Anda di halaman 1dari 20

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN EKOLABELING DI INDONESIA

PERMEN ?

Oleh:
Ernawaty 2020.06.2.0007
Ida Irmawati 2020.06.2.0010
Sylvia Meylindawati 2020.06.2.0020

Dosen Pengampu :
DR. Mas Roro Lilik Ekowati, MS

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Adanya globalisasi di segala bidang termasuk perdagangan, telah
mendorong Indonesia untuk ikut serta menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan.
Indonesia telah menerapkan liberalisasi perdagangan sejak tahun 1980 yang ditandai
dengan ikut sertanya Indonesia dalam Asian Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC), dan World Trade Organization (WTO). Terdapat 3 (tiga)
pendorong utama yang menjadi alasan suatu negara melakukan perdagangan
internasional dan selanjutnya membentuk kerjasama perdagangan bebas antara lain
yaitu keuntungan yang diperoleh dari pertukaran antar negara yang terlibat baik
dari sisi produksi maupun konsumsi; fokus dalam produksi barang dan jasa sesuai
dengan keunggulan komparatif dan kompetitif suatu negara; dan adanya transfer
teknologi dengan masuknya produk dari negara dengan teknologi yang lebih maju. 1
Liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas (free trade) merupakan suatu
kondisi di mana suatu negara melakukan perdagangan antar negara tanpa hambatan
apapun. Proses menuju kondisi perdagangan bebas inilah yang disebut dengan
liberalisasi perdagangan.2
Seiring dengan perkembangannya muncul perdebatan pro dan kontra
mengenai liberalisasi perdagangan. Negara yang pro dengan liberalisasi perdagangan
menganggap liberalisasi perdagangan akan menyebabkan efisiensi ekonomi meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian. Lain halnya dengan negara
yang kontra dengan liberalisasi perdagangan menganggap negara yang
menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan akan merugi meskipun dalam kondisi
tertentu dapat pula mendatangkan keuntungan.3
Terdapat beberapa penelitian mengenai dampak kebijakan liberalisasi
perdagangan terhadap perekonomian Indonesia dilakukan oleh Feridhanu setyawan
dan Pangestu pada tahun 2003 dengan menggunakan model global Computable
General Equilibrium (CGE). Hasilnya menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan
berdampak positif meningkatkan neraca perdagangan sebesar USD433-450
juta, tergantung pada skenario yang dijalankan. Ekspor Indonesia meningkat
sekitar 29-37 persen pada keseluruhan scenario. 4 Hasil yang serupa pada tahun 2011,
Purwanto melakukan penelitian mengenai dampak keterbukaan perdagangan
terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 yaitu Indonesia,
Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang, dan Korea Selatan
sepanjang tahun 1999-2008. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode data panel statis dan data panel dinamis. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan berdampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3 sepanjang tahun 1999-2008.5
Dalam era globaliasi saat ini selain dampak positif meningkatnya ekonomi bagi
negara di lingkup internasional, namun di sisi lain ada persoalan yang sangat
penting yaitu ancaman terhadap lingkungan hidup akibat ekploitasi yang melebihi daya
dukung sumber daya alam. Kesadaran masyarakat internasional atas setiap kegiatan
yang dilakukan negara kerap kali menyampingkan dampak lingkungan yang
berdampak besar pada negara berkembang dan miskin yang sebagian wilayahnya
masih banyak sumber daya alam (SDA). Perlakukan eksploitasi ini sangat berdampak
besar pada generasi yang akan datang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismah
Secara riil ada pemahaman bahwa bisnis perdagangan dan lingkungan hidup adalah
dua kondisi yang tidak dapat berjalan secara bersamaan. Dalam pelaksanaannya, salah
satu harus dikorbankan demi eksisnya yang lain. Saat ini globalisasi dengan
geliat liberalisasi perdagangan yang bermotif kapitalistik justru semakin
menampakkan keberadaannya. Kondisi tersebut berarti ancaman besar bagi
keberadaan lingkungan hidup yang nota-bene ancaman besar bagi keberlangsungan
hidup manusia dimuka bumi.6
Isu lingkungan hidup mulai muncul setelah konferensi PBB di Stockholm,
Swedia 5-16 Juni 1972 mengenai lingkungan hidup manusia (United Nations
Conference on Human Environment-UNCHE) yang diikuti 113 negara. Ketika itu isu
utama lingkungan ditengarai karena keterbatasan dan penyusutan sumberdaya alam yang
tersedia. Saat ini dikenal isu lingkungan global seperti perubahan iklim akibat
pemanasan global, penurunan keanekaragaman hayati, pencemaran wilayah perairan,
pencemaran limbah B3, radiasi nuklir yang melintasi batas negara, dan penipisan
lapisan ozon. Isu lingkungan berdampak regional diantaranya adalah kebakaran hutan,
deforestasi, hujan asam. Sedangkan isu lingkungan berdampak nasional
adalah kekeringan, penggurunan (desertification), pertumbuhan populasi. Isu lingkungan
yang berdampak lokal seperti polusi minyak lepas pantai, banjir, pencemaran limbah
industri, longsor, abrasi, rob dan intrusi air laut. Semua kasus lingkungan menimbulkan
dampak yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan mahluk hidup terutama manusia.
Salah satu yang kini menjadi perhatian adalah eksploitasi produk kehutanan, terutama
kayu Indonesia. Dengan memperhtikan hal tersebut bangsa Indonesia yang termasuk dalam
negara yang memiliki luas hutan ketiga terbesar dunia, berupaya merespon denagn Menyusun
kebijakan perlindungan hutan.
Undang -undang nomer 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan menjelaskan bahwa hutan
merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, yang dimanfaatka serbaguna bagi umat
manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga
kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang
maupun generasi mendatang. Dapat diartikan pemgelolaan hutan bertujuan sebesar
besarnya untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Demikian juga dengan Undang-undang nomer 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian dapat disebut UUPPLH, pasal 1 ayat 2
dan 3 menggambarkan bahwa perlidungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan ubtuk melestarikan lingkungan hidup termasuk
didalamnya hutan, dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi untuk
menjamin kelestarian lingkungan hidup bagi generasi masa kini dan yang akan datang.
Jika dicermati tujuan dari pegelolaan hutan di atas, sistem sertifikasi ekolabel
merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan tujuan tersebut. Sistem sertifikasi
ekolabel memadukan secara seimbang aspek ekologi, produksi, ekonomi dan sosial dalam
pemanfaatan hutan di Indonesia. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomer 2 tahun 2014
Tentang Pencantuman Logo Ekolabel (Peraturan Menteri Ekolabel) bertujuan untuk
mengatur pencantuman logo ekolabel yang menunjukan suatu produk teelah memenuhi aspek
lingkungan.
Ekolabel (label lingkungan) merupakan informasi bagi konsumen tentang kualifikasi
keperdulian terhadap lingkungan atas suatu produk6. Isu sistem labelisasi atau ekolabel
(ecolabeling) mulai digulirkan oleh beberapa negara maju, yang menilai bahkan mencurigai
adanya perusakan hutan tropis secara besar-besaran yang berdampak terhadap kerusakan
lingkungan global secara serius yang menyebabkan terjadinya pemanasan bumi (global
warming).7
Isu kerusakan hutan di Indonesia menjadi isu dunia. Data statistik tentang kerusakan
hutan berdasarkan data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
(PKTL) KLHK, hasil pemantauan hutan Indonesia Tahun 2019, menunjukkan bahwa luas
lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 94,1 juta ha atau 50,1% dari total daratan.
Meteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.30/Menhut II/2009 tentang Tata Cara
Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) yang dengan tegas
menyebutkan bahwa deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan
menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Dari sudut pandang negara
berkembang, hilangnya manfaat hutan sebagai penyerap karbon (carbon sink) atau cagar
keanekaragaman hayati (biodiversity reserve) akan menjadi ancaman bagi alam semesta.
Data grafik deforestasi tahun 1990-2017

Beberapa penyebab meningkatkan laju deforestasi adalah kebutuhan hidup manusia


akan produk kayu. Faktor utama dalam kejadian hilangnya tutupan hutan adalah kegiatan
industri, terutama industri kayu. Pemanenan kayu dari pohon sudah diatur untuk melakukan
penanaman kembali setelahnya. Namun, adanya illegal logging yang terjadi masih menjadi
masalah serius. Penebangan liar secara besar-besaran masih terjadi di hutan hujan tropis,
khususnya Brasil, Kongo, dan Indonesia. Kejadian alam juga dapat menyebabkan terjadinya
deforestasi. Radiasi matahari yang tinggi dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan
akibat gesekan daun-daun terhadap tanah kering di bawahnya.

Selain itu, permasalahan pemanasan global telah membuat konsumen dunia semakin
peduli terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan para konsumen tercsebut merasa bahwa
produk yang digunakan dihasilkan dari sebuah proses yang mungkin saja berkontribusi pada
kerusakan lingkungan. Munculnya gerakan green consumerism menjadi trend global karena
menginginkan kualitas lingkungan yang baik demi keberlangsungan kehidupan. Green
consumerism adalah suatu kondisi dimana konsumen menuntut semua produk dan jasa
melalui proses produksi yang eco-friendly, ataupun mengedepankan prinsip daru ulang demi
menjaga sumberdaya planet bumi. Dengan kata lain, gerakan green consumerism menuntut
proses produksi, promosi, dan penggunaan barang dan jasa berdasarkan manfaat pro-
lingkungannya (https://www.conserve-energy-future.com/).

Meningkatnya kesadaran konsumen yang mengedepankan aspek lingkungan tentunya


meningkatkan permintaan akan produk yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan baik
disisi produksi dan konsumsi. Aspek lingkungan pada suatu produk ini mau tidak mau harus
dikomunikasikan agar konsumen paham dengan baik kondisi pro-lingkungan dari produk
yang dikonsumsi. Pengkomunikasian aspek lingkungan juga menjadi nilai lebih dari suatu
produk dibanding produk sejenis lainnya, sehingga menjadi nilai tambah dan meningkatkan
daya saing dipasaran. Label atau penandaan pada suatu produk baik berupa gambar atau
pernyataan, merupakan alat identifikasi yang baik dan efektif dalam rangka menyampaikan
informasi lingkungan pada konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumen cenderung lebih
mudah melihat gambar atau pernyataan dari suatu produk untuk mengetahui informasi
mengenai produk tersebut.

Pemerintah Indonesia juga telah memiliki peraturan pencantuman label pro


lingkungan ini, yang kemudian disebut sebagai ekolabel. Peraturan tersebut adalah Permen
Lingkungan Hidup no 2 tahun 2014 tentang Pencantuman Logo Ekolabel (Berita Negara R
epublik Indonesia Tahun 2014 Nomor 167). Kemudian Permen Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan No p.5/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019 tentang Tata Cara Penerapan Label Ramah
Lingkungan Hidup Untuk Pengadaan Barang Dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup (Lampiran
Permen Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No. P.5/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019 Tentang T
ata Cara Penerapan Label Ramah Lingkungan Hidup Untuk Pengadaan Barang Dan Jasa Ram
ah Lingkungan Hidup).
Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap hutan sesungguhnya pemerintah
telah membuat kebijakan, namun kenyataannya penerapan kebijakan yang dibuat sejak tahun
2009 sampai saat ini belum manampakan hasil optimal. Hal ini dapat dilihat sari salah satu
indikator masih maraknya illegal logging.
1.2 Rumusan Masalah:
1. Mengapa kebijakan pengaturan (Regulatory Policy) melalui sertifikasi ekolabel di
Indonesia belum berjalan secara optimal?
2. Apakah kebijakan pengaturan (Regulatory Policy) melalui program sertifikasi ekolabel
dapat memberikan manfaat bagi pengelolaan hutan berkelanjutan serta antisipasi terhadap
fenomena pemanasan global dan apakah kendala penerapan kebijakan program sertifikasi
ekolabel?
3. Strategi

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mendiskripsikan dan menganalisis dampak penerapan kebijakan pengaturan (Regulatory
Policy) melalui sertifikasi ekolabel di Indonesia
2. Mendiskripsikan dan menganalisis faktor-faktor pendorong pemberian manfaat kendala
yang dapat menghambat penerapan kebijakan pengaturan (Regulatory Policy) melalui
sertifikasi ekolabel di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Teoritis
Mengembangkan pengetahuan tentang kebijakan publik, khususnya dampak penerapan
kebijakan pengaturan (Regulatory Policy) melalui sertifikasi ekolabel di Indonesia
2. Praktis
Memberi masukan kepada pemerintah pengembangan dan rencana perbaikan terhadap
kebijakan sertifikasi ekolabel dalam mencegah kerusakan lingkungan global dan mencegah
kerusakan lingkungan di masa depan.

Penelitian deskriptif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu pakai jurnal


Isu Eco Labelling bukan hal yang baru. Program Eco Label pertama kali
diperkenalkan di Jerman pada Tahun 1979, yang dikenal dengan nama Blue Angel. Kemudian
diikuti oleh negara-negara lain seperti Jepang dengan Ecomark, Taiwan dengan Greenmark,
serta singapura dan Thailand dengan Green label. 10
Sistem Eco Label pertama kali diperkenalkan di Uni Eropa melalui Council
Regulation (yang selanjutnya disingkat EEC) No. 880 Tahun 1992. Regulasi ini mengatur
mengenai pemberian Eco Label terhadap berbagai produk, termasuk produk kayu. Uni Eropa
mengeluarkan suatu regulasi terkait Eco Labelling terhadap semua barang dan jasa yang ada
di pasar Uni Eropa, tidak terkecuali produk kayu. Regulasi tersebut diberlakukan terhadap
produk kayu di negara-negara Uni Eropa maupun produk kayu dari luar negeri yang di ekspor
di negara-negara anggota Uni Eropa. Eco Labelling merupakan metode sertifikasi yang
terkait dengan lingkungan dan sertifikasi ini dipraktekkan oleh banyak negara di dunia. Eco
Label merupakan label yang mengidentifikasi secara keseluruhan, membuktikan preferensi
lingkungan dari produk atau jasa dalam produk/kategori layanan tertentu.
Menurut penelitian Mashita, dengan adanya globalisasi, maka aturan Eco Labelling
yang ada di Uni Eropa tentu sangat berpengaruh bagi Indonesia. Oleh karenanya dibuatlah
aturan hukum di Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan indikator pengelolaan hutan
produksi lestari. 11
Penelitian serupa tentang ecolabel oleh Putri et. Al tentang alasan Indonesia
melaksanakan program ecolabel. Dikemukana oleh Putri bahwa alasan melaksanakan
program ecolabel karena untuk memenuhi tuntutan perdagangan internasional atas hambatan
perdangan yang mengharuskan sebuah negara memproduksi produk ramah lingkungan dan
memiliki dampak negatif yang relative kecil pada lingkungan. Mendorong produk Indonesia
mampu berkompetisi di pasar bebas dan upaya menjaga lingkungan sebagai bentuk jaminan
atas keamanan lingkungan. Dengan kata lain dapat diartikan program ecolabel merupakan
bentuk standar yang diciptakan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
perdagangan dan upaya pelestarian lingkungan.12
Terdapat penelitian tentang kerjasama Indonesia-Uni eropa dalam mengoptimalkan
implementasi reducing emissions from deforestation and forest degradation (redd+): studi
kasus hutan ulu masen aceh tahun 2013-2017, meneliti upaya untuk mengatasi laju
deforestasi dan degradasi hutan yang semakin meningkat. Berdasarkan data yang peneliti
peroleh setelah kedua program dijalankan, masih belum dapat memenuhi target yang telah
ditentukan. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka penurunan luas lahan hutan Aceh
berdasarkan data WALHI yaitu sebesar 21 ribu hektar hutan. Data lain dari Kementerian
Perdagangan RI juga menunjukan ekspor kayu dan olahannya menunjukan tren yang
didominasi penurunan. Dengan kata lain, kerjasama dalam kerangka FLEGT-VPA belum
secara signifikan mampu mengoptimalkan implementasi REDD+ baik dari aspek ekonomi
atau lingkungan. 13
2.2 Kebijakan Publik
2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Dalam Joko Widodo, definisi kebijakan yang menekankan pada maksud dan
tujuan utama dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Purposive course of action followed by an actor or set of actor in dealing
with a problem or matter of concern…Public policies are those policies
developed by governmental bodies an officials (James E. Anderson)
2. Public policy is whatever government choose to do or not to do (Thomas
R.Dye)
3. Action or notaction in response to demands (Stuart H. Rakoff and Guenther
F. Schaefer)
Sementara pengertian kebijakan pada kategori yang lebih menekankan pada dampak,
oleh Leslie A. Pal diidentifikasi sebagai berikut
1. What government actually do and why (Richard Simeon)
2. Action taken by government (Ira Sharkansky)
3. A Policy may usefully be considered as a course of action or inaction rather
than specific decision or action, and such a course has to be perceived and
identified by the analyst in question

Menurut R.S Parker dalam Lilik, kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu
atau serangkaian prinsip atau tindakan yang dilakukan oleh suatu pemerintah pada
periode tertentu Ketika terjadi suatu subjek atau krisis. Menurut Thomas R. Dye,
kebijakan publik itu didefinisikan sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat George C.
Edward III dan Sharkansky bahwa kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan menurut Anderson
kebijakan publik dikembangkan oleh Lembaga atau badan pemerintah.
Merangkum dari pendapat para ahli tersebut kebijakan publik merupakan produk
dari sebuah prinsip atau tindakan berupa keputusan mengadung implikasi berupa
penetapan tindakan-tindakan dari pemerintah yang dilaksanakan dalam bentuk nyata
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dilandasi untuk mencapai maksud
dan tujuan tertentu bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat. Tujuan kebijakan
pemerintah adalah menetapkan prosedur untuk menjamin kepentingan umum dan
menghindari pertentangan yang destruktif.8
Pendapat pihak lain Amara Raksasataya dalam bahwa kebijakan itu adalah suatu
taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga suatu
kebijakan itu memuat antara lain tujuan yang akan dicapai, taktik atau strategi brbagai
Langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan penyediaan berbagai input untuk
memungkinkan pelaksanaanya secara nyata dari taktik dan strategi yang ditetapkan.
Sebuah kebijakan tentu memiliki arah dan sasaran tertentu, oleh karena itu
menurut bentuknya kebijakan dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori antara
lain sebagai contoh kebijakan Regulatory yaitu kebijakan-kebijakan tentang pengenaan
pembatasan atau larangan-larangan perbuatan atau Tindakan-tindakan prilaku bagi
seseorang atau sekelompok orang. Kebijakan prosedural adalah kebijakan-kebijakan
tentang siapa atau pihak mana saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan, serta cara
bagaimana perumusan kebijakan dilaksanakan.
2.2.2 Konsep Tentang Implementasi Kebijakan Publik
Untuk dapat mengimplementasikan atau melaksanakan suatu kebijakan
diperlukan suatu pemahaman atau interpretasi terhadap program, pengorganisasian dan
aplikasi program dengan benar. Hal ini sesuai dengan pendapat C. Jones dalam Lilik
bahwa ada 3 aktivitas utama yang penting dalam implemnetasi kebijakan antara lain
Organisasi yaitu penetaan sumberdaya serta metode, Interpretasi yaitu penafsiran
dan pemahaman yang tepat, Penerapan yaitu kebutuhan yang disesuaikan dengan
tujuan atau perlegkapan program.9 h. 7
Menurut Thomas R. Dye ada 6 model dalam kategori implementasi sebagai proses
antara lain:
1. The Elit-Mass Model
Cirinya terdapat dua kelompok besar, kelompok yang memiliki kekuasaan
(powerful) dan kelompok yang tidak memiliki kekuasaan (powerless). Kebijakan
bersifat top down.
2. The Group Model
Terdapat dua kelompok yang masing-masing memiliki kekuatan dan kepentingan
saling menekan sehingga. Kekuatan masing-masing kelompok tidak sama,
sehingga kebijakan publik cenderung tidak netral lagi.
3. The System Model
Terdiri dari 3 kelompok (feedback, input, output) merupakan proses yang berjalan
secara siklik.
4. The Intitusionalist Model
Menjelaskan secara detail struktur, organisasi, tugas dan fungsi.
5. The Non Institusionalist Model
Melihat keseluruhan proses sebagai unit of analysis. Fokus pada mekanisme kerja
sub-system yang ada.
6. The Streams And Windows Model
Terdapat 3 arus dan gambaran bekerjanya ke tiga arus yaitu problem atau nilai apa
yang hendak dicapai, political yaitu interaksi antar actor utama yang terkait, serta
policy orang penentu dibalik layar (tidak terlihat tetapi justru sangat menetukan).9 h
15-20

Menurut Nicolas Hendry dalam Lilik, implementasi sebagai output berorientasi


pada penyelesaian masalah langsung dengan mewaspadai kemugkinan terjadinya
dampak berantai akibat dari pemilihan dan pelaksanaan suatu kebijakan. Oleh sebab
itu menurut William Dunn, rasionalitas jamak penting dalam mendasari pilihan
terhadap suatu kebijakan antara lain rasional teknis (berhubungan dengan efektivitas
pemecahan masalah), ekonomis (berhubungan dengan efisiensi pencapian tujuan yang
ditetapkan) , legal (keseuaian dengan perundang-undangan dan presenden hukum),
sosial (meningkatkan institusi sosial yang penting), dan substantif (mensinergikan
seluruh rasional yang disebutkan sebelumnya).
Teradapat dua model formulasi dan implementasi yang termasuk dalam keluarga
implementasi sebagai output yaitu Incrementaslist model menjelaskan bahwa
kebijakan merupakan kelanjutan pencapaian tujuan kebijakan sebelumnya dan rational
comprehensive model yang meyakini bahwa pilihannatas kebijkanan merupakan hasil
perhitungan tertentu yang bisa saja tidak ada kaitannya dengan kebijakan sebelumnya.
10 h 21-22

Pada umunya tugas implementasi adalah mengkaitkan realisasi tujuan kebijakan


publik dengan hasil kegiatan pemerintah. Evaluasi dalam pencapaian keberhasilan
atau kegagalan suatu sistem dalam menterjemahkan tujuan kebijakan publik, disebut
dengan analisis kebijakan. Studi atau penelitian tentang implementasi kebijakan
publik tidak mendesain ukuran dan menjelaskan hasil akhir kebijakan pemerintah, tapi
ukuran dan penjelasan dari kinerja program yaitu tingkat mengantisipasi secara
aktual diantarkan tanpa memiliki dampak substansial yang berhubungan dengan
masalah kebijakan.

2.2.3 Konsep Tentang Dampak Kebijakan Publik


Suatu kebijakan harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat mungkin
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Keseluruhan
implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran program
berdasarkan tujuan kebijakan. Luaran program dilihat melalui dampaknya
terhadap sasaran yang dituju baik individu dan kelompok maupun masyarakat
tambahkan
2.2.4 Kebijakan Pemerintah Tentang Hutan
Grafik 1 Ekspor Produk Hasil Hutan Indonesia 2012-2016

Sumber: Forbil Institute (2017) melalui https://forbil.org/v2/id/article/98/revolusi-


industri-40-peluang-meningkatkan-net-ekspor-melalui-ekspor-hasil-hutan
Sumber: Forbil Institute (2017) melalui https://forbil.org/v2/id/article/98/revolusi-
industri-40-peluang-meningkatkan-net-ekspor-melalui-ekspor-hasil-hutan

2.2.5 Kebijakan Kelestarian Lingkungan


Keprihatinan masyrakat Internasional tentang masalah lingkungan global mulai disadari sejak
tahun 1970-an. Tahun 1972 PBB melakukan Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia yang
pertama di Stockholm, Swedia yang dikenal dengan United Nations Conference on Human
Environment. Tahun 1992 di Rio de Janeiro (setelah 20 tahun konferensi Stockholm)
dibawah prakarsa PBB diadakan konferensi UNCED (United Nation Conference on
Environment and Development) yang dikenal dengan KTT Bumi atau KTT Rio. Deklarasi
KTT Rio antara lain : 1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 2. Prinsip-
prinsip Pengaturan Hutan 3. Konvensi Biodiversity Tahun 1989 di New York pada workshop
yang diadakan oleh Rainforest Alliance (LSM) menuntut jaminan kelestarian hutan tropik
bahkan memperjuangkan boikot kayu tropik walaupun tidak disepakati oleh para peserta
(forum). Namun disetujui untuk menerapkan adanya sistem labelling dan sertifikasi terhadap
kayu tropik sebagai tanda kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari ITTO
pada 1990 dalam konferensi di Bali diputuskan tahun 2000 sebagai target tercapainya
pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management, SFM) di hutan tropika
yang dikenal dengan era penerapan ekolabel (Ecolabelling)

2.2.4 Kebijakan Ekolabel


a. Konsep dasar Ekolabel:
Ekolabel berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan label yang berarti
suatu tanda pada produk yang membedakannya dari produk lain. Ekolabel membantu
konsumen untuk memilih produk yang ramah lingkungan dan berfungsi sebagai alat bagi
produsen untuk menginformasikan konsumen bahwa produk yang diproduksinya ramah
lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka tergambarkan bahwa kegunaan utama ekolabel
adalah untuk membantu konsumen membuat "suatu pilihan", karena ekolabel memungkinkan
adanya perbandingan antara produk-produk sejenis
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomer 02 tahun 2014 tentang pedoman
pencantuman logo ekolabel Indonesia dan logo Ekolabel Swadekalrasi Indonesia. Penerapan
Ekolabel sebagai salah satu Langkah konkrit penerapan konsumsi dan produksi sescara
berklanjutan dapat meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap barang dan jasa yanag
ramah lingkungan. Mendoring inovasi dan invesatasi baru dalam kegiatan konsumsi dan
produksi yang ramah lingkungan yang akan bermanfaat bagi lingkungan, sosial, ekonomi,
dan kualitas hidup masyarakat. Pemberian logo Ekolabel ini di proses oleh Lembaga
Verifikasi Ekolabel yang kenudian disebaut LVE.
Sertifikasi Ekolabel Indonesia mempunyai visi dan misi, yakni perangkat efektif untuk
melindungi fungsi lingkungan hidup, kepentingan masyarakat dan peningkatan efisiensi serta
daya saing, kemudian diharapkan terwujudnya sinergi pengendalian dampak negatif sesuai
dengan daur hidup produk dan mendorong permintaan dan pemberian terhadap produk ramah
lingkungan (menlh.go.id).

b. Jenis Sertifikasi:
Berdasarkan objek sertifikasi, secara umum sertifikasi dan/atau pelabelan terdiri atas tiga
macam, yaitu: Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest Resource
Certification ) : memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan produksi telah
dilakukan upaya-upaya yang menjamin kelestarian produksi/ekonomi, kelestarian fungsi
ekologi/ lingkung-an dan kelestarian fungsi sosial hutan. Lacak Balak (Timber Tracking ) :
memberikan informasi bahwa balak yang digunakan sebagai bahan baku industri tertentu
berasal dari hutan yang telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL. Ekolabel hasil hutan (Forest
Product Labeling ) : memberikan informasi bahwa selain telah memenuhi syarat sertifikasi
PHPL dan Lacak Balak, proses pengolahan produk tersebut tidak menimbulkan dampak
penting negatif terhadap lingkungan.
c. Tujuan Ekolabel:
Tujuan Ekolabel bagi konsumen adalah selain memberikan informasi kepada konsumen agar
konsumen dapat membuat pilihan berdasarkan informasi tersebut, juga agar konsumen dapat
membedakan antara produk ramah lingkungan dengan yang tidak. 2. Bagi produsen adalah
untuk memberi kesempatan kepada produsen mendapat penghargaan atas usahanya
memelihara lingkungan hidup dan menciptakan insentif pasar bagi produsen untuk menekan
pengeluaran biaya
Tujuan Sertifikasi Hutan Untuk menyediakan insentif baik insentif pasar atau non pasar untuk
mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan menuju pengelolaan hutan secara lestari
atau berkelanjutan. Tujuan ini disebut sebagai tujuan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau
sering disebut sebagai Sustainable Forest Management (SFM) objective . Untuk meningkatan
akses pasar dan share for products dari sistem pengelolaan yang lestari. Tujuan ini disebut
sebagai tujuan perdagangan atau Trade Objective

2.3 Implementasi atau evaluasi focus evaluasi pilih salah satu evaluasi ganti bagan dll
Implementasi adalah melaksanakan sebuah keputusan kebijakan, biasanya
dikaitkan dengan sebuah perundang-undangan, disusun oleh pemerintah baik eksekutif
maupun keputusan peradilan
Studi implementasi menambah dimensi baru yaitu analisis kebijakan. Studi ini
mempelajari tentang bagaiamana keberhasilan atau kegagalan suatu sistem dalam
menerjemahkan tujuan umum kebijakan dalam bentuk lebih konkrit dan memahami
sepenuhnya pelayanan publik. Dalam kata lain studi ini lebih mendorong dan
menekankan pada pentingnya mengetahui tentang masalah masalah implementasi
kebijakan serta proses implementasi kebijakan secara detail.

Terdapat 2 teori analisis kebijakan


1. Teori Van Meter dan Asher

Komunikasi antar organisasi


K dan kegiatan
Standar, tujuan dan
e kegiatan
b K
i i
j Karakteristik dari
Sikap pelaksana n
a lembaga e
k r
a j
n a
Sumber daya Kondisi sosial ekonomi, dan
politik

Terdapat 6 variabel yang membentuk kaitan antar kebijakan dan penampilan atau
performan kinerja yaitu: .

1. Standar tujuan dan kegiatan


2. Sumber daya
3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan
4. Karakteristik dari lembaga
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
6. Sikap pelaksana

2. Teori Variabel Proses Implementasi oleh Mazmanian.


Dalam pandangan Mazmanian, peran penting analis implementasi adalah
mengidentifikasi variabel yang berusaha mencapai tujuan legal, selanjutnya dalam
proses menyeluruh. Terdapat tiga kategori lebih luas antara lain:
1. Maslah yang mungkin muncul
2. Kemampuan struktur implementasi perundang-undnagan dalam proses
implementasi
3. Efek langsung dari bermacam-macam variabel politik dalam mencapai
keseimbangan mendukung tercapainya perundang-undangan.

Bentuk bagan seperti dibawah ini:

MASALAH YANG MUNGKIN MUNCUL :

 Kesulitan teknikal
 Keberagaman perilaku kelompok sasaran
 Kelompok sasaran merupakan prosentase dari populasi
 Diisyaratkan meluasnya perubahan perilaku

KEMAMPUAN IMPLEMENTASI VARIABEL BUKAN PERUNDANG-


STRUKTUR PERUNDANG- UNDANGAN MEMPENGARUHI
UNDANGAN: IMPLEMENTASI:
 Kejelasan dan konsistensi tujuan  Kondisi sosial ekonomi
 Kecukupan teori kausal  Dukungan publik
 Alokasi sumber keuangan  Sikap dan sumberdaya kelompok
 Integrasi hierarki di dalam dan di pemilih
antara Lembaga pelaksana  Dukungan dari pemerintah
 Aturan keputusan dari Lembaga  Komitmen dan skill kepemimpinan
pelaksana dari pejabat pelaksana
 Jangkauan formal oleh pihak luar

Tahapan (variabel tergantung) dalam proses implementasi:

Output Pemenuhan Dampak Penerimaan Revisi


kebijakan Outputs dari dampak dari utama
Lembaga kebijakan outputs ke output ke perundang-
pelaksnan oleh kebijakan kebijakan undangan
kelompok
sasaran

Kerangka kerja dibedakan menjadi tiga kategori variabel (sebagai variabel


independent dan tahap implementasi selanjutnya disebut dengan variabel tergantung.
Masing-masing tahap mempengaruhi rangkaian lainnya.
Proses implementasi menurut Mazmanian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Masalah kemungkinan muncul yang dikaitkan dengan implementasi program
pemerintah aadalah munculnya beberapa masalah sosial sederhana sehingga dapat
mempengaruhi upaya pencapaianntujuan perundang-undangan, secara konseptual
dapat di kelompokkan ke dalam bebrpa permasalahan antara lain kesulitan
teknikal, keberagaman perilaku dari kelompok sasaran tergantung tingkat
komitmen terhadap program pemerintah, kelompok sasaran merupakan prosentase
populasi yang potensial yang dapat menimbulkan masalah hambatan upaya
pencapaian program, Meluasnya perubahan perilaku dari sejumlah kelompok atau
penduduk, semakin besar sejumlah perubahan perilaku semakin besar
problematika implementasi.
2. Kemampuan dari struktur implementasi keputusan kebijakan mempeengaruhi
keberhasilan implementasi. Beberapa faktor struktur perundang-undangan terdiri
atas ketelitian dan kejelasan tujuan legal serta didukung oleh sumber daya baik
actor dari dalam maupun dari luar Lembaga akan memberikan ketepatan dan
kejelasan tatanan instruksi mendukung kebehasilan implementasi. Validitas teori
kausal secara implisit menjelaskan dengan cara mana tujuan dapat dicapai, hal
terkait adalah intervensi pemerintah dan pencapaian tujuan program serta
tanggung jawab atas kritik demi pencapaian tujuan program. Hal penting lainnya
adalah kecukupan dana dalam semua pelaksanaan program. Di dalam
implementasi program, integrasi di dalam dan diantara lembaga pelaksana untuk
melaksanakan koordinasi sangatlah diperlukan. Keputusan dan aturan masing-
masing Lembaga pelaksana dan para pejabat lembaga sebagai implementor harus
jelas dan konsisten ke arah pencapaian tujuan. Yang dapat mempengaruhi
implementasi termasuk banyaknya kesempatan berpartisipasinya actor di luar
lembaga pelaksana bias ke arah dukungan kepada tujuan legal.
3. Variabel bukan perundang-undangan merupakan variabel di luar struktur
peundnagan yang dapat mempengaruhi output kebijakan dari lembaga pelaksana.
Kondisi sosioekonomi dan teknologi terdiri dari adanya variasi kondisi
sosioekonomi yang membentuk persepsi terhadap perubahan perundangan.
Variasi tekanan dan dukungan secara nyata terhadap pencapaian tujuan kebijakan.
Kondisi ekonomi dan kemakmuran kelompok masyarakat lebih memungkinkan
efektivitas implementasi dari perundang undangan. Hofferbert berpendapat
kondisi sosial, ekonomi dan teknologi adalah beberapa variabel eksternal
mempengaruhi output kebijakan dari Lembaga pelaksana dan akhirnya mencapai
tujuan legal.
Dukungan publik dapat mempengaruhi implementasi dalah hal pembentukan opini
publik di mass media dapat mempengaruhi agenda politik, kecenderungan
legislator dipengaruhi oleh pemilih.
Sikap dan sumber daya kelompok pemilih mempunyai kapasitas mempengaruhi
Lembaga secara tidak langsung
Dukungan pemerintah meliputi jumlah dan arahan, syarat sumber daya,
meluasnya hal baru termasuk bila terjadi konflik, dan mandat legal. Pemerintah
mempunyai kewenangan penuh mengubah legal dan sumber daya.
Komitmen dan skill kepemimpinan dari pejabat pelaksana (implementator)
mempengaruhi secara langsung output kebijakan dari Lembaga pelaksana yaitu
komitmen untuk merealisasikan tujuan perundang-undangan.
4. Tahapan (variabel tergantung) dalam proses implementasi atara lain:
a. Output kebijakan dari Lembaga pelaksana
b. Pemenuhan kelompok sasaran dengan output kebijakan
c. Dampak aktual dari output kebijakan.
Tujuan program dikatakan memberi dampak jika output kebijakan konsisten
dengan tujuan perundang-undangan, terpenuhinya kelompok sasaran sesuai
output kebijakan, terdapat konflik tidak serius, terdaat perunahan perilaku
kelompok sasaran.
d. Penerimaan dampak dari output kebijakan
Para analis dan administrator kebijakan tertarik pada dampak aktual atau nyata
dari output kebijakan, tetapi seringakli sulit mengukur secara komprehensif
dan sistematis, sehingga akhirnya dilanjutkan evaluasi program oleh sistem
politik adalah dampak diterima atau dirasakanoleh kelompok sasaran dan
pemerintah. Dampak penerimaan ini menagrah pada perubahan dalam mandat
perundang-undangan.
e. Revisi utama dalam perundang-undangan
Sebuah perundang-undangan (atau dasar putusan kebijakan seharusnya
dipandang sebagai awal dari analisis implementasi merevisi atau merumuskan
Kembali dari peundnag-undangan seharusnya dipandang sebagi tahapan
puncak dari proses. Sejimlah perubahan dan arahan dan usaha perubahan
dalam mandat legal merupakan fungsi penerimaan dampak.

Dari kedua teori implementasi diatas kebijakan ekolabel terhadap produk hutan
berupa kayu, lebih tepat di analisis menggunakan teori Mazmanian. Teori Mazmanian
mengidentifikasi 3 variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan formal pada
keseluruhan proses implementasi. Ketiga variabel ini merupakan variabel bebas yang
dibedakan dengan variabel terikat yakni implementasi yang harus dilalui sesuai tahapan.
Teori Mazmanian lebih rinci dalam memberikan panduan kegiatan menganalisis
kebijakan publik antara lain:
1. Menguraikan kategori faktor mudah atau sulitnya suatu masalah dikendalikan
yaitu pada kelompok masalah yang mungkin muncul.
2. Menguraikan faktor kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses
implementasi
3. Menguraikan kategori Kemampuan Implementasi Struktur Perundang-
Undangan.
4. Menguraikan Kategori faktor di luar kebijakan yang mempengaruhi proses
implementasi antara lain ditunjukkan melalui: Variabel Bukan Perundang-
Undangan Mempengaruhi Implementasi.
Selain alasan diatas teori Masmanian juga memberikan pandangan yang lebih
komprehensif dalam menganalisis kebijakan publik sebab didalam variabel tergantungnya
memeberikan gambaran tahapan proses yang bukan saja menganalisis proses implementasi,
tetapi lebih jauh yaitu dampak dari kebijakan, penerimaan dampak dan revisi utama
perundang-undangan.
.

( uraikan 2 teori implementasi dan tentukan diakhir paragraf teori yg digunakan


beserta bahannya)

2.4 Kebijakan Peraturan ... Tentang ..


Uraikan tentang tujuannya, organisasinya, mekanisme n delivery system' (pengiriman
kebijakan)

2.5. Kerangka konseptual


Tuangkan Bagan yg sudah saudara putusan di 2.3

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian deskriptif
Kualitatif uraikan
Beri rujukan
3.2. Fokus penelitian ke teori yang dituju
Uraikan variabel yang saudara tuangkan dalam kerangka konseptual berikut indikatornya
(cek indikator dari uraian teori di 2.3 masing2 variabel dr buku saya
3.3 Informan :
1. Sebutkan

3.4. Teknik Pengumpulan data studi literatur


1. Dokumen
2. Wawancara
3. Sumber google pertanyaan responden yg dikutip dr detik.coms atau kompas dll

3.5 Teknik Analisis Data


Kualitatif (cari rujukan )

BAB IV
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
4.1 Kebijakan ..
( Judul penelitian)
Uraikan : interpretasi
Organisasi
Mekanisme
Uraian beserta dukungan data yg dibutuhkan sesuaikan teori yg digunakan sbgmana tertuang
dlm fokus penelitian, misal SDM : jumlah, kualitas pendidikan kompetensi.

4.2 Faktor2 yg mempengaruhi pendorong n penghambat implementasi kebijakan ...


Menurut teori George Edwards III terdapat 4 faktor penting dalam implementasi kebijakan
public:
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Sikap
4. Struktur birokrasi
Uraikan respon responden berdasar wawancara, dr data mll media cara menulis: kurang dari 5
baris : " .. " 2 spasi langsung masuk dlm , setelah " ( hasil wawancara,bl, th). Atau kutipan dr
media lampirkan
www.
Jika lebih dari 5 baris pernyataan responden turun 1 spasi, masuk 5 ketukan " ...." ( Hasil
wawancara, bl, th) atau www
Dan seterusnya sampai selesai 5 variabelnya

Hambatan:
1. RESPONSIVENESS Daya dukung Lembaga public harus responsive terhadap
implementasi untuk pencapaian program guna mencapai keberhasilan.
2. Kontrol birokrasi dan politik dari pemerintah

4.3 Pembahasan
(analisis kritis mhsw dengan menggunakan data kualitatif ( hal Wawancara) dan dukungan
data sekunder
Uraikan ttg 5 variabel

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Uraikan jawaban rumusan masalah
1. Implementasi kebijakan ... (Berhasil, cukup atau kurang berhasil )
2. Faktor yg menyebabkan kurang berhasil (penghambat)
Uraikan yg paling menonjol
5.2 Rekomendasi
Uraikan rekomendasi yg bersifat praktis agar segera problem solving berdasar simpulan
penghambat.

DAFTAR BACAAN
1. Poppy Ismalina, “Dampak Liberalisasi Perdagangan pada Hubungan Bilateral
Indonesia dan Tiga Negara (China, India, dan Australia) terhadap Kinerja Ekspor-
Impor, Output Nasional dan Impor, Output Nasional dan Kesempatan Kerja di
Indonesia: Analisis Simulasi Social Accounting Matrix (SAM) dan The Smart Model”,
(online), (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/presentation/wcms_217746.pdf, diakses 3 Agustus 2016).

2.Sjamsul Arifin, Dian Ediana RAE, & Charles P.R. Joseph, Kerja Sama Perdagangan
Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia, Jakarta: Elex Media Komputindo,
2007, hal. 13
3. Sjamsul Arifin, Dian Ediana RAE, & Charles P.R. Joseph, Op. Cit., hal. 14.
4. Tubagus Feridhanusetyawan & Mari Pangestu, “Indonesian Trade Liberalization
Estimating The Gains”, BIES, 39(1), 2003, hal. 29.
5. Tri Purwanto, “Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Negara-Negara ASEAN+3”, Tesis, Bogor: Program Studi Ilmu Ekonomi Pascasarjana
IPB, 2011, hal. 81
6. Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasioanal Perspektif Hukum
Internasioanal, Refika Aditama, Bandung, 2002, h 96.
7. Abdul Khakim, Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia dalam era Otonomi daerah, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 2005, h.188.
8. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik
Oleh Dr. Joko Widodo, M.S.
9. Mas Roro Lilik Ekowati, Perencanaan, Implementasi & Evaluasi Kebijakan atau Program,
Cakra Surakarta, 2004, h 2-5.

http://geoportal.menlhk.go.id luas kebakaran hutan diakses tanggal 180421 pkl 21.32


https://www.scribd.com/doc/60945611/Makalah-Poltical-Ecology-Persentasi

Anda mungkin juga menyukai