Anda di halaman 1dari 45

BLOK EMERGENSI

SKENARIO 2
“TRAUMA PADA
KEPALA”
KELOMPOK B1

KETUA : MUHAMMAD REZA MA’RIFATULLAH 1102016136

SEKRETARIS : OLIVIA TANJUNG 1102014204

ANGGOTA : OLIVIA AISYAH SALAMPESSY 1102014203

MOHAMMAD RIVALDI 1102014159

PUTRI ALFANNY JAYANTI SARTIKA 1102014212

RIZKY SATRIA ANGGORO 1102016192

NAJLA QURANTUAIN 1102013205

WIDYA RIZKY NURULHADI 1102013302


SKENARIO 2 : “TRAUMA PADA
KEPALA”
Perempuan 25 tahun dibawa ke UGD RS dengan penurunan kesadaran setelah tertabrak
motor saat menyebrang jalan 2 jam yang lalu. Sesaat setelah ditabrak pasien pingsan.
Dalam perjalanan ke RS pasien sempat tersadar sekitar 10 menit, kemudian mengeluh
nyeri kepala, muntah, dan kembali tidak sadar. Keluar darah dari hidung dan telinga. 
Tanda Vital : A (terdengar bunyi snoring), B (frekuensi nafas 10x/menit), C (tekanan
darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi 40x/menit)
Wajah : Terlihat adanya brill hematoma, Trauma di daerah sepertiga tengah wajah, pada
pemeriksaan terlihat adanya cerebrospinal rhinorrhea, mobilitas dari maxilla, krepitasi dan
maloklusi dari gigi.
Hidung : krepitasi pada hidung, tampak laserasi di septum dan konka inferior
Telinga : laserasi, clothing (+)
Status Neurologi : GCS E1 M1 V1, pupil bulat, anisokor, diameter 5 mm/3 mm, RCL -/+,
RCTL -/+, kesan hemiparesis dekstra, Babinsky +/-
KATA SULIT

• Maloklusi : Bentuk rahang atas dan bawah yang


menyimpang atau tidak sesuai dengan keadaan
normal.
• Brill hematoma : Echiomosis bilateral/racoon eye
karena arteri ophtalmia.
• Snoring :Bunyi nafas seperti
mengorok yang menandakan adanya penyumbatan
jalan nafas bagian atas.
PERTANYAAN
1. Mengapa keluar darah dari hidung dan telinga?
2. Mengapa ada brill hematoma?
3. Apa yang menyebabkan pupil anisokor?
4. Mengapa terdengar bunyi snoring? Dan apa tindakan yang dapat dilakukan?
5. Apa pemeriksaan penunjangyang dapat dilakukan?
6. Apa tatalaksana yang dapat dilakukan?
7. Mengapa tekanan darah naik dan nadi menurun?
8. Apa yang menyebabkan pasien nyeri kepala dan muntah?
9. Apa yang di maksud score GCS pada kasus ini?
10. Mengapa pasien pingsan, sadar dan pingsan lagi
JAWABAN
1. Karena adanya trauma pada hidung dan telinga.
2. Karena a. ophtalmica pecah sehingga menyebabkan darah masuk ke cavum orbita.
3. Karena adanya penekanan pada N. opticus.
4. Karena adanya sumbatan pada saluran nafas atas.
Airway, breathing, circulation.
5. Ct-scan kepala, MRI, X-Ray.
6. Airway, breathing, circulation.
7. Karena adanya respon pada intra kranial sehingga nadi menurun.
8. Karena terjadi peningkatan intra kranial.
9. Karena adanya trauma kepala berat karena score GCS: 3.
10. Karena pada saat kecelakaan mengalami fraktur basis cranial, saat itu gerbang sel otak
terbuka sehingga kalium keluar, sedangkan natrium dan kalsium masuk lalu terjadi
pelepasan glutamate yang menyebabkan kerusakan mitokondria sehingga
mengakibatkan oksigen di otak menurun lalu pasien pingsan. Pada saat pasien sadar
sesaat karena adanya interval lucid yang merupakan tanda perdarahan epidural.
HIPOTESIS

Trauma pada daerah kepala dapat menyebabkan terjadinya fraktur basis


cranial yang mengakibatkan perubahan fisiologis seperti snoring, nyeri
kepala dan muntah, serta dapat menyebabkan keluarnya darah dari
hidung dan telinga karena Karena terjadi peningkatan intra kranial.
Untuk menegakkan diagnosis dapat dilihat dari score GCS: 3.
Pemeriksaan penunjang. Yang dapat dilakukan antra lain ct-scan kepala,
MRI, x-ray. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah airway, breathing,
circulation.
•  
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Trauma Craniocerebral
2. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Intrakranial
3. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Basis Kranii
4. Memahami dan Menjelaskan Trias Cushing
5. Memahami dan Menjelaskan Fraktur 1/3 Wajah
6. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Os Nasal
1. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
TRAUMA
CRANIOCEREBRAL
DEFINISI
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-
Brown, Thomas, 2006).

Etiologi
• Terjatuh
• Kecelakaan
• Kekerasan
• Ledakan di medan perang
• Tembakan
KLASIFIKASI BERDASARKAN ATLS
1. Mekanisme
• Cedera Kepala Tembus
• Cedera Kepala Tumpul

2. Beratnya Cedera
• Cedera Kepala Ringan
• Cedera Kepala Sedang
• Cedera Kepala Berat

3. Morfologi
• Fraktur Kranium
• Lesi Intrakranial
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Awal
1. Pemeriksaan Kesadaran
2. Pemeriksaan Pupil
3. Pemeriksaan Neurologis
4. Pemeriksaan scalp dan tengkorak
Prosedur Imaging
• X-ray tengkorak
• CT scan (efektif)
• MRI (sensitif)
PEMERIKSAAN PUPIL
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1
mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi
menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor
ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan
akibat dari cedera kepala.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan
saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.
PEMERIKSAAN SCALP DAN TENGKORAK
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar.
Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat.
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang
bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.
TATALAKSANA
• Primary : ABCDE
• Secondary : rujuk ke ahli (untuk pembedahan)
2. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
PENDARAHAN
INTRAKRANIAL
Pendarahan
Intrakranial

Pendarahan Pendarahan
Epidural Intraserebral
Pendarahan
Subdural
PENDARAHAN EPIDURAL

Pendarahan pada rongga epidural diantara duramater dan


tulang tengkorak (antara lapisan periosteal dan lapisan
meningeal duramater)
PENDARAHAN SUBDURAL
Pendarahan pada rongga subdural (diantara
duramater dan subaraknoid)
PENDARAHAN INTRASEREBRAL
Pendarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang
besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis
berat, atau perkembangan dari lesi kontusio
3. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
FRAKTUR BASIS CRANII
4. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN TRIAS
CUSHING
Peningkatan TIK

Kompresi otak dan


pembuluh darah

Aliran darah ke otak


terhambat

Iskemia

Merangsang pusat motor

Tekanan darah 

Aktivasi refleks
baroreseptor

Bradikardia

Depresi pernafasan
5. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
FRAKTUR ⅓ WAJAH
KLASIFIKASI
• 1/3 atas, mencakup os. Frontal, biasanya akan melibatkan
sinus frontalis.
• 1/3 tengah, mencakup Os.Maksilla, Os.Zygoma, Os. Nasal,
sebagian orbital dan dentoalveolar.
• 1/3 bawah, fraktur pada os. Mandibula dapat terjadi pada
symphysis, parasymphisis, korpus mandibular, angulus
mandibular, ramus mandibular dan condyles mandibular.
FRAKTUR LE FORT I (GUERIN’S)
• terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum
• floating jaw
• Hipoestesia nervus infraorbital
• edema
FRAKTUR LE FORT II (FRAKTUR
PIRAMIDAL)
• edema di kedua periorbital disertai ekimosis (racoon sign)
• hipoesthesia di nervus infraorbital
• Maloklusi
• Deformitas di area infraorbital dan sutura nasofrontal
• Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis
FRAKTUR LE FORT III (FRAKTUR
TRANSVERSAL)
• adanya disfungsi kraniofasial
• remuknya wajah
• mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks
• keluarnya cairan serebrospinal
• edema
• ekimosis periorbital
DIAGNOSIS
Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya memerlukan foto
radiografis panoramic view, open-mouth Towne’s view, postero-
anterior view, lateral oblique view. Computed
Tomography (CT) scans dapat juga memberi informasi bila terjadi
trauma yang dapat menyebabkan tidak memungkinkannya dilakukan
teknik foto radiografis biasa. Pemeriksaan radiografis untuk fraktur
sepertiga tengah wajah dapat menggunakan Water’s view, lateral
skull view, posteroanterior skull view, dan submental vertex view.
TATALAKSANA
• A: Airway maintenance with cervical spine control/ protection
• B: Breathing and adequate ventilation
• C: Circulation with control of hemorrhage
• D: Disability: neurologic examination
• E: Exposure/ enviromental control
6. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
FRAKTUR OS. NASAL
FRAKTUR HIDUNG SEDERHANA
Fraktur yang hanya mengenai tulang hidung saja. Dilakukan reposisi
fraktur dengan analgesia lokal (pemasangan tampon lidokain 1-2%
yang dicampur dengan epinefrin 1: 1000). Pada pasien yang tidak
kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan narkose
umum.
FRAKTUR KOMPLEK NASAL
Fraktur yang meluas dan melibatkan proses frontal maksila serta bagian
bawah dinding medial orbita.
Fraktur Komplek Zigoma
Fraktur pada tulang zigomatik yang luas mengenai maxilla, dahi
serta temporal
Fraktur Dentoalveolar
Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau
terlepasnya gigi-gigi (avulsi), dengan atau tanpa adanya hubungan
dengan fraktur yang terjadi di alveolus, dan mungkin terjadi
sebagai suatu kesatuan klinis atau bergabung dengan setiap bentuk
fraktur lainnya.
FRAKTUR NASAL KOMINUNITIVA
Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang
hidung nampak rata (pesek). Bidai digunakan untuk memindahkan
fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya dan beberapa kasa vaselin
dimasukkan ke dalam lubang hidung.
Fraktur Tulang Hidung Terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat
dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit
atau mukoperiosteum rongga hidung.
FRAKTUR TULANG NASOORBITOETMOID
KOMPLEKS
Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban
berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal,
etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan
prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal.
Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan
terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur
nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan
komplikasi atau sekuele di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
• Boss BJ. Alterations of Neurologic Function. In : Understanding Pathophysiology 3 rd edition. Huether SE, McCance KL. editors.
Mosby, Inc. St. Louis. 2004. p. 392-95
 
• Cohen SM, Marion DW. Traumatic Brain Injury. In : Textbook of Critical Care Fifth Edition. Fink MP, Abraham E, Vincent J,
Kochanek PM. editors. Elsevier Inc. Philadelphia. 2005. 377-81.
 
• Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

 
• Japardi I. Cedera Kepala. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2004. hal. 21Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius
 
• Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika

  
• Porth CM, Gaspard KJ. Essential of Pathophysiology. Liipincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2004. p. 668-75.

 
• Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai