Anda di halaman 1dari 69

Pembimbing:

dr. Aryanto Habibie, Sp. BP-


RE
Oleh:

RAUMA MAKSILOFASIAL William Djauhari (2014-061-


050)
Virly Isella (2015-061-017)
Maria Yashinta Nuwa (2015-
DEFINISI
Trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras dan
jaringan lunak wajah, menyebabkan hilangnya
kontinuitas tulang-tulang wajah

Etiologi
Kecelakaan lalu lintas
Penganiayaan atau berkelahi
Olahraga anak-anak paling sering
Jatuh
Lain-lain
ANATOMI Sepertiga atas
Os. Frontalis
Regio supra orbita
Rima orbita
Sinus frontalis

Sepertiga tengah
Os. Maksila
Os. Zigomatikus
Sepertiga bawah Os. Nasal
Mandibula Sistem lakrimasi
Palatina
Tulang vomer
Konka inferior
KLASIFIKASI

Maxillofaci
al trauma

Facial
Soft tissue
bone
injury
fracture

Orbital Mandibulla
Laceration Contusion Abration Nasal Zygoma Maxillary
blowout r
PRIMARY SURVEY
Airway
Bebasksan jalan nafas dan patensi jalan nafas
Cek darah, muntahan, gigi, benda asing bersihkan
Berikan O2 intubasi atau trakeostomi
Stabilisasi cervical
Breathing
Inspeksi dan palpasi kelainan dinding dada
Auskultasi
Circulation
Bleeding direct pressure
Nasal bleeding tampon anterior dan posterior
Cek other injuries menyebabkan syok
Disabilities GCS

Exposure control hipotermia


SECONDARY SURVEY

Scalp Telinga Mata Hidung Neurologis Abdomen


Laserasi, Cek pinna, Cek pupil, Cek posisi Motorik Nyeri tekan
hematoma, canalis pergerakan septum, N VII Jejas
pendarahan akustikus bola mata, pasase Sensorik
eksternus, fundus udara N V (wajah)
membran Cek Krepitasi & N VII
timpani ketajaman pada nasal (lidah)
Otorhea penglihatan bridge
darah, CSF Rhinorrhea
Cek fungsi darah,
pendengara CSF
n
PRINSIP PENATALAKSANAAN

Airway Management Rapid


Oropharynge Nasopharyng Supraglottic Surgical
Chin lift Jaw thrust sequence
al airway eal airway devices airway
intubation

Ventilation

Oxygenation
SOFT TISSUE INJURY
Vulnus scissum

Vulnus laceratum

Vulnus punctum

Combustio

Vulnus sclopetorum

Pemeriksaan fisik

Evaluasi kesimetrisan dan deformitas


Inspeksi wajah (Bandingkan sisi kanan dan kiri)
Palpasi tulang wajah
Inspeksi mulut dan gigi
Palpasi struktur gigi
Evaluasi fungsi saraf wajah (CN V dan CN VII)
Periksa gerakan otot wajah dan gerakan extraokuler
Periksa struktur dan fungsi bola mata (darah, benda asing, laserasi
kornea, ketajaman penglihatan, double vision, retina dengan
funduskopi)
TREATMENT
Hentikan perdarahan

Bersihkan kotoran-kotoran

Lakukan penutupan luka


Bila terjadi luka sayat, luka robek atau luka bacok, jahit luka dengan menggunakan benang
yang halus. Jahitan primer luka di wajah dapat dikerjakan sampai 36 jam pasca trauma kecuali
akibat gigitan. Ini disebabkan karena pendarahan di daerah wajah yang sangat baik.
Luka di depan sudut mata mutlak dijahit
Bila luka lebar dan tidak dapat ditutup langsung, jahit situasi terlebih dahulu
Tutuplah luka dengan kain kassa steril dan basah/lembab agar mudah
menyerap darah yang keluar dan bila sudah kotor diganti minimal 2 kali
sehari.
FRAKTUR MANDIBULA
40% - 62% dari seluruh fraktur
wajah
1/3 fraktur mandibula terjadi di
daerah kondilar-subkondilar,
1/3 terjadi di daerah angulus, dan
1/3 lainnya terjadi di daerah
korpus, simfisis, dan parasimfisis.
Fraktur subkondilar banyak
ditemukan pada anak-anak,
sedangkan fraktur angulus lebih
sering pada remaja dan dewasa
muda.
TANDA DAN GEJALA
Nyeri, dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan rahang untuk berbicara,
mengunyah atau menelan.
Perdarahan dari rongga mulut.
Maloklusi. Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan.
Trismus. Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai normal
adalah 40 mm.
Pergerakan Abnormal
Ketidakmampuan menutup rahang = menandakan fraktur pada prosessus alveolar,
angulus, ramus dari simfisis.
Krepitasi tulang.
Mati rasa pada bibir dan pipi.
Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.
PEMERIKSAAN KLINIS
EXTRAORAL INTRAORAL
Ekimosis dan edema Perdarahan
Inspe Laserasi Inspe Ekimosis sulkus
bukal dan lingual
ksi

Maloklusi
Trismus ksi Serpihan gigi

Krepitasi
Palpa

Nyeri tekan
Hipoestesi/anestesi
Palpa Bimanual, mobilisasi
tidak wajar
si Batas inferior mandibula &
preaurikula ireguler
si
Pasien dengan
deviasi mandibula
ke kanan saat
mencoba membuka
mulut (A). Pasien ini
memiliki fraktur
kondilar (panah)
seperti yang
ditunjukan pada
radiografi
panoramik (B)
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos mandibula PA,


oblik lateral.

CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan panoramic

Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam


satu foto. Pemerikasaan ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit
dilakukan pada pasien trauma, selain itu kurang memperlihatkan TMJ,
pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus alveolar.
TREATMENT
Tatalaksana
Closed reduction dan fiksasi intermaksilaris
Open reduction dan rigid internal fixation
MANDIBULLAR DISLOCATION
Tanda dan gejala
Etiologi:
Nyeri tumpul
Trauma
Ketidakmampuan
Pembukaan menutup mulut
mulut berlebih
Edema wajah
Arah dislokasi mandibula
Pemeriksaan
Anterior (mostfisik
common)
Posterior
Depresi periauricular
Lateral
Deviasi rahang pada dislokasi unilateral
Superior
Prognathia pada dislokasi bilateral

Dislokasi sebagian besar terjadi bilateral


MANDIBULLAR RELOCATION
SEPERTIGA TENGAH
WAJAH
ANATOMY
Two Maxillae
Two zygomatic bones
Two zygomatic processes of the
temporal bones
Two palatine bones
Two nasal bones
Two lacrimal bones
The vomer
The ethmoid and attached Figure 5. Bones of the middle third of the facial skeleton
conchae
Two inferior conchae
LE FORT FRACTURE
EPIDEMIOLOGI
FRAKTUR LE
FORT I
Fraktur horizontal bagian bawah
antara maxilla dan palatum/arkus
alveolar kompleks
Menyebabkan terpisahnya
prosesus alveolaris dan palatum
durum
Terdapat keterlibatan pterygoid
palate dan bagian lateral tulang
dari external nares
Garis fraktur berjalan ke belakang
melalui lamina pterigoid. Dapat
unilateral atau bilateral
MANIFESTASI KLINIS
Edema fasial
Maloklusi gigi
Pergerakkan dari maksilla dengan
os nasal tetap stabil.

PENCITRAAN :
X- Ray :
Garis fraktur pada os. Nasal,
inferior maksilla dan dinding lateral
maksilla
CT Scan
FRAKTUR LE FORT II
Trauma pada bagian bawah atau
tengah maksilla.
Fraktur piramidal
Nasal bridge prosesus frontalis
maksilla os.lacrimal dan inferior
os orbita (inferolateral) sinus
maksillaris anterior (inferior)
zygoma
Terdapat pergerakkan dari
palatum durum dan nasal, namun
tidak pada mata.
MANIFESTASI KLINIS
Edema fascial yang nyata
Nasal flattening
Talechantus traumatik
Epistaksis
Rinnorhea CSF
Pergerakkan dari rahang
atas dan hidung
PENCITRAAN
X- Ray :
Fraktur pada os.nasal, orbita medial,
sinus maksillaris, dan bagian frontal
os. Maksilla.

CT Scan pada bagian wajah


dan kepala.
FIGURE 256-16. Bilateral Le Fort II fractures. Face CT with three-
dimensional

reconstructions demonstrating bilateral Le Fort II in a panfacial


fracture patient

(arrows).
LE FORT III
Fraktur transverse
craniofacial dysjunction
Fraktur ini menyebabkan
seluruh wajah terpisahkan
dari tulang tengkorak akibat
terjadinya fraktur pada
sutura frontozygomatikus
melalui orbita, pangkal
hidung dan ethmoid.
MANIFESTASI KLINIS
Dish faced deformity
Epistaksis
CSF rhinorrhea
Pergerakkan dari os maxilla,
os nasalis, and os zygoma
Obstruksi jalan nafas berat.
PENCITRAAN
X-Ray , ditemukan fraktur pada
Zygomaticfrontal suture
Zygoma
Dinding orbita medial
Os. Nasal.
CT Scan kepala dan fasial.
PRIMARY SURVEY
PEMERIKSAAN FISIS
Cidera jaringan lunak
Laserasi debridemen
Pemeriksaan terhadap struktur vital nervus fasialis atau
duktus parotis.
Mata
Untuk evaluasi sistem neurologis dan adanya kerusakkan okular.
Kesimetrisan wajah
Palpasi tulang wajah
Supraorbita lateral orbita infraorbbita, eminesia malar
arkus zygomatikus dan os. Nasal.
Irregularitas tulang fraktur
PEMERIKSAAN FISIS
Kavitas oral
Lepasnya gigi hati-hati aspirasi !
Leher
Apakah ada cidera atau tidak
Udara pada jaringan subkutan atau jarigan lunak cidera
pada trakea
Edema atau hematoma jalan nafas tidak adekuat
Palpasi apakah posisi trakea terletak ditengah.
TATALAKSANA
TREATMENT OF LEFORT I FRACTURES
Reduksi dan anatomic
realignment dari maxillary
buttresses dengan tujuan
mengembalikan projeksi
anterior, oklusi, dan
transverse width
Restorasi oklusi
menggunakan IMF
Fiksasi internal
menggunakan miniplate
TATALAKSANA LE FORT I
TATALAKSANA LEFORT II AND III
Intubasi tidak boleh menghalangi penggunaan IMF
Visualisasi dari semua fraktur, dapat dilakukan
dengan pendekatan melalui
Rima orbita inferior
Infraorbital
Subciliary
Transconjunctival
Mid lower lid
Koronal
Insisi gingivobuccal
TREATMENT OF LEFORT II AND III
Fraktur komunutif yang berat wire
Reposisi dari tulang naso ethmoid
Memperbaiki jarin intercantus
Fiksasi rima infra orbita
Rekonstruksi orbita
IMF
REKONSTRUKSI LEFORT II & III
REKONSTRUKSI LEFORT II &
III
FRAKTUR OS. ZYGOMATIKUS
FRAKTUR OS. ZYGOMATIKUS

Figure 13. Zygomatic complex fracture Figure 13. Zygomatic complex fracture
MANIFESTASI KLINIS
Non displaced fragments Displaced fragments
Nyeri Asimetri wajah
Depresi eminensia malar dan infraorbital
Ekimosis
rim
Edema periorbita dengan Medial spasme m. masseter,
perdarahan subkonjungtiva mandibular trismus

Kerusakkan nervus zygomaticotemporal dan infraorbital


paresthesia pada pipi, hidung lateral, atas bibir dan gigi anterior
pada regio maksilla.
Epistaksis dan diplopia
Fraktur dinding orbita limitasi pergerakkan otot ekstraokular,
TATALAKSANA
Bergantung pada derajat
displacement, estetik, dan
defisit fungsional.
Pada fraktur zygomatikus tipe
isolated dan kompleks fraktur
dengan displacement minimal
atau tanpa displacement tidak
perlu dilakukan tindakkan
operasi.
Standart reduksi pada tipe isolated
Gillies technique
Figure 15. Gillies approach to zygomatic arch
TATALAKSANA
Tipe fraktur kompleks
reduksi terbuka dan fiksasi
internal dengan menggunakan
mini plates dan
Transcutaneous CarrollGirard
screw
in the malar region

Figure 16. Useof Carroll-Girard


screw
FRAKTUR OS NASAL
Manifestasi Klinis

Depresi atau angulasi


Epistaksis
Nyeri tekan
Krepitasi
Deviasi septum
Hematoma septum
TATALAKSANA
Bersihkan klot dengan
menggunakan suction untuk
mencegah nekrosis septum.
Reduksi tertutuo pada
fraktur simpel
Reduksi terbuka pada kasus
fraktur berat.
FRAKTUR ORBITA
Tipe isolated jarang
Melibatkan fraktur midfasial Le Fort II, Le Fort III, nao-orbito-ethmoid,
dan kompleks
zygomaticomaxillary.
Pada isolated orbita fracture :
Disebabkan karena trauma tumpul langsung yang mengenai tulang
2 tipe :
Blow out
- Anteroinferomedial aspek dari kavitas orbita
- Displace orbita globe posteromedial inferior
- Peningkatan volume yang signifikan pada kavitas orbita
enopthalmos
- Herniasi menuju sinus maksilaris
Blow in
- Orbital roof
- Anteroinferior globe displacement
FRAKTUR ORBITA
Tipe fraktur kompleks :
Melibatkan dua atau lebih dinding orbita
Pada fraktur kompleks yang mengenai bagian orbita
internal kanal optik dapat terlibat.
Tatalaksana :
Cidera linear pada dinding dasar orbita tidak
membutuhkan intervensi terkecuali bila terdapat soft
tissue entrapment
Fraktur blow-out atau blow-in reduksi dan rekonstruksi
Grafting
FRAKTUR NASO-ORBITO-
ETHMOIDAL
Penyebab : focused high-energy transfer to the intercanthal area
MANIFESTASI KLINIS
Periorbital ecchymoses
Perdarahan subkonjungtiva
Nyeri
Laserasi kulit dan mukosa
Epistaksis
Obstruksi nasal
Edema
Telecanthus KUNCI DEFORMITAS ! (> 40 mm)
Exophthalmos, proptosis, or ptosis.
Nasal bone mobility, traumatic telecanthus, crepitus, and depressibility of the
area
PEMERIKSAAN FISIS
BOWSTRING TEST
Untuk menilai perlekatan tendon kantus medial

Figure 21. Bowstring test


TATALAKSANA
Tujuan :
1. Penetapann Projeksi nasal yang sesuai
2. Mempersempit jarak intercanthal
3. Penetapan rute sekresi lakrimal dan bagian nasofrontal
Type I reduksi tertutup, jika tidak berhasil lakukan
reduksi terbuka.
Type II dan III reduksi terbuka
SISTEM LAKRIMAL
Cidera sistem lakrimal
Terjadi ketika canthal ligament mengalami cidera
atau displaced
Duktus nasolakrimal biasanya cidera akibat terkena
bagian tulang yang megalami fraktur
Epiphora
Evaluasi patensi duktus nasolakrimal
FRAKTUR SEPERTIGA ATAS
WAJAH
Fraktur orbital
Pure blowout fracture/ orbital floor fracture fraktur pada tulang
internal orbita
Impure blowout fracture fraktur pada rima orbita
Fraktur orbital dengan fraktur fasial lainnya
Fraktur apex orbital foramen optik

Fraktur Tulang Frontalis


PURE BLOWOUT FRACTURE
Orbital floor fracture with intact orbital rim
Etiologi: direct blunt force fraktur pada regio posteromedial
(paling tipis) dari orbital floor
Patofisiologi: teori Buckling & teori Hudraulic
CLINICAL FINDINGS
Periorbital tenderness
Impaire ocular motility/ inability to move the eye nyeri
Periorbital edema
Subkonjunctiva haemorrhage
Diplopia
Infraorbital nerve hypesthesia
Epistaksis
IMAGING
Plain X-ray (Caldwell): CT-scan
Hanging tear drop sign
TATALAKSANA
Blowout tanpa enophtalmus konservatif
Antibiotik jika fraktur sampai sinus maksilaris

Indikasi bedah: Diplopia persisten


Enophtalmus 2 mm
Extraocular muscle entrapment
FRAKTUR TULANG
FRONTALIS
FRAKTUR TULANG
FRONTALIS
Umumnya bersifat depressed ke dalam atau hanya mempunyai
garis fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain.
Ditandai dengan :
Inspeksi permukaan irreguler, hematoma, epistaksis, rhinorea
Palpasi Destruksi atau krepitasi pada supraorbital rims, nyeri
tekan, parestesi pada supraorbital nerve
FRAKTUR TULANG
FRONTALIS
IMAGING
FRAKTUR TULANG
FRONTALIS
Tatalaksana Komplikasi

Sinusitis kronik
Sedang-berat obliterasi sinus / kranialisasi sinus
Meningitis
Ringan observasi; repair; ORIF
Abses otak
1. Anonymous. 2007. Bedah Kepala Leher XI. Simposia-Vol 7 No 1. Website: http://www.majalah-farmacia.com . Diakses
tanggal 25 Maret 2009 jam 20.00 wib.
2. Thaib Roesli, Satoto, Syamsudin. 1985. Masalah Anestesia Pada Trauma Maksilo Fasial. Jakarta.
http://www.kalbe.co.id/MasalahAnestesiaPadaTraumaMaksiloFasial.html . Diakses tanggal 28 Maret 2009 jam 16.10 wib.
3. R. Sjamsuhidajat. 2005. Trauma Kepala. Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 337-341.
4. Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Trauma Muka. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Hal 371-373.
5. Anonymous. 2008. Fraktur Zygoma. http://www.ojs.lib.unair.ac.id/frakturzygoma. Diakses tanggal 25 Maret 2009 jam
19.50 wib.
6. Anonymous. 2009. Fraktur Dental. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/fraktur-dental . Diakses
tanggal 28 Maret 2009 jam 16.40 wib.
7. Anonymus. 1994. Fraktur Maksilofasial. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah. Surabaya: FK Unair. Hal: 21-
23.
8. Oetomo Koernia Swa. 2009. Trauma Maxillofascial. Dalam: Bedah Gawat Darurat. Surabaya: RSUD Haji. Hal: 69.
9. Johnson JT, Rosen CA, Bailey BJ. Baileys head and neck surgery--otolaryngology [Internet]. 2014 [cited 2016 Nov 28].
10.American College of Surgeons, editor. Advanced trauma life support: ATLS; student course manual. 9. ed. Chicago, Ill:
American College of Surgeons; 2012. 366 p.
11.Aktop S, Gonul O, Satilmis T, Garip H, Goker K. Management of Midfascial Fracture. Chapter 15. A Textbook of Advanced
Oral and Maxillofacial Surgery. 2013.
12.Tintinalli JE. Tintinallis Emergency Medicine A Comprehensive Study Guide 7 th ed. McGraw Hill. 2011.
13.Moe KS, Narayan D. Maxillary and Le Fort Fractures. 2016. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1283568-
overview#showall

Anda mungkin juga menyukai