Anda di halaman 1dari 17

TOKSIKOLOGI KIMIA, KARSINOGENESIS,

DAN LIMBAH B3

Disusun Oleh :
M. Nirwan Habibi
Naila Rafa C.
Noviantoro Samdhan
RIfkah Nur A.

Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor


2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kimia
Lingkungan tentang “Toksikologi Kimia, Karsinogenesis, dan Limbah B3”. Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas dari mata pelajaran Kimia Lingkungan.
Makalah Kimia Lingkungan tentang toksikologi kimia, karsinogenesis, dan
limbah B3 ini kami susun dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami harapkan
dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang
toksikologi kimia, karsinogenesis, dan limbah B3.
Namun kami menyadari bahawa makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan
masih memiliki kekurangan baik dalam segi penyusunan, tata bahasa, maupun segi
lainnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.

Bogor, 20 Juli 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
BAB 1
A. Pendahuluan
B. Tujuan
BAB 2 ISI
I. HASIL DISKUSI (RESUME)
 Toksikologi Kimia
1. Pengertian
Toksikologi kimia adalah pemahaman yang mengenai tentang efek atau
pengaruh bahan kimia/zat-zat kimia yang tidak diinginkan bagi organisme hidup.
Toksikologi meliputi penelitian toksisitas bahan bahan kimia yang
digunakan, misalnya:
a. Bidang kodekteran : untuk tujuan diagnostic, pencegahan, dan terapeutik
b. Bidang industri makanan : sebagai tambahan makanan langsung maupun tidak
langsung.
c. Bidang pertanian : sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan, dan
penyerbuk buatan.
d. Bidang industry Kimia : pelarut, reagent, dan sebagainya.

2. Pencegahan Keracunan
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan terhadap toxicity
(toksisitas), hazard (bahaya), risk (resiko), dan safety (keamanan).
Hazard zat kimia adalah kemungkinan zat kimia tersebut membuat
cedera, dalam bahasa Indonesia hazard memiliki arti “bahaya”.
Toxicity adalah deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksik suatu zat
kimia.
Risk adalah besarnya kemungkinan suatu zat kimia untuk menimbulkan
keracunan. Keracunan tergantung dari besarnya dosis yang masuk ke dalam
tubuh. Semakin besar pemaparan terhadap zat kimia, maka semakin besar juga
resiko keracunan.
Safety perlu diperhitungkan dengan menerapkan faktor keamanan.
Manusia tidak dapat dijadikan hewan percobaan, oleh karena itu perhitungan
harus didasari dengan estimasi toksisitas dan bahaya terhadap suatu zat kimia
melalui data yang diperoleh dari hewan percobaan. Karena adanya perbedaan
antara sifat manusia dengan hewan percobaan maka harus diperhitungkan faktor
keamanan yang menurut konsensus ilmiah sebesar 100.

3. Klasifikasi Bahan Toksis


Bahan bahan toksik diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari
tujuan pengelompokannya . Contohnya berdasarkan :
a. Organ targetnya (hati, ginjal sistem hematopik)
b. Penggunaannya (peptisida, pelarut, aditif makanan)
c. Sumbernya (toksik tumbuhan dan binatang)
d. Efeknya (kanker, mutasi, kerusakan hati)
e. Fisiknya (gas, debu, cair)
f. Sifatnya (mudah meledak)
g. Kandungan kimianya (amina aromatic, hidrokarbon halogen)

4. Karakteristik Pemaparan
Efek toksis (efek yang tidak diinginkan disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dalam dosis dan suasana yang cocok untuk
menimbulkan keadaan toksis/respon toksis. Respon terhadap bahan toksis
tergantung pada sifat fisik dan kimia bahan, situasi pemaparan, dan kerentenan
sistem biologis.
Oleh karena itu, untuk mengetahui karakteristik tentang bahaya dan
toksisitas bahan kimia perlu mengetahui efek-efek yang timbul dan dosis yang
dapat menyebabkan efek toksis, sifat bahan kimia, pemaparannya, dan subjek.
Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi
pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh,
jangka waktu dan frekuensi pemaparan.

5. Jalur Masuk dan Tempat Pemaparan


Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia
adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti), paru-
paru (inhalasi), kulit (topical), dan jalur lainnya. Perkiraan efektivitas melalui jalur
lainnya secara menurun adalah Inhalasi Intraperitoneal (rongga perut) – Subkutan
(lapisan lemak) - Intramuskular (otot) - Intradermal (lapisan jaringan kulit) - oral
(mulut) - Topikal (kulit).

6. Jalur Waktu dan Frekuensi Pemaparan


Pemaparan bahan kimia terhadap binatang biasanya dibagi dalam 4
kategori yaitu: akut, subakut, subkronik, dan kronik.
Pemaparan akut adalah pemaparan terhadap suatu bahan kimia selama
kurang dari 24 jam.
Pemaparan subakut adalah pemaparan berulang terhadap suatu bahan
kimia untuk jangka waktu satu bulan atau kurang.
Pemaparan subkronik untuk satu sampai tiga bulan.
Pemaparan kronik untuk lebih dari tiga bulan.
Pemaparan akut biasanya berhubungan dengan pemberian tunggal
sedangkan subakut, subkronik, dan kronik merupakan pemaparan yang berulang.

7. Interaksi Bahan Kimia


Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti
perubahan dalam absorpsi, pengikatan protein dan biotransformasi atau ekskresi
dari satu atau dua zat toksik yang berinteraksi. Berikut ini penjelasan dari
masing-masing interaksi bahan kimia :
a. Efek aditif adalah suatu siatu dimana efek gabungan dari
dua bahan kimia sama dengan jumlah dari efek masing-masing
bahan bila diberikan sendiri-sendiri.

b. Efek Sinergistik adalah situasi dimana efek gabungan dari


dua bahan kimia jauh melampaui penjumlahan dari tiap-tiap
bahan kimia bila diberikan secara sendiri-sendiri.

c. Potensial adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia


tidak mempunyai efek toksik terhadap sistem atau organ
tertentu, tetapi bila ditambahkan ke bahan kimia lain akan
membuat bahan tersebut menjadi jauh lebih toksik.

d. Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila


diberikan secara bersamaan efeknya saling mempengaruhi
dalam arti saling meniadakan efek toksik.

8. Dosis Respon
Hubungan dosis respon adalah karakreristik pemaparan dan spektrum efek
secara bersamaan membentuk hubungan korelasi.
Ada beberapa asumsi yang harus dipertimbangkan sebelum hubungan
dosis respon dapat sesuai digunakan sebagai berikut :
a. Respon timbul karena adanya bahan kimia yang diberikan.
b. Respon pada kenyataannya berhubungan dengan dosis.
c. Dalam penggunaan dosis respon harus ada metode kuantitatif untuk mengukur
dan mengemukakan secara tepat toksisitas dari suatu bahan kimia.

9. Absorbsi, Distribusi, dan Ekskresi Toksikan


Toksikan melewati membran sel secara difusi pasif sederhana. Laju
difusi ini berhubungan langsung dengan perbedaan kadar yang dibatasi oleh
membran itu dan daya larutnya dalam lipid.
Toksikan dapat mengion. Ion tidak dapat menembus membran sel
karena daya larut dalam lipidnya rendah. Sedangkan ion yang larut dalam
lipidnya tinggi, maka ion dapat menembus membran sel.
a. Absorbsi
Jalur utama penyerapan toksikan adalah saluran pencernaan, paru-paru,
dan kulit.
1) Saluran Cerna
Toksikan masuk ke dalam saluran cerna bersama dengan air minum
dan makanan, atau sebagai obat dan zat kimia, kecuali zat yang
kaustik/merangsang mukosa.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting. Terutama untuk
asam-asam lemak yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut dalam
lipid dan mudah berdifusi. Sebaliknya basa-basa lemah akan sangat mudah
diserap. Perbedaan dalam absorpsi ini diperbesar lagi oleh adanya plasma
yang beredar.
2) Saluran Napas
Absobsi pada saluran napas adalah alveoli pori-pori. Hal ini berlaku
pada CO, N2O, SO2, benzene, dan karbon tetraklorida (CCl4).
Laju absorbsi bergantung pada daya larut gas dalam darah, semakin
mudah larut dalam darah semakin cepat absorpsinya. Tetapi, keseimbangan
antara udara dan darah ini lebih lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah
larut dalam air, misalnya kloroform, dibandingkan dengan zat kimia yang
kurang larut misalnya: etilin. Hal ini terjadi karena suatu zat kimia yang
mudah larut dalam air akan mudah larut dalam darah.

3) Kulit
Kulit relatif impermeable dan merupakan barrier (penghalang) yang
baik untuk memisahkan organisme dari lingkungannya. Tetapi beberapa zat
kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak sehingga
menimbulkan efek sistemik.

b. Distribusi
Setelah zat kimia masuk ke dalam darah, maka zat kimia itu akan
didistribusikan secara cepat le seluruh tubuh. Laju distribusi berhubungan
dengan aliran darah.
1) Barrier
Barrier darah-otak terletak di dinding kapiler Di dinding kapiler
tersebut sel-sel endothelial kapiler bersatu rapat sehingga hanya sedikit atau
tidak ada pori-pori di antara sel-sel itu.Jadi, toksikan harus melewati
endothelium kapiler itu sendiri.
Secara anatomi barrier plasenta berbeda di antara berbagai spesies
hewan. Barrrier plasenta ternyata dapat menghalangi transfer toksikan ke
janin sehingga sampai batas tertentu dapat melindungi si janin.

2) Pengikatan dan Penyimpanan


Pengikatan suatu zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan lebih
tinggginya kadar dalam jaringan itu. Ada 2 jenis ikatan yaitu: pertama ikatan
jenis kovalen (bersifat tidak reversible dan umumnya berhubungan dengan
efek toksik yang penting), kedua ikatan non kovalen (ion) biasanya
merupakan yang terbanyak bersifat reversible.

c. Ekskresi
Ekskresi adalah proses yang dilakukan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme dan benda yang tidak berguna dari dalam tubuh makhluk hidup.
Toksikan dapat dikeluarkan secara perlahan ataupun cepat, tergantung pada
dosis yang terkandung dalam tubuh dan jenisnya. Toksikan dikeluarkan dalam
bentuk asal, sebagai metabolit maupun sebagai konjugat. Toksikan dapat
dikeluarkan melalui urine, tetapi untuk beberapa jenis kimia lain dapat
dikeluarkan menggunakan bantuan paru-paru ataupun hati.
1) Ekskresi Urine
Ginjal membantu mengeluarkan toksikan dengan cara yang sama
seperti membuang hasil akhir metabolisme tubuh. Yaitu dengan filtrasi
glomelurus, difusi tubuler, dan sekresi tubuler.

2) Ekskresi Hati
Hati mampu mengeluarkan toksikan terutama untuk senyawa yang
memiliki tingkat polaritas yang tinggi (anion dan kation). Hal ini diketahui
melalui percobaan yang dilakukan pada hewan, dengan saluran empedu
yang diikat, pada percobaan itu diketahui bertambahnya toksikan akut
berkalilipat.

3) Ekskresi Paru-paru
Paru-paru dapat mengeluarkan toksikan yang berbentuk gas pada suhu
tubuh dan volatile liquid. Jumlah yang dapat dikeluarkan tergantung dengan
tekanan uap air, ekskresi pada paru-paru terjadi melalui difusi sederhana.
Gas yang memiliki tingkat kelarutan yang rendah dalam darah akan mudah
diekskresi, sebaliknya jika memiliki tingkat kelarutan yang tinggi seperti
chloroform akan sangat lambat diekskresi oleh paru-paru.

4) Saluran Lain
Saluran pencernaan bukan jalur utama yang digunakan untuk
mengeluarkan toksikan. Karena lambung dan usus manusia masing-masing
mengsekresi kurang lebih 3L cairan setiap harinya, namun beberapa
toksikan dapat keluar bersamaan dengan cairan tersebut. Hal ini terjadi
melalui difusi sehingga laju yang terjadi tergantung pada pKa toksikan dan
pH lambung dan usus.

10. Biotransformasi Toksikan


Biotransformasi dapat didefinisikan sebagai perubahan yang dikatalis
oleh enzim tertentu dalam makhluk hidup. Tujuan dari biotransformasi toksikan
ialah merubah toksin yang bersifat non-polar menjadi polar dan kemudian
diubah menjadi bersifat hidrofil, sehingga hal itu akan membuat toksikan dapat
diekskresikan dari dalam tubuh. Organ yang berperan yaitu:
-Hati (tingkat tinggi)
-Paru-paru, ginjal, dan usus (tingkat sedang)
-Jaringan lain (tingkat rendah)

Crosby (1998) membagi mekanisme biotransformasi toksikan ke dalam 2


fase yaitu :
1) Reaksi penguraian fase 1
Melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Dimana reaksi ini
memutuskan hidrolitik, oksidasi dan reduksi, umumnya bahan yang masuk
ke dalam sel dirubah menjadi lebih bersifat hidrofilik (mudah larut dalam
air) dibandingkan dengan bahan asalnya.
2) Reaksi penguraian fase 2
Melibatkan reaksi sintesis dan konjugasi. Fase ini merupakan proses
biosintesis yang merubah bahan asing dari fase 1 membuat ikatan kovalen
dengan molekul endogen menjadi konjugat.

 Efek yang Mempengaruhi Biotransformasi Toksikan :


- Genetik
- Usia
- Patologi
- Induksi Enzim
- Inhibisi Enzim

11. Efek Toksikan


Efek toksikan dibagi menjadi 2 :
- Efek akut, yaitu efek yang terjadi secara cepat
- Efek kronis, yaitu efek yang terjadi dalam jangka panjang

a. Sifat Efek Toksik


-Efek reversible, yaitu biota dapat pulih kembali secara regenerasi
-Efek irreversible, yaitu biota tidak dapat dipuihkan setelah terpapar toksikan
b. Target Efek Toksik
-Efek lokal, yaitu terjadi pada target pertama kontak toksikan (perubahan fisika
seperti warna, luka, atau erosi bagi ikan)
-Efek sistematik, yaitu terjadi melalui absorbs dan distribusi zat ke tempat yang
jauh dari target pertama (sistem nervous dan beberapa organ)

 Karsinogenesis
1. Pengertian
Karsinogenesis merupakan suatu kejadian dimana terjadi perubahan pada
sel normal menjadi sel ganas. Sel ganas ini merupakan penyebab dari penyakit-
penyakit berbahaya seperti kanker, tumor dan lain-lain.

2. Jenis Karsinogen
Dalam pembuatan bahan baku maupun energi yang kita pakai dalam
melakukan aktivitas sehari-hari terdapat berbagai macam bahan-bahan
berbahaya yang dapat menimbulkan efek karsinogenesis. Beberapa jenisnya
seperti :
a. Hidrokarbon aromatik
b. Amina aromatik
c. Pewarna aminoazo
d. Nitrosamin & Vinil klorida
3. Senyawa Kimia Penyebab Kanker
Dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas manusia tidak jauh dari zat-zat
kimia. Hal ini bisa kita lihat dari penggunaan kendaraan bermotor, makanan
maupun minuman yang kita konsumsi maupun gaya hidup yang kita lakukan.
Namun tidak semua zat kimia yang kita dapatkan atau kita konsumsi memiliki
efek yang baik. Berikut ini beberapa zat kimia penyebab kanker :
a. Sakarin : Biasa digunakan untuk pemanis buatan, dapat menyebabkan kanker
ginjal dan kanker rahim.
b. Siklamat : Biasa digunakan untuk pemanis buatan, dapat menyebabkan
kanker perut.
c. Styrene : Biasa terkandung dalam gelas plastik, fiberglas, onderdil otomotif,
dapat menyebabkan kanker darah.
d. Strontium 90 : Termasuk zat radioaktif akibat percobaan bom atom serta
peledakan bom atom, dapat menyebabkan kanker darah.
e. Formaldehyde : Digunakan sebagai pengawet tekstil dan plastic namun sering
disalahgunakan untuk pengawet makanan yang dapat menyebabkan berbagai
jenis kanker.

4. Tahapan-tahapan Karsinogenesis
Dalam kasus-kasus pasien penderita penyakit kanker, dapat kita lihat 3
fase karsinogenesis yaitu, fase inisiasi, fase promosi dan fase progresi.
a. Fase Inisiasi
Pada fase ini, korban bom atom tidak merasakan apa-apa, melanjutkan
hidup tanpa ada komplikasi berarti. Namun yang terjadi di dalam tubuh
terjadi perubahan genetik pada sel tubuh, terjadi mutasi pada DNA
menyebabkan tumbuhnya sel ganas.

b. Fase Promosi
Pada fase ini, sel-sel yang telah berubah ini mengalami perkembangan.
Dalam tahap ini sel-sel yang telah berubah tadi membentuk klon dan
memperbanyak diri. Dengan memperbanyak diri ini sel-sel ganas tersebut
akan bertambah banyak dan menggerogoti organ tersebut. Akan tetapi fase
promosi ini memakan waktu cukup lama untuk berkembang ke fase
berikutnya.

c. Fase Progresi
Fase terakhir ini merupakan fase dimana sel-sel pembentuk kanker yang
sudah banyak tadi, menjadi sangat berbahaya. Setelah merusak salah satu
organ tempat tumbuh sel kanker tersebut, sel tersebut dapat menggerogoti
organ tubuh lain yang dapat menyebabkan komplikasi kesehatan. Pada tahp
ini terjadi perubahan pada kekebalan tubuh maupun fisik manusia tersebut.
Pengobatan yang ditempuh tidak menjamin kesembuhan total kepada pasien
penderita kanker tersebut.

 Limbah B3
1. Pengertian
a. UU No. 32 Tahun 2009
Limbah B3 adalah zat yang sifat dan jumlanya, baik secara langsung atau
tidak langsung dapat merusak/membahayakan lingkungan hidup, kelangsungan
hidup manusia, dan makhluk hidup lainnya.

b. PP No. 18 Tahun 1999


Limbah B3 adalah sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan jumlahnya dapat merusak
lingkungan hidup dan kelangsungan makhluk hidup.

2. Ruang Lingkup Limbah B3


a. Penghasil
Penghasil limbah B3 adalah setiap orang atau badan usaha yang
menghasilkan limbah dan menyimpannya secara sementara sebelum diserahkan
kepada pengumpul/pengolah limbah.

b. Pengumpul
Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang mengumpulkan atau
menerima limbah dari penghasil limbah dan menyerahkannya kepada pengolah
limbah.

c. Pengangkut
Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan pengangkutan
limbah.
Pengangkutan Limbah B3 adalah kegiatan yang dilakukan pengangkut
limbah untuk memindahkan limbah dari penghasil ke pengumpul dan atau ke
pengolah.

d. Pengolah
Pengolah limbah adalah badan usaha yang melakukan pengolahan
limbah dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan
dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
Pengolahan Limbah B3 adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 agar tidak berbahaya dan atau
tidak beracun, serta dapat didaur ulang.

3. Karakteristik Limbah B3 (PP No. 101 Tahun 2014 Pasal 5)


a. Mudah Meledak (limbah laboratorium (asam prikat))
b. Mudah Terbakar (Benzena, aseton, toluena, kaporit)
c. Bersifat Reaktif (limbah industri cat (pelarut aseton))
d. Korosif (Limbah asam dari baterai dan accu, limbah industri baja (asam sulfat))
e. Beracun (Buangan pestisida, limbah pertanian (buangan pestisida))
f. Menyebabkan infeksi (limbah industri karet (asam formiat))
g. Limbah lain yang apabila diuji dengan metode toksikologi dapat diketahui
temasuk ke dalam jenis limbah B3:

4. Jenis Limbah B3
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik, yaitu limbah yang sembernya bukan dari
proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
inhibitor korosi, pelarutan kerak, dan pengemasan.
b. Limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu limbah yang berasal dari sisa proses suatu
industri atau kegiatan tertentu.
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

5. Mengidentifikasi Karakteristik Limbah B3


Untuk melakukan pengelolaan limbah B3, hal utama yang harus dilakukan
adalah mengelompokkan apakah limbah tersebut termasuk limbah B3 atau tidak.
Pengelompokkan ini akan memudahkan proses pengolahan. Untuk
mengelompokkan limbah, maka kita harus mengetahui langkah-langkah untuk
mengidentifikasi karakteristik limbah, yaitu :
- Identifikasi jenis limbah yang dihasilkan
- Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, jika cocok dengan
daftar jenis limbah B3, maka limbah tersebut termasuk limbah B3
- Jika limbah tersebut tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3, maka periksa
apakah limbah tersebut memiliki karakteristik mudah terbakar/mudah meledak,
beracun, reaktif, atau bersifat korosif. Jika tidak memiliki karakteristik tersebut,
maka harus dilakukan uji toksikologi.

6. Penghasil Limbah B3
Penghasil limbah B3 wajib melakukan pengolahan limbah yang dilakukan
sendiri atau limbah diserahkan langsung kepada pengolah limbah B3 atau melalui
pengumpul limbah B3. Penghasil limbah B3 boleh menyimpan limbah B3 selama
maksimal 90 hari sebelum diserahkan kepada pengumpul atau pengolah limbah
B3. Penghasil limbah B3 dapat berperan juga sebagai pengumpul limbah B3.

 Syarat Tempat Penyimpanan Limbah B3


-Lokasi tempat penyimpanan bebas dari banjir
-Perancangan bangunan sesuai dengan karakteristik limbah dan upaya
pengendalian pencemaran. Contoh : Limbah B3 yang bersifat reaktif tidak boleh
dicampur dengan asam pengoksidasi karena dapat menghasilkan panas, gas
beracun, dan api.

a. Penghasil Limbah Wajib Membuat dan Menyimpan Catatan Tentang


- Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu dihasilkannya limbah B3
- Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3
- Nama pengangkut limbah B3 yang melakukan pengiriman
Catatan tersebut wajib dibuat agar jumlah limbah B3 yang dihasilkan
tercatat dengan baik dan sebagai bahan evaluasi. Penghasil limbah B3 wajib
mengumpulkan catatan tersebut minimal enam bulan sekali kepada Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan.

7. Pengumpul Limbah B3
a. Syarat yang Wajib Dipenuhi Pengumpul Limbah B3
- Memperhatikan karakteristik limbah B3
- Punya laboratorium yang bis mendeteksi karakteristik limbah B3
- Punya lokasi minimal 1 hektar
- Punya fasilitas untuk mengatasi terjadinya kecelakaan
- Lokasi tempat pengumpulan bebas dari banjir dan jauh dari pemukiman atau
fasilitas umum

b. Pengumpul Limbah B3 Wajib Membuat Catatan Tentang :


- Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil
- Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu diserahkannya limbah B3 kepada
pengolah limbah B3
- Nama pengangkut limbah B3 yang melakukan pengiriman kepada pengumpul
dan pengolah
Pengumpul limbah B3 wajib mengumpulkan catatan tersebut minimal
enam bulan sekali kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
Pengumpul limbah B3 boleh menyimpan limbah B3 selama 90 hari sebelu
diserahkan kepada pengolah limbah. Pengumpul limbah B3 bertanggung
jawab terhadap limbah yang dikumpulkannya. Untuk menyerahkan limbah B3
kepada pengangkut, pengumpul/penghasil limbah B3 harus memiliki dokumen
limbah B3.

8. Pengangkut Limbah B3
Pengangkut limbah B3 jika ingin mengangkut limbah B3 wajib memiliki
dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 tersebut wajib menyerahkan
dokumen limbah kepada pengumpul/penghasil atau pengolah limbah.
Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang
memenuhi syarat dan tata cara pengangkutan limbah B3 ditetapkan berdasar
peraturan yang berlaku.
9. Pengolah Limbah B3
Pengolah limbah B3 wajib membuat analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL).
a. Hal yang Harus Dimiliki Pengolah Limbah B3 yang Mengoperasikan
Insinerator
- Insinerator yang memiliki spesifikasi sesuai karakteristik dan jumlah limbah
yang diolah
- Alat pencegahan pencemaran udara
- Residu dari proses pembakaran pada abu incinerator yang harus ditimbun

b. Cara-cara Pengolahan Limbah


1) Cara Stabilisasi dan Solidifikasi
Stabilisasi adalah proses pencampuran limbah dengan bahan tambahan
(aditif) untuk menurunkan laju migrasi bahan pencemar dan mengurangi
toksisitas limbah B3. Sedangkan Solidifikasi adalah proses pemadatan bahan
berbahaya dengan menggunakan bahan tambahan (aditif).
 Ketentuan yang Wajib Dipenuhi Pengolah Limbah B3 yang Melakukan
Pengolahan Stabilisasi dan Solidifikasi :
-Bahan pencampur harus dapat mengikat bahan berbahaya dan beracun
-Hasil stabilisasi dan solidifikasi harus dianalisa dengan prosedur ekstrasi
untuk menentukan pergerakan senyawa organik dan anorganik

2) Cara Fisika dan Kimia


 Limbah yang Dihasilkan Pengolah Limbah yang Melakukan Pengolahan
Secara Fisika dan Kimia :
-Limbah Cair, limbah ini harus memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
-Limbah Gas dan Debu, limbah ini harus memenuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku tentang pengendalian pencemaran udara (Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999)
-Limbah Padat, limbah ini harus mengikuti ketentuan tengtang stabilisasi
dan solidifikasi, dan/atau penimbunan, dan/atau insenerator

3) Cara Penimbunan (Landfill)


Limbah B3 yang ditimbun harus dengan pengamanan tinggi. Limbah
B3 harus ditempatkan dalam drum/tong, lalu dikubur dalam landfill yang
dirancang agar mencegah pencemaran. Namun, cara ini merupakan cara yang
membutuhkan biaya besar, kemungkinan kebocoran masih ada, dan tidak
memberi solusi jangka panjang karena limbah akan terus menumpuk.
 Ketentuan yang Wajib Dipenuhi Pengolah Limbah B3 yang Melakukan
Pengolahan Cara Penimbunan :
-Syarat Lokasi Penimbunan
o Bebas dari banjir
o Permeabilitas tanah maksimal 10-7/detik
o Merupakan daerah geologi yang stabil
o Bukan merupakan daerah rresapan tanah
-Penimbunan harus dibangun menggunakan sistem pelapisan rangkap dua
-Penimbunan yang sudah penuh harus ditutup dengan tanah dan tempat
tersebut tidak boleh dijadikan pemukiman dan fasilitas lainnya

c. Hal-hal yang Wajib Dilakukan Pengolah dan Penimbun Terhadap Lokasi Bekas
Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3
- Menutup bagian paling atas lokasi dengan tanah yang memiliki ketebalan 0,60
meter
- Dipagar dan diberi tanda tempat penimbunan limbah B3
- Melakukan pemantauan air dan menanggulangi dampak lain jika terjadinya
kebocoran limbah B3 ke lingkungan

10. Izin Badan Usaha terhadap Limbah B3


a. Dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
Sebagai izin untuk kegiatan pengumpulan atau pengolahan.

b. Dari Menteri Perhubungan


Sebagai izin untuk pengangkutan setelah mendapat pertimbangan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL).

 Syarat untuk Memperoleh Izin


Untuk memperoleh izin, setiap badan usaha wajib memiliki :
-Akte pendirian badan usaha berbentuk badan hukum yang telah disahkan
oleh instansi berwwenang
-Nama dan alamat badan usaha
-Kegiatan yang dilakukan
-Lokasi kegiatan
-Nama dan alamat penanggung jawab kegiatan
-Bahan baku dan proses yang digunakan
-Spesifikasi alat pengolah limbah B3
-Jumlah dan karakteristik limbah B3 yang dikumpulkan,diangkutn, dan
diolah
-Tata letak saluran limbah, pengolahan limbah, dan tempat penampungan
sementara
-Alat pencegah pencemaran limbah
Izin pengolahan limbah diberikan oleh Kepala Kantor Pertahanan
Kabupaten setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan.
Kegiatan pengolahan limbah B3 wajib dibuatkan analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan
lingkungan. Dokumen analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan
lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan diajukan bersama dengan
permohonan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan. Keputusan tentang izin diberikan paling
lambat 30 hari setelah mendapat persetujuan tentang rencana pengelolaan dan
rencana pemantauan lingkungan oleh instansi yang bertanggung jawab.
Setiap orang atau badan usaha tidak boleh menerima limbah B3 dari luar
negeri. Pengangkutan limbah dari luar negeri ataupun pengiriman limbah B3 ke
luar negeri harus mendapatkan izin tertulis dari Pemerintah Republik Indonesia.

11. Pengawasan terhadap Pengelolaan Limbah B3


Pengawasan terdiri dari pemantauan penaataan persyaratan serta
ketentuan teknis dan administratif oleh penghasil, pengumpul, pengangkut,
pengolah termasuk penimbun limbah B3. Pengawas yang melakukan pengawasan
harus memiliki tanda pengenal dan surat tugas dari Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan.

a. Wewenang Pengawas
- Masuk ke area pengelolaan limbah B3
- Mengambil limbah B3 agar dapat diperiksa di laboratorium
- Meminta keterangan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3
- Mengambil gambar/memotret untuk kelengkapan pengawasan
II. PEMBAHASAN STUDI KASUS
Studi kasus kali ini kita pelajari tragedi kebocoran gas pada pabrik pupuk Union
Carbide di kota Bhopal, negara bagian Madhya Pradesh di India. Tragedi ini terjadi
pada tahun 1984. Tragedi ini merupakan salah satu bencana terburuk yang dialami
India. Kebocoran gas ini menyebabkan 3.787 orang tewas dan ± 558.125 orang
cedera.
Tragedi ini disebabkan oleh kebocoran gas yang disebabkan oleh kelalaian pekerja
serta pemeliharaan alat produksi pupuk yang tidak baik oleh PT. Union Carbide
menyebabkan mudahnya alat mengalami kerusakan. Pada pukul 23.30 diperkirakan
air dari suatu pipa berhasil memasuki tangki yang berisi senyawa MIC atau yang biasa
dikenal metil isosianat. Air yang masuk kedalam tangka ini mampu meningkatkan
suhu maupun tekanan gas metil isosianat. Pada pukul 00.23 dikarenakan tangka tidak
mampu lagi menahan tekanan maupun suhu yang sudah melewati batas
kempampuannya, akhirnya tangka tersebut meledak dan mengalami kebocoran.
Hanya dalam waktu beberapa detik, pekerja pabrik seketika tewas akibat gas metal
isosianat tersebut. Pada pukul 00.23 masyarakat sekitar sedang dalam keadaan tidur
sehingga tidak menyadari adanya kebocoran gas. Namun perlahan-lahan warga
mengalami keadaan sesak nafas, sakit pada bagian mata dan lain-lainnya. Dengan
begitu masyarakat pun menyadari adanya hal yang terjadi di pabrik pupuk. Seketika
warga berlarian menuju klinik/rumah sakit untuk mengobati keluhan mereka. Namun
dari waktu 00.23 hingga 02.00 dimana kebocoran berhenti, banyak pekerja maupun
masyarakat yang tewas akibat keracunan gas MIC.

Berdasarkan materi karsinogenesis, toksikologi dan limbah B3 yang kami sampaikan


dalam makalah ini, dapat kita ketahui bahaya yang ditimbulkan dari tragedy Bhopal
ini. Senyawa MIC yang berbentuk gas tersebut merupakan salah satu senyawa
pembuatan karbaril, yang merupakan salah satu bahan pembuatan insektisida. Seperti
yang kita ketahui insektisida walaupun berperan penting dalam menyelamatkan
tanaman pertanian dari hama memiliki sifat karsinogen. Pemakaian insektisida yang
berlebihan dapat menempel pada hasil pertanian, yang apabila dikonsumsi oleh
manusia secara terus-menerus dapat menyebab komplikasi kanker yang berujung
kematian. Kebocoran senyawa MIC ini menimbulkan kematian mendadak pada
masyarakat Bhopal, akibat berbahayanya kandungan bahan kimia dalam senyawa
MIC ini. Pada kebocoran gas yang terjadi, ditemukan berbagai kandungan berbagai
macam senyawa kimia berbahaya seperti fosgen, hidrogen sianida, metilamina dan
lain-lain. Senyawa-senyawa ini memiliki klasifikasi beracun yang mengakibatkan
toksisitasnya sangat tinggi. Dalam gas tersebut juga terkandung limbah B3 yang
belum terproses sehingga menyebabkan fatalnya gas tersebut apabila terpapar oleh
makhluk hidup terutama manusia. Bagi warga yang selamat dari tragedi tersebut,
hidup mereka tidaklah aman, karena sifat karsinogenik gas tersebut, maka komplikasi
penyakit pun dialami oleh masyarakat hingga sekarang, komplikasi ini pun turun
hingga generasi berikutnya.
Berdasarkan studi kasus ini, dapat kta pelajari maupun kita jadikan peringatan akan
bahayanya zat-zat kimia. Zat-zat tersebut tidak dapat kita pandang sebelah mata.
Walaupun tidak semua zat kimia beracun atau meneyebabkan karsinogenik, zat-zat
kimia bukanlah sesuatu yang dapat dikelola tanpa pengertian mendalam. Oleh sebab
itu pentingnya pemhaman lebih mendalam akan bahayanya zat-zat kimia, terutama
zat-zat kimia yang memiliki sifat toksikologi yang tinggi, bersifat karsinogenik dan
lain-lain. Dalam pengelolaan limbah pun, harus kita lakukan dengan penuh perhatian
mendalam. Karena limbah merupakan bagian yang selalu ada dalam hidup kita.
Limbah B3 Merupakan limbah yang tidak diboleh dianggap sepele dalam
pengelolaannya karena sifatnya yang berbahaya bagi makhluk hidup terutama
manusia maka perlu diperhatikan pengelolaannya agar tidak menimbulkan korban
jiwa akibat pencemaran dari limbah B3.

Anda mungkin juga menyukai