Anda di halaman 1dari 36

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Epistaksis Anterior dan Epistaksis Posterior

Sarah Regina Christy


11.2012.191

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto, Semarang
Definisi
Epistaksis (mimisan) adalah pendarahan akut
dari rongga hidung atau nasofaring.
Epistaksis anterior bisa berasal dari Pleksus
Kiesselbach atau dari A. ethmoidalis anterior.
Epistaksis posterior berasal dari A. sfenopalatina
atau A. etmoidalis posterior.
Anatomi Hidung : Bagian Luar

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan


tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan
beberapa otot kecil, yaitu: yaitu M. nasalis pars
transversa dan M. nasalis pars allaris.
Suplai darah: cabang-cabang A. facialis dan
anastomosisnya dengan A. infraorbitalis dan
A.supraorbitalis serta A. supratrochlearis.
Persarafan: cabang-cabang terminal N.
trigeminus, yakni N. infratrochlearis, N. nasalis
externus (cabang ethmoidalis anterior N. V1),
dan N. infraorbitalis.
Anatomi Hidung : Bagian Dalam

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding,


yaitu dinding medial (septum nasi), dinding
lateral (4 buah konka), dinding inferior (dasar
rongga hidung yang dibentuk os maksila dan os
palatum), dan dinding superior (dibentuk oleh
lamina kribiformis).
Suplai darah:
1. Bagian atas rongga hidung: A. etmoid anterior
dan posterior
2.Bagian bawah rongga hidung: A. palatina mayor
dan A. sfenopalatina
3.Bagian depan septum: Pleksus Kiesselbach.
4.Dinding lateral rongga hidung: A. ethmoidales
dan cabang nasal lateral r. sphenopalatinus A.
maxillaris interna.

Persarafan: Fungsi penghidu oleh N. olfaktorius


dan sensasi hidung oleh cabang pertama dan
kedua N. trigeminus.
Mukosa hidung: Mukosa pernafasan (pada
sebagian besar rongga hidung, dilapisi epitel
torak berlapis semu, bersilia, dan terdapat sel
sel goblet) dan mukosa penghidu (atap rongga
hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum, dilapisi epitel torak berlapis semu,
dan tidak bersilia.
Anatomi Nasofaring
Ukuran melintang 4 cm, tinggi 4 cm, dan depan
belakang 2 3 cm.
Batas-batas nasofaring, yaitu:
1.Anterior : koana oleh vomer dibagi atas koana
kanan dan koana kiri
2.Posterior : vertebra servikalis I dan II, dipisahkan
oleh fascia prevertebra dan M.capitis longus dan
M. cervicis dan mukosa lanjutan dari mukosa atas
3.Superior : basis cranii, diliputi oleh mukosa dan
fascia
4.Inferior : palatum molle
5.Lateral : lamina medialis processus pterygoidei,
berhubungan dengan ruang telinga tengah
melalui tuba Eustachius.
Bangunan-bangunan yang penting pada
nasofaring, yaitu:
1.Adenoid (Tonsil Faringeal /Tonsil Lushka)
2.Fossa Nasofaring (Forniks Nasofaring)
3.Ostium Tuba Eustachius
4.Torus Tubarius
5.Resesus Faring (Fosa Rosenmuller)
6.Isthmus nasofaring
Suplai darah : cabang A. karotis eksterna (cabang
faring ascendens dan cabang fausial) serta dari
cabang A. maksila interna, yaitu cabang palatina
superior.
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring
berasal dari pleksus faring yang ekstensif yang
dibentuk oleh cabang faring dari N. vagus, cabang
dari N. glossofaring, dan serabut simpatis.
Cabang faring dari N. vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini
keluar cabang-caang untuk otot-otot faring,
kecuali M.stilofaring yang dipersarafi langsung
oleh cabang N. glosofaring.
Epidemiologi
Epistaksis dilaporkan timbul pada 60% populasi
umum.
Epistaksis jarang ditemukan pada bayi, sering
pada anak, agak jarang pada orang dewasa
muda, dan lebih banyak lagi pada orang dewasa
lanjut.
Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan
berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia
kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun.
Etiologi : Faktor Lokal
Trauma
Deviasi Septum
Benda asing
Reaksi inflamasi lokal pada hidung dan
sinus paranasal
Neoplasma
Perubahan suhu atau tekanan atmosfir
Etiologi : Faktor Sistemik
Kelainan kongenital : Teleangiektasis
hemoragik herediter, Von Willenbrand
disease
Kelainan darah : leukimia, trombositopenia,
hemofilia
Penyakit kardiovaskular : hipertensi,
arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis
hepatis, diabetes mellitus
Infeksi sistemik : DBD, demam tifoid,
influenza, dan morbili yang disertai epistaksis.
Gangguan hormonal : pada wanita hamil atau
menopause karena pengaruh perubahan
hormonal.
Patofisiologi

Epistaksis anterior bagian depan hidung


dengan asal perdarahan dari Pleksus Kiesselbach
yang letaknya superficial dan mudah cedera oleh
trauma ringan pada pembuluh darah ruptur
perdarahan ke luar hidung.
Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa
yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi
akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi,
atau sinusitis.
Epistaksis posterior rongga hidung
posterior melalui cabang A. sfenopalatina
dan A. etmoidalis posterior.
Epistaksis posterior menunjukkan gejala
yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia, dan
melibatkan pembuluh darah besar
perdarahan lebih hebat jarang berhenti
spontan.
Gejala Klinik
Epistaksis ringan : berasal dari bagian anterior
hidung, keluar darah dalam jumlah yang sedikit
dan biasanya dapat berhenti sendiri.
Epistaksis berat : berasal dari bagian posterior
hidung, banyak kehilangan darah, tekanan darah
turun, takikardi, takipneau, serta dapat
menyebabkan terjadinya iskemia serebri,
insufisiensi koroner, infark miokard, bahkan
kematian jika tidak cepat ditolong.
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
Lokasi perdarahan?
Darah mengalir ke luar hidung atau ke dalam
tenggorakan, tertelan, dan muntah darah bila pasien
duduk tegak?
Lama perdarahan?
Faktor pencetus terjadinya perdarahan?
Perkiraan volume darah yang keluar?
Usaha pengobatan sebelumnya?
Pertama kali dirasakan atau pernah sebelumnya?
Riwayat dalam keluarga dengan keluhan serupa atau
riwayat gangguan perdarahan lainnya?
Riwayat pengobatan sebelumnya, seperti pemakaian
antikoagulan, OAINS, dan obat kimia toksik?
Menderita trauma hidung, hipertensi, diabetes
mellitus, gagal ginjal, atau penyakit genetika?
Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi Anterior
Rinoskopi Posterior
Nasolaringoskopi
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium : darah tepi lengkap,


fungsi hemostatis, uji faal hati, dan uji faal ginjal.
EKG
Pemeriksaan Radiologi : CT scan dan MRI.
Penatalaksanaan
Perdarahan Anterior Aktif Minor
Epistaksis Minor Berulang
Pembuluh darah yang menonjol melewati
septum anterior anestesi lokal dan agen
vasokonstriktor, misalnya larutan kokain 4% atau
xilokain dengan epinefrin kauterisasi dengan
larutan asam trikloroasetat 50% pada pembuluh
darah tersebut.
Jika pembuluh darah menonjol pada kedua sisi
septum tidak mengkauter daerah yang sama
pada kedua sisi. Sekalipun menggunakan zat
kauterisasi dengan penetrasi rendah, namun
daerah permukaan yang dicakup kauterisasi
harus dibatasi.
Perdarahan Posterior Aktif
Ligasi Pembuluh Spesifik
Ligasi Arteri Karotis Eksterna
Insisi melintang atau memanjang sepanjang
batas anterior M. sternokleidomastoideus
setinggi tulang hioid M. platisma diangkat,
dapat dikenali batas anterior M.
sternokleidomastoideus diseksi hati-hati
dapat dikenali selubung karotis, vena jugularis,
dan N. vagus diseksi lebih lanjut visualisasi
bulbus karotis ligasi dengan ikatan memakai
benang sutera di atas percabangan arteri
lingualis.
Ligasi Arteri Maksilaris Interna
Insisi Cadwell dari garis tengah hingga
daerah gigi molar atas kedua mukoperiosteum
diangkat dari dinding anterior sinus maksilaris
sisa dinding anterior diangkat sambil menjaga
N.infraorbitalis dinding sinus posterior yang
bertulang diangkat lubang ke dalam fosa
pterigomaksilaris diperbesar pembuluh darah
diidentifikasi dan klip logam dipasang pada arteri
maksilaris interna, sfenopalatina dan palatine
desendens luka ditutup dan tampon hidung
posterior diangkat.
Ligasi Arteri Etmoidalis Anterior
Insisi melengkung memanjang pada hidung
di antara dorsum dan daerah kantus media
periosteum diangkat dengan hati-hati dan
ligamentum kantus media dikenali Arteri
etmoidalis anterior (terletak pada sutura
pemisah tulang frontal dengan tulang
etmoidalis) dijepit dengan suatu klip hemostatik
atau suatu ligasi tunggal.
Karena terletak dekat dengan saraf optikus,
maka pembuluh etmoidalis harus dicapai dengan
retraksi bola mata yang sangat hati-hati.
Epistaksis Berkaitan dengan
Trauma Hidung

Berlangsung singkat, dan berhenti spontan.


Adakalanya epistaksis dapat berulang kembali
beberapa jam kemudian.
Epistaksis dapat berulang setelah beberapa hari
pada fraktur yang tidak direduksi saat
pembengkakan mulai berkurang.
Terapi terbaik pada keadaan demikian adalah
reduksi segera fraktur hidung. Kegagalan
mengatasi perdarahan setelah reduksi fraktur
mungkin memerlukan prosedur ligasi.
Epistaksis Berkaitan dengan Kelainan
Perdarahan Spesifik

Dermoplasti septum pengangkatan mukosa


septum nasi anterior, dasar hidung, dan bagian
anterior konka inferior dengan hati-hati, dan
penggantian mukosa dengan cangkok kulit
ketebalan paruh biasanya hanya pada satu
sisi namun dapat diulangi pada sisi satunya.
Meskipun tindakan ini menyebabkan
pembentukan krusta dalam hidung, namun
agaknya perlu dilakukan pada pasien-pasien
yang telah mendapat transfusi berulang.
Epistaksis pada Penderita Leukemia

Karena infeksi berat lebih mudah terjadi pada


pasien-pasien ini, maka pemakaian lama tampon
hidung anterior dan posterior harus dihindari.
Meskipun kurang dapat diandalkan, mula-mula
dapat dicoba preparat thrombin atau hemostatik
topikal, seperti kapas Oxycel atau Gelfoam.
Antibiotik sistemik perlu diberikan bahkan pada
pemasangan tampon anterior dari kasa.
Komplikasi
Perdarahan yang hebat aspirasi darah ke
dalam saluran napas bawah, juga dapat
menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal.
Turunnya tekanan darah mendadak hipotensi,
hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner,
infark miokard kematian.
Tampon anterior rinosinusitis, otitis media,
septikemia, atau toxic shock syndrome.
Tampon Bellocq laserasi palatum mole atau
sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut
terlalu ketat dilekatkan pada pipi.
Tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras
nekrosis mukosa hidung atau septum.
Ligasi transantral arteri maxillaris interna
risiko anestesi, rinosinusitis, fistula oroantral,
rasa tidak nyaman di infraorbital, trauma pada
gigi
Ligasi transoral arteri maxillaris interna risiko
anestesi, trismus, parestesia lidah
Ligasi arteri ethmoid anterior atau posterior
risiko anestesi, rhinosinusitis, trauma duktus
lakrimalis, dan kebutaan.
Pencegahan
Jangan mengorek hidung atau mengeluarkan
lendir dari hidung terlalu keras.
Menggunakan semprot hidung berisi saline (over
the counter), vaseline, atau petroleum jelly
sebelum tidur
Menghindari trauma pada wajah
Menggunakan masker untuk menghindari
menghirup zat-zat kimia secara langsung
Hindari asap rokok karena asap dapat
mengeringkan dan mengiritasi mukosa
Jika menderita alergi, berikan obat antialergi untuk
mengurangi gatal pada hidung
Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan
terjadinya mimisan dan membuat mimisan
berkepanjangan
Prognosis
Dubia ad bonam
Terima Kasih
Presentasi Referat
15 Juli 2013

Anda mungkin juga menyukai