SKENARIO 2
TRAUMA PADA KEPALA
KELOMPOK B-12
Ketua : Yonanda Alvino (1102014286)
Sekretaris : Putri Kurnia (1102014214)
Anggota : Milati Wicahyaning Sukma (1102013170)
Nour Indah Ogita (1102013213)
Meutia Sandia Meiviana (1102014154)
Muhammad Rayi Wicaksono (1102014170)
Nesya Iryani (1102014191)
Saisabela Prima Andina (1102014235)
Syafhira Ayu Alawiyah (1102014258)
Zahra Faras Sukma (1102014291)
SKENARIO 2 : TRAUMA PADA KEPALA
Perempuan berusia 25 tahun dibawa ke UGD RS dengan penurunan kesadaran
setelah tertabrak motor saat menyebrang jalan 2 jam yang lalu. Sesaat setelah
ditabrak pasien pingsan. Dalam perjalanan ke RS pasien sempat tersadar sekitar 10
menit, kemudian mengeluh nyeri kepala, muntah, dan kembali tidak sadar. Keluar
darah dari hidung dan telinga.
Tanda Vital
-Airway : terdengar bunyi snoring
-Breathing : frekuensi nafas 10x/menit
-Circulation : tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi madi 40x/menit
Wajah
-Terlihat adanya brill hematoma
-Trauma di daerah sepertiga tengah wajah, pada pemeriksaan terlihat adanya
cerebrospinal rhinorrhea, mobilitas dari maxilla, krepitasi, dan maloklusi dari
gigi.
Hidung
-Inspeksi : adanya edema atau deformitas pada hidung
tidak ada
-Palpasi : terdapat kreptasi pada hidung
-Pemeriksaan fisik menggunakan rinoskopi anterior : terdapat
clothing perdarahan aktif tidak ada, tampak laserasi di
septum dan konka inferior
Telinga
Liang telinga : lapang, terdapat laserasi, cloting (+), tidak
terdapat perdarahan aktif dan membrane timpani utuh
Status Neurologi
GCS E1 M1 V1, pupil : bulat, anisokor, diameter 5mm/3mm,
RCL -/+, RCTL -/+, kesan hemiparesis dekstra, reflex
patologis Babinsky +/-
KATA SULIT
Maloklusi : Rahang atas dan bawah menyimpang dan tidak ada
keseimbangan dento fascia
Reflex patologis Babinsky : Dorso flexi ibu jari kaku pada stimuli
telapak kaki, Normal pada bayi dan pada lainnya merupakan lesi
pada system saraf pusat terutama pada tractus pyramidalis
PERTANYAAN
Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai
lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo
parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea
media akibat fraktur tulang tengkorak.
Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural.
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di
permukaan korteks serebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan
hemisfer otak.
Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh
lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.
Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di
lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi
pada setiap bagian dari otak.
Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari,
berubah menjadi perdarahan intra serebral yang membutuhkan
tindakan operasi.
FRAKTUR BASIS CRANII
adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan
robekan pada duramater. Paling sering terjadi pada dua
lokasi anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio
occipital condylar.
Calvarium
Fraktur linear (garis)
merupakan garis fraktur tunggal pada tulang tengkorak yang meliputi seluruh
ketebalan tulang. Bila fraktur linear melibatkan rongga udara perinasal maka
ada kemungkinan untuk timbulnya rinorea atau otau otorea LCS.
Fraktur Diastase
adalah fraktur yang terjai pada sutura sehingga terjadi pemisahan sutura
kranial. Sering terjadi pada anak dibawah usia 3 tahun.
Fraktur communited
Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur
Fraktur Depressed
adalah fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur
tergeser dibawah tingkat dari tabula interna tulang tengkorak utuh
sekelilingnya. Fraktur jenis ini terjadi bila energi benturan relatif besar
terhadap area benturan yang relatif kecil, misalnya benturan oleh kayu, batu,
pipa besi, martil. Pada gambaran radiologis akan terlihat suatu area double
density lebih radioopaq karena ada bagian tulang yang tumpang tindih.
Basis cranium
Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior
Bagian posteriornya dibatasi oleh os. Sphenoid, prosessus clinoidalis anterior dan
jugum sphenoidalis. Gejalanya berupa kimosis periorbita bisa bilateral dan disebut
brill hematoma atau racoon eyes,anosmia jika cedera melibatkan N. Olfctorius,
Rhinorea.
2. Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.
Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah
abnormal.
Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap
saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa
merupakan akibat dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf
kranial dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi,
sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya
harus dicatat.
4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan
memar. Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing
harus dicatat.
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur
yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.
1.7. TATALAKSANA
Pemeriksaan penunjang :
X-ray Tengkorak
Untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau
rongga tengkorak. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila
CT scan tidak ada (State of Colorado Department of Labor
and Employment, 2006).
CT-Scan
CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio
atau perdarahan.Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI mampu
menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering
luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita
dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang
otak.
Medikamentosa
Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya
cedera sekunder terhadap otak yang telah mengaalami cedera.
Cairan Intravena
Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau
Rl
Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal,
keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus
dicegah dan diobati.
Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan
secara hati-hati, HV dapat menurunkan PCo2
sehingga menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak
Pertahankan level PCo2 pada 25 30 mmHg
bila TIK tinggi.
Manitol
Dosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma yang
semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi
dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis.
Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi
karena akan memperberat hypovolemia.
Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK
dan akan meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 0,5 mg/kg BB
IV.
1.8. PENCEGAHAN
Gunakan helm saat mengendarai sepeda motor
Perhatikan rambu-rambu lalu lintas
Hati-hati saat menyebrang jalan raya
Berkendaralah dengan kecepatan standard
Pastikan mesin kendaraan dalam kondisi yang baik
sebelum dikendarai
1.9. KOMPLIKASI
Kejang
Kejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah
trauma disebut early seizure, dan yang terjadi
setelahnya disebut late seizure.
Early seizure terjadi pada kondisi risiko tinggi,
yaitu ada fraktur impresi, hematoma intrakranial,
kontusio di daerah korteks
diberi profilaksis fenitoin dengan dosis 3x100
mg/hari selama 7-10 hari.
Infeksi
Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi, seperti
pada fraktur tulang terbuka, luka luar, fraktur basis kranii.
Pemberian profilaksis antibiotik ini masih kontroversial. Bila ada
kecurigaan infeksi meningeal, diberikan antibiotik dengan dosis
meningitis.
Gastrointestinal
Pada pasien cedera kranio-serebral terutama yang berat sering
ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10-14% di
antaranya akan berdarah.
Kelainan tukak stres ini merupakan kelainan mukosa akut saluran
cerna bagian atas karena berbagai kelainan patologik atau stresor
yang dapat disebabkan oleh cedera kranioserebal.
Umumnya tukak stres terjadi karena hiperasiditas.
Keadaan ini dicegah dengan pemberian antasida 3x1 tablet peroral
atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin, atau famotidin)
dengan dosis 3x1 ampul IV selama 5 hari.
1.10. PROGNOSIS
Perdarahan Subdural
- Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang
biasanya meliputi perdarahan vena.
Perdarahan Subaraknoid
- Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak
yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
Cedera orak difus meliputi :
Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang
menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut
proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu
hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan
kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan.
Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara inti profunda
dengan inti permukaan .
Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan
karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang
menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan
countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang
sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat
oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak.
Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim
otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai
kepala.
Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat
trauma kepala
Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan
parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada
daerah yang mengalami edema.
Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode
hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan
hipovolemik.
Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian
otak berkurang atau terhenti.Kejadian iskemia cerebri
berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena
penyakit degeneratif pembuluh darah otak.
2.4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi berdasarkan klasifikasinya, yaitu sebagai berikut :
Epidural Hematom
Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan
dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini
hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan
pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau
keduanya.Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi g
aris fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.
Subdural Hematom
Vena cortical menuju dura atau sinus dural pecahdan mengalami memar atau
laserasi, adalah lokasi umum terjadinya perdarahan.Hal ini sangat
berhubungan dengan comtusio serebral dan oedem otak.
CT Scan menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah dalam
exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.
Intraserebral Hematom
Hematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di frontotemporal atau
di daerah ganglia basalis, dan kerap disertai dengan lesi neuronal primer
lainnya serta fraktur kalvaria.
2.5. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis yang ditimbulkan berdasarkan klasifikasinya meliputi :
Epidural Hematom
Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita
karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial.
Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan
berasal dari arteri. Hemiparesis Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis,
tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis
sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle
pada permukaan tentorial.
Anisokor pupil Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan
mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi
negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran
menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai
akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
Subdural Hematom
Gejala yang timbul tidak khas dan merupakan manisfestasi dari peninggian tekanan
intrakranial seperti : sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat
kelumpuhan N. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala yang
riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor otak.
Intraserebral Hematom
Manifestasi klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari pasca cedera, namun dengan
adanya scan computer tomografi otakdiagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat.
2.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDUNG
Pemeriksaan penunjang
Radiografi
Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular
cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga
mungkin diamati.
CT-scan
Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke
skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan
lentikular atau bikonveks. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda
terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4
minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya.
MRI
Perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat
untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun,
dapat diamati ketika meluas.
2.7. TATALAKSANA
2.9. KOMPLIKASI
Epidural Hematom
Edema serebri merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan
ntra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada
kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
Kompresi batang otak meninggal
Subdural Hematom, Hemiparese/hemiplegia, Disfasia/afasia, Epilepsi,
Hidrosepalus, Subdural empyema, Intraserebral Hematom, Oedem serebri,
pembengkakan otak, dan Kompresi batang otak, meninggal
2.10. PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan klasifikasinya meliputi :
Eidural Hematom
Mortalitas 20% -30%
Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10%
Sembuh tanpa defisit neurologik
Hidup dalam kondisi status vegetatif
Subdural Hematom
Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%
Pada subdural hematom kronis : Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%
dan Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%
Intraserebral Hematom
Mortalitas 20%-30%
Sembuh tanpa defisit neurologis
Sembuh denga defisit neurologis
Hidup dalam kondisi status vegetatif
3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN
TRIAS CUSHING
3.1. DEFINISI
Adanya hipertensi dan bradikardia yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
3.2. PATOFISIOLOGI
Semua jaringan menanggapi cedera dengan pembengkakan dan pendarahan.
Setelah cedera, otak akan membengkak. Ketika ini terjadi, tekanan dalam
tengkorak mulai meningkat. Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah
secara berangsur-angsur.
Hingga tekanan intrakranial sampai 33 mmHg (TIK normal berkisar 5-15 mmHg)
mengurangi aliran darah otak secara bermakna (iskemia).
Hal ini akan mengurangi kemampuan kapiler di otak untuk berfungsi secara
normal dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran
DAFTAR PUSTAKA
De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Masjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Haryono Y. Rinorea cairan serebrospinal. USU. Departemen THT-KL FK USU. 2006
Nadeau K. Neurologic injury(chapter 29) in Jones and barlett learning.com. 2004
Bamberger D. Diagnosis, initial management and prevention of meningitis,
University of MissouriKansas City School of Medicine, Kansas City, Missouri.
Pillai P, Sharma R,MacKenzie R, Reilly EF, Beery PR, Thomas, Papadimos ,
Stawicki SPA. raumatic tension pneumocephalus: Two cases and comprehensive
review of literature. OPUS 12 Scientist 2010;4(1):6-11
Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-
122,199-202.
R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung.
Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.
Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck
Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.
George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6. Cetakan
ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.
Fraktur Hidung Sederhana. Di unduh dari : www.healthline.com/adamimage.
Diakses pada 23 September 2017.
Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-
diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal. Diakses pada 23 September 2017
Foto x-ray fraktur hidung. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com. Diakses
pada23 September 2017
CT-scan fraktur nasal. Diunduh dari: rhinoplastyinseattle.com. Diakses pada 23
September 2017
Reposisi dan reduksi fraktur hidung. Diunduh dari: www.primary-surgery.org.
Diakses pada 23 September 2017
TERIMA KASIH