SKENARIO 2
“TRAUMA PADA
KEPALA”
KELOMPOK B1
Etiologi
• Terjatuh
• Kecelakaan
• Kekerasan
• Ledakan di medan perang
• Tembakan
KLASIFIKASI BERDASARKAN ATLS
1. Mekanisme
• Cedera Kepala Tembus
• Cedera Kepala Tumpul
2. Beratnya Cedera
• Cedera Kepala Ringan
• Cedera Kepala Sedang
• Cedera Kepala Berat
3. Morfologi
• Fraktur Kranium
• Lesi Intrakranial
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Awal
1. Pemeriksaan Kesadaran
2. Pemeriksaan Pupil
3. Pemeriksaan Neurologis
4. Pemeriksaan scalp dan tengkorak
Prosedur Imaging
• X-ray tengkorak
• CT scan (efektif)
• MRI (sensitif)
PEMERIKSAAN PUPIL
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1
mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi
menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor
ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan
akibat dari cedera kepala.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan
saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.
PEMERIKSAAN SCALP DAN TENGKORAK
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar.
Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat.
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang
bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.
TATALAKSANA
• Primary : ABCDE
• Secondary : rujuk ke ahli (untuk pembedahan)
2. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
PENDARAHAN
INTRAKRANIAL
Pendarahan
Intrakranial
Pendarahan Pendarahan
Epidural Intraserebral
Pendarahan
Subdural
PENDARAHAN EPIDURAL
Iskemia
Tekanan darah
Aktivasi refleks
baroreseptor
Bradikardia
Depresi pernafasan
5. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
FRAKTUR ⅓ WAJAH
KLASIFIKASI
• 1/3 atas, mencakup os. Frontal, biasanya akan melibatkan
sinus frontalis.
• 1/3 tengah, mencakup Os.Maksilla, Os.Zygoma, Os. Nasal,
sebagian orbital dan dentoalveolar.
• 1/3 bawah, fraktur pada os. Mandibula dapat terjadi pada
symphysis, parasymphisis, korpus mandibular, angulus
mandibular, ramus mandibular dan condyles mandibular.
FRAKTUR LE FORT I (GUERIN’S)
• terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum
• floating jaw
• Hipoestesia nervus infraorbital
• edema
FRAKTUR LE FORT II (FRAKTUR
PIRAMIDAL)
• edema di kedua periorbital disertai ekimosis (racoon sign)
• hipoesthesia di nervus infraorbital
• Maloklusi
• Deformitas di area infraorbital dan sutura nasofrontal
• Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis
FRAKTUR LE FORT III (FRAKTUR
TRANSVERSAL)
• adanya disfungsi kraniofasial
• remuknya wajah
• mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks
• keluarnya cairan serebrospinal
• edema
• ekimosis periorbital
DIAGNOSIS
Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya memerlukan foto
radiografis panoramic view, open-mouth Towne’s view, postero-
anterior view, lateral oblique view. Computed
Tomography (CT) scans dapat juga memberi informasi bila terjadi
trauma yang dapat menyebabkan tidak memungkinkannya dilakukan
teknik foto radiografis biasa. Pemeriksaan radiografis untuk fraktur
sepertiga tengah wajah dapat menggunakan Water’s view, lateral
skull view, posteroanterior skull view, dan submental vertex view.
TATALAKSANA
• A: Airway maintenance with cervical spine control/ protection
• B: Breathing and adequate ventilation
• C: Circulation with control of hemorrhage
• D: Disability: neurologic examination
• E: Exposure/ enviromental control
6. MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN
FRAKTUR OS. NASAL
FRAKTUR HIDUNG SEDERHANA
Fraktur yang hanya mengenai tulang hidung saja. Dilakukan reposisi
fraktur dengan analgesia lokal (pemasangan tampon lidokain 1-2%
yang dicampur dengan epinefrin 1: 1000). Pada pasien yang tidak
kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan narkose
umum.
FRAKTUR KOMPLEK NASAL
Fraktur yang meluas dan melibatkan proses frontal maksila serta bagian
bawah dinding medial orbita.
Fraktur Komplek Zigoma
Fraktur pada tulang zigomatik yang luas mengenai maxilla, dahi
serta temporal
Fraktur Dentoalveolar
Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau
terlepasnya gigi-gigi (avulsi), dengan atau tanpa adanya hubungan
dengan fraktur yang terjadi di alveolus, dan mungkin terjadi
sebagai suatu kesatuan klinis atau bergabung dengan setiap bentuk
fraktur lainnya.
FRAKTUR NASAL KOMINUNITIVA
Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang
hidung nampak rata (pesek). Bidai digunakan untuk memindahkan
fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya dan beberapa kasa vaselin
dimasukkan ke dalam lubang hidung.
Fraktur Tulang Hidung Terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat
dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit
atau mukoperiosteum rongga hidung.
FRAKTUR TULANG NASOORBITOETMOID
KOMPLEKS
Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban
berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal,
etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan
prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal.
Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan
terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur
nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan
komplikasi atau sekuele di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
• Boss BJ. Alterations of Neurologic Function. In : Understanding Pathophysiology 3 rd edition. Huether SE, McCance KL. editors.
Mosby, Inc. St. Louis. 2004. p. 392-95
• Cohen SM, Marion DW. Traumatic Brain Injury. In : Textbook of Critical Care Fifth Edition. Fink MP, Abraham E, Vincent J,
Kochanek PM. editors. Elsevier Inc. Philadelphia. 2005. 377-81.
• Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
• Japardi I. Cedera Kepala. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2004. hal. 21Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius
• Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
• Porth CM, Gaspard KJ. Essential of Pathophysiology. Liipincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2004. p. 668-75.
• Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC