Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU DAN

BUDAYA K3
PEKERJA
KONSTRUKSI
Ayu Nilasari Habibah
R0014013

PERILAKU DAN BUDAYA K3


Berbagai program telah banyak dikembangkan dalam upaya memperkecil angka kecelakaan akibat
kerja. Program-program tersebut berkembang atas dasar pendekatan yang dipergunakan mulai dari yang
menggunakan pendekatan rekayasa, kemudian pendekatan sistim kemudian yang dewasa ini banyak
diterapkan menggunakan pendekatan perilaku serta budaya. Pendekatan perilaku dan budaya banyak
diterapkan oleh karena masih melekatnya pandangan yang menganggap bahwa penyebab kecelakaan
banyak disebabkan oleh faktor perilaku manusia dan juga belum membudayanya K3.
Berkembangnya pendekatan budaya keselamatan dan kesehatan (Health and Safety Culture) mulai
dikenal setelah terjadinya peristiwa Chernobyl di thn 1986. Istilah Budaya Keselamatan (safety
culture) sebagai bagian dari Budaya Organisasi (organizational culture) menjadi populer dan mulai
diugunakan sebagai pendekatan untuk lebih memantapkan implementasi sistim manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.

TUJUAN
ujuan dari Budaya K3 itu sendiri adalah, agar para
pekerja sadar akan pentingnya K3. Bagaimanapun
juga, keselamatan pekerja lebih penting daripada
apapun. Oleh karena itu setiap pekerja harus memiliki
kesadaran untuk mengikuti peraturan atau instruksi
yang diberikan demi keselamatan mereka.

PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
ndang-undang Dasar 1945

ndang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: Pemerintah


telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja,
yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai
dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan
UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup
berbagai hal dalam perlindungan pekerjayaitu upah, kesejahteraan, jaminan
sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan
kerja

eraturan Menteri Tenaga Kerja No 1/Men/1980 tentang K3


Konstruksi Bangunan: Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada
bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada
tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan
untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi
lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping
itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini
sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.

Surat keputusan besama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
Kep174/Men/1986 dan No 104/Kpts/1986 tentang K3 Tempat Kegiatan

No

Kontruksi

Bangunan: Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,


pemerintah menerbitkan Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3
Konstruksi ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk
konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun
terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum
digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangankekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan,
serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak
pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.

K3 KONSTRUKSI
Konstruksi merupakan salah satu industri yang paling
berbahaya di seluruh dunia yang mana dapat menyebabkan
beberapa kecelakaan, kematian, cedera pekerja, penyakit akibat
kerja serta kerugian berat lainnya baik secara langsung maupun
tidak langsung.

UNSAFE ACT & UNSAFE


CONDITION

Perilaku
&
Budaya
K3

Komitmen
Top
Manajemen
Peraturan
dan
Prosedur
Keselamatan

Keterlibatan
Pekerja

Komunikasi

Kompetens
i pekerja

KESIMPULAN
Perilaku dan budaya K3 yang masih lemah pada pekerja
konstruksi

bukan

hanya

mempengaruhi

keselamatan

dan

kesehatan kerja pekerja. Namun, pekerjaan pun juga akan


terganggu. Sehingga apa yang telah ditargetkan bisa jadi tidak
sesuai harapan. Untuk itu, perlu adanya pendorong agar bisa
mewujudkan perilaku dan budaya K3 pekerja konstruksi yaitu
dengan

komitmen

manajemen,

peraturan

dan

prosedur

keselamatan, komunikasi, kompetensi pekerja, dan keterlibatan


pekerja. Apabila kelima faktor telah terpenuhi, perilaku dan
budaya K3 akan tercipta dengan sendirinya.

SARAN
P
erilaku dan budaya keselamatan kerja harus dimulai dari top manajemen terhadap
masalah keselamatan kerja.
P
elaksanaan konstruksi peraturan dan prosedur keselamatan kerja
M
emberikan informasi yang jelas dan detail, agar komunikasi yang terjadi anatara pekerja
dan manajemen atau sebaliknya tidak mengalami kesalahpahaman
P
emberian pelatihan kepada seluruh pekerja
P
eningkatan keterlibatan seluruh tenaga kerja

Anda mungkin juga menyukai