Anda di halaman 1dari 11

IDENTITAS

ETNIS
TIONGHOA DI
TANAH MELAYU
Indonesia merupakan negara yang terdiri atas
Pendahuluan berbagai suku bangsa dengan kebudayaannya
masing- masing. Perbedaan-perbedaan suku
bangsa, adat, agama, dan ciri-ciri kedaerahan yang
lain menyebabkan masyarakat Indonesia dikenal
sebagai masyarakat majemuk (plural society).
disebutkan dalam pepatah Melayu Menang jadi
arang kalah jadi abu . perdamaian itu lebih baik
dan pertikaian tidak akan mendatangkan manfaat
dan malah merugikan semua pihak.
Salah satu persoalan yang belum terselesaikan
dalam hubungan etnik Cina dengan masyarakat
pribumi adalah persoalan pembauran yang menuju
kepada integrasi bangsa.
Kemanagan boby darmanto dalam pemilihan umum
2004 di tanjung pinang merupakan hal yang baru.
Bagaimankah identitas etnis cina di kepulauan riau.
Konsep
Dalam mempelajari hubungan antar etnik dapat di
lakukan dengan melihat kasus-kasus yang terjadi.
Terutama bagi etnik yang jarang mengalami

Etnik konflik dan bertahan terhadap gesekan yang


terjadi. Tujuanya adalah untuk mengidentifikasi

(Kesukuban
bagaimana cara mereka menghadapi setiap
gesekan yang terjadi tanpa adanya konflik.

gsaan)
Karena itu, Barth dalam tulisannya tersebut
mengemukakan pentingnya perhatian kajian
mengenai suku bangsa pada batas-batas suku
bangsa, yang terwujud dalam hubungan antar
suku bangsa, karena dalam interaksi tersebut
perbedaan- perbedaan jati diri dari para pelaku
nampak jelas ditunjukkan; yang terwujud baik
dengan sengaja ataupun dilakukan secara
spontan, maupun yang terwujud sebagai atribut-
atribut fisik, simbol-simbol yang tersurat maupun
yang tersirat
Etnis
Merujuk pada Castells yang mengatakan
bahwa identitas merupakan atribut yang

tionghoa
melekat kepada seseorang secara kultural,
masyarakat Tionghoa di Indonesia secara
tegas teridentifikasi sebagai kelompok
masyarakat non pribumi yang terpisah dari
masyarakat asli Indonesia walaupun dalam
diri mereka melekat identitas kesukuan
Indonesia seperti Jawa (Cina jawa), Batak
(Cina Batak), Manado (Cina manado), Betawi
(Cina Benteng), dan lain-lain, identifikasi
tersebut tidak hanya diberikan oleh orang
diluar Tionghoa tetapi dilekatkan pula oleh
komunitas mereka sendiri berdasarkan
struktur silsilah etnis mereka secara genetik
dan budaya nenek moyang.
Dalam konteks ini, kecinaan adalah konsep
yang lebih merujuk kepada bagaimana
orang Cina memandang diri mereka dan
kesemua itu terkait erat dengan
pengetahuan mereka tentang budaya,
geopolitik, dan sejarah. Realitas ini sama
dengan apa yang dimaksudkan oleh
Shamsul (1996) sebagai yang ditetapkan
oleh pihak yang berkuasa dalam struktur
pemerintahan. Dari segi epistemologi,
konsep kecinaan dan identitas orang Cina
dapat dilihat sebagai dua realitas yang
dihasilkan dalam dua situasi sosial yang
berbeda, walaupun pada masa yang sama
(hasbullah 2013 27).
Castells mengidentifikasi bagaimana konstruksi
sebuah identitas muncul 3 model bentukkan
identitas, yaitu:
Legitimizing identity atau legitimasi identitas,
yaitu identitas yang dibangun oleh institusi
(penguasa) yang dominan ada dalam kehidupan
sosial.
Resistance identity atau resistensi identitas,
yaitu identitas yang dilekatkan oleh aktor aktor
sosial tertentu dimana pemberian identitas
tersebut dilakukan dalam kondisi tertekan
karena adanya dominasi hingga memunculkan
satu resistensi dan membentuk identitas baru
Project identity atau proyek identitas, konstruksi
identitas pada model ini dilakukan oleh aktor
sosial dari kelompok tertentu dengan tujuan
membentuk identitas baru untuk bisa mencapai
posisi posisi tertentu dalam masyarakat,
Secara keseluruhan tercipta keseimbangan yang
harmonis dalam konteks terpeliharanya kelestarian
alam. Dalam hal ini hubungan antar individu
ataupun antar kelompok masyarakat pada
dasarnya berada dalam pola hubungan yang sama.
Keharmonisan hubungan yang bersifat mutualistis
seharusnya dapat tercipta apabila prinsip dan nilai-
nilai dasar kemanusiaan selalu dipertimbangkan
dalam mengikuti gerak dinamikanya aturan-aturan
kultural yang berlaku. Michael Banton, seperti
seperti yang dikutip Haryo S. Martodirdjo (2000),
mengungkapkan beberapa pola hubungan antar
individu ataupun antar kelompok etnik yang umum
terjadi dalam kehidupan masyarakat. Beberapa
pola hubungan tersebut di indentifikasi dalam
proses kontak sosial yang terjadi, yaitu; akulturasi,
dominasi, paternalisme, pluralisme, dan
integrasi(Hasbullah, 2013: 28).
Secara keseluruhan, komposisi etnis sangat
tidak merata. Meskipun Melayu merupakan
mayoritas di daerah pedesaan -85%di
Lingga dan Natuna, akan tetapi di Kota
misalnya Tanjung Balai Karimun dan
Tanjungpinang, melayu tidak lebih dari 40%
saja. Di Tanjungpinang Jawa merupakan
etnis terbesar kedua dengan angka 25%,
sementara etnis Tionghoa menjadi kelompok
ketiga terbesar dengan13%. Jika pada
gambaran ini kita tambahkan arus migran
terbaru, orang bisa menyatakan bahwa
setidak-tidaknya di Tanjungpinang sudah
tercipta suatu jaringan pluralistis multietnis
setelah desentralisasi.
Aspek
Masyarakat melayu memiliki kebudayaan yang
terbuka sehingga mudahnya terjadi akulturasi di
dalamnya. Sebagai contoh dapat di lihat dari

Budaya dan beberapa suku melayu yang ada di riau tepatnya


di kuantan singigi yang berdekatan dengan
sumatra barat, memiliki kecendrungan budaya

Agama yang lebih mirip dengan minangkabau. Dengan


terbukanya pola kehidupan masyarakat Kota
tanjungpinang membuat semakin mudahnya
masyarakat Tionghoa di tanjungpinang untuk
mengeksplore dan memperkenalkan budaya
mereka apalagi sejarah mengatakan bahwa di
salah satu tempat yang ada di kota
Tanjungpinang yakni senggarang adalah tempat
awal mula masuknya orang-orang tiongkok di
Tanjungpinang. Banyak sekali yang terpengaruh
dan mempelajari budaya Tionghoa disana
sehingga budaya melayu mulai tergeser dan
hanya menjadi pertunjukan seni saja
Aspek
Bagi warga tionghoa,berusaha dan bekerja
keras serta saling membantu antara sesama

ekonomi
mereka sangatlah terasa.Tidaklah
mengherankan kalau ikatan perdagangan
antara mereka untuk saling membantu
sampai saat ini masih terjaga.
Etnis tionghoa mendapatkan kepercayaan di
masyarkat karena mereka adalah tipe
pedagang yang jujur. Hal ini merupakan
salah satu aspek yang dapat mengantar
meraka dalam dunia perpolitikan.
kesimpulan
Masyarakat melayu di kepulauan riau merupakan
etnis yang memiliki kebudayaan yang terbuka.
Mereka mudah untuk menerima dan mengadopsi
budaya dari luar. Asimilasi dan perkawinan
campuran dinilai memberikan kekuatan politik etnis
tionghoa. Etnis tionghoa merupakan pedagang yang
dinilai jujur sehingga meningkatkan kepercayaan
masyarakat yang ada disana sehingga
mengantarkan mereka ke dalam perpolitikan.
Etnis tionghoa awalnya di cetak oleh sejarah
perpolitikan di indonesia bahwa mereka hanya hidup
sebagai pedagang. mereka enggan menyekolahkan
anaknya ke sekolah yang lebih tinggi, tetapi sebagai
penerus dari usaha yang di bangun oleh keluarga.
Setelah era reformasi dengan demokrasi yang lebih
stabil, sebagian mereka sudah mulai untuk ikut
berpartisipasi dalam dunia perpolitikan di indonesia.

Anda mungkin juga menyukai