Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyimpanan dan penggudangan mempunyai arti yang sama yaitu
menumpuk suatu bahan dalam suatu ruang serta kondisi ruangannya terkendali
dengan tujuan agar bahan tidak mudah rusak dalam waktu tertentu.
Pengudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi
penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan
pemusnahan, serta pelaporan material dan  peralatan agar kualitas dan kuantitas
terjamin (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009).
Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam
kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi
mutu tertentu(Floros, 1993).
Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan
salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada label kemasan
produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting
karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan
mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman
masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam Undang-undang Pangan no.
7/1996 serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (expired
date) pada setiap kemasan produk pangan.
Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik
produsen, konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat
mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi
juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan
kandungan gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan
merupakan bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi
dalam hal pendistribusian produk serta berkaitan dengan usaha pengembangan
jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi penjual dan distributor informasi
umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang dagangannya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Tujuan Penyimpanan,?


2. Bagaimana Kriteria kadaluarsa?
3.Bagaiman melihat Parameter umur simpan.
4. Bagaimana Prinsip pendugaan umur simpan.
5. Bagaiman mengetahui Penentuan umur simpan

1.3.Tujuan
1.Untuk mengetahui tujuan penyimpanan,peran bahan pangan dan syarat gudang
untuk penyimpanan.
2.Untuk mengetahui bagaiaman kriteria kedaluarsa.
3.Untuk melihat bagaiman parameter umur simpan.
4.Untuk mengetahui bagaimana prinsip pendugaan umur simpan.
5. Untuk mengetahui Penentuan umur simpan.
6.untuk mengetahui Apa saja jenis garam.?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyimpanan dan tujuanya

Penyimpanan bahan pangan adalah suatu tata cara menata, menyimpan,


memelihara bahan pangan kering dan basah, baik kualitas maupun kuantitas di
gudang bahan makanan kering dan basah. berikut beberapa tujuan penyimpanan.

 Tujuan Penyimpanan
 Untuk menjamin pasokan (supply) bahan pangan untuk masa depan.
 Untuk menjamin ketahanan pangan.
 Persediaan bahan pangan dalam menghadapi paceklik.
 Menunjang kegiatan ekionomi.
 Persediaan benih.
 Persediaan logistik peperangan.
 Membantu memerangi kelaparan di daerah atau negara tertentu.
 Peranan Penyimpanan dan Penggudangan
 Penangguhan  hasil lebih
 Penyelamatan hasil panen
 Penyediaan bagi konsumen mendatang
 Secara tidak langsung merupakan usaha penuaan (aging), mendidik untuk
berhemat dan merangsang kenaikan produksi
 Penanganan hasil dalam rangka mengurangi kehilangan
 Sebagai perantara pengguna sendiri, industri atau pemasaran
    Untuk mendapatkan keuntungan lebih baik
 syarat gudang untuk penyimpanan .
 Harus ada prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata cara kerja bagian
gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan
barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk.
 Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam
keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.

3
 Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah
terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau  pelarut-pelarut
organik).
 Tersedia tempat khusus untuk  produk atau bahan dalam status ‘karantina’
dan ‘ditolak’.
 Tersedia tempat khusus untuk melakukan  sampling (sampling room)
dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area).
 .       Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First
Out) atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007).
2.2. Kriteria Kedaluarsa
Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan
produk pang an adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di
mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan. berdasarkan karakteristik
penampakan,rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Se-mentara itu, Floros dan
Gnanasekharan(1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang
diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat
mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Pada saat baru diproduksi, mutu
produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun sejalan dengan
lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi, produk
pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya
tumbuh, dan kepercayaan(Rahayu et al. 2003).Penggunaan indikator mutu dalam
menentukan umur simpan produk siap masak atau siap saji bergantung pada
kondisi saat percobaan penentuan umur simpan tersebut dilakukan (Kusnandar
2004).
Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan
informasi tentang umur simpan padakondisi ideal, umur simpan pada kondisi
tidak ideal, dan umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan
penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang
tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau
tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering
diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi 2004a).

4
Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak baik
dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi
dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berda-
sarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya per-
ubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi.

2.3. Parameter umur simpan.


Terdapat beberapa faktor yang mem-pengaruhi penurunan mutu produk
pangan. Floros dan Gnanasekharan(1993)menyatakan terdapat enam faktor utama
yang mengakibatkanterjadinya penu runan mutu atau kerusakan pada produk
pangan, yaitu massa oksigen, uap air,cahaya, mikroorganisme, kompresi atau
bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor .
Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu
lebih lanjut, seperti oksidasi lipida,kerusakan vitamin, kerusakan protein,
perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan
kemungkinan terbentuknya racun. Lebih lanjut, Sadler (1987) mengelompokkan
faktor yang mempengaruhi perubahan mutu produk
pangan menjadi tiga golongan, yaitu energi aktivasi rendah (2−15 kkal/mol),
energi aktivasi sedang (15−30 kkal/mol), dan energi aktivasi tinggi (50−100
kkal/mol).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk
pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis
ditentukan berda- sarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat
menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan
hingga siap dikonsumsi. Menurut Floros dan Gnanasekharan(1993), kriteria
kedaluwarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan
menggunakan acuan titik kritis Faktor yang sangat berpengaruh terhadap
penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam
produk.Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya
digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan

5
mikroba lainnya.Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang
dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Christian 1980).
Mikroorganisme menghendaki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
yaitu untuk bakteri 0,90, kamir 0,80−0,90,dan kapang 0,60−0,70 (Winarno 1992).
Prabhakar dan Amia (1978) menyatakan,pada aw yang tinggi, oksidasi
lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada aw rendah. Kandungan air dalam
bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut
menentukan kandungan mikroba pada pangan.
Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh
ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.
Tingkat kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis free fatty acid (FFA)
dan tiobarbituric acid(TBA). Kerusakan lemak selain menaikkan nilai peroksida
juga meningkatkan kandungan malonaldehida, suatu bentuk aldehida yang berasal
dari degradasi lemak (Deng 1978). Malonal- dehida yang terkandung pada suatu
bahan pangan diukur sebagai angka TBA.Kandungan mikroba, selain
mempengaruhi mutu produk pangan juga menentukan keamanan produk tersebut
dikonsumsi. Pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik mencakup keasaman (pH), aktivitas
air(aw), equilibrium humidity (Eh), kandungan nutrisi, struktur biologis, dan
kandungan antimikroba. Faktor ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan,
kelembapan relatif, serta jenis dan jumlah gas padalingkungan (Arpah 2001).
2.4.Prinsip pendugaan umur simpan.
Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan
masa kedaluwarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan
yang dapat digunakan untuk menduga masa kedaluwarsa, yaitu: 1) nilai
pustaka(literature value), 2) distribution turnover 3) distribution abuse test,
4)consumer complaints dan 5) acceleratedshelf-life testing (ASLT) (Hariyadi
2004a).
Distribution abuse test merupakan cara penentuan umur simpan produk
berdasarkan hasil analisis produk selama penyimpanan dan distribusi di lapangan,
atau mempercepat proses penurunan mutu dengan penyimpanan pada kondisi
ekstrim (abuse test). Padapenentuan umur simpan berdasarkan komplain

6
konsumen, produsen menghitung nilai umur simpan berdasarkan komplain atas
produk yang didistribusikan. Untuk mempersingkat waktu,penentuan umur
simpan dapat dilakukan dengan ASLT di laboratorium. Penentuan umur simpan
produk pangan berhubungan erat dengan tahapan proses produksi.
Untuk produk pangan yang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan,
analisis untuk menentukan umur simpan produk dilakukan sebelum produk
dipasarkan. Untuk keperluan tersebut produsen akan meramu serta memproses
produk sampai ditemukan kondisi umur
simpan maksimal yang dikehendaki. Setelah kondisi optimal diperoleh, prototipe
produk diuji coba dengan menggunakan accelerated storage studies (ASS)
atauASLT dan uji distribusi. Berdasarkan hasilpengujian, akan diperoleh nilai
umur simpan produk akhir dan produk siap
dipasarkan.Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang
dianalisis
di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis
kimiadan fisik, serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara 2004). Penentuan
umursimpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat menggunakan
parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa,dan tekstur) terhadap sampel dengan
skala 0−10, yang mengindikasikan tingkat
kesegaran suatu produk .
2.5.Penentuan umur simpan
Penyimpanan Bahan makanandilakukan agar memiliki shelf life yang cukup
lama dengan mencegah pembusukan makanan tersebut. Pembusukan Makanan
dipengaruhi berbagai factor yaitu suhu, kelembaban dan kekeringan, udara dan
oksigen, cahaya, dan waktu. Sedangkan, Pembusukan makanan disebabkan
mikroorganisme (bakteri, jamur, yeast, alga, protozoa, dan lainnya), enzim yang
dikandung makanan, insektisida dan hewan pengerat. Berdasarkan ketahanannya,
makanan dikategorikan menjadi tiga yaitu makanantahan lama, makanan semi-‐
tahan lama, dan makanan tidak tahan lama. Umumnya, Masyarakat menyimpan
kebutuhan sehari-‐hari di dalam lemari, kulkas, freezer, lumbung, dan lainnya.
Namun,Apa yang mereka simpan tidaklah bertahan lama dan kondisi makanan
pun rusak, dan terkadang menimbulkan bau yang tidak sedap. Berbagai Metode

7
penyimpanan makanan telah dikembangkan dengan harapan shelf life makanan
menjadi sangat panjang dan kualitas makanan tetap terjaga sehingga
ketersediaannya berada di sepanjang waktu.
Studi umur simpan merupakan hal yang penting dalam produksi produk ma-
kanan sebagai usaha untuk menyediakan informasi umur simpan terlama yang da-
pat diterapkan pada produk terkait. Pro-dusen atau industri pangan secara rutin
melakukan analisis umur simpan untuk memberikan jaminan keamanan dan kua-
litas produk terkait yang dapat diterima oleh konsumen (Eskin and Robinson,
2001; Robertson, 1993).
Secara garis besar pendugaan umur simpan produk dapat ditetapkan dengan
dua metode yaitu Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life
Testing (ASLT). ESS adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan cara
menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dila-kukan
pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu kadalu-warsa.
Metode ini sangat akurat dan te-pat, namun pelaksanaannya memerlukanwaktu
yang panjang dan analisis karak-teristik mutu yang dilakukan relatif ba-nyak.
Adapun pendugaan umur simpan dengan metode ASLT selain memiliki akurasi
yang cukup tinggi juga bersifat lebih efisien karena melakukan perce-patan
(acceleration) reaksi penurunan mutu produk (Ellis, 1994).
 Perhitungan Umur Simpan
Umur simpan ditetapkan berdasar-kan waktu pada saat kadar air produk
sama dengan kadar air kritis. Berdasar-kan persamaan yang diturunkan Labuza
tentang umur simpan (Labuza, 1982) ter-dapat beberapa faktor yang dibutuhkan
untuk menentukan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis produk. Fak-
tor-faktor itu adalah kadar air awal produk (Mo), nilai aw, kadar air kritis produk
(Mc), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), luas kemasan produk (A),
berat kering produk (Ws), tekanan uap air jenuh (Po), tekanan udara dalam (Pin),
tekanan udara luar (Pout), serta seli-sih antara tekanan udara di luar dengan
tekanan udara di dalam (ΔP).
Perhitungan umur simpan ditentu-kan dengan persamaan Labuza yang di-
modifikasi sebagai berikut (Labuza, 1982):

8
T = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari)
M = kadar air awal produk di awal penyimpanan (% bk)
o
M = kadar air kritis pada suhu tertentu (% bk)
c
k/x = WVTR/Po = Permeabilitas ke-masan (g/m2 hari.mmHg)
A = luas kemasan yang dihitung berdasarkan dimensi kemasan yang digunakan (m2)
W = berat padatan produk awal (g)
s
ΔP = selisih antara tekanan udara di luar ketika produk disimpan (lingkungan) atau Pout
dan te-kanan udara di dalam kemasan atau Pin (mmHg)

Menurut Syarief et al. (1989), secara garis besar umur simpan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies,
ESS) danmetode akselerasi kondisi penyimpanan(ASS atau ASLT). Umur simpan
produ pangan dapat diduga kemudian ditetapkanwaktu kedaluwarsanya dengan
menggunakan dua konsep studi penyimpana produk pangan, yaitu ESS dan ASS
atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan 1993).
 Metode pendugaan umur simpan model Arrhenius

Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur


simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti
oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein, dan sebagainya. Secara
umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang
berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat
ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah
makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk
chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang

9
mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang
mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan).

Karena reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model
Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi
penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia
yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi
ordo 0 dan ordo 1 (persamaan 1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti
model reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan
sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis
(misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi
lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan
beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo
satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2)
pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian
mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4)
kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5)
kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982).

Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun satu, dapat
dipengaruhi oleh suhu. Karena secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada
suhu tinggi, maka konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu
yang lebih tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh

10
suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan
3) sebagai berikut:

Rumus (laboratory)

Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan


kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan
metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada
beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk
menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan
dengan menggunakan persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan
tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu
penyimpanan umur simpan, kemudian digunakan perhitungan umur simpan sesuai
dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan 2).

 Pendugaan umur simpan dengan metode ASLT


Dasar dari metode ASLT adalah dengan merubah kondisi penyimpanan,
maka proses kerusakan secara kimia ataupun fisika dalam suatu bahan pangan
dapat dipercepat, dan penentuan umur simpan produk tersebut dapat dihitung.
Dalam metode ASLT ini suhu berperan sebagai parameter kunci penentu
kerusakan makanan, di mana semakin tinggi suhu, maka kerusakan makanan akan
semakin cepat (Labuza and Schmidl, 1985 dalam Kilcast & Subramaniam, 2000).
Umur simpan produk dapat dihitung dengan berbagai cara, salah satunya
adalah dengan menggunakan kinetika reaksi dengan bantuan persamaan Arrhenius
(Dermensonlouglou et al., 2008 dalam jurnal Abdullah Bin Arif, 2016).
Model ini hanya sesuai untuk sistem kimia sederhana, dan sering gagal
untuk makanan yang kompleks. Beberapa proses yang dapat dihitung dengan
menggunakan metode ASLT sebagai berikut:

1. Perubahan fase
dari pencairan lemak, dan perubahan sifat pelarut.
2. Kristalisasi karbohidrat amorf.
3. Perubahan tingkat reaksi kimiawi relatif dengan energi aktivasi yang berbeda

11
4. Meningkatnya aktivitas air
5. Denaturasi protein.
6. Berkurangnya kelarutan gas
7. Kehilangan air pada suhu tinggi dapat mengubah laju reaksi
(Labuza and Schmidl, 1985
dalam Kilcast & Subramaniam, 2000)
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASLT dapat dilakukan
dengan dua pendekatan, yaitu:
1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi dengan menggunakan perubahan
kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kadaluwarsa.
2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu dengan
teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau satu untuk
produk pangan (Koswara, 2004 dalam skripsi Michael Gurda, 2016).
Salah satu faktor dalam penentuan umur simpan suatu produk bahan
pangan adalah adanya penyerapan air oleh produk selama penyimpanan. Hal ini
dapat diamati dengan perubahan bentuk dari tingkat kekerasan/tingkat
kelengketan/penggumpalan produk. Penyerapan air oleh produk selama
penyimpanan dapat dipengaruhi oleh permeabilitas produk terhadap uap air, berat
kering awal produk, kadar air awal produk, perbedaan kadar air produk dengan
kadar air di lingkungan, akan membentuk slope kurva isoterm penyerapan air.
Faktor-faktor tersebut dibuat ke dalam model persamaan matematika pada
pendekatan kadar air yang diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional untuk
menduga umur simpan.

 Metode pendugaan umur simpan model Kadar Air Kritis


Kadar air kritis adalah kadar air dimana secara organoleptik sudah tidak
dapat diterima oleh konsumen (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air kritis
ditentukan dengan cara menyimpan produk di dalam chamber yang memiliki
kelembaan tinggi.
Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air
oleh produk selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami

12
kerusakan seperti ini di antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit,
krupuk, permen, dan sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan
kekerasan atau kerenyahan, dan/atau peningkatan kelengketan atau
penggumpalan. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan
dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas
uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering
awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan
slope kurva isoterm sorpsi air, faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza
dan Schmidl (1985) menjadi model matematika (persamaan 4) dan digunakan
sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat
diterapkan khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm
sorpsi air (ISA) berbentuk sigmoid.

Model untuk menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak
karena penyerapan air adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data

13
percobaan yang diperoleh dapat mensimulasi umur simpan produk dengan
permeabilitas kemasan dan kelembaban relatif ruang penyimpanan yang berbeda.

Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi, seperti permen,


umumnya bersifat higroskopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama
penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan
produk seperti ini akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi
ke dalam produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin
besar perbedaan antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan
kadar air produk pangan, maka air semakin mudah bermigrasi.

Kurva ISA sukrosa dan produk pangan yang mengandung sukrosa tinggi
lebih sulit ditentukan, karena sifat higroskopis dari gula yang menyebabkan
penyerapan air berlangsung terus menerus dan tidak mencapai kondisi
kesetimbangan, terutama pada kelembaban relatif (RH) di atas 75% (Guo, 1997).
Kurva ISA produk pangan yang mengandung gula tinggi juga tidak berbentuk
sigmoid sehingga kadar air ksetimbangan dan kemiringan kurva sulit ditentukan
(Adawiyah, 2006). Oleh karena itu, penentuan umur simpan produk pangan yang
mengandung kadar gula tinggi tidak dapat menerapkan model persamaan (4).
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memodifikasi model persamaan
(4) dengan mengganti slope kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me)
dengan perbedaan tekanan (∆P) antara di dalam dan di luar kemasan (Labuza dan
Schmidl, 1985). Hal ini didasarkan pada prinsip terjadinya migrasi uap air dari
udara ke dalam produk yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara di
luar kemasan dan di dalam kemasan. Model matematika tersebut dapat dilihat
pada persamaan (5). Untuk menentukan ∆P diperlukan data aktivitas air (aw)

14
produk, dengan asumsi terjadi kesetimbangan antara RH di dalam kemasan
dengan aw produk.

BAB III
PENUTUP

15
3.1.Kesimpulan.
Pengudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi
penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan
pemusnahan, serta pelaporan material dan  peralatan agar kualitas dan kuantitas
terjamin (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

16
Arpah, (2001), Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan, Program Studi Ilmu
Pangan, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, (1998), Kumpulan Peraturan


Perundang-Undangan Bidang Makanan dan Minuman, Departemen
Kesehatan RI.

17

Anda mungkin juga menyukai