kepada Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan.



PENGOLAH LIMBAH B3
Pengolah limbah B3 yang mengoperasikan insinerator wajib mempunyai:
A. Insinerator dengan spesifikasi sesuai dengan karakteristik dan jumlah limbah yang
diolah;
B. Alat pencegahan pencemaran udara untuk memenuhi standar emisi cerobong, efisiensi
pembakaran yaitu 99,99% dan efisiensi penghancuran dan penghilangan sebagai
berikut:
efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polyorganic hydrocarbons
(POHCS) , Polychiorinated biphenyl (PCBS), Polychiorinated dibenzofurans,
Polychiorinated dibenzo-p-dioxins 99.99%
C. Residu dari proses pembakaran pada abu insinerator harus ditimbun dengan mengikuti
ketentuan tentang stabilisasi dan solidifikasi atau penimbunan (landfill)

Pengolah limbah B3 yang melakukan pengolahan stabilisasi dan solidifikasi
wajib memenuhi ketentuan :
a. Bahan pencampur harus dapat mengikat bahan berbahaya dan beracun
sehingga menurunkan sifat racun dan/atau sifat bahayanya sampai nilai
ambang batas yang telah ditetapkan;
b. Hasil stabilisasi dan solidifikasi harus dianalisa dengan prosedur ekstraksi
untuk menentukan mobilitas senyawa organik dan anorganik (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure)



Pengolah limbah B3 yang melakukan pengolahan secara fisika dan kimia
yang menghasilkan :
a. Limbah cair, maka limbah cair tersebut wajib memenuhi Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air;
b. Limbah gas dan debu, maka limbah gas dan debu tersebut wajib memenuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pengendalian
pencemaran udara dan keselamatan kerja;
c. Limbah padat, harus mengikuti ketentuan tentang stabilisasi dan
sollidifikasi, atau penimbunan, atau insinerator


Pengolah limbah B3 yang melakukan pengolahan dengan cara penimbunan
wajib memenuhi ketentuan :
Pemilihan lokasi untuk penimbunan harus memenuhi syarat :
Bebas dari banjir;
Permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7 cm per detik;
Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pembuangan limbah
atau lokasi industri berdasarkan rencana penataan ruang;
Merupakan daerah yang secara geologi dinyatakan stabil;
Tidak merupakan daerah resapan air tanah yang khususnya digunakan
untuk air minum;




PENIMBUNAN LIMBAH B3
Penimbunan harus dibangun dengan menggunakan sistem pelapisan
rangkap dua yang dilengkapi dengan saluran untuk pengaturan aliran air
permukaan, pengumpulan air lindi dan pengolahannya, sumur pantau dan
lapisan penutup akhir yang telah disetujui Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan
Penimbunan yang sudah penuh harus ditutup dengan tanah, dan
selanjutnya peruntukan tempat tersebut tidak dapat dijadikan pemukiman
atau fasilitas lainnya


Terhadap lokasi bekas pengolahan dan bekas penimbunan limbah B3,
pengolah termasuk penimbun wajib melaksanakan hal-hal sebagai
berikut :
a. pada bagian paling atas lokasi tersebut dilapisi dengan tanah yang
mempunyai ketebalan minimum 0,60 meter;
b. dipagar dan diberi tanda tempat penimbunan limbah B3;
c. melakukan pemantauan air bawah tanah dan menanggulangi dampak
lainnya yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke lingkungan,
selama minimum tiga puluh tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh
fasilitas pengolahan dan penimbunan limbah B3;

Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan termasuk penimbunan akhir limbah B3
wajib memiliki izin :

Dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan untuk kegiatan
pengumpulan atau pengolahan termasuk penimbunan akhir;

Dari Menteri Perhubungan untuk kegiatan pengangkutan setelah
mendapat pertimbangan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Persyaratan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud adalah sebagai
berikut :
a. Memiliki akte pendirian sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang
telah disahkan oleh instansi yang berwenang;
b. Nama dan alamat badan usaha yang memohon izin;
c. Kegiatan yang dilakukan;
d. Lokasi tempat kegiatan;
e. Nama dan alamat penanggung jawab kegiatan;
f. Bahan baku dan proses kegiatan yang digunakan;
g. Spesifikasi alat pengolah limbah B3;
h. Jumiah dan karakteristik limbah B3 yang dikumpulkan, diangkut atau diolah;
i. Tata letak saluran limbah, pengolahan limbah, dan tempat penampungan sementara
limbah B3 sebeium diolah dan tempat penimbunan setelah diolah;
j. Alat pencegahan pencemaran untuk limbah cair, emisi, dan pengolahan limbah B3;

Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan dengan memperhatikan ketentuan Pengawasan
meliputi :
Pemantauan penaataan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif
oleh:
1. penghasil,
2. pengumpul,
3. pengangkut,
4. pengolah,
5. penimbun limbah B3.


Pengawas berwenang
a. Memasuki areal lokasi penghasil, pengumpulan, pengolahan
termasuk penimbunan akhir limbah B3;
b. Mengambil contoh limbah B3 untuk diperiksa di
laboratorium;
c. Meminta keterangan yang berhubungan dengan pelaksanaan
pengelolaan limbah B3;
d. Melakukan pemotretan sebagai kelengkapan laporan
pengawasan

Pengawas dalam melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah
B3 dilengkapi tanda pengenal dan surat tugas yang dikeluarkan
oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan .


SANKSI HUKUMAN
Menurut ketentuan Pasal 17 :
Penghasil, pengumpul, pengangkut, dan pengolah limbah B3 wajib
segera menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan akibat
kegiatannya . Apabila tidak dilakukan penanggulangan atau sudah
menanggulangi tetapi tidak sebagaimana mestinya, maka Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan atau pihak ketiga dapat melakukan penanggulangan
dengan biaya yang dibebankan kepada penghasil, pengumpul, pengangkut,
dan pengolah limbah B3 yang bersangkutan

DAFTAR PUSTAKA
http://kamuskesehatan.com/arti/karsinogenesis/
http://www.budilukmanto.org/index.php/seputar-hepatitis/170-karsinogenesis


THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai