Anda di halaman 1dari 45

Psikologi Abnormal

Oleh:
Resty Pramitha Dewi, M.Psi.,
Psi

Sejarah Psikologi Abnormal


3 Tema umum dalam menerangkan
gangguan psikologis sepanjang masa:
Mistik (kemasukan roh jahat, dll)
Ilmiah (ketidakseimbangan biologis,
proses belajar salah, atau stressor
emosional)
Humanitarian (sbg akibat dr kekejaman,
krn tdk diterima, atau kemiskinan)

Lanjutan
Masa prasejarah: perilaku abnormal
dianggap krn kemasukan setan. Yunani
kuno mengadakan ritual pengusiran
(seringkali berupa penyiksaan pada
penderitanya)
Yunani dan Romawi Kuno: timbul metode
ilmiah. Hippocrates (460-337 SM) percaya
ada 4 cairan dalam tubuh yang bila
berlebihan akan menyebabkan perilaku
abnormal. Disembuhkan dgn mengurangi
kelebihannya: pendarahan, pengeluaran
lendir/empedu scr paksa atau melalui
pengaturan asupan nutrisi.

Lanjutan.
Galenos (130-200 SM) adalah org
pertama yang mengatakan bahwa
penyakit mental mungkin disebabkan
kondisi psikologis
Abad Pertengahan dan Renaissance:
Abad kegelapan, superstisi berjaya.
Pengobatan primitif kembali populer dgn
ritual2 yang srgkali berujung penyiksaan.
Penderita dipandang sbg pendosa.

Lanjutan
Tahun 1247 didirikan Asylum untuk
penderita gangguan mental: The Hospital
of St. Mary of Bethlehem (Bedlam).
Awalnya Bedlam adalah asilum yg
ditujukan untuk merawat pasien
gangguan mental scr manusiawi sblm
akhirnya dirubah menjadi rumah sakit
jiwa. Namun smkn lama smkn penuh dan
kebanyakan pasien adalah kriminal yang
menderita gangguan jiwa. Lama
kelamaan metode yg ada di Bedlam lebih
condong pada penyiksaan dan hukuman.

Kursi Penenang

Lunatic Box

The Crib

Bak Kejutan

The Tub

Hollow Wheel

Lanjutan
Tahun 1700an: Gerakan reformasi
didorong keprihatinan akan buruknya
penanganan pasien gangguan mental.
Muncul terapi kerja.
Benjamin Rush (Bapak Psikiatri Amerika)
mendirikan asilum yg lebih teratur
manajemennya, pasien diberi fisioterapi,
namun msh menggunakan praktek
pendarahan krn beranggapan bahwa
gangguan mental disebabkan kelebihan
darah

Lanjutan
Pengetahuan akan gangguan mental
trus berkembang hingga tahun
1900an, namun mencapai puncak
dan menjadi awal periode ilmiah saat
Freud menyatakan teori psikoanalisis.

Paradigma Psikopatologi
Paradigma = Perspektif = kerangka
konseptual = asumsi dasar

Paradigma Fisiologik
Paradigma Fisiologik (medical model)
penyebab perilaku abnormal sebagian
karena gangguan pada satu atau lebih
proses fisiologis (keturunan, predisposisi
malfungsi fisiologis, kerusakan sistem
syaraf, dll).
Pnyebab ini disebut juga gangguan
somatis/badaniah hipotesis somatogenik.
Implikasi: menggunakan perlakuan dgn
pendekatan fisiologis (operasi dan obat2an)

Paradigma Psikoanalitik

Sigmund Freud (psikoanalisis klasik)


Id, ego, superego
Eros & Thanatos
Fenomena gunung es: Sebagian besar
penentu perilaku adalah ketidaksadaran.
Fiksasi
Oedipus complex dan Electra complex
Mekanisme pertahanan diri: represi,
proyeksi, displacement, reaksi formasi,
regresi, rasionalisasi, dll
Implikasi: memunculkan represi akan terjadi
re-learning. Represi dimunculkan/dinaikkan
dgn asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis
MPD

Paradigma Belajar

Kondisioning Klasik
Kondisioning Operan
Modeling
Implikasi: Perilaku abnormal
dipelajari. Perlakuan melalui
modifikasi perilaku (desensitisasi
sistematis, latihan asertif, token
economy, role play)

Paradigma Kognitif
Pengalaman dipersepsi oleh manusia
menjadi bermakna pola pikir, belief
Implikasi: prilaku abnormal disebabkan
pola pikir dan belief negatif (harapan yg
tidak realistis, pandangan negatif terhadap
diri, lingkungan, masa lalu dan masa
depan, distorsi kognitif, dll)
Perlakuan menggunakan proses
pengubahan pola pikir (menentang asumsi,
thought replacement, Socrates dialogue)

Paradigma Humanistik
Maslow (1908-1970)
Pandangan positif terhadap manusia
Unconditional Positive Regard vs
Conditional Positive Regard
Implikasi: Prilaku abnormal terjadi
karena manusia terpisah dari real self
dan mencoba menjadi ideal self
Perlakuan dgn membantu klien
berhubungan dengan real self (client
centered therapy, empty chair,
pemberian unconditional postv regard
pd klien dgn respek dan empati)

Gangguan Kepribadian
Gangguan Kecemasan
Gangguan Suasana Perasaan (Mood)
Gangguan Psikotik
Gangguan Kontrol Diri
Gangguan Perkembangan
Gangguan Seksual
Gangguan Penyesuaian Diri
Gangguan Ketergantungan atau
Penyalahgunaan Zat

Asesmen Psikologis
Evaluasi tentang status psikologik
seseorang.
Tujuan:
Diagnosis
Menentukan kapasitas mental
Memprediksi kesesuaian individu dengan
suatu pekerjaan
Menentukan apakah seseorang secara
mental dapat dituntut di mata hukum

Instrumen/Alat Asesmen
Psikologis
Wawancara
Pemeriksaan status mental
Tes psikologis (kepribadian, diagnostik,
intelegensi, dll)
Pengukuran perilaku
Observasi perilaku
Pengukuran fisiologis, psikofisiologis, dan
neuropsikologis (menggunakan alat ukur
yang valid dan reliabel)

Wawancara
Dalam asesmen psikologis dikenal dengan
wawancara klinis
Tujuan: mendapatkan informasi dan
pemahaman ttg klien dan sifat
permasalahan klien, riwayat lampau, dan
aspirasi di masa mendatang
Dilakukan berhadap-hadapan. Pertanyaan
dapat dirancang sebelumnya atau on the
spot (langsung berdasarkan pengamatan
atas klien dan jawaban yang klien berikan)
Wawancara dapat direkam, dicatat, atau
ditulis kemudian

Wawancara fleksibel
Pertanyaan terbuka
Tujuan: menentukan dasar pemberian perlakuan
berdasar informasi ttg gejala, status kesehatan, latar
belakang keluarga, dan riwayat hidup (pribadi dan
keluarga).
Isi wawancara disesuaikan dgn hipotesis pewawancara
ttg permasalahan klien serta berdasar respon verbal dan
non verbal klien
Penting mendapatkan kronologis dari kata2 klien sendiri
(bukan asumsi atau kesimpulan)
Riwayat pribadi mencakup: hubungan dan even penting
dlm kehidupan klien, performansi sekolah, hub. Dgn
teman, pekerjaan, dan kesehatan
Riwayat keluarga mencakup: kejadian2 penting dalam
kehidupan keluarga, sejarah gangguan mental dalam
keluarga

Wawancara
Terstandardisasikan
pertanyaannya terstruktur dgn kata2
dan urutan pertanyaan yang telah
ditentukan sebelumnya. Tujuan =
wawancara fleksibel. Namun
bedanya dgn fleksibel, pewawancara
tidak butuh ketrampilan &
pengalaman evaluasi krn kriteria
objektifnya sudah ada.

Pemeriksaan Status Mental


Tingkah laku: gerakan/motorik klien: gestur
tanda2 emosional, katatonia,
kompulsi/gerakan repetitif (respon terhadap
dorongan yg tdk dpt dikontrol)
Orientasi: kesadaran mengenai waktu,
tempat, dan identitas. Bila terganggu
disorientasi
Isi pikiran: Obsesi (pikiran repetitif yg tdk
dikehendaki dlm kesadaran), Kompulsi
(perilaku repetitif yg berhubungan dgn
obsesi), Delusi/Waham (Kepercayaan palsu
yang tidak sesuai dgn realita)

Gaya berpikir dan bahasa: tidak logis dan


tidak berhubungan Vickinisasi
Afek (ekspresi emosi) dan suasana perasaan
(mood): afek tidak sesuai dan afek datar,
mood disforia, mood euforia.
Pengalaman perseptual: halusinasi
(auditori/pendengaran, visual/penglihatan,
olfaktori/pembauan, gustatori/pengecapan,
taktil/perabaan), ilusi.
Perasaan diri: Depersonalisasi (badan dan
pikiran terpisah), Kekacauan identitas
(merasa dikendalikan oleh orang lain)
Motivasi: malas
Intelegensi dan insight (pemahaman)

Tes Psikologis
Tes intelegensi: mencari informasi
khusus mengenai kelebihan dan
kekurangan kognitif seseorang
berguna bagi perencanaan perlakuan,
mis.nya: klien yg kurang dpt berpikir
abstrak sulit diberi perlakuan kognitif
Tes kepribadian dan diagnostik MMPI
(Minnesota Multiphasic Personality
Inventory), Rorschach, TAT, Grafis

Pengukuran Behavioral
Digunakan klinisi untuk menemukan
tingkah laku bermasalah, memahami apa
yang mempertahankan perilaku ini,
mengembangkan intervensi yang sesuai.
Menggunakan self report, wawancara
perilaku (perilaku-antesedenkonsekuensi), observasi klinis
Beck Depression Inventory, Fear Survey
Schedule, dll

Observasi Behavioral
Seleksi tingkah laku yang ditargetkan
Observasi in vivo (pengamatan di
konteks yang sebenarnya dimana
target tingkah laku biasanya terjadi)
Observasi analog: klien berada di
ruangan khusus dan klinisi
mengamati melalui one way mirror

Diagnosis
Langkah selanjutnya setelah asesmen.
1st step: mendengarkan ucapan klien yang
dapat menjadi kata kunci
2nd step: mendapatkan sejelas2nya simptom
klien
Setelah diagnosis ditetapkan, lakukan
diagnosis diferensial (mengecek apakah ada
simptom lain yang mungkin membuktikan
diagnosis yang berbeda)
Formulasi Kasus

Perencanaan Perlakuan
Informasi terkumpul tujuan, rujukan, jenis
perlakuan yg sesuai.
Tujuan perlakuan: penguasaan segera (untuk
kebutuhan yang paling menekan obat, RSJ, dll),
tujuan jangka pendek (perubahan kepribadian dan
hubungan klien dan belum mencakup
penstrukturan kembali kepribadian)
membangun hubungan terapeutik atau untuk
detoksifikasi, tujuan jangka panjang (mengatasi
masalah dn mengembangkan strategi untuk
pemulihan)

Tempat perlakuan (Rumah klien, tempat


praktik, RSJ, Lembaga Rehabilitasi,
Puskesmas, dll)
Yang menentukan tempat perlakuan:
keparahan, problem fisik (disfungsi otak,
gangguan makan, penyakit), sistem
dukungan klien.
Jenis perlakuan: terapi kelompok, terapi
individu, terapi keluarga, terapi milieu, dll
Jenis perlakuan disesuaikan kebutuhan
klien.
Klien diharapkan bersikap aktif dalam
terapi.

Gangguan Kepribadian

Anti Sosial
Borderline (Pinggiran)
Paranoid
Skizoid
Histrionik
Menolak
Tergantung
Pasif Agresif
Sadistis dan Masokis

Gangguan Somatoform dan


Dissosiatif
Konversi
Somatisasi
Gangguan Rasa Sakit Somatoform
Gangguan Badan Dismorfik
Hipokondriasis
Amnesia Disosiatif/Psikogenik
Fuga Dissosiatif
Kepribadian Ganda
Depersonalisasi

Gangguan Kecemasan

Fobia
Gangguan Panik
Obsesif Kompulsif
Gangguan Stres Pasca Trauma

Gangguan Suasana
Perasaan

Depresi
Distimia
Bipolar
Siklotimia

Gangguan Psikotik

Skizofrenia
Gangguan Psikotik Singkat
Gangguan Skizofreniform
Delusional/Waham
Psikotik Bersama

Gangguan Kontrol Diri

Kleptomania
Judi Patogenik
Piromania
Impulsivitas Seksual/Kecanduan Seks
Trikhotilomania
Gangguan Eksplosif Sesaat (Intermittent
Explosive Disorder)
Gangguan Makan (Anorexia dan Bulimia)

Gangguan Perkembangan
Mental Retardation
Autisme
Gangguan Rett
Gangguan Disintegratif masa kanak-kanak
Sindrom Asperger
Gangguan Belajar
Gangguan Ekspresi Tertulis
Disleksia
Gangguan Bicara
Gangguan Motorik
Gangguan Tingkah Laku Disruptif (ADHD, gangguan
watak, gangguan penyimpangan dan oposisional)

Lanjutan

Gangguan Kecemasan Berpisah


Fobia Sosial
Kecemasan yang Tergeneralisasi
Gangguan Makan (Pika)
Gangguan Ruminasi
Gangguan Tik / Tic
Gangguan Tourette
Encopresis dan Enuresis
Gangguan Kelekatan Reaktif
Bisu Selektif

Gangguan Seksual

Parafilia
Eksibisionisme
Fetisisme
Frotteurisme
Pedofilia
Seksual Sadisme dan Seksual Masokisme
Fetisisme Transvesti (Crossdressing)
Voyeurisme
Transseksualisme
Disfungsi seksual

Gangguan Penyesuaian Diri

Stres dan sakit fisik (Psikosomatis)


Gangguan Tidur Sementara
Parasomnia
Gangguan Nightmare
Gangguan Teror saat Tidur
Gangguan Tidur Berjalan

Gangguan yg berhubungan
dgn Penggunaan Obat2an
Terlarang
Alkoholisme

Stimulan (Obat Perangsang)


Kokain
Kafein & Nikotin
Marijuana
Halusinogen
Opioids
Sedatif-hipnotik
Obat anti Kecemasan

Delirium, Dementia, dan


Gangguan Amnestik
Delirium
Amnestik (Retrograde dan Anterograde
Amnesia)
Dementia
Alzheimer
Pick
Parkinson
Huntington
Multiple Sclerosis (MS)

Anda mungkin juga menyukai