12.pengelolaan Hutan Lestari
12.pengelolaan Hutan Lestari
1
1. MENGAPA HUTAN HARUS DIKELOLA SECARA LESTARI
2
Masalah global saat ini :
1. Pertumbuhan penduduk
2. Pemanasan global
3. Kerusakan ozon
4. Hujan asam
5. Kerusakan hutan (deforestation dan penggurunan hutan
(deseartation)
6. Pencemaran udara dan air (lautan dan air tawar)
7. Kelestarian biodiversity
8. Pembangunan yang tidak berkelanjutan (unsustainable
development)
3
Tahun 1972 PBB melakukan Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia yang
pertama di Stockholm, Swedia yang dikenal dengan United Nations Conference
on Human Environment.
Tahun 1992 setelah 20 tahun dari konferensi di Stockholm dilakukan kembali
konferensi UNCED (United Nation Conference on Environment and
Development) di Rio de Janeiro dibawah prakarsa PBB yang dikenal dengan
KTT Bumi atau KTT Rio. KTT Rio menghasilkan deklarasi antara lain :
1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
2. Prinsip-prinsip Pengaturan Hutan
3. Konvensi Biodiversity
Tahun 1989 di New York pada workshop yang diadakan oleh Rainforest Alliance
(LSM) menuntut jaminan kelestarian hutan tropik bahkan memperjuangkan
boikot kayu tropik walaupun tidak disepakati oleh para peserta (forum).
Namun disetujui untuk menerapkan adanya sistem labelling dan sertifikasi
terhadap kayu tropik sebagai tanda kayu tersebut berasal dari hutan yang
dikelola secara lestari.
ITTO (International Tropical Timber Organisation) pada 1990 dalam konferensi
di Bali memutuskan bahwa tahun 2000 sebagai target tercapainya pengelolaan
hutan secara lestari (Sustainable Forest Management, SFM) di hutan tropika
yang dikenal dengan era penerapan ekolabel (Ecolabelling).
SELURUH PRODUK YG BERBAHAN BAKU KAYU TROPIK
4
WAJIB MEMILIKI SERTIFIKAT ECOLABEL
2. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan adalah proses transformasi sumberdaya alam, teknologi,
ekonomi dan sumberdaya manusia (sosial budaya)
Bumi yang sudah berumur milyaran tahun mungkin akan tetap ada/bertahan bila
terjadi perubahan, sedangkan manusia yang umurnya kurang dari setengah
milyar tahun bisa musnah bila kondisi yang membuatnya ada tidak dijaga
bersama-sama.
5
Konsep dari World Commision on Environmental and
Development (WCED) dan komisi Brundtland:
Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang
diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan sendiri
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi
pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup
kebijakan (tri dimensional) secara terpadu yaitu
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan
perlindungan lingkungan
World Summit 2005 menghasilkan konsep tiga pilar
pendorong bagi pembangunan berkelanjutan yang saling
berinteraksi yaitu :
11
KTT Bumi di Rio de Janeiro menghasilkan prinsip-prinsip dasar
dalam pengelolaan hutan lestari meliputi :
1. Kepemilikan hutan
2. Tujuan pengelolaan sumberdaya hutan
3. Kebijakan dalam pengelolaan hutan
4. Langkah-langkah dalam pengelolaan dan
pembangunan hutan
5. Nilai hutan
6. Keseimbangan manfaat ekonomi dan ekologi
7. Pendanaan, teknik dan sistem pemasaran hasil hutan
8. Peranan hutan tanaman
9. Peningkatan peranan hutan alam
10. Kebijakan pengelolaan hutan
11. Peranan IPTEK, kerjasama international dalam
penelitian/pengembangan
12. Aturan perdagangan internasional termasuk
pajak/tarif. 12
Batasan dan Kriteria SFM dari ITTO :
SMF adalah proses pengelolaan lahan hutan untuk mencapai satu atau lebih
tujuan pengelolaan yang secara jelas ditetapkan, yang menyangkut produksi
hasil hutan yang diinginkan dan jasa secara berkesinambungan, tanpa dampak
yang tidak diinginkan baik terhadap lingkungan maupun sosial, atau
pengurangan nilai yang terkandung di dalamnya dan potensinya pada masa
mendatang.
Kriteria dan indikator yang dikembangkan oleh ITTO untuk pengelolaan hutan
berkelanjutan dibuat untuk tingkat nasional dan tingkat kesatuan pengelolaan
hutan.
Pasal 2 :
Penyelengaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan,
keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.
Pasal 3 :
Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan :
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional
2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi
lindung, fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial,
budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari
3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
14
4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisi-patif, berkeadilan dan berwawasan
lingkungan sehingga mampu menciptakan
ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan
terhadap akibat perubahan eksternal
5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan
berkelanjutan.
15
4. SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN
BERKELANJUTAN
Ekolabel berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan label yang
berarti suatu tanda pada produk yang membedakannya dari produk lain.
Ekolabel membantu konsumen untuk memilih produk yang ramah lingkungan
dan berfungsi sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan konsumen
bahwa produk yang diproduksinya ramah lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut maka tergambarkan bahwa kegunaan utama ekolabel
adalah untuk membantu konsumen membuat "suatu pilihan", karena ekolabel
memungkinkan adanya perbandingan antara produk-produk sejenis
Tujuan Ekolabel
1. Bagi konsumen adalah selain memberikan informasi kepada konsumen agar
konsumen dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tersebut, juga agar
konsumen dapat membedakan antara produk ramah lingkungan dengan yang
tidak.
2. Bagi produsen adalah untuk memberi kesempatan kepada produsen mendapat
penghargaan atas usahanya memelihara lingkungan hidup dan menciptakan
insentif pasar bagi produsen untuk menekan pengeluaran biaya
18
Ekolabel diberikan melalui proses sertifikasi yg dapat menjamin
bahwa suatu produk diproduksi dengan mengindahkan kaidah-
kaidah pelestarian lingkungan hidup.
Sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga yang independen
Penilai kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari
dilakukan oleh pihak ketiga sebagai lembaga penilai yang
independent
Mengacu pada GATT (General Agreement on Tariff and Trade):
Ekolabel didasarkan pada prinsip non-diskriminasi dan atas
dasar sukarela.
Dasar sukarela menekankan bahwa sistem sertifikasi bekerja
atas dasar insentif pasar.
Produsen ikut serta ketika melihat ada insentif pasar bagi
produk-produk berlabel atau
Produsen berkesempatan untuk mengembangkan pasaran
baru
Produsen tidak melakukan ancaman boikot ketika tidak
mendapatkan insentif pasar. 19
Berdasarkan objek sertifikasinya, secara umum sertifikasi dan/atau
pelabelan terdiri atas tiga macam, yaitu:
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest
Resource Certification)
memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan
produksi (Hutan Alam maupun Hutan Tanaman) telah dilakukan
upaya-upaya yang menjamin kelestarian produksi/ekonomi,
kelestarian fungsi ekologi/ lingkungan dan kelestarian fungsi
sosial hutan.
2. Lacak Balak (Timber Tracking)
memberikan informasi bahwa balak yang digunakan sebagai
bahan baku industri tertentu berasal dari hutan yang telah
memenuhi syarat sertifikasi PHPL.
3. Ekolabel hasil hutan (Forest Product Labeling)
memberikan informasi bahwa selain telah memenuhi syarat
sertifikasi PHPL dan Lacak Balak, proses pengolahan produk
tersebut tidak menimbulkan dampak penting negatif terhadap
lingkungan. 20
MATRIKS KERANGKA PEMIKIRAN PENGEMBANGAN KRITERIA INDIKATOR
SERTIFIKASI PHPL
Keterangan :
FR = Forest Resources
FP = Forest Products
FB = Forest Business
ES = Ecosystem Stability
SS = Survival of (Endangered/Endemic/Protected) Species
TS = Forest Tenure System
CE = Community and Employees Economic Development. SCI= Social and Cultural Integration (of
21
Community and Employees) CH = Community Health WR = Workers Rights
LEMBAGA SERTIFIKASI LEI
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah lembaga independen yang
mengembangkan sistem sertifikasi ekolabel di Indonesia, dan memberikan
akreditasi kepada lembaga pelaksana penilai sistem sertifikasi LEI.
Berdasarkan MoU tersebut, kriteria dan indikator LEI mengacu pada FSC dan
digunakan dalam seluruh kegiatan sertifikasi hutan alam produksi di Indonesia.
Selanjutnya, kegiatan sertifikasi tersebut harus dilaksanakan dalam konteks joint
certification program (JCP) antara LEI dengan FSC, yang diharapkan akan
menghasilkan saling pengakuan ( Mutual Recognition Agreement - MRA)
terhadap sertifikat ekolabel dari kedua pihak.
Tahun 2000 LEI telah melaksanakan seleksi terhadap badan/badan hukum calon
lembaga penilai sertifikasi (LS).
23
Seluruh proses pelaksanaan sertifikasi difasilitasi oleh Lembaga Sertifikasi
Pelaksana, yang telah diakreditasi oleh LEI.
Saat ini, lembaga pelaksana Penilai Sertifikasi yang memperoleh akreditasi interim
dari LEI untuk skema sertifikasi PHAPL dan lacak balak, yaitu:
24
Bagi Yang Tertarik Menjadi Tim Penilai
Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari
SILAHKAN
Menghubungi Lembaga/Perusahaan
Tersebut Di Atas
25
Sistem sertifikasi oleh LEI ada 2 macam :
1. Sertifikasi Hutan
2. Sertifikasi Kelautan
Sertifikasi Hutan :
LEI melakukan akreditasi Hutan menggunakan Manual LEI 11,
Ada 4 program sertifikasi hutan yang meliputi empat kategori
sebagai berikut :
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari
(sertifikasi PHAPL).
2. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (sertifikasi
PHTL).
3. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari
(sertifikasi PHBML).
4. Sertifikasi Lacal Balak (sertifikasi Timber Tracking atau chain
of custody )
26
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari
(PHAPL)
Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari
(PHAPL) berpegang pada prinsip kesukarelaan,
transparansi, independensi, partisipatif, non
diskriminatif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Proses sertifikasi PAHAPL ini memisahkan proses
pengambilan data dengan proses pengambilan
keputusan, serta melibatkan berbagai pihak terkait
(stakeholder).
27
2. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL)
28
3. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML)
Sejalan dengan inisiatif berbagai pihak untuk mendorong pengelolaan hutan
berbasis masyarakat di Indonesia, LEI telah memulai langkah untuk
mengembangkan sistem sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Lestari (PHBML) sejak bulan Mei 2000.
Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang
ditujukan untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan
yang dikelola oleh suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu
pengelolaan yang lestari.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) itu sendiri adalah sistem
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok suatu
komunitas, baik pada lahan negara, lahan komunal/adat atau lahan milik
(individual/rumah tangga) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
individu/rumahtangga dan masyarakat, baik komersial ataupun sekedar
untuk subsistensi.
Di dalam pelaksanaannya diperlukan suatu mekanisme/ sistem/tata cara
dalam melakukan penilaian. Untuk itu dikembangkan Prinsip, Kriteria dan
Indikator dalam penilaian kinerja/dasar pemantauan UM dalam mengelola
hutannya. Prinsip, Kriteria dan Indikator juga digunakan sebagai acuan
dalam menilai kualitas pengelolaan hutan.
29
4. Sertifikasi Lacak Balak (CoC)
Sertifikasi Lacak Balak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak
ketiga untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa suatu hasil hutan,
dalam hal ini kayu- telah diproduksi dari hutan yang lestari.
Lacak balak merupakan komponen sistem sertifikasi yang kritis karena
menjadi penghubung antara unit manajemen hutan atau unit usaha
kehutanan sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen hasil
hutan.
Lacak balak pada prinsipnya dilakukan terhadap dua hal, yaitu:
1. Kejelasan sistem pergerakan hasil hutan
2. Kinerja sistem pergerakan hasil hutan
Dalam perjalanannya, hasil hutan baik secara sendiri-sendiri maupun dalam
susunan sortimen mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah,
kualitas, tanda, dan penampilan). Lokasi mutasi itu disebut sebagai simpul
pergerakan.
prinsip yang dipakai dalam penilaian lacak balak adalah penilaian satu
langkah ke belakang (one step backward), yaitu hanya menilai apakah
sumber hasil hutan pada satu simpul sebelumnya sudah tersertifikasi. Jika
satu simpul sebelumnya belum tersertifikasi, lacak balak perlu dilanjutkan
pada simpul sebelumnya lagi dan seterusnya sampai diperoleh rantai tak
terputus yang menerangkan bahwa asal hasil hutan adalah dari
pengelolaan hutan produksi lestari. 30
STRUKTUR KELEMBAGAAN SERTIFIKASI DI INDONESIA
31
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Secara kelembagaan, LEI telah memperoleh pengakuan internasional dalam
berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga seperti berbagai NGO
dan forum internasional pendukung FSC (misalnya, Kerhout Foundation di
Belanda dan WWF di Inggris),WWF, GTZ, Forest Stewardship Council (FSC),
lembaga sertifikasi yang diakreditasi FSC (seperti Smartwood dan SGS
Qualifor), Bank Dunia, ITTO serta lembaga riset dan universitas di berbagai
negara.
Secara komersial, perusahaan furniture chain terbesar di Inggris, yaitu B&Q,
dalam timber buying policy nya pada bulan Agustus 2000 secara resmi
menyatakan bersedia membeli produk-produk bersertifikat LEI.
Link Dengan Lembaga Internasional
1. Forests.org
2. Forest Stewardship Council
3. Global Forest Watch
4. Yayasan KEHATI
5. Natural Resources Management
6. Pan European Forest Certification
7. Finnish Forest Certification System
8. WWF
9. Walhi 32
UNIT MANAJEMEN HUTAN YANG LULUS SERTIFIKASI LEI
34
Contoh Pedoman LEI 99-21 :
ASPEK PRODUKSI ( 3 kriteria dan 21 indikator)
ASPEK EKOLOGI (2 kriteria dan 19 indikator)
ASPEK SOSIAL (5 Kriteria dan 17 indikator)
35
Contoh aspek Ekologi :
Kriteria Indikator Nilai Score
1. Stabilitas 1.1 Proporsi luas kawasan dilindungi yang berfungsi baik terhadap Baik sekali A
Ekosistem total kawasan yang seharusnya dilindungi serta telah Baik B
dikukuhkan dan atau keberadaanya aiakui pihak-pihak terkait Cukup C
Jelek D
Jelek Sekali E
1.2. Proporsi luas kawasan dilindungi yang tertata dengan baik idem idem
terhadap total kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah
ditata batas di lapangan
1.3. Intensitas gangguan terhadap kawasan yang dilindungi idem idem
termasuk bahaya dari kebakaran
1.4. Kondisi keanekaragaman species flora dan.atau fauna di dalam idem idem
kawasan dilindungi pada berbagai formasi/tipe hutan yang
ditemukan di dalam unit manajemen.
1.5. Intensitas kerusakan struktur dan komposisi species tumbuhan idem idem
1.6. Intensitas dampak kegiatan Kelola produksi terhadap tanah idem idem
1.7. Intensitas dampak kegiatan Kelola produksi terhadap air idem idem
1.8. Efektivitas pengelolaan kerusakan struktur dan komposisi idem idem
tegakan/hutan
1.9. Efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan kelola idem idem
produksi terhadap tanah
1.10. Efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan kelola idem idem
produksi terhadap air
1.11. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian idem idem
ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dampak
aktivitas kegiatan pemanenan terhadap ekosistem hutan dan
pentingnya pelestarian tumbuhan dan satwa liar
endemik/langka/dilindungi 36
Kriteria Indikator Nilai Score
2. Pengelolaan 2.1. Proporsi luas kawasan dilindungi yang ditetapkan Baik sekali A
species berdasarkan pertimbangan species Baik B
dilindungi/ endemik/langka/dilindungi atau ekosistem unik Cukup C
endemik/ (kawasan khusus) serta telah dikukuhkan dan/atau Jelek D
langka keberadaanya diakui pihak-pihak terkait Jelek Sekali E
37