Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 1

Hardioni Tondang 230110140085


Rizki Nugraha Saputra 230110140094
Intan Nadifah 230110140096
Yunia Qonitatin Al Masyani 230110140106
Mochammad Elang 230110140112
Agnesia Amalia 230110140128
Laily Latifah W 230110140172
Denaturasi

Denaturasi protein adalah perubahan struktur
sekunder, tersier dan kuartener tanpa mengubah
struktur primernya (tanpa memotong ikatan
peptida).

Gambar 1. Denaturasi Protein


Sisi Negatif dan Positif
Denaturasi:

Sisi negatif denaturasi:
Protein kehilangan aktivitas biologi
Pengendapan protein
Protein kehilangan beberapa sifat fungsional
Sisi positif denaturasi:
Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum
dapat meningkatkan tingkat
ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum.
Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna,
sifat pembentuk buih dan emulsi lebih baik daripada
protein asli.
Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan
gel protein yang dipicu panas.
Cara Fisik

Suhu Denaturasi karena panas biasanya terjadi pada suhu 40 80oC. Stabilitas protein
terhadap panas tergantung dari:
1. Komposisi asam amino
2. Ikatan disulfida
3. Jembatan garam
4. Waktu pemanasan
5. Kadar air
6. Bahan tambahan Penambahan gula dan garam akan menstabilkan protein.
Tekanan hidrostatis Denaturasi karena protein dapat terjadi pada suhu 25oC apabila
tekanan cukup besar. Protein yang terdenaturasi karena tekanan (< 2 kbar) umumnya
bersifat reversibel setelah beberapa jam. Tekanan hidrostatis yang tinggi digunakan untuk:
Inaktivasi mikrobia
Pembentukan gel.
Pelunak daging
Gaya mekanik (seperti pengocokan) menyebabkan denaturasi protein. Hal ini disebabkan
oleh pengikatan gelembung udara dan adsorpsi molekul protein pada perbatasan
(interface) udara-cairan. Contohnya adalah pada putih telur kocok.
Cara Kimia
pH

Denaturasi karena pH bersifat reversibel, kecuali terjadi:
- hidrolisis sebagian pada ikatan peptide
- rusaknya gugus sulfhidril
- agregasi Pada titik isoelektrik (pI) kelarutan protein akan berkurang sehingga protein akan
menggumpal dan mengendap.
Pelarut organik
Pada konsentrasi rendah, pelarut organik akan menstabilkan protein, sedang pada konsentrasi
tinggi, pelarut organik akan mendenaturasi protein.
Zat terlarut (solut) organik
Solut organik dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein.
Contoh solut organik adalah urea dan guanidin HCl.
Deterjen
Deterjen akan membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik yang
menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi ini bersifat irreversibel. Contoh deterjen adalah
sodium dodecyl sulfate (SDS).
Garam
Pada konsentrasi rendah, garam akan menstabilkan protein, sedang pada konsentrasi tinggi,
garam akan mendenaturasi protein.
Koagulasi

Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi
terdispersi sebagai suatu koloid karena unit ikatan
yang terbentuk cukup banyak.
Faktor Penyebab Koagulasi :
Asam
Garam
Panas
Enzim
Mikroba
Mekanisme Koagulasi

Koagulasi berawal dari pemanasan yang dapat menyebabkan
pemutusan ikatan hidrogenyang menopang struktur sekunder
dan tersier suatu protein sehingga menyebabkan sisihidrofobik
dari gugus samping polipeptida akan tebuka. Hal ini
menyebabkan kelarutan protein semakin turun dan akhirnya
mengendap dan menggumpal. Pada saat inilah terjadi proses
koagulasi.
Tahapan koagulasi protein :
Denaturasi protein : Perubahan utama pada struktur 3 dimensi
Flokulasi / curding : Perubahan struktur protein sekunder,
penggumpalan protein yang mengendap berada di dalam
keadaan terpisah pisah
Gelasi/ koagulasi: Gumpalan gumpalan protein sudah
menbentuk massa homogen seperti gel.
Secara fisik

Pemanasan, Kenaikan suhu sistem koloid
menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel sol
dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal
ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada
permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak
bermuatan.
Secara kimia

Menggunakan Prinsip Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah
pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode
dengan muatan yang berlawanan Penambahan koloid, dapat
terjadi sebagai berikut :
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation),
sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif
(anion). Penambahan Elektrolit. Jika suatu elektrolit ditambahkan
pada sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif
akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari
elektrolit.
Menurut Sugiono, ada 4 faktor yang menyebabkan koagulasi,
diantaranya:
1. Perubahan suhu
2. Pengadukan
3. Penambahan ion dengan muatan besar
4. Pencampuran koloid positif dan koloid negatif
Contoh Pemanfaatan
Koagulasi

Tahu
Tahu susu merupakan salah satu produk
turunan dari susu yang diolah dengan cara
menggumpalkan proteian yang terdapat di dalam susu.
Bahan penggumpalan yang biasa dipakai dalam
pembuatan tahu susu tidak berbeda dengan yang
digunakan dalam pembuatan tahu kedelai. Prinsip
pembuatannya adalah menggumpalkan protein dalam
susu (kasein) yang bisa dilakukan dengan
menambahkan bahan yang memiliki sifat asam,
misalnya cuka.
Dampak yang
Ditimbulkan pada Produk

Contohnya pada pembuatan tahu. Dengan
penambahan Sukrosa 0% LTN dan 1% LTS,
diinkubasi pada suhu 37 selama 24 jam (Erni, dkk,
2009). Sehingga selain akibat panas, koagulasi juga
dapat dipengaruhi oleh lama waktu pemasakan.
Browning

Reaksi browning adalah reaksi yang menyebabkan
pencoklatan pada bahan pangan. Adanya proses
pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-
buahan seperti pisang, peach, pear, salak, pala dan
apel. Buah yang memar juga mengalami proses
kecoklatan. Pada umumnya proses pencoklatan
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses
pencoklatan yang enzimatik dan yang nonenzimatik
(Winarto, 2004).
Macam-Macam Reaksi
Browning

Reaksi Maillard
Reaksi Maillard adalah proses pencoklatan bahan pangan akibat adanya reaksi
antara asam amino dan gula pereduksi. Reaksi maillard biasanya terjadi pada
bahan pangan yang mengandung protein dan karbohidrat.
Berikut ini adalah beberapa tahap pada proses reaksi maillard, yaitu:
Gula pereduksi (aldosa) bereaksi dengan gugus amino dari protein
membentuk senyawa basa Schiff.
Pembentukan basa Schiff terjadi menurut reaksi Amadori dimana terjadi
isomerasi basa katalis atau penataan ulang dari N-glikosida dari suatu
aldosa atau glycosylamine hingga terbentuk amino ketosa.
Hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida
dari pentosa atau hidroksil metil furfural dari heksosa.
Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara metil-alfa-
dikarbonil yang kemudian terurai menghasilkan reduktor-reduktor dan
alfa-dikarboksil, seperti metilglioksal, asetol dan diasetil.
Aldehid-aldehid aktif hasil tahapan 3 dan 4 akan terpolimerisasi dengan
atau tanpa mengikutsertakan asam amino. Polimerisasi tanpa asam amino
di sebut kondensai aldol, sedangkan polimerisai dengan gugus amoni
membentuk senyawa coklat yang disebut melanoidin.
Hasil akhir dari suatu reaksi Maillard menghasilkan suatu produk yang biasa
disebut Amadori Compound yaitu senyawa turunan dari gula aminodeoxys.
Macam-Macam Reaksi
Browning

Reaksi Karamelisasi
Suatu larutan sukrosa bila diuapkan maka
konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik
didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga
seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah
tercapai dan pemanasan tetap diteruskan, maka cairan
bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur.
Hal ini disebabkan titik didih sukrosa adalah 160 oC.
Apabila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus
sehingga suhunya melampaui titik leburnya (misalnya pada
suhu 170 oC) maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa.
Macam-Macam Reaksi
Browning

Reaksi Vitamin C
Vitamin C (asam askorbat) merupakan suatu
senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai
precursor untuk pembentukan warna coklat
nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam
keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam
suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat
terurai secara irreversible dengan membentuk suatu
senyawa diketogulonat dan kemudian berlangsunglah
reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
Ketengikan

Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Penyebab
ketengikan dalam lemak yaitu ketengikan oleh
oks]idasi (oxidativerancidity), ketengikan oleh enzim
(enzymatic rancidity), dan ketengikan oleh proses
hidrolisa (hidrolitic rancidity) (Ketaren 2008).
Berdasarkan penyebabnya, ketengikan dibagi
menjadi dua jenis yaitu ketengikan hidrolisis dan
ketengikan oksidatif (Coultate 2002).
Ketengikan Hidrolisis

Ketengikan hidrolisis disebabkan akibat lepasnya
komponen asam lemak bebas yang terdapat pada minyak
akibat proses lipolisis.
Lipolisis adalah proses hidrolisis ikatan ester pada lemak
(triacylglycerols) sehingga menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas rantai pendek akan menghasilkan bau
khas yang tidak sedap yang dikenal dengan istilah tengik.
Proses lipolisis dapat terjadi akibat pengaruh enzim,
atau pemberian panas, dan air. Terbentuknya asam lemak
bebas dengan 6-10 rantai hidrokarbon dapat
menunjukkan kerusakan pada minyak (Rahman 2007)
Ketengikan Oksidatif

Ketengikan oksidatif diakibatkan oleh proses oksidasi lemak pada minyak.
Penyebab utama oksidasi lemak adalah autooksidasi.
Reaksi autooksidasi pada lemak terjadi melalui pembentukan radikal
bebas.
Terdapat 3 tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap
inisiasi, terjadi pembentukan radikal dari molekul lipida atau trigliserida.
Asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak memiliki ikatan
rangkap, sehingga terdapat atom H yang tidak stabil pada rantai lemak.
Akibat adanya pemanasan, atom H dapat lepas dari ikatannya. Reaksi
propagasi merupakan reaksi dimana satu radikal bebas lemak di konversi
menjadi radikal bebas lemak yang berbeda. Pada saat radikal (R.) sudah
terbentuk, senyawa tersebut akan bereaksi dengan oksigen dan
membentuk radikal peroksida (ROO.). Pada saat molekul hidrogen tak
jenuh (RH) bergabung akan menghasilkan hydroperoxide (ROOH) dan
radikal bebas (R.) yang baru.
Reaksi propagasi juga dapat terjadi ketika oksigen ditambahkan pada
rantai alkil pada lemak. Reaksi ini berlangsung terus menerus selama
asam lemak tak jenuh masih tersedia.
Tahapan terminasi terjadi ketika jumlah asam lemak tak jenuh pada
minyak sudah menurun drastis. Jumlah hydroperoxide (dilihat dari
bilangan peroksida) sudah tinggi, yang menunjukkan bahwa minyak
sudah rusak (De Man 1999).
Proses yang Menyebabkan
Ketengikan pada Penggorengan

Ketika minyak goreng dipanaskan hingga 180C pada udara
terbuka, akan terbentuk komponen-komponen volatil seperti
aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol, asam, dan ester.
Komponen-komponen volatil ini terbentuk dari hasil reaksi
oksidasi pada minyak yang kemudian membentuk hydroperoxides
yang kemudian terdekomposisi.
Pembentukan komponen volatil ini dipengaruhi jenis lemak yang
terkandung, suhu, dan waktu pemanasan.
Pada proses penggorengan bahan pangan, kandungan air pada
bahan akan dilepaskan dari makanan dan masuk ke dalam minyak
yang panas. Hal ini akan menyebabkan lemak (triacylglycerol) pada
minyak terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Adanya komponen-komponen volatil yang terbentuk juga akan
mempengaruhi aroma minyak setelah pemanasan, dimana akan
muncul aroma-aroma yang kurang sedap pada minyak.
Produk pangan juga dapat melepaskan lemak ke dalam minyak.
Hal ini menyebabkan sifat lemak dalam minyak ikut berubah,
seperti aroma yang berubah menyerupai aroma bahan pangan
(Fennema 1985).
SEKIAN

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai