Anda di halaman 1dari 25

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

Oleh : Istomo, Lab. Ekologi Hutan


LATAR BELAKANG
Perubahan kehidupan agraris menjadi industri :

perubahan pola kehidupan sesuai proses alami menjadi ekploitasi SDA (terutama
SDA tak terbaharui)
Pertambahan penduduk karena revolusi industri :
Malthus (1830) : penduduk deret ukur, produksi pangan deret hitung. Bumi hanya
mampu menghidupi 2 Milyar manusia, tetapi berkat Haber (1913) menemukan
pupuk N maka penduduk bumi sekarang lebih dari 6 Milyar, tetapi mulai
ketidakseimbangan ekosistem : polusi, pestisida DDT, pencemaran merkuri
(penyakit minamata) ----- pencemaran lingkungan.
Masalah dunia saat ini :
1. Pemanasan global
2. Kerusakan ozon
3. Pertumbuhan penduduk
4. Kerusakan hutan dan proses penggurunan
5. Pencemaran lautan dan kualitas/kuantitas air
6. Kelestarian biodiversity
7. Pembangunan berkelanjutan
1

Keprihatinan masyrakat Internasional tentang masalah lingkungan global mulai


disadari sejak tahun 1970-an. Tahun 1972 PBB melakukan Konferensi
Lingkungan Hidup Sedunia yang pertama di Stockholm, Swedia yang dikenal
dengan United Nations Conference on Human Environment.
Tahun 1992 di Rio de Janeiro (setelah 20 tahun konferensi Stockholm) dibawah
prakarsa PBB diadakan konferensi UNCED (United Nation Cobference on
Environment and Development) yang dikenal dengan KTT Bumi atau KTT Rio.
Deklarasi KTT Rio antara lain :
1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
2. Prinsip-prinsip Pengaturan Hutan
3. Konvensi Biodiversity
Tahun 1989 di New York pada workshop yang diadakan oleh Rainforest Alliance
(LSM) menuntut jaminan kelestarian hutan tropik bahkan memperjuangkan
boikot kayu tropik walaupun tidak disepakati oleh para peserta (forum). Namun
disetujui untuk menerapkan adanya sistem labelling dan sertifikasi terhadap
kayu tropik sebagai tanda kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara
lestari
ITTO pada 1990 dalam konferensi di Bali diputuskan tahun 2000 sebagai target
tercapainya pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management,
SFM) di hutan tropika yang dikenal dengan era penerapan ekolabel
2
(Ecolabelling).

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan adalah proses transformasi sumberdaya alam, teknologi, ekonomi
dan sumberdaya manusia (sosial budaya)
Pembangunan berkelanjutan tidak ada partisipasi dari seluruh isi bumi. Bumi yang
sudah berumur milyaran tahun mungkin akan tetap ada/bertahan bila terjadi
perubahan, sedangkan manusia yang umurnya kurang dari setengah milyar
tahun bisa musnah bila kondisi yang membuatnya ada tidak dijaga bersamasama.

Prinsip-prinsip Pembangunan berkelanjutan


1. Menjamin pemerataan dan keadilan social
2. Menghargai keanekaragaman
3. Menggunakan pendekatan integrative
4. Perspektif jangka panjang
5. Sasaran dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
6. Keberlanjutan ekologis
7. Keberlanjutan ekonomi
8. Keberlanjutan Sosial-budaya
9. Keberlanjutan Politik
10. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan

PEMBANGUNAN HUTAN BERKELANJUTAN (SFM)

Istilah lestari selalu menjadi bagian dari konsep kehutanan yang universial.
Konsep ini bermula dari kelestarian hasil produksi, panen yang terukur berdasarkan
hasil panen yang sama dari tahun ketahun, tidak menurun atau panenan
progresif.
Sesuai perkembangan lingkungan hidup dan kelestarian SDA, maka sistem
pengelolaan hutan harus dapat menjamin kelestarian multidimensi, yaitu :
1. Kelestarian SDA
2. Kelestarian hutan dan hasil hutan
3. Kelestarian fungsi lingkungan
4. Kelestarian manfaat bagi masyarakat
Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan
hutan lestari meliputi :
1. Kepemilikan hutan
2. Tujuan pengelolaan sumberdaya hutan
3. Kebijakan dalam pengelolaan hutan
4. Langkah-langkah dalam pengelolaan dan pembangunan hutan
5. Nilai hutan
6. Keseimbangan manfaat ekonomi dan ekologi
7. Pendanaan, teknik dan sistem pemasaran hasil hutan
8. Peranan hutan tanaman
4

9. Peningkatan peranan hutan alam


10. Kebijakan pengelolaan hutan
11. Peranan IPTEK, kerjasama international dalam penelitian/pengembangan
12. Aturan perdagangan internasional termasuk pajak/tarif.
Batasan SFM dari ITTO :
Proses pengelolaan lahan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan
pengelolaan yang secara jelas ditetapkan, yang menyangkut produksi hasil
hutan yang diinginkan dan jasa secara berkesinambungan, tanpa dampak yang
tidak diinginkan baik terhadap lingkungan maupun sosial, atau pengurangan
nilai yang terkandung di dalamnya dan potensinya pada masa mendatang.
Kriteria dan indikator yang dikembangkan oleh ITTO untuk pengelolaan hutan
berkelanjutan dibuat untuk tingkat nasional dan tingkat kesatuan pengelolaan
hutan :
Kriteria ITTO untuk Pengelolaan Hutan Lestari (masing-masing kriteria terdapat
beberapa indikator) :
1. Basis Sumberdaya hutan (5 indikator)
2. Kesinambungan hasil hutan (8 indikator)
3. Tingkat pengendalian lingkungan (3 indikator)
4. Dampak sosial ekonomi (4 indilator)
5. Kelembagaan (7 indikator)

ITTO mengembangkan Pedoman Pengelolaan Hutan Alam Tropik Secara Lestari


dan Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Tanaman Tropika secara
Lestari.
Undang undang RI No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan :
Bagian kedua : asas dan tujuan
Pasal 2 :
Penyelengaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,
kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.

Pasal 3 :
Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan :
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional
2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi
lindung, fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan
ekonomi yang seimbang dan lestari
3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
6

4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan


masyarakat secara partisi-patif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan
sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan
terhadap akibat perubahan eksternal
5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

PELAKSANAAN SERTIFIKASI EKOLABELLING UNTUK PENGELOLAAN


HUTAN LESTARI
Konsep Dasar Ekolabel
Ekolabel berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan label yang berarti
suatu tanda pada produk yang membedakannya dari produk lain.
Ekolabel membantu konsumen untuk memilih produk yang ramah lingkungan dan
berfungsi sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan konsumen bahwa
produk yang diproduksinya ramah lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut maka tergambarkan bahwa kegunaan utama ekolabel


adalah untuk membantu konsumen membuat "suatu pilihan", karena ekolabel
memungkinkan adanya perbandingan antara produk-produk sejenis

Ekolabel yang dapat dipercaya diberikan melalui proses sertifikasi oleh pihak ketiga
yang independen untuk menilai bahwa suatu produk diproduksi dengan
mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup.
Mengacu pada GATT (General Agreement on Tariff and Trade), ekolabel didasarkan
pada non-diskriminasi dan atas dasar sukarela. Dasar sukarela menekankan bahwa
sistem sertifikasi bekerja atas dasar insentif pasar. Produsen ikut serta ketika
melihat ada insentif pasar bagi produk-produk berlabel atau kesempatan untuk
mengembangkan pasaran baru atau mereka tidak melakukan ancaman boikot
ketika tidak mendapatkan insentif pasar.
Konsep Sertifikasi Hutan
Sertifikasi (manajemen) hutan didefinisikan sebagai prose-dur verifikasi yang
menghasilkan sertifikat mengenai kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya
dengan satu set kriteria dan indikator.
Disebutkan pula bahwa pelaksanaan penilaiannya oleh pihak ketiga yang
independen.

Berdasarkan objek sertifikasi, secara umum sertifikasi dan/atau pelabelan terdiri


atas tiga macam, yaitu:
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest Resource
Certification ) : memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan
produksi telah dilakukan upaya-upaya yang menjamin kelestarian
produksi/ekonomi, kelestarian fungsi ekologi/ lingkung-an dan kelestarian
fungsi sosial hutan.
2. Lacak Balak (Timber Tracking ) : memberikan informasi bahwa balak yang
digunakan sebagai bahan baku industri tertentu berasal dari hutan yang telah
memenuhi syarat sertifikasi PHPL.
3. Ekolabel hasil hutan (Forest Product Labeling ) : memberikan informasi
bahwa selain telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL dan Lacak Balak, proses
pengolahan produk tersebut tidak menimbulkan dampak penting negatif
terhadap lingkungan.

Tujuan Ekolabel
1. Bagi konsumen adalah selain memberikan informasi kepada konsumen agar
konsumen dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tersebut, juga agar
konsumen dapat membedakan antara produk ramah lingkungan dengan yang
tidak.
2. Bagi produsen adalah untuk memberi kesempatan kepada produsen mendapat
penghargaan atas usahanya memelihara lingkungan hidup dan menciptakan
insentif pasar bagi produsen untuk menekan pengeluaran biaya
Tujuan Sertifikasi Hutan

1. Untuk menyediakan insentif baik insentif pasar atau non pasar untuk mendorong
peningkatan kualitas pengelolaan hutan menuju pengelolaan hutan secara lestari
atau berkelanjutan. Tujuan ini disebut sebagai tujuan Pengelolaan Hutan Lestari
(PHL) atau sering disebut sebagai Sustainable Forest Management (SFM)
objective
2. Untuk meningkatan akses pasar dan share for products dari sistem
pengelolaan yang lestari. Tujuan ini disebut sebagai tujuan perdagangan atau
Trade Objective

10

Beberapa tujuan lain dapat ditambahkan dalam program sertifikasi tergantung


situasi yang berkembang, seperti meminimumkan kebutuhan atas pelaksanaan
peraturan perundangan (law enforcement ), meningkatkan efisiensi, mengurangi
resiko investasi dan sebagainya (Simula 1999 dalam Bass dan Simula, 1999).

Konteks Kebijakan dalam Sertifikasi yg berorientasi Pasar (sumber: Bass dan


Simula, 1999)
Sertifikasi hutan dapat menjadi jembatan antara konsumen yang mau membayar
lebih bagi produk hutan yang ramah lingkungan atau menolak produk yang tidak
ramah lingkungan, dan para manajer hutan yang mempunyai komitmen untuk
meningkatkan kinerja pengelolaan hutannya.
11

MATRIKS KERANGKA PEMIKIRAN PENGEMBANGAN KRITERIA INDIKATOR


SERTIFIKASI PHPL

Keterangan :
FR = Forest Resources
FP = Forest Products
FB = Forest Business
ES = Ecosystem Stability
SS = Survival of (Endangered/Endemic/Protected) Species
TS = Forest Tenure System
CE = Community and Employees Economic Development. SCI= Social and Cultural Integration (of
12
Community and Employees) CH = Community Health WR = Workers Rights

LEMBAGA SERTIFIKASI
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah lembaga independen yang
mengembangkan sistem sertifikasi ekolabel di Indonesia , dan memberikan
akreditasi kepada lembaga sertifikasi pelaksana sistem sertifikasi LEI.
Tahun 1999, Yayasan LEI menandatangani MOU dengan FSC, sebuah organisasi
yang memberikan akreditasi bagi lembaga sertifikasi ekolabel internasional.
Berdasarkan MoU tersebut, kriteria dan indikator LEI akan digunakan dalam seluruh
kegiatan sertifikasi hutan alam produksi di Indonesia. Selanjutnya, kegiatan
sertifikasi tersebut harus dilaksanakan dalam konteks joint certification program
(JCP) antara LEI dengan FSC, yang diharapkan akan menghasilkan saling
pengakuan ( Mutual Recognition Agreement - MRA) terhadap sertifikat ekolabel dari
kedua pihak.
Tahun 2000 LEI telah melaksanakan seleksi terhadap badan/badan hukum calon
lembaga sertifikasi (LS).
Untuk akreditasi penuh, sebagai sebuah lembaga akreditasi, LEI bekerjasama
dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan departemen teknis terkait seperti
Dephut untuk mengembangkan sistem akreditasi nasional bagi lembaga sertifikasi
ekolabel.
13

LEI melakukan akreditasi menggunakan Manual LEI 11, untuk menetapkan LS


program sertifikasi hutan yang meliputi empat kategori sebagai berikut :
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Lestari (sertifikasi PHAPL).
2. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (sertifikasi PHTL).
3. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (sertifikasi PHBML).
4. Sertifikasi lacal balak (chain of custody )
Saat ini, lembaga sertifikasi yang memperoleh akreditasi interim dari LEI untuk
skema sertifikasi PHAPL dan lacak balak, yaitu:
Lembaga dan Alamat

Skema Sertifikasi

PT.TUV International Indonesia


Hero Building 12Th Floor ,
Jl. Gatot Subroto Kav. 64 Jakarta 12870

PHTL
PHAPL
PHBML
LACAK-BALAK

PT. Superintending Company of Indonesia


(SUCOFINDO)
Graha Sucofindo 4 th Floor Jl. Raya Pasar Minggu Kav.
34 Jakarta 12780

PHAPL
LACAK-BALAK

PT. Mutuagung Lestari


Jl. Raya Bogor No. 19 Km 35,5, Cimanggis Jakarta
16953 Indonesia
Tel. 021-8740202, Fax. 021-87740745-46

PHAPL
LACAK-BALAK
PHTL
PHBML

14

STRUKTUR KELEMBAGAAN SERTIFIKASI DI INDONESIA

15

HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Secara kelembagaan, LEI telah memperoleh pengakuan internasional dalam


berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga seperti berbagai NGO
dan forum internasional pendukung FSC (misalnya, Kerhout Foundation di
Belanda dan WWF di Inggris),WWF, GTZ, Forest Stewardship Council (FSC),
lembaga sertifikasi yang diakreditasi FSC (seperti Smartwood dan SGS
Qualifor), Bank Dunia, ITTO serta lembaga riset dan universitas di berbagai
negara.
Secara komersial, perusahaan furniture chain terbesar di Inggris, yaitu B&Q,
dalam timber buying policy nya pada bulan Agustus 2000 secara resmi
menyatakan bersedia membeli produk-produk bersertifikat LEI.
Link Dengan Lembaga Internasional
1. Forests.org
2. Forest Stewardship Council
3. Global Forest Watch
4. Yayasan KEHATI
5. Natural Resources Management
6. Pan European Forest Certification
7. Finnish Forest Certification System
8. WWF
9. Walhi

16

SISTEM SERTIFIKASI LEI :


1. SERTIFIKASI HUTAN
2. SERTIFIKASI KELAUTAN
SERTIFIKASI HUTAN :
1. Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL)
2. Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL)
3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML)
4. Sertifikasi Lacak Balak (CoC)

1. Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL)


Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) berpegang pada
prinsip kesukarelaan, transparansi, independensi, partisipatif, non diskriminatif
dan dapat dipertanggungjawabkan.

Proses sertifikasi PAHAPL ini memisahkan proses pengambilan data dengan


proses pengambilan keputusan, serta melibatkan berbagai pihak terkait
(stakeholder).

17

Seluruh proses pelaksanaan sertifikasi difasilitasi oleh Lembaga Sertifikasi, yang


telah diakreditasi oleh LEI. Proses sertifikasi ini mempunyai 4 (empat) tahapan
yang harus dilalui, yaitu :
1. Prapenilaian Lapangan
2. Penilaian Lapangan dan Masukan Masyarakat
3. Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi
4. Penetapan Keputusan Sertifikasi
2. Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL)
Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan
hutan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi hasil
hutan (kayu), sehingga dapat memberikan manfaat dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dalam jangka panjang.
Hutan tanaman yang dapat disertifikasi adalah hutan tanaman yang ditujukan
untuk produksi, bentuk produksinya berupa kayu dalam suatu skala usaha yang
mempunyai suatu kerangka perencanaan manajemen (management plan).
Sama dengan proses sertifikasi PHAPL, sertifikasi PHTL ini juga mempunyai 4
(empat) tahapan yang harus dilalui,

18

3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML)


Sejalan dengan inisiatif berbagai pihak untuk mendorong pengelolaan hutan
berbasis masyarakat di Indonesia, LEI telah memulai langkah untuk
mengembangkan sistem sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Lestari (PHBML) sejak bulan Mei 2000.

Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang ditujukan


untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola oleh
suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu pengelolaan yang lestari.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) itu sendiri adalah sistem
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok suatu komunitas,
baik pada lahan negara, lahan komunal/adat atau lahan milik (individual/rumah
tangga) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan individu/rumahtangga dan
masyarakat, baik komersial ataupun sekedar untuk subsistensi.
Di dalam pelaksanaannya diperlukan suatu mekanisme/ sistem/tata cara dalam
melakukan penilaian. Untuk itu dikembangkan Prinsip, Kriteria dan Indikator
dalam penilaian kinerja/dasar pemantauan UM dalam mengelola hutannya.
Prinsip, Kriteria dan Indikator juga digunakan sebagai acuan dalam menilai
kualitas pengelolaan hutan.
19

4. Sertifikasi Lacak Balak (CoC)

Sertifikasi Lacak Balak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak
ketiga untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa suatu hasil hutan, dalam
hal ini kayu- telah diproduksi dari hutan yang lestari.
Lacak balak merupakan komponen sistem sertifikasi yang kritis karena menjadi
penghubung antara unit manajemen hutan atau unit usaha kehutanan sebagai
produsen dan masyarakat sebagai konsumen hasil hutan.
Lacak balak pada prinsipnya dilakukan terhadap dua hal, yaitu:
1. Kejelasan sistem pergerakan hasil hutan
2. Kinerja sistem pergerakan hasil hutan
Dalam perjalanannya, hasil hutan baik secara sendiri-sendiri maupun dalam
susunan sortimen mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah,
kualitas, tanda, dan penampilan). Lokasi mutasi itu disebut sebagai simpul
pergerakan.
prinsip yang dipakai dalam penilaian lacak balak adalah penilaian satu langkah ke
belakang (one step backward), yaitu hanya menilai apakah sumber hasil hutan
pada satu simpul sebelumnya sudah tersertifikasi. Jika satu simpul
sebelumnya belum tersertifikasi, lacak balak perlu dilanjutkan pada simpul
sebelumnya lagi dan seterusnya sampai diperoleh rantai tak terputus yang
menerangkan bahwa asal hasil hutan adalah dari pengelolaan hutan produksi
lestari.
20

UNIT MANAJEMEN YANG LULUS SERTIFIKASI


JENIS SERTIFIKASI UNIT MANAJEMEN/ UNIT
USAHA KEHUTANAN

LEMBAGA
SERTIFIKASI

STATUS DAN PROSES


SERTIFIKASI DARI
WAKTU KE WAKTU

SERTIFIKASI PHAPL - SKEMA JCP, PT.


Diamond Raya Timber (Riau)
Lokasi HPH :
Kabupaten Rokan Hilir, Riau
Luas Areal: 90.957 Ha

SGS Qualifor UK

Telah lulus sertifikasi


dalam kerangka JCP
LEI-FSC

SERTIFIKASI LACAK BALAK (COC) SKEMA LEI- NON JCP, PT UNISERAYA


Lokasi : PT Uniseraya
Alamat Kantor Selat Panjang Kab.
Bengkalis, Propinsi Riau.
Lokasi Pabrik :
Selat Panjang, Kab. Bengkalis, Riau

PT Mutuagung
Lestari bekerjasama
dengan Sucofindo

Telah lulus sertifikasi


COC

Sertifikasi Pengelolaan Hutan


Berbasis Masyarakat (PHBML) Hutan
Rakyat Desa Selopuro dan Desa
Sumberejo
Lokasi : Desa Selopuro dan Desa
Sumberejo Kab. Wonogiri, Jawa Tengah.

PT Mutuagung
Lestari

Lulus Sertifikasi
PHBML tanggal 17
Oktober 2004

21

PEDOMAN DAN ACUAN DALAM SERTIFIKASI LEI

Untuk PHAPL :
Standar LEI-5000 : Kerangka Sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Standar LEI-5000-1 : Sistem Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari
Standar LEI 5005 : Daftar Istilah dan Pengertian yang berhubungan dengan
Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Pedoman LEI 99 : Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL)
Pedoman LEI 99-01 : Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi PHPL
Pedoman LEI 99-02 : Persyaratan Umum Penilai Lapangan Sertifikasi PHPL
Pedoman LEI 99-03 : Persyaratan Umum Panel Pakar Sertifikasi PHPL
Pedoman LEI 99-21 : Pedoman Lapangan Penilaian Lapangan Sertifikasi PHAPL
Pedoman LEI 99-23 : Pedoman Penapisan dalam Sertifikasi PHAPL
Pedoman LEI 99-24 : Pedoman Pengambilan Keputusan Sertifikasi PHAPL
Pedoman LEI 99-25 : Pedoman Penyusunan Rekomendasi Sertifikasi PHAPL
Pedoman LEI 99-26 : Pedoman Pelaksanaan Penilikan dan Perpanjangan
Sertifikasi dalam Program Sertifikasi PHAPL
Dokumen LEI-01 : Toolbox Verifier dan Verifikasinya untuk Kriteria dan Indikator
Penilain dalam Sertifikasi PHAPL
Dokumen LEI-02 : Skala Intensitas Indikator PHAPL

22

Contoh Pedoman LEI 99-21 :


ASPEK PRODUKSI ( 3 kriteria dan 21 indikator)
ASPEK EKOLOGI (2 kriteria dan 19 indikator)
ASPEK SOSIAL (5 Kriteria dan 17 indikator)

23

Contoh aspek Ekologi :


Kriteria

Indikator

Nilai

Score

1. Stabilitas
Ekosistem

1.1 Proporsi luas kawasan dilindungi yang berfungsi baik terhadap


total kawasan yang seharusnya dilindungi serta telah
dikukuhkan dan atau keberadaanya aiakui pihak-pihak terkait

Baik sekali
Baik
Cukup
Jelek
Jelek Sekali

A
B
C
D
E

1.2. Proporsi luas kawasan dilindungi yang tertata dengan baik


terhadap total kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah
ditata batas di lapangan

idem

idem

1.3. Intensitas gangguan terhadap kawasan yang dilindungi


termasuk bahaya dari kebakaran

idem

idem

1.4. Kondisi keanekaragaman species flora dan.atau fauna di dalam


kawasan dilindungi pada berbagai formasi/tipe hutan yang
ditemukan di dalam unit manajemen.

idem

idem

1.5. Intensitas kerusakan struktur dan komposisi species tumbuhan

idem

idem

1.6. Intensitas dampak kegiatan Kelola produksi terhadap tanah

idem

idem

1.7. Intensitas dampak kegiatan Kelola produksi terhadap air

idem

idem

1.8. Efektivitas pengelolaan kerusakan struktur dan komposisi


tegakan/hutan

idem

idem

1.9. Efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan kelola


produksi terhadap tanah

idem

idem

1.10. Efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan kelola


produksi terhadap air

idem

idem

1.11. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian


ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dampak
aktivitas kegiatan pemanenan terhadap ekosistem hutan dan
pentingnya pelestarian tumbuhan dan satwa liar
endemik/langka/dilindungi

idem

idem

24

Kriteria

Indikator

Nilai

Score

2.

2.1. Proporsi luas kawasan dilindungi yang ditetapkan


berdasarkan pertimbangan species
endemik/langka/dilindungi atau ekosistem unik
(kawasan khusus) serta telah dikukuhkan dan/atau
keberadaanya diakui pihak-pihak terkait

Baik sekali
Baik
Cukup
Jelek
Jelek Sekali

A
B
C
D
E

2.2. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya


pelestarian ekosistem hutan sebagai sistem
penyangga kehidupan, dampak aktivitas panen
terhadap ekosistem hutan dan pentingnya pelestarian
tumbuhan dan satwaliar endemik/langka/dilindungi

idem

idem

2.3. Intensitas gangguan terhadap species


langka/endemik/dilindungi di dalam kawasan khusus

idem

idem

2.4. Kondisi species langka/endemik/dilindungi di dalam


kawasan khusus

idem

idem

2.5. Intensitas dampak produksi terhadap tumbuhan


langka/endemik/dilindungi dan habitatnya

idem

idem

2.6. Intensitas dampak kegiatan kelola produksi terhadap


satwa liar langka/endemik/dilindungi dan habitatnya

idem

idem

2.7. Pengamanan tumbuhan endemik/dilindungi dan


habitatnya

idem

idem

2.8. Pengamanan satwa liar endemik/dilindungi dan


habitatnya

idem

idem

Pengelolaan
species
dilindungi/
endemik/
langka

25

Anda mungkin juga menyukai